2. IVA radang: serviks dengan radang (servisitis)atau kelainan jinak lainnya (polip serviks)
3. IVA positif: ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker in situ)
4. IVA-kanker serviks: pada tahap inipun, untuk upaya penurunan temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasive dini (stadium Ib-IIa)(Marmi, 2015).
Kelebihan pemeriksaan IVA. Menurut WHO (2006) dalam Wahidin (2015) beberapa - beberapa keuntungan penggunaan metode IVA antara lain;
1. Program IVA merupakan pemeriksaan yang sederhana, mudah, cepat, dan hasil dapat diketahui langsung.
2. Tidak memerlukan sarana laboratorium dan hasilnya segera dapat langsung didapatkan, dapat dilaksanakan di puskesmas bahkan mobil keliling yang dilakukan oleh dokter umum dan bidan.
3. Cakupan deteksi dini dengan IVA minimal 80% selama lima tahun akan menurunkan insidens kanker leher rahim secara signifikan, sensitifitas IVA sebesar 77% (range antara 56-94%) dan spesifisitas (antara 74-94%).
4. Skrining kanker leher rahim dengan frekuensi 5 tahun sekali dapat menurunkan kasus kanker leher rahin 83,6% .
Frekuensi pemeriksaan IVA. Seorang perempuan yang mendapatkan hasil tes IVA-negatif, harus menjalani skrining 3-5 tahun sekali. Mereka yang mempunyai hasil test IVA-positif dan mendapatkan pengobatan, harus menjalani tes IVA berikutnya enam bulan kemudian.
Wanita Usia Subur
Wanita usia subur adalah seorang wanita yang berusia pada rentang usia 15-49 tahun (Kemenkes, 2011). Pada usia ini wanita harus lebih memperhatikan
kondisi tubuhnya agar selalu dalam kondisi yang prima. Pada periode usia ini masalah kesehatan berganti dengan gangguan kehamilan, kanker, kegemukan, depresi dan penyakit serius tertentu salah satunya kanker serviks yang mengharuskan seorang wanita usia subur melakukan deteksi dini. Masa ini merupakan masa yang terpenting bagi wanita dan berlangung kira-kira 33 tahun (Sibagariang, 2016).
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Definisi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Menurut Dever (1984), pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi yang kompleks antara pengguna jasa pelayanan (konsumen) dan penyelenggara jasa pelayanan (Provider). Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam menentukan status kesehatan masyarakat. Menurut Anderson dan Newman (1979) dalam Notoatmodjo (2010) tujuan model utilisasi pelayanan kesehatan bertujuan untuk menggambarkan hubungan kedua belah pihak antara faktor penentu dari penggunaan pelayanan kesehatan, meringankan peramalan kebutuhan masa depan dari pemakaian pelayanan kesehatan yang berat sebelah, menyarankan cara-cara memanipulasi kebijaksanaan yang berhubungan dengan variabel- variabel agar memberikan perubahan yang diinginkan, dan menilai pengaruh pembentukan program atau proyek-proyek pemeliharaan/perawatan kesehatan yang baru.
Model pemanfaatan pelayanan kesehatan. Model utilisasi pelayanan kesehatan dalam kesehatan masyarakat ada beberapa jenis model menurut para ahli, antara lain:
Andersen. Andersen dalam Notoatmodjo (2012) mengelompokkan
perilaku orang yang ingin memanfaatkan pelayanan kesehatan terbagi menjadi tiga faktor meliputi :
1. Faktor predisposing yaitu kecenderungan individu dalam menggunakan pelayanan kesehatan yang ditentukan oleh serangkaian variabel seperti keadaan demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan), keadaan sosial (pendidikan, ras, jumlah keluarga, etnik, pekerjaan), sikap/kepercayaan yang muncul (terhadap pelayanan kesehatan, terhadap tenaga kerja, perilaku masyarakat terhadap sehat dan sakit).
