• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isu Strategis Pembangunan Infrastruktur a.Isu Strategis Permukiman

Dalam dokumen BAB2 PROFIL KABUPATEN TEMANGGUNG (Halaman 29-35)

1. Isu Backlog (kekurangan rumah)

Perhitungan kekurangan jumlah rumah (backlog) dilakukan dengan cara menghitung selisih antara jumlah rumah tangga (KK) dengan jumlah rumah eksisting pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Temanggung. Backlog di Kabupaten Temanggung menunjukan kekurangan rumah sebesar 12.931 unit, terdiri dari rumah di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa diperlukan adanya pembangunan unit perumahan baru dalam rangka untuk mencukupi kebutuhan rumah.

Berdasarkan data statistik, jumlah kekurangan rumah (backlog) terbanyak terdapat di Kecamatan Temanggung sebanyak 3.088 unit rumah. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah kekurangan rumah di Kabupaten Temanggung dapat dilihat pada keterangan tabel dibawah ini.

Tabel II. 7

Backlog (Kekurangan Jumlah Rumah) di Kabupaten Temanggung

No. Kecamatan Jumlah

Rumah (Unit) Jumlah KK

Jumlah Kekurangan Rumah (Unit) 1 Parakan 10.112 12.899 2.787 2 Kledung 7.186 6.450 (736) 3 Bansari 4.915 5.800 885 4 Bulu 12.427 11.199 (1.228) 5 Temanggung 17.914 21.002 3.088 6 Tlogomulyo 7.569 5.098 (2.471) 7 Tembarak 6.380 7.079 699 8 Selopampang 4.083 4.645 562 9 Kranggan 10.502 11.610 1.108 10 Pringsurat 10.810 12.466 1.656 11 Kaloran 10.504 11.612 1.108 12 Kandangan 10.624 12.360 1.736 13 Kedu 12.981 13.460 479 14 Ngadirejo 12.376 13.920 1.544 15 Jumo 7.133 7.670 537

II-30

RPIJM Kabupaten Temanggung | 03

No. Kecamatan Jumlah

Rumah (Unit) Jumlah KK

Jumlah Kekurangan Rumah (Unit) 16 Gemawang 7.836 7.524 (312) 17 Candiroto 7.658 8.649 991 18 Bejen 5.228 5.582 354 19 Tretep 4.809 4.835 26 20 Wonoboyo 6.135 6.253 118 Jumlah 177.182 190.113 12.931

Sumber: RP4D Kabupaten Temanggung, 2011

2. Isu Kawasan Kumuh (squatters)

Kondisi ini terlihat dari lingkungan permukiman yang liar dengan menempati lahan ilegal, serta kondisi fisik lingkungan dan bangunan buruk, tanpa dilayani sarana dan prasarana, khususnya yang mendukung kebersihan lingkungan seperti sanitasi, persampahan dan drainase. Selain itu, sebab lain dari munculnya kawasan kumuh adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan rumah yang sehat.

Sebaran permukiman kumuh di Kabupaten Temanggung, berdasarkan data hasil studi RP4D Kabupaten Temanggung Tahun 2011 dapat dibedakan menjadi : 1. Permukiman Kumuh Perkotaan

Kelompok permukiman kumuh perkotaan berkembang disekitar kawasan bantaran rel kereta api yang sudah tidak digunakan lagi yaitu di kelurahan

Parakan Wetan, Temanggung I dan Banyuurip. Selain itu lokasi permukiman disepanjang sungai yaitu di Kelurahan Parakan Wetan, Wanutengah, Temanggung I, Temanggung II, Gilingsari, Banyuurip, Butuh, Kertosari dan Gendengan. Permukiman kumuh tersebut merupakan permukiman padat dengan kondisi yang dibawah standar. Kondisi rumah yang ada saling berhimpitan dengan tinggi bangunan yang hanya memenuhi skala manusia, dindingnya rata-rata berdinding kayu dan bambu dengan lantai tanah. Rumah-rumah tersebut hanya berjarak kurang dari 20 meter dari bibir sungai.

