• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan 1. Isu Strategis

Guna tetap menjaga serta meningkatkan keberlanjutan pembangunan

kehutanan, dalam 5 (lima) tahun kedepan sesuai Renstra Kementerian

Kehutanan menetapkan 6 (enam) program prioritas: (1) Pemantapan Kawasan

Hutan; (2) Rehabilitasi Hutan danPeningkatan Daya Dukung Daerah Aliran

Sungai (DAS); (3) Pengamanan Hutan dan Pengendalian kebakaran Hutan;

(4) Konservasi Keanekaragaman Hayati; (5) Revitalisasi Pemanfaatan Hutan

dan Industri Kehutanan; (6) Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan.

Untuk mengimplementasikan program-program prioritas tersebut,

pengelolaan Hutan di Indonesia saat ini diarahkan kepada teknik/cara kelola

yang efisien dan lestari. Untuk mencapai efisiensi dan kelestarian pengelolaan

sumberdaya hutan diwujudkan ke dalam unit-unit pengelolaan hutan terkecil

sesuai fungsi dan peruntukannya yang lebih dikenal dengan nama Kesatuan

Pengelolaan Hutan yang disingkat KPH.

Pembentukan KPH Pogogul Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah

bertujuan agar pengelolaan hutan produksi dilakukan secara efisien dan

lestari. Disamping itu, pembentukan unit KPH merupakan strategi penataan

hutan untuk mencapai kemantapan kawasan. Dengan demikian, KPH dalam

jangka panjang diharapkan mampu memproduksi hasil hutan kayu dan hasil

hutan lainnya secara lestari, mampu memberi keuntungan kepada

masyarakat, dan organisasi KPH dapat mandiri.

Pembentukan KPH sebagai strategi penataan hutan akan dapat

menimbulkan konflik dengan aktifitas masyarakat yang saat ini telah ada di

bentuk pengelolaan yang akan dilakukan harus mempertimbangkan

keberadaan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Karena itu,

pembentukan KPH harus dapat ditempatkan sebagai strategi penyelesaian

konflik, termasuk penyelesaian masalah-masalah pemanfaatan secara illegal

yang ada di dalam kawasan hutan.

Kawasan hutan di wilayah KPHP Model Pogogul yang luasnya

mencapai ±187.544,27 Ha, barang dan jasa yang dihasilkannya berperan

dalam mendukung pembangunannasional dan daerah sebagai: (1) kontributor

terhadap pembangunan perekonomian; dan (2) penyangga keseimbangan

sistem tata air, tanah danudara.

Posisi kawasan hutan KPHP Model Pogogul menjadi lebih penting

karena penduduk dari tigabelas wilayah kecamatan yang ada, tinggal di dalam

dan sekitar kawasan hutan ini,dan secara struktural sebagian termasuk

kategori miskin/tertinggal.Penduduk di sekitar kawasan hutan wilayah KPHP

model, kurang lebih 82% penduduk merupakan petani lahan kering dan lahan

basah. Petani lahan basah yang mengelola dan memanfaatkan lahannya

berupa lahan sawah beririgasi, sumber air utamanya berasal dari kawasan

hutan di wilayah KPH. Selain itu, kebutuhan air dimanfaatkan pula untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari baik secara perpipaan maupun melalui

penggunaan sumur. Dengan demikian, tertanggunya ekosistem DAS akan

berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di wilayah ini.

Selain kebutuhan air seperti dijelaskan, sebagian penduduk di sekitar

dan di dalam kawasan hutan di wilayah KPHP model menggantungkan

hidupnya dari hasil hutan seperti mengumpulkan getah damar, rotan, lebah

Sesuai dengan tujuan pembentukan KPHP Model Pogogul yang berada

di wilayah Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah yakni pengelolaan hutan

produksi dan hutan lindung yang dilakukan secara efisien dan lestari.

Harapannya adalah mantapnya kawasan hutan dan dalam jangka panjang

mampu memproduksi hasil hutan kayu dan hasil hutan lainnya secara lestari,

mampu memberi keuntungan kepada masyarakat, dan organisasi KPH dapat

mandiri.