2. Faktor pendukung yaitu faktor yang menunjukkan kemampuan individu dalam menggunakan pelayanan kesehatan, yang ditunjukkan oleh variabel sumber pendapatan keluarga (pendapatan dan tabungan keluarga, asuransi/sumber pendapatan lain, jenis pelayanan kesehatan yang tersedia serta keterjangkauan pelayanan kesehatan baik segi jarak maupun harga pelayanan), sumber daya yang ada di masyarakat yang tercermin dari ketersediaan kesehatan termasuk jenis dan rasio masing-masing pelayanan dan tenaga kesehatannya dengan jumlah penduduk, kemudian harga pelayanan kesehatan yang memadai dan sesuai dengan kemampuan mereka).
3. Faktor kebutuhan yaitu faktor yang menunjukkan kemampuan individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ditunjukkan dengan adanya kebutuhan karena alasan yang kuat seperti pendekatan terhadap penyakit yang dirasakan serta adanya jawaban atas penyakit tersebut dengan melakukan tindakan mencari pelayanan kesehatan. Penilaian seseorang terhadap suatu
penyakit merupakan bagian dari kebutuhan, penilaian terhadap kebutuhan dibagi menjadi dua kategori yaitu penilaian individu (perceived need) dan penilaian klinik (clinical diagnosis).
Green. Menurut Green (1980), perilaku dalam memanfaatkan pelayanan
kesehatan ditentukan oleh tiga faktoryaitu:
1. Faktor Predisposisi (predisposisi factors)
Faktor predisposisi adalah faktor yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan nilai-nilai, dan lain sebagainya
2. Faktor- faktor pendukung (enabling factors)
Faktor pendukung adalah faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors)
Faktor pendorong adalah faktor yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Dever. Menurut Dever (1984), utilisasi pelayanan kesehatan dipengaruhi
oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1) Sosiobudaya
Faktor sosiobudaya mencakup kemajuan teknologi dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
a) Teknologi
Kemajuan teknologi di bidang kesehatan dapat mempengaruhi seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Kemajuan teknologi dapat menurunkan angka kesakitan atau kebutuhan untuk perawatan, seperti penemuan vaksin untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, dan lain-lain.
b) Norma
Norma dan nilai-nilai sosial yang terdapat dalam masyarakat akan mempengaruhi seseorang dalam bertindak termasuk dalam perilaku utilisasi pelayanan kesehatan.
2) Faktor yang berhubungan dengan organisasi
Faktor yang berhubungan dengan organisasi adalah struktur dan proses yang memberi kebijakan kepada organisasi pelayanan kesehatan. Faktor ini meliputi ketersediaan pelayanan kesehatan, keterjangkauan geografis, keterjangkauan sosial, dan karakteristik struktur pelayanan kesehatan.
3) Faktor yang berhubungan dengan konsumen
Faktor yang berkaitan dengan konsumen meliputi sosiodemografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, dan etnis), sosioekonomi (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga) dan sosiopskilogi (persepsi terhadap penyakit).
4) Faktor yang berhubungan dengan provider
Faktor yang berkaitan dengan provider yaitu kemampuan pemberi pelayanan kesehatan dalam menciptakan kebutuhan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan melalui karakteristik pemberi pelayanan kesehatan tersebut.
Faktor – Faktor yang Diasumsikan Berhubungan dengan WUS Melakukan Pemanfaatan Pemeriksaan IVA
Pemanfaatan pelayanan IVA adalah penggunaan pelayanan IVA yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pasien yang disertai juga dengan daya beli yang dimiliki oleh pasien tersebut. Pelayanan kesehatan juga harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya sesuai dengan kebutuhan pemakai jasa pelayanan dan terjamin mutunya (Notoatmodjo, 2012).
Keputusan seseorang dalam melakukan pemeriksaan kesehatan di fasilitas kesehatan tidak terlepas dari faktor perilaku dari masing-masing individu. Faktor WUS dalam melakukan pemanfaatan pemeriksaan IVA mengacu pada model utilisasi pelayanan kesehatan menurut Andersen dalam Notoatmodjo (2012) terbagi menjadi tiga meliputi faktor predisposing yaitu sikap dan pengetahuan.
Faktor pendukung yaitu dukungan suami dan informasi kesehatan. Faktor kebutuhan yaitu faktor yang menunjukkan kemampuan individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ditunjukkan dengan adanya kebutuhan karena alasan yang kuat seperti pendekatan terhadap penyakit yang dirasakan serta adanya jawaban atas penyakit tersebut dengan cara mencari pelayanan kesehatan yang mencakup kebutuhan yang dirasakan.
