• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan pakan ternak terdiri atas nutrisi yang terutama diperlukan oleh ternak dan harus tersedia. Zat makanan utama antara lain protein, lemak dan karbohidrat perlu diketahui sebelum menyusun ransum. Dilakukan analisa proksimat guna mengetahuinya. Kadar nutrisi setiap pakan berbeda-beda, begitupun pada penggunaan pakan penelitian ini berbeda-beda kandungan nutrisinya. Diketahui kandungan nutrisi rumput gajah, jerami padi, konsentrat, dan ampas tahu berdasarkan 100% berat kering yang meliputi kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar, karbohidrat, dan BETN ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Analisa proksimat bahan pakan ternak berdasarkan bahan kering 100% Kadar

Nutrisi (%)

Bahan Pakan (%) Perlakuan (%)

RG JP AT K A B C Abu 15.12 18.33 1.54 25.15 8.80 10.18 9.49 Protein 10.25 4.80 11.09 7.20 10.50 8.15 9.32 Lemak 2.75 2.04 3.50 5.06 3.27 2.97 3.12 Karbo-hidrat 71.89 74.83 83.87 62.58 77.44 78.71 78.07 SK 25.60 27.67 10.56 15.05 17.30 18.19 17.74 BETN 46.29 47.16 73.31 47.53 60.14 60.52 60.33 Keterangan :

A = Pakan Rumput Gajah 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51% B = Pakan Jerami Padi 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%

C = Pakan Rumput Gajah 21.5% + Jerami Padi 21.5% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51% RG = Rumput Gajah

JP = Jerami Padi AT = Ampas Tahu K = Konsentrat

Hasil analisa proksimat menunjukkan bahwa kadar nutrisi rumput gajah berdasarkan 100% berat kering (BK) tidak jauh berbeda dengan hasil yang didapatkan Ramadhana (2010) yang menyatakan bahwa kandungan nutrisi rumput gajah berdasarkan 100% Berat Kering (BK) yaitu : abu 10.1%, Protein Kasar (PK) 10.1%; Lemak Kasar (LK) 2.5%; Serat Kasar (SK) 31.2%; dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) 46.1%. Kadar abu rumput gajah 15.12% yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan yang diperoleh Ramadhana (2010) yang hanya 10.1%, sementara kadar serat kasar rumput gajah pada penelitian ini lebih rendah yaitu 25.60% dibanding dengan hasil penelitian Ramadhana (2010) yaitu 31.2%. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti perubahan kandungan nutrisi bahan makanan ternak selama proses pengolahan dan penyimpanan.

Kandungan nutrisi jerami padi yang diperoleh dari analisa proksimat berdasarkan 100% berat kering (BK) juga tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan hasil analisa proksimat jerami padi oleh Hanum dan Usman (2011) yang terdiri dari abu 12.32%, protein kasar 4.90%, lemak kasar 1.56%, dan serat kasar 27.80%. Kadar abu dan kadar lemak jerami padi pada penelitian ini lebih tinggi yaitu berurutan 18.33% dan 2.04% dibanding hasil penelitian Hanum dan Usman (2011) berurutan hanya 12.32% dan 1.56%. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh penanganan dan penyimpanan jerami padi.

Kandungan nutrisi ampas tahu, tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Rusli (2011) bahwa kandungan nutrisi ampas tahu sebelum fermentasi yaitu protein kasar 14.85%, lemak 4.18%, serat kasar 19.90%, dan BETN 61.70%. Hanya ditemukan serat kasar ampas tahu penelitian ini lebih rendah, diduga dipengaruhi oleh penanganan dan proses pengolahan yang berbeda. Tim Laboratorium ITP (2014) menyatakan bahwa komposisi kimia ampas tahu bervariasi salah satunya tergantung pada proses pembuatan yang beragam, penanganan ampas tahu segar harus sebaik mungkin, penanganan yang tidak baik terhadap ampas tahu segar dapat mengakibatkan penurunan nilai nutrisi dan menurunkan palatabilitas.