Memperhatikan kondisi kawasan hutan di wilayah KPHP saat ini yang

dinilai memiliki peran cukup penting dalam menyelamatkan aset negara

berupa hutan dan ekosistemnya, maka isu strategis adalah mengelola segala

potensi sumberdaya hutan secara efisien dan lestari yang dimiliki kawasan ini tanpa harus mengorbankankepentingan masyarakat baik yang ada di dalam maupun di sekitar wilayah KPH.

2. Kendala dan Permasalahan

Berdasarkan gambaran kondisi KPHP Model Pogogul saat ini serta

kondisi yang diinginkan, diidentifikasi beberapa kendala permasalahan dalam

pengelolaan KPHP. Hasil identifikasi kendala dan permasalahan tersebut akan

digunakan untuk mendukung justifikasi penetapan tujuan, sasaran, kebijakan

dan program kegiatan sesuai tujuan pengelolaan hutan.

Sejak terbentuknya kelembagaan UPTD KPHP Model Pogogul tahun

2012 belum ada kegiatan atau aktifitas KPH. Hal ini dapat dipahami karena

KPH ini baru terbentuk.

Dalam proses perjalanan KPHP Model Pogogul sepuluh tahun

kedepan, terdapat beberapa kegiatan mendasar perlu segera dituntaskan

kantor dan penyediaan fasilitas penunjangnya, serta sosialisasi dan

rencana-rencana aksi melalui penyuluhan dan diskusi-diskusi publik.

Selain itu, yang perlu menjadi prioritas adalah pembinaan dan

pengembangan SDM, serta pendataan potensi SDH pada tingkat tapak,

menunjukkan bahwa KPHP ini cukup mantap dalam menjalankan aktifitas

pengelolaan hutannya. Selanjutnya dalam menjalankan aktifitasnya, KPHP ini

diperkirakan akan menghadapi beberapa kendala dan permasalahan sbb.:

Kendala-kendala dalam pembangunan KPHP:

1. Adanya klaim lahan hak dalam kawasan hutan di wilayah KPH berupa

lahan pertanian (kebun dan sawah).

2. Adanya aktifitas illegal logging dan perambahan hutan yang telah

berlangsung cukup lama, sehingga dengan hadirnya KPH akan terhenti

segala aktifitasnya.

3. Adanya kasus-kasus dan dampak negatif berupa kerusakan hutan yang

ditimbulkan oleh pemanfaat hasil hutan kayu berskala usaha (HPH) di

masa lalu, dapat berkembang menjadi isu tidak perlunya pembangunan

KPH Pogogul.

4. Peluang terjadinya benturan kepentingan cukup besar; antara pengelola

KPH dengan masyarakat setempat, dan pelaku illegal dalam kawasan

KPH.

5. Terlalu kuatnya proses pendampingan oleh Pemerintah dapat mengurangi

‘ownership’ KPH oleh Pemda dan pihak lain. Potensi Masalah Dalam Pembangunan KPHP:

1. Masih tingginya aktifitas pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan

dalam wilayah KPH yang dinilai illegal sesuai Undang-undang No. 41 tahun

1999 tentang Kehutanan.

2. Masih terbatasnya SDM baik dalam jumlah maupun kualifikasinya dalam

mengawal pelaksanaan pembangunan KPH Pogogul, khususnya di tingkat

tapak dalam mengelola areal seluas 187.544,27 Ha.

3. Masih lemahnya kapasitas kelembagaan akan menjadi sumber tidak

berjalannya kebijakan secara keseluruhan.

4. Masih lemahnya dukungan publik akibat belum dipahaminya tujuan dan

manfaat pembangunan KPH Pogogul.

5. Masih sulitnya mobilisasi sumberdaya sebagai akibat masih lemahnya

kapasitas kelembagaan pembangunan KPH bagi banyak pihak.

6. Pembangunan KPHP Model Pogogul akan melibatkan banyak pihak,

sehingga berpeluang terjadinya benturan kepentingan dalam pelaksanaan

fasilitasi.

7. Adanya hamparan lahan kritis yang cukup luas di wilayah KPHP akan

Dokumen terkait