Adapun faktor-faktor yang diasumsikan mempengaruhi WUS melakukan pemeriksaan IVA adalah sebagai berikut :
Pengetahuan. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dimana hal ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraanpada suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia didapatkan melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Ada enam tingkatan yang menjadi proses terjadinya perubahan pengetahuan meliputi:
1. Tahu (know)
Tahu didefinisikan sebagai mengingat suatu bahasan yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan yang termasuk dalam tingkat ini yaitu mengingat kembai (recall) sesuatu yang khusus dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini.
Oleh sebab itu, tahu termasuk tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (comprehension)
Memahami didefinisikan sebagai sebuah kemampuan untuk menjelaskan secara benar mengenai objek yang diketahuidan bisa menginterpretasikan suatu materi tersebut dengan benar. Individu yang telah paham akan objek harus mampumenjelaskan, menyebut contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi didefinisikan sebagai kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau keadaan sebenarnya. Disini aplikasi dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi ataupun suatu objek ke dalam komponen – komponen, namun masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih memiliki kaitan satu sama lain.
Kemampuan analisis ini bisa diamati dari penggunaan kata kerja,dan dapat menggambarkan, memisahkan, membedakan, mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan dalam meletakkan atau menggabungkan bagian – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dalam kata lain, sintesis adalah kecakapan dalam menyusun suatu formulasi baru dari formulasi – formulasi yang sudah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berhubungan dengan kemampuan dalammelakukan justifikasi atau penilaian pada suatu materi atau suatu objek. Kriteria penilaian dapat dibuat sendiri atau memakai yang sudah ada. Wawancara atau angket dapat dingunakan sebagai alat pengukur pengetahuan (Notoatmodjo, 2012).
Adanya pengetahuan yang cukup pada WUS mengenai bahaya kanker serviks akan membantu dalam meningkatkan kesadaran WUS dalam melakukan pemeriksaan IVA sehingga akan meminimalkan terkena dampak negatifnya.
Sikap. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang pada suatu stimulus atau objek. Bentuk dari sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:
1. Menerima (receiving )
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespons (responding)
Merespon berarti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang telah diberikan.
3. Menghargai (valueing)
Menghargai yaitu mengajak orang lain dalam mengerjakan ataupun mendiskusikan suatu masalah.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab merupakan sikap yang paling tinggi dimana segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko yang ada.
Komponen pokok sikap. Menurut Allport (1954) dalam Notoadmotjo (2012) sikap
memiliki tiga komponen pokok meliputi:
1. Kepercayaan/ keyakinan, ide, dan konsep pada suatu objek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi pada suatu objek 3. Kecenderungan dalam bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini akan sama-sama membentuk sikap yang utuh. Seorang WUS yang telah mendengar tentang penyakit kanker serviks (penyebabnya, gejala atau tanda-tanda penyakit, cara penularan,dan pencegahannya) akan memiliki pengetahuan tentang kanker serviks sehingga dia akan berpikir dan berusaha supaya terhindar dari penyakit ini. Pada proses berpikir ini komponen emosi dan
keyakinan ikut bekerja sehingga WUS akan berniat melakukan pemeriksaan IVA.
Dukungan suami atau keluarga. Keluarga memiliki nilai strategis didalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, karena setiap masalah individu merupakan masalah keluarga begitu pula sebaliknya. Keluarga berfungsi untuk melakukan praktek asuhan kesehatan yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan merawat anggota keluarga yang sakit.
Menurut Friedman (2002) dalam Muslihin (2012) keluarga adalah kumpulan dua orang manusia atau lebih, yang satu sama yang lainnya saling terikat secara emosional, serta bertempat tinggal yang sama dalam satu daerah yang berdekatan. Ada lima tugas kesehatan keluarga yaitu; mengenal masalah kesehatan dalam keluarga, membuat keputusan tindakan kesehatan yang benar, memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan hubungan dengan menggunakan fasilitas kesehatan masyarakat. Kanker serviks menjadi salah satu penyakit yang membahayakan bagi WUS, pemeriksaan IVA menjadi penting bagi WUS dan dukungan suami atau keluarga akan membantu WUS dalam mengambil keputusan baginya untuk melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan karena suami/ keluarga merupakan orang-orang terdekat yang terikat secara emosi yang bisa mempengaruhi tindakan WUS.