2. Permukiman Kumuh Perdesaan

Kelompok permukiman kumuh perdesaan disebabkan karena masih adanya masalah rumah yang tidak sehat maksudnya adalah masih banyaknya rumah

II-31

RPIJM Kabupaten Temanggung | 03

atau permukiman yang masih menyatu dengan kandang ternak. Menyatunya kandang ternak dekat dengan tempat hunian dikarenakan terbatasnya lahan perkarangan yang ada, selain itu juga dikarenakan agar memudahkan dalam pengawasan sehingga aman dari pencurian ternak. Masalah tersebut terjadi juga dikarenakan masih rendahnya pengetahuan masyarakat akan kesehatan dan kebersihan (SDM masyarakat masih rendah) terutama bagi masyarakat pedesaan. Kebanyakan masyarakat memiliki usaha sampingan yaitu beternak kerbau, kambing, sapi, selain itu juga ayam, itik dan sejenis hewan unggas lainnya. Mereka masih seringkali menempatkan kandang ternak tersebut berdampingan langsung dengan tempat tinggal mereka. Permasalahan rumah tidak sehat banyak ditemui dilingkungan permukiman pedesaan di wilayah perencanaan. Masalah permukiman kumuh yang ada di Perdesaan disebabkan juga karena masih banyaknya rumah yang tidak layak huni.

3. Isu Daerah Rawan Bencana

Beberapa permukiman di wilayah Kabupaten Temanggung yang menempati daerah rawan bencana tersebar di berbagai wilayah Kabupaten Temanggung. Beberapa daerah rawan bencana alam di wilayah Kabupaten Temanggung diantaranya adalah daerah rawan bencana tanah longsor, angin topan, kekeringan dan banjir.

Berdasarkan peraturan daerah RTRW Kabupaten Temanggung tahun 2008, disebutkan bahwa lokasi kawasan rawan bencana alam tersebar dibeberapa daerah, untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. kawasan rawan bencana angin topan meliputi kecamatan Selopampang, Tembarak, Tlogomulyo, Bulu, Temanggung, Kledung, Pringsurat, Kaloran, Jumo, Gemawang dan Wonoboyo;

b. kawasan rawan bencana tanah longsor meliputi kecamatan Tretep, Wonoboyo, Bejen, Candiroto, Gemawang, Kandangan, Kaloran, Pringsurat, dan Selopampang;

c. kawasan rawan bencana kekeringan meliputi kecamatan Pringsurat, Kranggan, Kaloran, Kandangan, Candiroto, Bejen dan Jumo;

d. kawasan rawan bencana banjir meliputi kecamatan Kedu, Parakan, Temanggung; dan

II-32

RPIJM Kabupaten Temanggung | 03

e. kawasan rawan bencana gempa bumi dapat terjadi di seluruh kawasan.

b. Isu Strategis Penataan Bangunan dan Lingkungan

1. Isu Pemenuhan Kebutuhan Ruang Terbuka Publik dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Perkotaan

Ruang terbuka hijau sangatlah penting bagi masyarakat, baik itu di kawasan perkotaan maupun pedesaan. Ruang terbuka hijau dapat berupa taman aktif yang dapat digunakan sebagai tempat bermain. Ada pula berupa taman pasif yang hanya berfungsi sebagai paru-paru kota. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu RTH di kawasan perkotaan semakin berkurang. Hal ini terjadi karena jumlah penduduk yang semakin meningkat sehingga mengakhibatkan bertambahnya kepadatan penduduk dan lahan terbangun di perkotaan. Maka dari itu, perlu adanya pengendalian pembangunan khususnya di kawasan perkotaan untuk mempertahankan kebutuhan RTH sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku. Menurut P2KH Kabupaten Temanggung RTH Publik hanya sebesar 0,712% di kawasan strategis perkotaan dan 1,49% RTH Publik yang berada di ibu kota kabupaten.