Pada Tabel 1, tampak bahwa secara umum kandungan nutrisi konsentrat lebih tinggi dibanding kandungan nutrisi bahan makanan ternak lainnya. Konsentrat diperuntukkan untuk memenuhi atau mencukupi gizi atau nutrisi ransum ternak. Konsentrat merupakan pakan tambahan terhadap pakan utama pada sapi perah. Zakariah (2012) menyatakan bahwa konsentrat adalah suatu bahan makanan yang dipergunakan bersama bahan makanan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan karena mengandung serat kasar rendah, mudah dicerna, mengandung pati maupun protein tinggi. Kualitas bahan pakan konsentrat sangat variatif tergantung pada jenis bahan baku, musim dan tempat asal sumber konsentrat tersebut.

Kualitas konsentrat penelitian ini tergolong sebagai sumber energi karena mengandung kadar karbohidrat cukup tinggi yaitu 62.58% tetapi kadar protein yang sangat rendah yaitu hanya 7.20%. Agus (2008) mengemukakan bahwa adalah suatu bahan pakan yang mempunyai kandungan serat kasar yang rendah dan mudah dicerna, mengandung pati, maupun protein tinggi, sehingga nilai nutrien yang terkandung pada konsentrat lebih baik dari pada hijauan. Konsentrat sumber energi adalah bahan pakan dengan kandungan serat kasar kurang dari 18% atau dinding sel kurang dari 35% dan protein kasar kurang dari 20%. Konsentrat sumber protein adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18% atau dinding sel kurang dari 35% dan kandungan protein kasar lebih besar dari 20%.

Analisa Proksimat Feses Sapi Perah

Nutrien tercerna dapat diketahui dengan menganalisis kandungan nutrisi pakan yang dikonsumsi dikurangi nutrisi dari feses dibagi kandungan nutrisi pakan yang dikonsumsi. Kadar nutrisi pakan yang tidak tercerna akan terbuang melalui feses, sehingga kadar nutrisi dari feses perlu dihitung. Analisis proksimat feses ternak sapi perah tiap perlakuan meliputi kadar abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, dan BETN tertera pada Tabel 2.

17

Tabel 2 Analisa proksimat feses ternak sapi perah berdasarkan bahan kering 100%

Kadar Nutrisi Perlakuan (%)

A B C Abu 20.859±1.757a 28.681±1.033b 26.990±1.049b Protein 10.447±0.921b 9.309±0.418ab 9.054±0.925a Lemak 1.683±0.317ab 1.533±0.370a 2.120±0.232b Karbohidrat 67.012±1.555b 60.478±1.161a 61.837±0.893a Serat Kasar 32.194±5.453b 20.220±1.129a 22.57125±0.921a BETN 34.819±6.481 40.258±0.476 39.26575±1.637 Keterangan :

1. A = Pakan Rumput Gajah 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%, B = Pakan Jerami Padi

43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%, C = Pakan Rumput Gajah 21.5% + Jerami Padi 21.5% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%

2. Superscript yang berbeda pada baris yang sama, menunjukkan angka yang berbeda nyata taraf

5% (P<0.05)

Berdasarkan analisis ragam, diketahui bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar abu, protein, lemak, karbohidrat, dan serat kasar. Perlakuan tidak berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap BETN. Persentase kadar nutrisi feses yang ditunjukkan tergolong tinggi. Kadar abu feses pada perlakuan dengan pakan jerami padi (B) dan kombinasi (C) nyata lebih tinggi dibanding perlakuan pakan rumput gajah (A), disebabkan karena kadar abu pakan perlakuan B dan C lebih tinggi dibanding perlakuan A (Tabel 1). Kadar protein feses perlakuan A (rumput gajah) nyata lebih tinggi dibanding perlakuan C (kombinasi) dan tidak jauh berbeda dengan perlakuan B (jerami padi), dipengaruhi oleh lebih tingginya kadar protein pakan perlakuan A dibanding perlakuan C (Tabel 1), kadar protein pakan perlakuan B paling rendah (Tabel 1) namun tidak berbedanya kadar protein feses perlakuan A dan B menunjukkan bahwa kadar protein pakan perlakuan B lebih banyak yang tidak tercerna atau terserap ke dalam tubuh.