Informasi kesehatan. Informasi merupakan hasil pengolahan data sehingga menjadi bentuk yang penting bagi penerimanya dan mempunyai kegunaan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang dapat dirasakan akibatnya secara langsung saat itu juga atau secara tidak langsung pada saat mendatang. Fungsi informasi akan menambah pengetahuan bagi penerimanya
yang dapat dingunakan sebagai bahan pertimbangan dan mengurangi ketidakpastian sehingga menghindari keraguan saat mengambil keputusan.
Informasi dapat berasal dari pengamatan pribadi, percakapan dengan orang lain, dari majalah, media surat kabar atau laporan pemerintah (Sutanta, 2003).
Setiap individu berhak atas informasi dan edukasi yang berkaitan dengan kesehatan seksual dan reproduksi termasuk akses untuk mendapatkan informasi mengenai manfaat, risiko dan efektivitas dari suatu metode pemeriksaan kesehatan salah satunya pemeriksaan IVA sebagai salah satu metode supaya terhindar dari penyakit kanker serviks. Adanya ketersediaan informasi yang memadai mengenai pemeriksaan IVA akan mampu meningkatkan partisipasi dari masyarakat khususnya WUS sehingga mereka mau melakukan deteksi dini kanker dengan metode IVA.
Kebutuhan yang dirasakan. Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud dalam tindakan apabila hal itu dirasakan sebagai kebutuhan. Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Adanya kebutuhan akan pelayanan kesehatan akan diwujudkan dalam tindakan penggunaan pelayanan kesehatan. Keadaan status kesehatan seorang akan menimbulkan kebutuhan yang akan mendorongnya dalam mengambil keputusan untuk mencari pertolongan atau tidak (Notoatmodjo, 2012). Seorang WUS akan menggunakan pelayanan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan metode IVA jika WUS merasakan bahwa pemeriksaan ini merupakan suatu kebutuhan yang diperlukan bagi kesehatannya.
Landasan Teori
Menurut Andersen dan Notoatmodjo (2012) mengelompokkan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan terbagi menjadi tiga faktor meliputi faktor predisposisi yaitu kecenderungan individu menggunakan pelayanan kesehatan yang ditentukan oleh serangkaian variabel seperti keadaan demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan), keadaan sosial (pendidikan, ras, jumlah keluarga, etnik, pekerjaan), sikap/ kepercayaan yang muncul (terhadap pelayanan kesehatan, terhadap tenaga kerja, perilaku masyarakat terhadap sehat dan sakit); faktor pendukung yaitu faktor yang menunjukkan kemampuan individu dalam menggunakan pelayanan kesehatan, yang ditunjukkan oleh pendapatan keluarga (pendapatan dan tabungan keluarga, ansuransi/ sumber pendapatan lain, jenis pelayanan kesehatan yang tersedia serta keterjangkauan pelayanan kesehatan sumber daya tenaga kesehatannya dengan jumlah penduduknya, kemudian harga pelayanan kesehatannya yang memadai dan sesuai dengan kemampuan mereka);
faktor kebutuhan yaitu faktor yang menunjukkan kemampuan individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ditunjukkan dengan adanya kebutuhan karena alasan yang kuat seperti pendekatan terhadap penyakit yang dirasakan serta adanya jawaban atas penyakit tersebut dengan cara mencari pelayanan kesehatan.
Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan, tujuan penelitian dan teori maka kerangka konsep penelitian ini seperti bagan di atas. Kerangka pikir tersebut menjelaskan bahwa faktor yang berhubungan dengan pemeriksaan IVA meliputi pengetahuan, sikap, dukungan suami atau keluarga, informasi kesehatan, dan kebutuhan yang dirasakan terhadap pemanfaatan pemeriksaan IVA di wilayah kerja Puskesmas Matiti Tahun 2019.