2. Isu Tertib Pembangunan dan Keandalan Bangunan Gedung

Saat ini pembangunan gedung terutama permukiman tidak mempertimbang kan faktor keselamatan, seperti garis sempadan bangunan (GSB), jarak antar bangunan (JAB) dan koefisien dasar bangunan (KDB). Faktor tersebut berguna untuk mempermudah evakuasi bencana dan menambah penyediaan RTH. Pembangunan gedung perlu dikendalikan dengan penerapan kriteria terukur dari peraturan pembangunan terutama KDB, KLB, JAB, GSB dan memperhatikan ketersediaan RTH. Sesuai dengan data dari KPPPM Kabupaten Temanggung, jumlah bangunan di Kabupaten Temanggung mencapai 199.720 unit sedangkan jumlah bangunan yang memiliki IMB dari jumlah total tersebut ada sebanyak 14.110 unit. Hal ini menunjukkan adanya bangunan yang belum memenuhi syarat untuk didirikan sehingga meyebabkan adanya kasus tidak tertibnya pembangunan.

II-33

RPIJM Kabupaten Temanggung | 03

c. Isu Strategis Sistem Penyediaan Air Minum

1. Lingkungan semakin terbebani dengan pertumbuhan penduduk Kabupaten Temanggung

Setiap tahunnya penduduk Kabupaten Temanggung mengalami peningkatan terus menerus dari tiap tahun ke tahunnya. Terutama untuk penduduk perkotaan seperti Kecamatan Temanggung dan Parakan, dengan meningkatnya jumlah penduduk maka dibutuhkan akses air minum yang lebih untuk masyarakat. Sedangkan kapasitas produksi air minum yang ada di kawasan perkotaan semakin terbatas karena sudah tergunakan semua. Sehingga membutuhkan pengadaan unit produksi kembali

Tabel II. 8

Kapasitas Produksi Tiap Daerah Pelayanan Kabupaten Temanggung

No Daerah Pelayanan (Lt/Dt) 1 Kota Temanggung 126 2 Parakan 60,50 3 Ngadirejo 19.6 4 Jumo 11 5 Kedu 44 6 Kaloran 6 7 Pringsurat 40 8 Tembarak 12 9 Kranggan 37 Jumlah 356,1

Sumber: RISPAM Kabupaten Temanggung, 2015

Berdasarkan Keterangan diatas, Kapasitas produksi air yang dimiliki PDAM Kabupaten Temanggung sudah termasuk penuh. Apabila ada penambahan unit produksi maka membutuhkan unit baru kembali. Seperti untuk Kecamatan Bejen, Gemawang, Kandangan, dan Candiroto. Hal tersebut sesuai dengan tujuan jangka panjang dalam penanganan kebutuhan air bersih.

II-34

RPIJM Kabupaten Temanggung | 03

2. Keterbatasan Pembiayaan yang mengakibatkan rendahnya investasi dalam penyediaan air minum

Investasi dalam bidang air minum sangat bergantung sekali dari pinjaman, baik dari luar negeri maupun dalam negeri. Akan tetapi, pada era sekarang investasi semakin sulit masuk karena pinjaman juga semakin terbatas dan juga akan semakin terhambat apabila hutang yang dilakukan oleh pihak PDAM sendiri yang kurang bisa diselesaikan denga baik. sumber pembiayaan pada saat ini masih terbatas kepada pinjaman dan hibah, untuk itu perlu adanya pembiayaan alternatif lainnya agar PDAM sebagai penyedia layanan air minum bisa berkembang.

