• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODEPENELITIAN

4.1 Tahapan Upacara Ritual Menanda Tahun di Sisada Rube

4.1.8 Jalannya Upacara

Pada pagi harinya semua warga masyarakat Sisada Rube berangkat kegunung kelokasi tempat menanda tahun, dimana lokasi yang telah ditetapkan di Delleng Simenoto. Tempat ini berada di kaki gunung, dimana ditempat ini sudah dibuat tanda menanda tahun.

Tanda tersebut yaitu sebuah patung cicak yang terbuat dari ukiran batu. masyarakat memegang hak ulayat Sisada Rube adalah marga Manik. Sehingga sukut (tuan rumah)menanda tahun harus dari marga Manik. Adapun marga yang lain yang tinggal menetap di Sisada Rube adalah marga lain yang memperistri putri marga Manik dan mereka disebut berru dan marga lain pengambilan istri oleh marga Manik dan mereka disebut puang.

Antusias masyarakat dalam pelaksanaan menanda tahunsangat besar. Kelompok anggota masyarakat datang berbondong-bondong menghadiri acara tersebut diantaranya sukut “pelaksana utama”, pegetuai marga Manik “tokoh masyarakat”, kelompok desa, kelompok berru“pengambil gadis”, kelompok puang “pemberi gadis”, simatah daging “pemuda-pemudi”, sibaso/guru “pemimpin ritual”, pengurus agama.

Semua hal-hal atau peralatan yang telah disiapkan seperti: pelleng “makanan khas Pakpak”, ranting pohon rube, ardang “tugal”, pancungan bambu, jennap“parang khusus”, benih padi, peramaken “tikar pandan”, ayam kurban satu ekor, napuren penter “sekapur sirih”, dan tudung kepala diletakkan ata disusun disekitar batu cicak.

Batu cicak yang sudah berusia puluhan tahun bahkan ratusan tahun dan juga dibuat aula sebagai tempat masyarakat untuk mengikuti acara menandatahun. Aula tersebut juga adalah sebagai tempat ibu-ibu membungkusi pelleng “makanan khas suku Pakpak”. Makanan itu disediakan untuk seluruh masyarakat yang hadir dalam upacara ritual menanda tahun. Pelleng “makanan khas suku Pakpak” ini terbuat dari nasi yang

dimasak dengan air santan dan diberi kunyit dan bumbu-bumbu untuk memberikan warna yang khas serta diberikan cabe merah. Daun pembungkus adalah yang diambil dari tumbuhan hutan dalam bahasa Pakpak disebut langge yang menambah rasa wangi yang khas.

4.1.9. Ritual Menanda Tahun

Setelah perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan tersedia dan kesepakatan mengenai haripun telah disepakati, maka upacara menandatahun pun segera dilaksanakan.

Ada permulaan acara diadakan serah terima olehsukut“tuan rumah”menanda tahun pada tahun lalu kepadasukut“tuan rumah”menanda tahun tahun ini. Selaku sukut “tuan rumah” berperan penting dalam pelaksanaan ritual menanda tahun. Sebagai sukut “tuan rumah”menandatahun mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dituruti selama satu tahun. Kewajiban-kewajiban atau tabu-tabu yang harus dijalankan dalam satu tahun tersebut adalah tidak bisa memotong rambut selama satu tahun. Kemudian kewajiban yang harus ditaati selama proses berjalannya upacara ritual menanda tahun tidak bisa mencabut suatu tanaman, dan tidak bekerja keladang.

Setelah selesai acara penyerahan sukut“tuan rumah”menanda tahun tahun lalu kepada sukut“tuan rumah”menanda tahun tahun ini, maka sukut“tuan rumah”menanda tahun untuk tahun ini memberikan kata sambutan atau ucapan terima kasih kepada sukut “tuan rumah”menanda tahun tahun lalu karena telah memberikan kepercayaan sebagai sukut‘tuan rumah” menanda tahun.

Acara selanjutnya dipegang oleh sibaso/guru “dukun” untuk pemotongan ayam kurban. Namun, sebelum melakukan pemotongan ayam kurban, sibaso/guru “dukun” terlebih dahulu memanjatka doa. Adapun doa yang dipanjatkan adalah sebagai berikut ini:

“En mo tuhu manuk kuseat, barang ise pe nahan melanggar perbuaten nasa bana mo ko menggagat. Ibagasen sidaren kuberre kami mo ko mangan, mangan mo ko. Kami isen sisada rube si enem kuta imo nalako merbulaban ibagasen katika en. Marang kade pe nahan simasa ikatika en bagahken mo. Janah barang ise pe nahan melanggar pati-patin si kuulaken kami en asa bana mo ko menggagat. Jadi ibagasen sidaren kami lako mengulaken ulan nami imo ulan pertahunen. Asa tuhu mo begeken empung pengisi ladang en, merembahken simerandal, merembahken sari matua, asa beak gabe kami imo sisada rube sienem kuta ibagasen sidaren nai, janahpe mula siso sellohna i ulaken kami marang pe ise simelanggar pati-patin en, syarat-syaraten en bana mo ko sumempa, bana moko menggagat asa anggiat kami ibagasen sisada rube sienem kuta gabe merembahken kini beak, mangan moko.”

“Inilah ayam kupotong, barang siapa nantinya melanggar perjanjian ini, kepada dialah karma itu. Pada hari ini kami akan memberikan engkau makan, makanlah engkau. Kami disini Sisada Rube Sienem Kuta untuk melaksanakan perjanjian. Apapun nantinya yang akan terjadi berilah petunjukmu, dan barang siapa yang melanggar peraturan-peraturan yang kami kerjakan ini dialah yang akan mendapatkan karmanya. Jadi, pada hari ini kami akan mengerjakan pekerjaan kami yaitu pekerjaan/doa tahunan. Kami mohon dengarkanlah penguasa pengisi alam gaib, membawa kebaikan, membawa panjang umur, murah rejeki kami yang ada di Sisada Rube Sienem Kuta mulai pada saat ini, dan apabila yang kami lakukan atau kerjakan yang melanggar aturan-aturan

perjanjian, tabu-tabu ini kepadanyalah karma itu,. Dan semoga kami di Sisada Rube Sienem Kuta membawakan rejeki. Makanlah engkau”.

Kemudian ayam kurban dipotong diatas benih yang telah disiapakan oleh sukut dimana nantinya benih yang dicampur darah ayam kurban tersebut yang akan dibagikan kepada setiap warga untuk digabung dengan benih tahunan mereka.

Kemudian sibaso/guru “pemimpin ritual” disaksikan para peserta menanda tahun, dan memperlihatkan gerak-gerik dan organ tubuh ayam kurban setelah disembelih dan dibelah. Dari situlah sibaso/guru “dukun” meramalkan kejadian-kajadian atau hal-hal yang harus ditaati oleh seluruh penduduk Sisada Rube selama satu tahun.

Setelah ayam kurban benar-benar mati sibaso/guru “dukun” melihat letak dan posisi ayam yang merupakan isyarat atau gerak-gerik. Adapun isyarat-isyarat yang dilihat olehsibaso/guru “dukun” adalah sebagai berikut.

a.Letak dan Posisi Ayam:

b.Letak kepala ayam dan

c. Isi mulut dari ayam.

Setelah sibaso/guru “dukun” melihat letak dan posisi ayam, letak kepala ayam, isi dari mulut ayammaka sibaso/guru “dukun” mengumumkan kepadamasyarakat tentang hal-hal yang yang harus dipatuhi, dan bagaimana kehidupan masyarakat kedepannya. Maka hal selanjutnya yang harus dilakukan sibaso/guru “dukun” dan masyarakat Sisada Rube Sienem Kutaadalah tudung kepala dipakaikan kepada sukut“tuan rumah”menanda tahun. Makna dari menudungi takal “menutupi kepala” ini adalah supaya tanaman tertutup dari hama-hama, dan dibuka secara serentak oleh

masyarakat sambil megucapkan kata-kata “terbukalah rejeki kepada seluruh masyarakat Sisada Rube SienemKuta”. Kemudian diikuti dengan kata sambutan dari utusan masyarakat dari pihak berru “pengambil anak gadis” yaitu marga Bancin.

Upacara menanda tahun hampir selesai. Tibalah saatnya semua masyarakat yang hadir dalam acara ritual menanda tahun makan bersama pelleng “makanan khas suku Pakpak” yang telah dibungkus dengan daun langge “tumbuhan hutan” yang disebut nakan tendi “kebatinan”. Sehubungan dengan itu hidangan daging ayam khusus yang disebut sulang dibagikan kepada kelompok utusan masyarakat.

Pada akhir upacara adalah “rebbu”.Rebbu dapat diartikan puasa, hal ini diyakini sebagai bentuk akan keyakinan hal-hal yang telah dipatuhi oleh masyarakat Sisada Rube Sienem Kuta, dan dikemudian hari masyarakat diharapkan akan jadinduma “makmur”.

Rebbu “puasa” dilaksanakan setelah sibaso/guru “dukun”memberikan tanda atau batas-batas kampung yang ikut dalam pelaksanaan ritual menandatahun di Sisada Rube Sienem Kuta. Pelaksanaan rebbu“puasa” dilaksanakan pada hari itu juga, masyarakat tidak bisa melakukan aktifitas pada hari itu juga dan masyarakat juga harus tidur sampai senja. Setelah matahari terbenam barulah bisa melakukan aktifitas sebagaimana biasanya.

Setelah pengumuman diumumkan kepada masyarakat tibalah saatnya pembagian benih padi yang dipakai pada saat ritual menanda tahun kepada masyarakat untuk nantinya benih tersebut dicampurkan dengan benih yang akan ditanam di ladang masing-masing.

Tibalah saatnya hari dan tanggalmardang“menanam padi”. Masyarakat Sisada Rube secara bergotong royong pergi mardang “menanam padi” diladang masyarakat yang telah disepakati sebelumya.

Dokumen terkait