Hipotesis
Berdasarkan uraian dan pembahasan teori yang dikemukan di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: “Terdapat hubungan antara
Pemanfaatan pemeriksaan IVA
Pengetahuan
Dukungan Suami atau Keluarga
Informasi Kesehatan Sikap
Kebutuhan yang dirasakan
pengetahuan, sikap, dukungan suami atau keluarga, informasi kesehatan, dan kebutuhan yang dirasakan terhadap pemanfaatan pemeriksaan IVA di wilayah kerja Puskesmas Matiti Tahun 2019”.
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian dengan menggunakan desain cross sectional dengan jenis explanatory research yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan WUS dalam dalam memanfaatkan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks metode IVA di wilayah kerja Puskesmas Matiti. Penelitian ini diukur satu kali saja dalam kurun waktu yang bersamaan.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Matiti. Alasan peneliti mengambil lokasi ini karena angka capaian pemanfaatan pemeriksaan IVA masih rendah dan belum mencapai target yang telah ditetapkan serta penelitian mengenai pemeriksaan IVA belum pernah dilakukan di lokasi ini.
Waktu penelitian dilaksanakan mulai Bulan Februari sampai Agustus Tahun 2019.
Populasi dan Sampel
Populasi. Populasi pada penelitian ini adalah semua Wanita Usia Subur (WUS) yang ada di wilayah kerja Puskesmas Matiti yaitu sebanyak 5.780 orang yang tersebar di 18 desa dan satu kelurahan yaitu, Desa Bonanionan, Desa Hutabagasan, Desa Hutagurgur, Desa Hutaraja, Desa Janji, Desa Matiti I, Desa Matiti II, Desa Pasaribu, Desa Pariksinomba, Desa Sampean, Desa Sirisi-risi, Desa Silaga-laga, Desa Sihite I, Desa Sihite II, Desa Simangaronsang, Desa Sosor Gonting, Desa Sosor Tambok, Desa Sosor Tolong dan Kelurahan Pasar Doloksanggul.
Sampel. Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari jumlah Wanita Usia Subur (WUS) di wilayah kerja Puskesmas Matiti. Kriteria sampel penelitian ini adalah wanita usia subur yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Matiti, berstatus menikah dan bersedia menjadi responden. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini berdasarkan pada rumus Slovin (Umar, 2005) maka besar sampel adalah:
Dimana : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi
E = Taraf kesalahan = 10 % Sehingga :
n = 98.29 atau n = 100 orang
Maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang Teknik pengambilan sampel dengan cara “Stratified Random Sampling”
menggunakan rumus :
Selanjutnya akan diambil kembali sampel dengan menggunakan “simple random sampling” Sehingga rincian sampel adalah sebagai berikut :
Tabel 1
Rincian Besar Sampel Setiap Desa
Nama Desa Jumlah WUS
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel. Variabel penelitian yang diteliti didalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Bebas (Independent Variabel)
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pengetahuan, dukungan suami atau keluarga, informasi kesehatan, sikap, dan kebutuhan yang dirasakan.
2. Variabel Terikat (Independent Variabel)
Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu pemanfaatan pemeriksaan IVA.
Definisi Operasional
1. Pengetahuan adalah pemahaman atau segala sesuatu yang diketahui oleh responden ditunjukkan dengan kemampuan untuk menjawab sejumlah pertanyaan tentang pengertian kanker serviks, gejala, faktor resiko, penyebab, cara pencegahan dan pengobatan kanker serviks serta pengertian IVA, waktu untuk melakukan pemeriksaan dan manfaat pelayanan IVA.
2. Sikap adalah reaksi atau respon dari responden terhadap pemanfaatan pelayanan pemeriksaan IVA.
3. Dukungan Suami atau keluarga adalah upaya atau dorongan yang diberikan oleh suami atau keluarga kepada responden untuk mengingatkan, membantu ataupun berpartisipasi terhadap pemanfaatan pelayanan pemeriksaan IVA sehingga responden memanfaatkan pelayanan pemeriksaan IVA.
4. Informasi kesehatan adalah data atau pemberitahuan tentang kanker serviks dan pemeriksaan IVA yang membantu meningkatkan pengetahuan responden dalam membuat suatu keputusan.