3. Pemahaman masyarakat mengenai air minum masih kurang

Sebagian masyarakat di Indonesia maupun Kabupaten Temanggung dalam hal penyediaan air minum masih dirasa sangat kurang pengetahuannya.Masyarakat kurang memperhatikan pengambilan air tanah secara terus menerus dan juga masih kurang pengetahuan tentang pentingnya menggunakan air secara bijak. Hal tersebut dibuktikan dengan cakupan pelayanan yang dibuat oleh PDAM untuk setiap Kecamatannya. Persentase pengguna air bersih yang berasal dari PDAM hanya baru tercakup 15.28% pada tahun 2013. Sedangkan dalam 5 tahun kedepan hanya mencakup sebesar 23%/ Sumber air baku seperti sungai masih digunakan sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga, isu seperti ini yang masih berkembang dimasyarakat.

4. Sumbedaya Manusia yang kurang terlatih dan sesuai bidangnya

Pada dasarnya isu dari sebuah infrastruktur diantaranya adalah sumberdaya manusia yang mengelolanya. Pada tahun 2012 diketahui bahwa sebagain besar pegawai PDAM Kabupaten Temanggung berlatar pendidikan SLTA atau SMA. Dengan persentase 54% dari seluruh pegawai. Sementara itu, hanya 20% saja pegawai PDAM yang memperoleh gelar sarjana dan diploma. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pegawai PDAM masih terpaut jauh dari ahli teknis di dalam bidangnya. Dengan isu sumberdaya manusia ini bahwa harus dipahami untuk memajukan PDAM di ranah teknis maupun non-teknis maka harus memeprsiapkan sumberdayanya sebaik mungkin. Persentase tersebut bisa dilihat di tabel II.9

II-35

RPIJM Kabupaten Temanggung | 03

Tabel II. 9

Pendidikan Formal Terakhir Pegawai PDAM Kabupaten Temanggung

Status Pegawai Jumlah %

SD 18 18%

SLTP 8 8%

SLTA 52 54%

Sarjana dan Diploma 20 20%

Sumber: RISPAM Kabupaten Temanggung, 2015

d. Isu Strategis Penyehatan Lingkungan Permukiman

1. Isu tidak optimalnya pengelolaan air limbah

Pengelolaan air limbah tidak optimal disebabkan karena fasilitas pengelolaan air limbah setempat belum memenuhi standar teknis yan telah ditetapkan. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air limbah dimana 9% masyarakat masih BAB di sungai. Kapasitas sumber daya manusi masih rendah dan kurangnya koordinasi antarinstansi dalam penetapan kebijakan air limbah. 2. Isu tidak optimalnya pengelolaan sampah

Pengelolaan sampah kurang optimal dilihat dari meningkatnya jumlah timbulan sampah di TPA Sranggahan. Dana untuk pengelolaan persampahan rendah/ kurang sehingga pengelolaan sampah kurang maksimal. Selain itu, kewajiban dan sanksi bagi pemerintah dalam pengelolaan sampah belum efektif sehingga semakin menghambat penyediaan sarana untuk optimalisasi pengelolaan sampah.

3. Isu pengadaan dan pemeliharaan drainase

Fungsi drainase merupakan saluran untuk pembuangan air hujan sehingga tidak menimbulkan genangan di suatu kawasan. Akan tetapi, fungsi drainase disalahartikan sebagai pembuangan akhir untuk kawasan perumahan. Salah satu sebabnya adalah belum tersedia sistem infiltrasi dan sistem pengawasan yang baik dibidang pembuangan air limbah dari perumahan. Selain itu, dalam hal pembiayaan juga tidak berjalan lancar sehingga pemeliharaan saluran drainase masih rendah. Penanganan drainase terpadu dan pembangunan sistem drainase utama dan lokal tidak berjalan baik akibat dari kurang lengkapnya data base mengenai saluran drainase untuk Kabupaten Temanggung.

Dalam dokumen BAB2 PROFIL KABUPATEN TEMANGGUNG (Halaman 29-35)

Dokumen terkait