Kadar lemak feses perlakuan C (kombinasi) nyata lebih tinggi dibanding perlakuan B (jerami padi) namun tidak jauh berbeda antara perlakuan A dengan B maupun perlakuan A dengan C, sementara kadar pakan perlakuan A tertinggi dibanding lainnya (Tabel 1) menunjukkan bahwa kadar pakan perlakuan A lebih banyak terbuang dalam bentuk feses. Kadar karbohidrat dan serat kasar feses perlakuan A nyata lebih tinggi dibanding perlakuan B dan C, sementara kadar karbohidrat dan serat kasar pakan perlakuan A paling rendah dibanding perlakuan B dan C (Tabel 1), menunjukkan banyaknya kadar karbohidrat dan serat kasar pakan yang terbuang dalam bentuk feses. Kadar BETN feses tidak berbeda antara perlakuan diduga karena kadar BETN pakan tiap perlakuan juga tidak jauh berbeda yakni berkisar > 60% (Tabel 1).

Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan bahwa di dalam feses ternak terdapat nutrisi dari bahan makanan yang telah dimakan ternak yang dikeluarkan kembali dan tidak tercerna atau tidak terserap dalam tubuh ternak. Ristianto (2012)

menyatakan bahwa pada feses terdapat bahan-bahan yang berasal dari tubuh ternak, yang berupa enzim atau kikisan dinding saluran pencernaan, selain nitrogen di dalam feses terdapat lemak dan mineral metabolik yang terdapat bahan metabolik di dalam feses tersebut sehingga menyebabkan kecernaan yang ditetapkan lebih rendah.

Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan erat kaitannya dengan suplai energi ke tubuh ternak sapi perah, sehingga perlu diperhatikan kualitas pakan yang dikonsumsi (Tabel 1) apakah dapat memenuhi gizi tubuh ternak untuk produksi susu, ataupun untuk energi gerak tubuh. Tabel 3 ditampilkan rata-rata konsumsi nutrien pakan pada ternak sapi perah. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering ransum pada semua perlakuan berbeda nyata pada taraf 5%. Konsumsi BK pakan tertinggi ditemukan pada ransum perlakuan B (pemberian pakan jerami padi) dan terendah pada perlakuan A (pemberian pakan rumput gajah). Ransum dengan pakan jerami lebih disukai atau palatabilitas terhadap ternak sapi perah dibanding ransum dengan pakan rumput gajah. Kurangnya sumber energi dari jerami padi dibanding rumput gajah dimana jerami padi lebih banyak mengandung serat kasar sehingga

belum cukup untuk memenuhi kebutuhan energi dari ternak. D’Mello (2000)

menyatakan bahwa konsumsi ransum pada dasarnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi, sehingga ternak akan berhenti makan apabila telah merasa tercukupi kebutuhan energinya.

Tabel 3 Rata-rata konsumsi nutrien pakan ternak sapi perah Peubah (kg/ekor/hari) Perlakuan A B C Bahan Kering 14.90±0.221a 18.46±0.185c 17.02±0.040b Bahan Organik 13.19±0.186a 15.91±0.150c 14.84±0.035b Protein kasar 1.49±0.021c 1.35±0.006b 1.23±0.033a Lemak 0.53±0.006a 0.56±0.004c 0.55±0.001b Serat Kasar 2.55±0.056a 3.65±0.052c 3.19±0.012b BETN 8.62±0.105a 10.35±0.092c 9.65±0.017b Keterangan :

1. A = Pakan Rumput Gajah 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%, B = Pakan Jerami Padi

43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%, C = Pakan Rumput Gajah 21.5% + Jerami Padi 21.5% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%

2. Superscript yang berbeda pada baris yang sama, menunjukkan angka yang berbeda nyata taraf

5% (P<0.05)

Hasil analisis ragam menunjukkan perbedaan nyata antara perlakuan pada masing-masing peubah. Konsumsi BO, lemak, serat kasar, dan BETN pakan paling tinggi pada jerami padi karena konsumsi BK jerami padi yang juga paling tinggi. Kandungan serat kasar dan BETN memang lebih tinggi jerami padi dibanding rumput gajah (Tabel 1). Penelitian Sukmawati (2011) menunjukkan konsumsi BO

19

dan energi yang tidak berbeda karena bahan kering ransum yang juga tidak berbeda. Konsumsi protein ditemukan paling tinggi pada perlakuan A (ransum dengan pakan rumput gajah). Hal ini berkaitan dengan kandungan protein rumput gajah yang jauh lebih tinggi dibanding jerami padi (Tabel 1) yaitu rumput gajah 10.25% sementara jerami padi hanya 4.80%.

Kecernaan Pakan

Kualitas pakan yang dikonsumsi ternak dapat diketahui dengan melihat seberapa banyak makanan yang dikonsumsi dapat dicerna dan diserap nutrisinya dalam tubuh ternak. Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa kecernaan adalah zat pakan dari suatu bahan pakan yang tidak dieksresikan dalam feses, dimana bagian itu diasumsikan diserap oleh tubuh ternak. Nilai kecernaan suatu bahan pakan menunjukan bagian dari zat-zat makanan yang dicerna dan diserap sehingga siap untuk mengalami metabolisme (Schneider dan Flatt, 1975). Kecernaan pakan berikut ini (Tabel 4) dihitung berdasarkan banyaknya bahan pakan yang dikonsumsi (Tabel 3) dan banyaknya jumlah feses yang dikeluarkan, begitupun dengan nutriennya yang tercerna. Sukmawati (2011) menyatakan bahwa tingkat kecernaan zat makanan dapat menentukan kualitas dari ransum tersebut, karena bagian yang dicerna dihitung dari selisih antara kandungan zat dalam ransum yang dimakan dengan zat makanan yang keluar atau berada dalam feses.

Tabel 4 Rata-rata kecernaan nutrien pakan ternak sapi perah

Kecernaan (%) Perlakuan A B C Bahan Kering 82.63±3.260ab 84.56±0.578b 80.27±2.101a Bahan Organik 84.43±3.231ab 87.23±0.505b 83.49±1.614a Protein Kasar 81.73±4.047b 80.40±0.882b 75.37±1.890a Lemak 91.86±1.438b 92.21±1.828b 87.10±2.187a Serat Kasar 67.90±4.221a 84.20±1.317c 76.28±2.229b BETN 89.33±3.547 88.92±0.324 86.31±1.719 Keterangan :

1. A = Pakan Rumput Gajah 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%, B = Pakan Jerami Padi

43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%, C = Pakan Rumput Gajah 21.5% + Jerami Padi 21.5% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%

2. Superscript yang berbeda pada baris yang sama, menunjukkan angka yang berbeda nyata pada

taraf 5% (P<0.05)

Hasil analisis ragam menunjukkan tidak berbedanya perlakuan A dan B, begitupun A dan C namun berbeda antara perlakuan B dan C. Ransum dengan pakan jerami padi (B) nyata lebih tinggi kecernaan BK dan BO dibanding ransum dengan pakan kombinasi (C). Hal ini disebabkan karena tingginya konsumsi BK jerami padi (Tabel 3), selain itu juga dipengaruhi oleh jumlah dan aktivitas mikroba dalam rumen, semakin tinggi jumlah bakteri dalam rumen maka semakin tinggi

kecernaan suatu bahan pakan. Kecernaan serat kasar pakan sangat ditentukan oleh aktivitas mikroba rumen, dan bakteri selulolitik merupakan kelompok bakteri pencerna serat (Kuswandi, 1993).

Kecernaan protein kasar dan lemak kasar perlakuan A tidak berbeda dengan perlakuan B, namun keduanya A dan B berbeda nyata dengan perlakuan C. Kecernaan protein kasar rumput gajah (A) dan jerami padi (B) nyata lebih tinggi dibanding kecernaan kombinasi (C). Kecernaan protein kasar dapat bersumber dari pakan yang didegradasi langsung oleh mikroba rumen dan protein by pass yang tidak didegradasi oleh mikroba rumen atau langsung lolos masuk ke usus pencernaan. Kecernaan protein kasar yang rendah pada perlakuan C dibanding lainnya dipengaruhi oleh tingginya kandungan serat kasar pada jerami padi dibanding rumput gajah, juga ditandai dengan banyaknya kandungan protein feses yang dikeluarkan pada perlakuan C (ransum kombinasi) dibanding perlakuan lainnya. Nasution (1984) menyatakan bahwa daya cerna protein kasar akan tertekan dengan meningkatnya kadar serat kasar dalam ransum, tetapi kecernaan protein akan meningkat apabila tingkat protein dalam ransum baik. Sebaliknya koefisien cerna protein juga bisa menurun dengan semakin banyaknya N feses yang dikeluarkan. Kecernaan protein kasar juga dipengaruhi oleh tingginya kandungan protein kasar dalam ransum (Gracia et al.1993).

Kecernaan lemak kasar jerami padi ditemukan tertinggi dibanding lainnya disebabkan karena jerami padi mengandung serat kasar dan lignin yang tinggi. Ransum dengan pakan jerami padi dapat meningkatkan kecernaan lemak kasar. Menurut Astuti et al. (2009), kecernaan lemak kasar dip engaruhi oleh kecernaan serat kasar seperti yang dinyatakan Van Soest (1994) bahwa lemak kasar merupakan bagian dari isi sel tanaman dan sebagian juga terdeposisi pada dinding sel sehingga kecernaan lemak kasar juga tergantung pada kecernaan serat kasar, sebagaimana tampak pada Tabel 4, kecernaan serat kasar jerami padi juga nyata paling tinggi.

Kecernaan pakan dipengaruhi oleh aktivitas mikroba rumen. Kandungan lignin dan silika yang tinggi pada jerami padi kering seharusnya berdampak pada kecernaan yang rendah. Tingginya kecernaan pakan jerami padi (perlakuan B) diduga dipengaruhi oleh aktivitas mikroba yang berbeda pada perlakuan B dan C. Perlakuan B memiliki satu sumber serat, sementara perlakuan C memiliki 2 sumber serat yang kedua sumber serat tersebut diduga didegradasi oleh jenis mikroba yang berbeda atau bersifat antagonis dalam mencerna atau merombak serat kasar dalam pakan. Mirwandhono (2003) menyatakan bahwa lemak akan mengalami pembebasan asam lemak (lipolysis) dalam rumen dan terjadi biohidrogenasi asam lemak tak jenuh. Mc Donald et al (1995) menyatakan bahwa kecernaan pakan dipengaruhi oleh komposisi kimia pakan dan fraksi pakan berserat. Perlakuan silase yang memanfaatkan bakteri asam laktat dapat memecah ikatan lignin dan selulosa sehingga dapat meningkatkan kecernaan (Mc Donal, 1988). Serat kasar dari suatu bahan pakan merupakan komponen kimia yang besar pengaruhnya terhadap kecernaan. Serat kasar yang tinggi biasanya diikuti dengan kandungan lignin yang tinggi sehingga dapat menurunkan kecernaan (Tillman et al. 1998). Lopez et al. (1996) menjelaskan bahwa faktor yang menyebabkan tingginya daya ikat terhadap bahan lemak dan minyak adalah serat. Semakin tinggi kandungan serat kasar dalam ransum, kandungan dan koefisien energi semakin rendah, sebaliknya kebutuhan energi untuk mencerna serat meningkat. Pakan

21

yang diberi perlakuan silase akan menurun kandungan serat kasarnya sehingga ikatan dengan lemaknya kecil dan kecernaan lemaknya akan lebih tinggi.

Penggunaan ransum dengan pakan jerami padi (perlakuan B) nyata lebih tinggi kecernaan serat kasarnya dibanding ransum dengan pakan rumput gajah (perlakuan A) dan ransum kombinasi (perlakuan C). Kecernaan serat kasar yang tinggi pada perlakuan B dipengaruhi oleh kandungan serat kasarnya yang tinggi. Tillman et al. (2005) menyatakan bahwa kecernaan serat kasar tergantung pada kandungan serat kasar dalam ransum dan jumlah serat kasar yang dikonsumsi. Daya cerna serat kasar dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kadar serat dalam pakan, komposisi penyusun serat kasar dan aktivitas mikroorganisme (Maynard et al. 2005). Mourino et al. (2001) menjelaskan bahwa aktivitas bakteri selulolitik di dalam rumen berlangsung secara normal apabila pH rumen di atas 6.0. pH rumen sapi perah sekitar 6.8 sehingga optimal untuk aktivitas mikroba. Apabila pH lebih rendah dari 5.5 maka aktivitas bakteri selulolitik menjadi terhambat. Suprapto et al

(2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa protein yang ada pada pakan silase digunakan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga baik sumber protein hewani maupun sumber protein nabati mengalami hal yang sama dan akan mempengaruhi aktivitas mikroba selulolitik dalam rumen. Kecenderungan kecernaan serat kasar CF1N (Complete feed limbah rami dengan silase dan sumber protein nabati) lebih tinggi daripada CF1H (Complete feed limbah rami dengan silase dan sumber protein hewani) karena karbohidrat fermentabel yang terkandung dalam bungkil kedelai lebih besar dibandingkan pada tepung ikan.

Analisis ragam menunjukkan bahwa kecernaan BETN tidak berbeda nyata antar perlakuan, tetapi pada Tabel 3 nilai kecernaan BETN ditemukan paling tinggi pada perlakuan A dibanding perlakuan lainnya. Nilai kecernaan protein dan kecernaan serat kasar mempengaruhi nilai kecernaan BETN karena merupakan bagian atau cabang dari fraksi kimia tersebut. Kecernaan protein yang tinggi akan meningkatkan kecernaan BETN. Sebaliknya, kecernaan serat kasar yang tinggi akan menurunkan kecernaan BETN. Budiman et al. (2006) menyatakan bahwa komponen BETN terbesar adalah karbohidrat nonstruktural, seperti pati, monosakarida atau gula-gula, kecernaan BETN meningkat sejalan dengan meningkatnya tingkat protein dalam ransum, memberi indikasi bahwa protein mempengaruhi pemanfaatan zat makanan lainnya, sehingga kecernaan BETN cenderung meningkat. Peningkatan kadar BETN dipengaruhi oleh karena hilangnya lignin, selulosa dan hemiselulosa dalam proses amoniasi yang mengakibatkan penurunan kandungan serat kasar sehingga dengan menurunnya kandungan serat kasar dapat meningkatkan kandungan BETN (Fariani et al. 2014).

Produksi Gas Metan (CH4) berdasarkan Enterik (Pencernaan)

Sukmawati (2011) menyatakan bahwa gas metan merupakan produk sampingan dari fermentasi karbohidrat di dalam rumen oleh bakteri metanogenik, dari hasil reduksi CO2 oleh H2. Semakin banyak gas metan yang terbentuk, maka semakin banyak energi yang terbuang, sehingga menyebabkan rendahnya efisiensi penggunaaan pakan dan secara ekonomis merugikan peternak. Berdasarkan hasil perhitungan kecernaan bahan kering, maka diketahui produksi gas metan yang dihasilkan dari sistem pencernaan rumen sapi perah seperti tertera pada Tabel 5.

Tabel 5 Produksi gas metan (CH4)berdasarkan kecernaan bahan kering masing-masing ternak sapi perah

Sapi Perlakuan A B C 1 6192.108 6633.964 6112.298 2 5667.826 6526.494 6209.314 3 6101.592 6598.249 6371.779 4 6096.609 6648.894 6112.708 Rata-rata CH4 (KJ/hari) 6014.53±235.3 a 6601.90±54.6b 6201.52±122.3a Keterangan :

1. A = Pakan Rumput Gajah 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%, B = Pakan Jerami Padi

43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%, C = Pakan Rumput Gajah 21.5% + Jerami Padi 21.5% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%

2. Superscript yang berbeda pada baris yang sama, menunjukkan angka yang berbeda nyata pada

taraf 5% (P<0.05)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi gas metan pada perlakuan pakan jerami padi (B) nyata lebih tinggi dibanding perlakuan pakan rumput gajah (A) dan kombinasi (C), sementara perlakuan A dan C tidak berbeda. Hal ini diduga dipengaruhi oleh KcBK serat kasar perlakuan B (jerami padi) yang ditemukan sangat tinggi dibanding perlakuan lainnya (Tabel 4) sementara kandungan serat kasarnya juga ditemukan paling tinggi dibanding perlakuan lainnya (Tabel 1). Tingginya kandungan serat kasar dan lignin pada bahan pakan menyebabkan banyaknya energi yang hilang sebagai gas metan, terbukti dengan tingginya produksi gas metan perlakuan B (jerami padi) sementara produksi susunya rendah. Prayitno et al. (2014) menyatakan bahwa produksi VFA dan CH4 sangat tergantung dari jenis pakan dan sistem pemberian. Umumnya pakan berserat akan menghasilkan asam asetat dan CH4 (methan) lebih tinggi dibandingkan pakan asal biji-bijian. Peningkatan kadar serat dalam ransum menghasilkan rasio asetat propionat dan produksi CH4 yang lebih tinggi (Jhonson dan Jhonson 1995; Moss et al. 2000).

Semakin tinggi kandungan serat kasar, semakin tinggi pula kecernaan serat kasar. Hal ini diduga disebabkan karena adanya bakteri metanogen dalam rumen yang berkontribusi mencerna selulosa dan lignin dan mengubahnya dalam bentuk gas metan, sehingga energi dari makanan tercerna lebih banyak ke produksi gas metan (Tabel 5) dibanding produksi susu (Tabel 6). Menurut Thalib dan Widiawati (2010), kualitas sumber hijauan yang tersedia sangat rendah yaitu tinggi kandungan serat, menyebabkan produktivitas sapi perah dalam negeri rendah sebaliknya emisi gas metan entericnya tinggi. Haryanto dan Thalib (2009), menyatakan bahwa energi di dalam pakan yang dimakan ternak ruminansia sekitar 2% – 15% tidak dapat dimanfaatkan dan dikeluarkan kembali dalam bentuk gas metan. Meskipun demikian, persentase produksi gas metan bervariasi tergantung pada berbagai faktor, antara lain jenis dan tipe ternak, kandungan bahan organik dalam pakan, kandungan komponen serat di dalam pakan, nilai degradabilitas komponen serat tersebut oleh mikrobial rumen dan kondisi lingkungan rumen.

23

Suhu di peternakan sapi perah kunak daerah Cibungbulang, Bogor termasuk rendah yaitu di bawah 25 oC. Hal ini juga memicu tingginya produksi gas metan pada sapi perah yang diternakkan. Haryanto dan Thalib (2009), menyatakan bahwa suhu lingkungan juga menyebabkan produksi gas metan yang berbeda, dimana suhu rendah cenderung menyebabkan produksi gas metan yang lebih tinggi.

Produksi dan Kualitas Susu

Tujuan utama dari pemeliharaan ternak sapi perah adalah untuk memperoleh produksi susu. Tingginya produksi susu dengan penggunaan pakan yang efisien akan menguntungkan peternak. Kualitas susu juga perlu diperhatikan oleh peternak untuk menunjang nilai jual dari susu sapi perah tersebut. Produksi dan kualitas susu sangat dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi. Tabel 6 menunjukkan rata-rata produksi dan kualitas susu sapi perah FH yang diberi pakan rumput gajah, jerami padi dan kombinasi keduanya.

Tabel 6 Rata-rata produksi dan kualitas susu sapi perah FH

Peubah Perlakuan A B C Produksi Susu (L/ekor/hari) 16.83±5.829 b 10.06±0.797a 17.23±0.814b BK (kg) 2.163±0.75 1.34±0.14 2.127±0.11 Lemak (kg) 0.69±0.23 0.455±0.07 0.627±0.03 BKTL (kg) 1.47±0.52b 0.887±0.08a 1.5±0.07b Protein (kg) 0.453±0.14ab 0.315±0.024a 0.487±0.045b BJ(kg/l) 1.0288±0.0003 1.0288±0.0003 1.029±0.0001 Keterangan :

1. A = Pakan Rumput Gajah 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%, B = Pakan Jerami Padi

43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%, C = Pakan Rumput Gajah 21.5% + Jerami Padi 21.5% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%

2. Superscript yang berbeda pada baris yang sama, menunjukkan angka yang berbeda nyata pada taraf 5% (P<0.05)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa produksi susu dengan ransum pakan rumput gajah (A) dan kombinasi (C) berbeda nyata dengan ransum pakan jerami padi (B), namun antara perlakuan A dan C tidak berbeda. Produksi susu sapi perlakuan A dan C nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan B. Hal ini dipengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan. Rumput gajah mengandung kadar protein dan kadar lemak yang lebih tinggi dibanding pakan jerami padi (Tabel 1). Damron (2003) menyatakan bahwa faktor lingkungan seperti makanan berpengaruh paling besar terhadap produksi susu. Jumlah pemberian pakan serat dan konsentrat dapat mempengaruhi jumlah produksi dan kualitas susu. Menurut Chaturvedi dan

Wali (2001), alternatif sistem untuk kualitas protein dan kebutuhannya untuk ruminansia berdasarkan pada kenyataan bahwa protein kasar pakan terbagi dalam

Dokumen terkait