5. Kebutuhan yang dirasakan adalah adanya dorongan atau stimulus yang dirasakan sehingga responden melakukan tindakan penggunaan pelayanan pemeriksaan IVA.
6. Pemanfaatan pemeriksaan IVA adalah tindakan atau keputusan dari responden dalam menggunakan maupun tidak menggunakan pemeriksaan IVA untuk deteksi dini kanker.
Metode Pengumpulan Data
Peneliti mengumpulkan data melalui wawancara berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu sebagai acuan pewawancara untuk melakukan wawancara kepada WUS. Peneliti juga menggunakan data pendukung yang diperoleh dari Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul yaitu data mengenai jumlah wanita usia subur serta dokumen-dokumen yang terkait dengan tujuan penelitian.
Metode Pengukuran
Metode pengukuran variabel independen (bebas). Variabel independen yang akan diukur adalah pengetahuan, sikap, dukungan suami atau keluarga, informasi kesehatan, dan kebutuhan yang dirasakan.
1. Pengetahuan
Variabel pengetahuan WUS terdiri dari 15 pertanyaan, dimana setiap jawaban yang benar akan diberi nilai 2, jawaban ragu- ragu (mendekati benar) diberi nilai 1 dan jawaban yang salah diberi nilai 0. Jumlah nilai jawaban dari pengetahuan WUS dihitung dengan rentang nilai 0–30. Selanjutnya kategori pengetahuan WUS dikategorikan sebagai berikut (Arikunto, 2010):
a. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya 23-30
b. Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya pada rentang 21-28 c. Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya ≤ 20
2. Sikap
Pengukuran variabel sikap dikategorikan menjadi 4 kategori yaitu
Tabel 2
Pengukuran variabel sikap WUS didasarkan atas jawaban responden terhadap 10 pertanyaan yang diukur dengan skala Likert dimana bobot nilai dibagi menjadi 4, jika sangat setuju diberi nilai 4, jika setuju diberi nilai 3, jika kurang setuju diberi nilai 2, dan jika tidak setuju diberi nilai 1. Penilaian variabel sikap responden mengacu pada presentase berikut (Hidayat, 2010):
a. Sikap baik, apabila jawaban benar responden 34-40 (>85%) b. Sikap sedang, apabila jawaban benar responden 27-33 (65%-85%) c. Sikap kurang, apabila jawaban benar responden 20-26 (<65%) 3. Dukungan suami atau keluarga
Skala pengukuran variabel dukungan suami diukur melalui 4 pertanyaan dengan menggunakan skala Guttman dimana jawaban merupakan jawaban tegas (Sugiyono, 2018). Jawaban ya diberi nilai 1 sedangkan jawaban tidak diberi nilai 0. Kriteria jumlah jawaban dibagi menjadi 2 kriteria yaitu:
a. Mendukung jika total nilai 3-4 b. Kurang mendukung jika total nilai 0-2
4. Informasi kesehatan
Skala pengukuran variabel informasi kesehatan diukur melalui 5 pertanyaan dengan menggunakan skala Guttman dimana jawaban merupakan jawaban tegas (Sugiyono,2018). Jawaban ya diberi nilai 1 sedangkan jawaban tidak diberi nilai 0. Kriteria jumlah jawaban dibagi menjadi 2 kriteria yaitu:
a. Pernah memperoleh informasi kesehatan jika total nilai 4-5 b. Kurang memperoleh informasi kesehatan jika total nilai 0-3 5. Kebutuhan yang dirasakan
Skala pengukuran variabel kebutuhan yang dirasakan diukur melalui 4 pertanyaan dengan menggunakan skala Guttman dimana jawaban merupakan jawaban tegas (Sugiyono, 2018). Jawaban ya diberi nilai 1 sedangkan jawaban tidak diberi nilai 0. Kriteria jumlah jawaban dibagi menjadi 2 kriteria yaitu:
Skala pengukuran variabel kebutuhan yang dirasakan diukur melalui 4 pertanyaan dengan menggunakan skala Guttman dimana jawaban merupakan jawaban tegas (Sugiyono, 2018). Jawaban ya diberi nilai 1 sedangkan jawaban tidak diberi nilai 0. Kriteria jumlah jawaban dibagi menjadi 2 kriteria yaitu: