• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upacara Ritual Menanda Tahun Di Sisada Rube Pada Masyarakat Pakpak Kajian Makna Dan Fungsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Upacara Ritual Menanda Tahun Di Sisada Rube Pada Masyarakat Pakpak Kajian Makna Dan Fungsi"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

UPACARA RITUAL MENANDA TAHUN DI SISADA RUBE PADA MASYARAKAT PAKPAK : KAJIAN MAKNA DAN FUNGSI

SKRIPSI SARJANA

DISUSUN OLEH

NAMA : EVA YENI BANUREA NIM : 110703008

UNIVERSITAS SUMATERA UATARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPERTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Penulis terlebih dahulu mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

kasih dan rahmat-Nya yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, serta pertolongan kepada

penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini di Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini yaitu: “Upacara Ritual Menanda Tahun Di Sisada

Rube Pada Masyarakat Pakpak: Kajian Makna Dan Fungsi.

Penulis berharap skripsi ini menjadi bahan informasi yang berguna bagi pembaca. Untuk

memudahkan pemahaman skripsi ini, penulis membaginya menjadi lima bab. Bab I

merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

dan manfaat penelitian.Bab II merupakan tinjauan pustaka yang mencakup kepustakaan yang

relevan dan landasan teori.Bab III merupakan metode penelitian yang mencakup metode

dasar, lokasi penelitian, instrumen penelitian, sumber data penelitian, metode pengumpulan

data, dan metode analisis data. Bab IV merupakan pembahasan tentang permasalahan, serta

babV merupakan kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis berharap

kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga apa yang diuraikan

dalam skripsi ini berguna bagi kita semua.

Penulis,

Eva Yeni Banurea

(3)

KATA PERJOLO

Perjolo-jolo penurat mendokken lias ate mendahi Tuhan Permende Basa sienggo memereken kininjuah, kegegohen, dekket pertolongen mendahi penurat kumerna boi kisidungi skripsi en i Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara. Lot pe judul skripsi en imo:”Upacara Ritual Menannda Tahun Di Sisada Rube Pada Masyarakat Pakpak: Kajian Makna dan Fungsi”.

Penurat mengharapken skripsi en boi mahan informasi simerguna mendahi pembaca. Lako kipermudah pemahamen skripsi en, penurat membagi menjadi lima bab. Bab I imo perjolo simerisi latar belakang masalah, rumusen masalah, tujuen penelitien.Bab II imo tinjauen pustaka simerisi kajien relevan dekket landasen teori. Bab III imo cara penelitien simerisi cara perjolo, bekkas penelitien, cara meneliti, sumber data penelitien, cara kipepulungken data, dekket cara mengolah data. Bab IV imo pembahasen permasalahen, dekket bab V imo kesimpulen dekket saran.

Isadari penurat ngo bahwa skripsi en ndaoh deng ibas sempurna nai, imo asa i harapken penurat ngo kritik dekket saran simersipat membangun bana pembaca nai imo nalako kipemende skripsi en. Mudah-mudahen mo kade sini suratken i skripsi en merlapaten mendahi kita karina.

Penurat

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, Allah Yang Maha

Kuasa atas kasih yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “ Upacara Ritual Menanda Tahun Di Sisada Rube Pada Masyarakat Pakpak Kajian

Makna Dan Fungsi”.

Skripsi ini ditulis guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Sastra pada Depertemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara

Medan tahun akademik 2015/2016. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada keluarga tercinta terutama Ayahanda S Banurea dan Ibunda tercinta N Bancin atas

doa dan dukungan moral serta materil. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima

kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan yaitu kepada:

1.Bapak Dr. Syahron Lubis M.A Selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra

Utara.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga M.Hum selaku Ketua Jurusan Program Studi Bahasa

Batak dan Sastra Melayu Universitas Sumatra Utara.

3. Ibu Dra. Herlina Ginting M. Hum selaku Sekretaris Depertemen Sastra Daerah Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara.

4. Bapak Drs. Sumurung Simorangkir SH.MPd selaku Dosen Pembimbing I yang telah

bersedia memberi pengarahan dan masukan yang sangat berharga bagi penulis dalam

penulisan skripsi ini.

5. Bapak Drs Flansius Tampubolon M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah

bersedia memberikan pengarahan dan masukan yang sangat berharga bagi penulis dalam

(5)

6. Bapak dan Ibu Dosen Staf pengajar Depertemen Sastra Daerah dan Bapak Ibu Dosen

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara.

7. Terima kasih kepada kak Fifi yang telah membantu penulis dalam melengkapi

surat-menyurat demi kelancaran dalam perkuliahan dan juga dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Terimakasih kepada Dinas Kebudayaan Pariwisata Perhubungan Kabupaten Pakpak

Bharat yang telah memberi bantuan berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi

penulis yang sangat membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

9. Buat Saudara-saudara saya: Karbina Yunita Banurea A.Md. , Dodi Arto Banurea,

Mememmes Mono Banurea, Teguh Sadarmo Harianto Banurea, Septika Pasia Banurea

terimaksih atas perhatian dan dukungannya.

10. Buat sahabat-sahabat saya Derinta LR Padang, Tifani Rotua Panjaitan, Naomi Kristina

Siahaan, Vera Novalisa Sianipar, Evelina Sitinjak, Ina Dorys Sitorus dan teman-teman

penulis stambuk 2011 yang telah memberikan dukungan serta bantuan dalam penyelesaian

skripsi ini.

11. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman IKAMPUS ( Ikatan

Mahasiswa Pakpak Universitas Sumatra Utara ) Derinta padang, Pasti Tumangger, Karbina

Yunita Banurea, Ijin Tumangger, Kelleng kabeakan, Fitra Cibro, Edep Boymen Berutu,

Melisa Padang, Hasanah Tumangger, Sarmino Berutu dan teman-teman yang lain yang tidak

dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah memberi dukungan dan semangat dalam

penulisan srkipsi ini.

12. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada abang dan kakak satambuk 2010 atas

(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik

dan saran yang membangun, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua sekian dan terima

kasih.

Medan, oktober 2015

Penulis,

Eva Yeni Banurea

(7)

ABSTRAK

Eva Yeni Banurea,2015. Judul Skripsi:Upacara Ritual Menanda Tahun Di Sisada Rube Pada Masyarakat Pakpak di Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut. Terdiri dari 5 bab.

Dalam penelitian ini penulis membahas tenteng UPACARA RITUAL MENANDA TAHUN DI SISADA RUBE PADA MASYARAKAT PAKPAK KAJIAN MAKNA DAN FUNGSI DI KECAMATAN PERGETTENG-GETTENG SENGKUT. Masalah dalam penelitian ini adalah Tahapan Upacara Ritual Menanda Tahun, Makna Upacara Ritual Menanda Tahun, Fungsi Upacara Ritual Menanda Tahun yang ada di Desa Nambunga Buluh Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut.Metode yang dipergunakan dalam menganalisis masalah penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik penelitian lapangan. Penelitian ini menggunakan teori makna dan fungsi. Adapun upacara ritual menanda tahun di Sisada Rube Pada Masyarakat Pakpak adalah meliputi: Sebagai upacara yang diyakini akan membawa keberkahan akan hasil pertanian masyarakat Sisada Rube. Sehingga upacara ini masih diyakini dan dilaksanakan setiap tahunnya.

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

KATA PERJOLO...ii

UCAPAN TERIMA KASIH...V ABSTRAK...,………...Viii DAFTAR ISI...iX BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Rumusan Masalah...5

1.3 Tujuan Penelitian...6

1.4 Manfaat Penelitian...7

1.5 Anggapan Dasar...7

1.6 Gambaran Umum Lokasi Penelitian...8

1.6.1 Letak Geografis Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut...8

1.6.2 Keadaan Penduduk...8

(9)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...10

2.1 Kepustakaan Yang Relevan...10

2.2 Landasan Teori...10

2.2.1 Pengertian Upacara Ritual...11

2.2.2 Upacara Ritual MenandaTahun...12

2.2.3 Pengertian Makna...16

2.2.4 Pengertian Fungsi...17

2.3 Teori Yang Digunakan...17

2.3.1 Teori Semiotik...18

2.3.2 TeoriFungsi...20

BAB III METODEPENELITIAN...23

3.1 Metode Dasar...24

3.2 Lokasi Penelitian...24

3.3 Instrumen Penelitian...25

3.4 Metode Pengumpulan Data...26

3.5 Metode Analisis Data...27

BAB IV PEMBAHASAN...28

(10)

4.1.1 Membunyikan Tabularang...29

4.1.10 Upacara Menanda Tahun dan Kaitannya dengan konservasi Lingkungan...42

4.2 Makna Upacara Ritual Menanda Tahun di Sisada Rube Pada MasyarakatPakpak dan Simbol-simbol Serta Perlengkapan Upacara Ritual Menanda Tahun...46

4.2.1 Makna Upacara Ritual Menanda Tahun di Sisada Rube

Pada Masyarakat Pakpak...46

4.2.2 Makna Simbol-simbol Serta Perlengkapan Upacara Ritual Menanda Tahun . ...49

4.3. Fungsi Upacara Ritual Menanda Tahun di Sisada Rube Pada Masyarakat Pakpak dan Simbol-simbol Serta Perlengkapan Menanda Tahun...56

(11)

4.3.2. Fungsi Simbol-simbol Serta Perlengkapan Upacara Ritual

Menanda Tahun...61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...67

5.1 Kesimpulan...67

5.2 Saran...70

DAFTAR PUSTAKA...72

LAMPIRAN...73

Lampiran I Daftar Pertanyaan...73

Lampiran II Gambar Batu Tetal (patung cicak)/ Batu Perjanjian Gambar Pancungan Bambu Yang Terdiri Dari Tujuh Buah Yang Melambangkan Tujuh Roh Padi...74

Lampiran III Gambar Penulis Dengan Informan (Bapak Uba Manik 70 tahun) Dan Gambar Penulis Dengan (Bapak Tema Manik 47 tahun)...75

Lampiran IV Daftar Informan...77 Lampiran V Surat Ijin Penelitian Dari Fakultas

(12)

ABSTRAK

Eva Yeni Banurea,2015. Judul Skripsi:Upacara Ritual Menanda Tahun Di Sisada Rube Pada Masyarakat Pakpak di Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut. Terdiri dari 5 bab.

Dalam penelitian ini penulis membahas tenteng UPACARA RITUAL MENANDA TAHUN DI SISADA RUBE PADA MASYARAKAT PAKPAK KAJIAN MAKNA DAN FUNGSI DI KECAMATAN PERGETTENG-GETTENG SENGKUT. Masalah dalam penelitian ini adalah Tahapan Upacara Ritual Menanda Tahun, Makna Upacara Ritual Menanda Tahun, Fungsi Upacara Ritual Menanda Tahun yang ada di Desa Nambunga Buluh Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut.Metode yang dipergunakan dalam menganalisis masalah penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik penelitian lapangan. Penelitian ini menggunakan teori makna dan fungsi. Adapun upacara ritual menanda tahun di Sisada Rube Pada Masyarakat Pakpak adalah meliputi: Sebagai upacara yang diyakini akan membawa keberkahan akan hasil pertanian masyarakat Sisada Rube. Sehingga upacara ini masih diyakini dan dilaksanakan setiap tahunnya.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Masyarakat Batak terdiri dari beberapa etnik yaitu, Toba, Simalungun, Karo,

Angkola/Mandailing, dan Pakpak Dairi. Namun sekarang ini sebutan Batak hanya

ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Secara umum, etnik Pakpak

digolongkan sebagai suku bagian dari suku bangsa Batak, seperti halnya Toba,

Simalungun, Karo, dan Mandailing (Pasaribu, 1978; Bangun, 1980; Daeng, 1976;

Coleman, 1983). Pernyataan ini dapat diterima bila dilihat secara umum pula karena

dari segi komunitas, etnis tersebut hidup berdampingan di Sumatera Utara.

Suku Pakpak dapat diklarifikasikan menjadi lima bagian berdasarkan wilayah

komunitasmarga dan dialek bahasa yang dikenal, yakni:

1) Pakpak Simsim yakni orang Pakpak yang menetap diwilayah Simsim,

berdialaek Simsim, memiliki hak ulayat di Simsim, yang terdiri atas

marga: Berutu, Sinamo, Solin, Cibro, Banurea, Boang Manalu, Bancin,

Manik, dan lain-lain. Wilayah Pakpak Simsim dibagi menjadi delapan

kecamatan yaitu: kecamatan Salak, Pagindar, Sitellu Tali Urang Julu,

Setellu Tali Urang Jehe, Pergetteng-getteng Sengkut, Tinada, Siempat

Rube, dan Kerajaan.

2) Pakpak Keppas, yakni orang Pakpak yang menetap diwilayah Keppas,

berdialek Keppas, memiliki hak ulayat di Keppas, yang terdiri atas

(14)

Keppas dibagi menjadi empat kecamatan yaitu: Kecamatan Silima

Paunggapungga, Tanah Pinem, Parbuluan, dan Sidikalang.

3) Pakpak Pegagan, yakni orang Pakpak yang menetap di Pegagan,

berdialaek Pegagan, yang terdiri atas marga: Lingga, Mataniari, Maibang,

Manik Sikettang dan lain-lain. Wilayah Pakpak Pegagan dibagi menjadi

tiga kecamatan yaitu: Kecamatan Sumbul, Pegagan Hilir, dan Tiga

Lingga.

4) Pakpak Kelasan yakni orang Pakpak yang menetap diwilayah Kelasen,

berdialek Kelasen, yang terdiri atas marga: Tumangger, Sikettang,

Tinambunan, Anak Ampun, Kesogihen, Maharaja, Meka, Berasa dan

lain-lain. Pakpak Kelasen ini berada di Kabupaten Tapanuli Utara

(Kecamatan Parlilitan dan Pakkat) dan Kabupaten Tapanuli Tengah

(Kecamatan Barus).

5) Pakpak Boang, yakni orang Pakpak yang menetap diwilayah Boang, yang

terdiri atas marga: Sambo, Penarik, Saraan dan lain-lain. Pakpak Boang

ini berada di wilayah Aceh Selatan, khususnya dikecamatan Simpang

Kiri dan Simpang Kanan ( Coleman, 1983; Berutu, 1994).

Bila dilihat dari susunan penduduk, wilayah Pakpak Keppas dan Pegagan sudah

heterogen dari segi etnik maupun budaya. Bahkan dari segi kwantitas mereka menjadi

minoritas dibandingkan dengan suku Batak Toba. Di wilayah Kelasen walaupun masih

tergolong homogen dari segi etnis tetapi pengaruh kebudayaan Batak Toba sangat

menonjol. Berbeda dengan wilayah Pakpak Simsim dan Boang yang masih Homogen

baik dari segi etnis maupun orientasi budaya, mereka masih tetap menggunakan budaya

(15)

Masyarakat Pakpak mengenal upacara adat yang digolongkan menjadi dua bagian

besar yaitu :”kerja baik “ dan “ kerja njahat”. Kerja baik mencakup peristiwa suka

cita, seperti upacara perkawinan, upacara memasuki rumah baru, dan upacara menanam

padi ( menanda tahun). Kerja njahat mencakup jenis-jenis upacara yang berhubungan

dengan peristiwa duka cita, seperti upacara kematian dan upacara mengkurak tulan.

Dalikan Si Tellu sangat berperan dalam pelaksanaan upacara ritual

menandatahundi Sisada Rube. Ketiga falsafah Dalikan Si Tellu tersebut yaitu: Sembah

Merkula-kula, Manat Merdengan Sibeltek, dan Elek Merberru. Ketiga falsafah ini tidak

dapat dipisahkan dalam bidang apapun.

Manat Merdengan Sibeltek sangat perlu diingat dalam pelaksanaan upacara apa

saja dalam masyarakat Pakpak. Karena setiap melaksanakan upacara atau pekerjaan

tentu kita meminta bantuan dari saudara kita, jadi sebaiknya kita harus menghargai

Dengan Sibeltek “saudara” kita. Dengan Manatnya Mersibeltek (menghargai saudara

kita) tentu dalam pelaksanaan upacara kita membutuhkan pendapat ataupun bantuan

dari Dengan Sibeltek atau saudara kita demi berjalannya upacara tersebut.

Adapun peranan Dalikan Si Tellu dalam pelaksanaan upacara ritual

menandatahundi Sisada Rube ini yaitu:

1) Untuk menjaga perdamaian dan kesejahteraan masyarakat Sisada Rube dalam

pelaksanaan upacara ritual menanda tahun.

2) Untuk menjalankan proses pelaksanaan upacara ritual menanda tahun ini

yaitu berperannya kula-kula dalam menyaksikan jalannya upacara dan

memang harus diketahui oleh kula-kula, karena peranan kula-kula sangat

(16)

3) Ketiga unsur Dalikan Si Tellu menjadi saksi yang paling penting dalam

pelaksanaan upacara ritual menanda tahun tersebut.

4) Dalam pelaksanaan upacara ritual menanda tahun tersebut, Beru juga

berkewajiban membantu sukut “tuan rumah” dan juga sebagai penengah

apabila terjadi keributan dalam pelaksanaan upacara ritual menanda tahun

tersebut. Beru disebut juga dengan huntun “suruhan”.

Menanda tahun adalah sebuah upacara ritual yang diselenggarakan masyarakat

Pakpak di Sisada Rube Kecamatan Pergettenggetteng Sengkut, Kabupaten Pakpak

Bharat, Sumatera Utara. Upacara setahun sekali ini diadakan dalam rangka pembukaan

ladang, karena itu selalu diselenggarakan ketika menjelang musim tanam, dengan

maksud agar tidak menyalahi apa yang dipercayai sebagai ketentuan-ketentuan

penguasa alam gaib bagi kelestarian ekosistem, sehingga usaha-usaha pertanian dan

perladangan memperoleh izin dan “keberkahan” dari mereka.

Bagi masyarakat Pakpak diarea tersebut menjadi tidak mungkin membuka ladang

pertanian tanpa didahului upacara menada tahun, karena penguasa alam gaib yang

menguasai hutan dan perladangan itu tidak akan memberikan keberkahannya yang

berakibat berkurangnya, atau bahkan tiadanya hasil produksi yang diperoleh. Bahkan

masyarakat Pakpak percaya akan timbulnya suatu bencana bila usaha perladangan

dilakukan tanpa melalui upacara. Dalam perladangan orang Pakpak, penguasa alam

gaib juga mempunyai aturan-aturan bagaimana manusia harus memperlakukan

lingkungan alam, bila dilanggar akan menimbulkan berbagai bencana tidak adanya

keberkahan dalam menandatahundi sisada rube pada masyarakat Pakpak di Kecamatan

Pergettenggetteng Sengkut. Selain melibatkan masyarakat dalam suatu komunitas

tertentu, juga tetap bertahan ditengah-tengah perubahan khususnya dibidang pertanian

(17)

upacara-upacara ritual yang berkaitan dengan perladangan khususnya di Sumatera

Utara masih jarang dilaksanakan.

Dengan meneliti upacara menanda tahun di Sisada Rube, diharapkan dapat

menambah pengetahuan bukan saja mengenai upacara-upacara tradisional melainkan

juga pengetahuan tentang bagaimana masyarakat menghadapi lingkungan alam

(ekologi) yang dipantulkan dalam upacara ritual tersebut.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang makna dan

fungsi upacara ritual menanda tahun pada masyarakat Pakpak di Desa Nambunga

Buluh, Kecamatan Pergettenggetteng Sengkut, Kabupaten Pakpak Bharat.

1.2. Rumusan Masalah

Untuk menghindari pembahasan atau pembicaraan yang menyimpang dari

permasalahan, penulis membatasi masalah agar pembahasan terarah dan terperinci.

Perumusan masalah sangat penting bagi pembuatan skripsi ini, karena dengan adanya

perumusan masalah ini maka deskripsi masalah akan terarah sehingga hasilnya dapat

dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Masalah merupakan suatu bentuk pertanyaan

yang memerlukan penyelesaian atau pemecahan. Bentuk perumusan berupa kalimat

(18)

Adapun masalah yang dibahas adalah:

1) Bagaimana tahapan upacara menanda tahun disisada rube pada masyarakat

Pakpak di Desa Nambunga Buluh, Kecamatan Pergettenggetteng Sengkut?

2) Apa makna upacara ritual di menanda tahun Sisada Rube pada masyarakat

Pakpak?

3) Apa fungsi upacara ritual menanda tahun di Sisada Rube pada masyarakat

Pakpak di Desa Nambunga Buluh, Kecamatan Pergettenggetteng Sengkut?

1.3.Tujuan Penelitian

Suatu pekerjaan yang dilaksanakan agar memperoleh hasil yang baik tentunya

pekerjaan itu harus mempunyai sasaran ataupun tujuan. Berdasarkan perumusan

masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Untuk mengetahui tahapan upacara ritual menanda tahun di Sisada Rube

pada masyarakat Pakpak di Desa Nambunga Buluh, Kecamatan

Pergettenggetteng Sengkut.

2) Untuk mengetahui makna upacara ritual menanda tahun di Sisada Rube pada

masyarakat Pakpak di Desa Nambunga Buluh Kecamatan Pergettenggetteng

Sengkut.

3) Untuk mengetahui fungsi upacara ritual menanda tahun di Sisada Rube pada

Masyarkat Pakpak di Desa Nambunga Buluh Kecamatan Pergettenggetteng

(19)

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pembaca khususnya

terhadap penulis. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bagi peneliti sendiri, untuk mengetahui lebih luas tentang upacara ritual

menanda tahun di Sisada Rube pada masyarakat Pakpak di Desa Nambunga

Buluh Kecamatan Pergettenggetteng Sengkut.

2) Kepada masyarakat khususnya perantau muda Pakpak supaya tetap mengingat

dan melestarikan budaya Pakpak dimanapun mereka berada dan terus menerus

menjalankan upacara ritual menanda tahun.

3) Bagi penulis sendiri untuk menambah wawasan tentang upacara ritualmenanda

tahun di Desa Nambunga Buluh Kecamatan Pergettenggetteng Sengkut

khususnya upacara ritual menandatahun.

4) Menambah khasanah pengkajian terhadap budaya yang ada di Indonesia

terutama upaca ra ritual menanda tahun.

1.5.Anggapan Dasar

Dalam melakukan suatu penelitian sangat perlu anggapan dasar. Menurut

Arikunto (1996:65), “Anggapan dasar adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya

oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas”. Maksud kebenaran disini adalah

apabila anggapan dasar tersebut dapat dibuktikan kebenarannya,

Karena itu penulis berasumsi bahwa upacara ritual menanda tahun ini masih ada

(20)

khususnya pada masyarakat Pakpak supaya tidak melupakan taradisi yang telah

diwariskan oleh nenek moyang sejak dahulu kala.

1.6.Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1.6.1 Letak Geografis Kecamatan Pergettenggetteng Sengkut

Kabupaten Pakpak Bharat terdiri dari delapan Kecamatan, yaitu:Kecamatan

Salak, Pagindar, Sitelu Tali Urang Julu, Sitelu Tali Urang Jehe, Pergetteng-getteng

Sengkut (PGGS), Tinada, Siempat Rube, dan Kerajaan. Gambaran umum dan letak

geografis : 02° 47'08''- 02°15'49'' LT dan 98° 4'12''- 98° 28'01''BT. Kecamatan

Pergetteng-getteng Sengkut terletak disebelah utara Kabupaten Pakpak Bharat, dan

memiliki luas wilayah 66,64 Km.

1.6.2. Keadaan Penduduk

Pada umumnya masyarakat yang tinggal di Desa Nambunga Buluh adalah suku

Pakpak yang bermarga Manik yang telah lama mendiami wilayah tersebut. Desa

Nambunga Buluh rata-rata marga Manik, sedangkan marga yang lain adalah marga

pendatang yang bermukim di Desa Nambunga Buluh.

Penduduk yang berada di Desa Nambunga Buluh rata-rata mata pencahariannya

adalah bertani. Produk pertanian unggulan di desa ini adalah cabe, dan padi. Namun

(21)

1.6.3 Budaya Masyarakat

Penduduk desa Nambunga Buluh mayoritas suku Pakpak yang telah lama

mendiami Nambunga Buluh, dan terkenal akan budaya Pakpak.. Masyarakat Pakpak

yang mempunyai ciri khas pada budaya masyarakatnya sendiri, salah satunya dalam

upacara ritual menanda tahun di Sisada Rubepada masyarakat Pakpak. Dimana upacara

ritual menanda tahun adalah merupakan salah satu budaya yang tidak pernah dilupakan

demi keberlangsungan kehidupan dan kebudayaan masyarakat Sisada Rube pada

masyarakat Pakpak.

Bagi masyarakat Nambunga Buluh bila tidak melaksanakan upacara ritual

menanda tahun, mereka merasakan banyaknya permasalahan yang menimpa desa

mereka terutama hasil pertanian yang jauh dari harapan mereka. Sehingga sampai pada

saat ini budaya menanda tahun masih tetap eksis dilaksanakan masyarakat Desa

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepustakaan yang Relevan

Kajian pustaka dalam setiap proposal skripsi sangat diperlukan dalam menyusun

karya ilmiah. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung

pemecahan masalah dalam penelitian yang semuanya itu bersumber dari pendapat para

ahli, empirisme (pengalaman peneliti), dokumentasi dan nalar peneliti yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Kajian pustaka ini menjelaskan tentang kepustakaan yang relevan dan teori yang

digunakan. Dalam kepustakaan yang relevan dijelaskan tentang pengertian upacara

ritual, ritual menanda tahun diSisada Rube pada masyarakat Pakpak, pengertian makna,

dan pengertian fungsi. dalam teori yang digunakan dijelaskan tentang teori makna dan

fungsi.

2.2 Landasan Teori

Secara etimologis, teori berasal dari kata theoria (Yunani) yang artinya kebulatan

alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji

keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian.

Pengertian teori menurut Pradopo (2001:35) ialah, “seperangkat proposisi yang

terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan atau

(23)

Untuk menjawab permasalahan yang ada dalam skripsi ini, penulis menggunakan

teori makna oleh Chaer (1987:3) yang mengemukakan makna adalah hubungan atau

lambang yang berupa ujaran dengan hal atau barang atau benda yang dimaksudkan.

Penulis juga menggunakan teori fungsi yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat

(1984:29) yang menyebutkan fungsi ada 3 arti yaitu:

1) Menerangkan adanya hubungan suatu hal dengan tujuan tertentu.

2) Dalam pengertian korelasi adanya hubungan antara satu hal dengan lainnya. 3) Menerangkan adanya hubungan yang terjadi antara satu hal dengan yang

lainnya dalam suatu sistem berinteraksi.

2.2.1 Pengertian Upacara Ritual

Koentjaraningrat (1980) menyatakan bahwa:

“Upacara ritual adalahsuatu upacara keagamaan yang dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku. Kelakuan agama tersebut merupakan perbuatan-perbuatan manusia yang bertujuan untuk menjalin hubungan dengan dunia gaib, upacara ritual tersebut terwujud aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan, dewa-dewa, roh nenek moyang, atau mahluk halus lainnya, upacara ini biasanya berlangsung berulang-ulang, baik setiap hari, tiap musim, ataupun kadang-kadang saja.

Jadi menurut pernyataan diatas, bahwa upacara ritual adalah suatu kegiatan yang

dilakukan manusia yang bertujuan untuk berhubungan dengan dunia gaib, roh nenek

moyang, dan lain sebagainya. Upacara ritual ini dilakukan bisa bergantung pada waktu

yang sudah ditetapkan ataupun tidak ditetapkan. Sebuah upacara ritual dilakukan

dengan cara atau waktu yang berbeda-beda tergantung apa yang diinginkan oleh

masyarakat yang melakukan upacara ritual tersebut.

Selanjutnya Lessa dan Vogt dalam Muhaimin (2001:32) berpendapat bahwa ritual

mencakup semua tindakan simbolik, baik yang bersifat profan maupun bersifat sakral,

(24)

penyapaan, pengucapan mantera sampai penyelenggaraan berbagi bentuk upacara yang

hikmat.

Dhavamony (2002:175) menyatakan bahwa upacara ritual dibagi menjadi empat

macam yaitu:

1) Tindakan magik yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan yang bekerja karena adanya daya mistis.

2) Tindakan yang bersifat religius.

3) Ritual konstitutif, yang mengungkapkan atau mengubah hubungan sosial dengan cara merujuk pada pengertian-pengertian mistis, dengan cara ini upacara-upacara kehidupan menjadi khas.

4) Ritual fiktif yang meningkatkan produktivitas atau kekuatan, pemurnian dan perlindungan, atau dengan cara lain meningkatkan kesejahteraan materi suatu kelompok.

2.2.2 Upacara Menanda Tahun

Upacara menanda tahun adalah salah satu jenis upacara yang berkaitan dengan

proses perladangan bagi orang Pakpak umumnya khususnya Sisada Rube khususnya.

Upacara ini dilaksanakan seikitar bulan Mei atau Juni setiap tahunnya, menjelang

musim tanam padi diladang tiba. Sejak kapan upacara ini dikenal, semua informan

tidak tahu, yang jelas menurut mereka telah dilaksanakan sejak generasi terdahulu.

Seluruh anggota masyarakat Sisada Rube, turut berpartisipasi dalam upacara ini

dalam pengertian semua hak atau kewajiban yang harus dipenuhi berkaitan dengan

tabu-tabu dan aturan-aturan, baik oleh anak-anak hingga orang dewasa. Setiap individu

berhak mencari tahu atau bertanya, dan setiap keluarga inti berkewajiban menyumbang

dana serta tenaga yang dibutuhkan. Namun demikian, ada individu-individu atau

kelompok tertentu yang perannya lebih besar atau menonjol bila dilihat dari tingkat

keaktifan dan tanggung jawabnya. Mereka terdiri dari: sukut ( pelaksana utama),

(25)

gadis), Puang( kelompok pemberi anak gadis), Guru (pemimpin upacara), dan

pengurus tetap.

Sukut (tuan rumah) terdiri dari suatu keluarga inti, harus bermarga Manik (Marga

Tanoh), generasi tertua dan bergilir antar Lebuh(Kampung). Sukut berkewajiban

mempersiapkan peralatan-peralatan upacara dan melaksanakan perintah guru, misalnya

menabur, mematuhi tabu-tabu dan aturan, serta memberikan kata sambutan dan lai-lain.

Guru (dukun), seorang atau dua orang laki-laki dewasa dari pihak marga tanoh

(penduduk asli), memiliki kelebihan khusus sehingga dapat berkomunikasi dengan

penguasa gaib, dapat meramal, dan sebagai pusat informasi tentang segala kewajiban

dan hak yang perlu atau harus dilaksanakan warga dalam kaitannya dengan upacara

perladangan.

Pengetuai (tokoh adat) mencakup semua individu yang dituakan karena dianggap

memiliki pengetahuan yang luas tentang adat istiadat yang berlaku di Sisada Rube.

Mereka juga diharapkan sebagai sumber informasi tentang aturan-aturan adat dan juga

diharapkan dapat memberikan saran-saran dan ide-ide berkaitan dengan pelaksanaan

upacara. Pengetuai (tokoh adat)tidak terbatas dari pihak Marga Tanoh(tuan rumah),

tetapi juga dari marga lain yang ada di Ssisada Rube.

Kepala desa diharapkan sebagai pengayom dan memberikan masukan serta

saran-saran, ia juga diharapkan menjadi mediator antara penduduk dengan para perencana

pembangunan. Upacara akan berlangsung bilamana dihadiri oleh minimal satu orang

(26)

Selanjutnya pemuda-pemudi dibutuhkan untuk membantu sukut(tuan rumah)

dalam persiapan peralatan dan pelaksanaan upacara. Misalnya, memasak lauk atau

nasi, mengambil kayu bakar dan lain-lain.

Berru (kelompok penerima anak gadis) berkewajiban menyumbang tenaga dan

materi. Belakangan (sekitar 20 tahun terakhir), mereka juga diberi hak untuk memberi

kata sambutan dan sejak dibentuknya pengurus tetap satu dekade yang lalu, beberapa

orang diantaranya diangkat menjadi panitia tetap.

Sama seperti kelompok berru (pengambil anak gadis), kelompok puang (pemberi

anak gadis) diberi peran yang lebih besar secara belakangan. Pada awalnya mereka

hanya peserta biasa, tapi belakangan ini diberi wewenang untuk memberi kata

sambutan, ikut merunggu (musyawarah) dan sumber nasehat (wejangan).

Sejak tahun 1967 dengan dimasukkanyaunsur agama Islam dan Kristen dalam

pelaksanaan upacara, maka tenaga pengurus mesjid dan gereja wajib hadir untuk

memimpin doa bersama dan menyembelih hewan kurban.

Dalam pelaksanaan upacara Menanda Tahun dibutuhkan perlengkapan atau

persyaratan wajib dan tidak wajib. Wajib berarti harus ada, sedangkan tidak wajib

boleh ada maupun tidak ada. Peralatan wajib mencakup pelleng (makanan khas daerah

Pakpak), ranting pohon rube(tanaman yang menyerupai tanaman rimbang yang

memiliki buah warna hijau sebesar biji rimbang) secukupnya, maro-maro (rumbai)

secukupnya, cabe merah secukupnya, tugal dua buah, pancongan bambu tujuh buah,

jennap (parang khusus) satu buah, page siarang (benih padi pulut merah) secukupnya,

peramaken (tikar pandan) satu buah, ayam kurban berbulu merah satu ekor, Napuren

(27)

upacara dilaksanakan secara besar-besaran, misalnya kerbau, alat musik dan

lain-lainnya.

Pelleng (makanan khas daerah Pakpak) dianggap mempunyai kekuatan khusus

karena biasanya digunakan untuk sesajen terhadap kekuatan-kekuatan supranatural.

Sehingga hampir seluruh kegiatan upacara dan aktivitasyang dianggap beresiko besar

selalu disajikan pelleng (makanan khas), juga untuk tujuan mencapai cita-cita atau

harapan.

Ranting Rube(tanaman yang menyerupai tanaman rimbang yang memiliki buah

warna hijau sebesar biji rimbang) diidentikkan dengan keberuntungan. Alasannya

pohon rube dapat dimanfaatkan secara serba guna untuk kebutuhan manusia.

Sedangkan marro-marro (rumbai) diperuntukkan sebagai hiasan altar karena padi

menurut kepercayaan setempat berasal dari penjelmaan manusia.

Sicina Mbara (cabe merah) dimakan sebagai lalapan pada saat makan. Merah dan

pedas dilambangkan sebagai sumber keberanian dan semangat. Ardang (tugal) dibuat

dari kayu-kayu kecil dengan salah satu ujungnya ditajami, yang berfungsi untuk

membuat lubang benih saat upacara. Sedangkan pancongan bambu yang berjumlah

tujuh melambangkan adanya tujuh roh padi yang berdiam dibumi. Ujungnya dibentuk

runcing dan menghadap kesebelah timur karena matahari terbit dari timur dan sebagai

penghormatan kepada dewa matahari.

Jennap (parang khusus) hanya boleh dimiliki oleh sukut(tuan rumah) upacara

serta dirancang secara khusus oleh penempa besi. Kemudian diisi kekuatan gaib oleh

seorang guru (dukun). Untuk itu hanya bisa dimanfaatkan saat upacara MenandaTahun.

Selanjutnya page siarang (benih padi pulut merah) merupakan lambang permulaan,

(28)

Selanjutnya tikar pandan dimanfaatkan sebagai tempat duduk sukut (tuan rumah)

dan guru(pemimpin upacara). Putih merupakan lambang kesucian, sehingga penguasa

berkenan memberi berkat melalui hasil panen padi yang melimpah. Manuk

mbara(ayam merah) diperuntukkan sebagai kurban sehingga gerak-gerik ayam saat

disembelih dan unsur-unsur organ tubuhnya dapat memberi petunjuk bagi guru dalam

meramalkan kejadian-kejadian dimasa akan datang.

Kemudian napuren mpenter sada rambar (sekapur sirih) diberikan kepada guru

(dukun), artinya tudung kepala bagi peserta upacara bermakna agar segala hama tidak

dapat melihat atau mengganggu tanaman diladang. Tutup kepala dikonotasikan dengan

tidak melihat saat pelaksanaan upacara tahun 1991 ternyata hanya sebagian kecil dari

peserta yang mengenakannya (13 orang).

2.2.3 Pengertian Makna

Chaer (1987:3) mengemukakan makna adalah hubungan atau lambang yang

berupa ujaran dengan hal atau barang atau benda yang dimaksudkan. Adapun sebuah

budaya yang selalu diwakili kode atau lambang yang secara konvensional disepakati

memiliki makna. makna yang terkandung tersebut selalu merujuk kepada kosmologi

masyarakat pemilik tersebut.

Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ada beberapa pengertian

tentang makna, baik secara etimologi maupun leksikologi. Didalam makna leksikal

disebut bahwa makna unsur-unsur sastra sebagai lambang benda, peristiwa dan

(29)

Makna adalah pengertian dasar yang diberikan atau ada dalam suatu hal. Ada

juga disebut mengenai pengertian makna kontekstual yang berarti hubungan makna

ujaran dan situasi yang dipakai ujaran itu.

2.2.4 Pengertian Fungsi

Didalam kamus besar bahasa Indonesia dapat diketahui bahwa ada beberapa

pengertian tentang fungsi, baik secara etimologi maupun leksikologi.

Fungsi merupakan sesuatu yang dapat bermanfaat dan berguna bagi kehidupan

suatu masyarakat dimana keberadaan sesuatu tersebut mempunyai arti penting dalam

kehidupan sosial (Koentjaraningrat 1984:29)

Koentjaraningrat juga menyebut bahwa konsep fungsi mempunyai 3 arti penting

dalam penggunaannya, yaitu:

1) Menerangkan adanya hubungan suatu hal dengan tujuan tertentu.

2) Dalam pengertian korelasi adanya hubungan antara satu hal dengan lainnya. 3) Menerangkan adanya hubungan yang terjadi antara satu hal dengan yang

lainnya dalam suatu interaksi.

2.3.Teori yang Digunakan

Berdasarkan penelitian ini, secara umum teori yang digunakan untuk

mendeskripsikan semiotik dan fungsi simbolis dalam upacara ritual menandatahun di

Sisada Rube pada masyarakat Pakpak di Desa Nambunga Buluh, Kecamatan

Pergetteng-getteng Sengkut, Kabupaten Pakpak Bharat menggunakan dua teori, yaitu teori makna dan

(30)

2.3.1 Teori Semiotik

Semiotik (semiotika) adalah ilmu tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena

sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu

mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konversi-konversi yang memungkinkan

tanda-tanda tersebut mempunyai aturan dalam lapangan kritik sastra (Preminger dalam

Pradopo 1995: 93).

Preminger 1974:980 (dalam Pradopo 1995) mengatakan, penelitian semiotik

meliputi analisis serta sebagai sebuah bahasa yang tergantung pada (sifat-sifat) yang

menyebabkan bermacam-macam cara (modus) wacana mempunyai makna.

Lengkapnya, Preminger 1974:980 mengatakan bahwa semiotik adalah teori

tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial masyarakat dan kebudayaan

itu merupakan tanda-tanda. Artinya, semiotik itu juga mempelajari sistem-sistem,

aturan-aturan, konversi-konversi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai

makna. Dalam lapangan kritik sastra meliputi tanda-tanda sastra bergantung pada

(sifat-sifat) yang menyebabkan bermacam-macam cara (modus) sehingga suatu wacana

mempunyai makna. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa semiotik

adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda-tanda, sistem-sistem, aturan-aturan dan

konversi-konversi yang memungkinkan tanda-tanda mempunyai makna didalam

peristiwa sastra.

Menurut Charles Sander Peirce (1839:980) semiotik itu juga dapat diartikan

sebagai ilmu “Tanda: Penanda dan Petanda. Tanda mempunyai dua aspek yaitu petanda

(signifier) dan petanda (signifzed). Penanda adalah bentuk formalnya yang menandai

(31)

penanda itu yaitu artinya. Contohnya kata “ibu” merupakan tanda berupa satuan bunyi

yang menandai arti: orang yang melahirkan kita.

Tanda itu tidak hanya satu macam saja, tetapi ada beberapa berdasarkan

hubungan antara penanda dan petandanya. Jenis-jenis tanda yang utama ialah ikon,

indeks, dan simbol.

Ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamih

antara penanda dengan petandanya. Hubungan itu adalah hubungan persamaan,

misalnya gambar kuda sebagai penanda yang menandai kuda (petanda) sebagai artinya.

Potret menandai orang yang dipotret, gambar pohon menandai pohon.

Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan klausa (sebab-akibat) antara

penanda dan petandanya, misalnya asap menandai api, alat penanda angin

menunjukkan arah angin, dan sebagainya.

Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah

antara penanda dengan petandanya, hubungannya bersifat arbriter (semau-semaunya).

Arti tanda itu ditentukan oleh konvensi . “Ibu”adalah simbol, artinya ditentukan oleh

konvensi masyarakat bahasa (Indonesia). Ada bermacam-macam untuk satu arti itu

menunjukkan “kesemena-menaan) tersebut. Dalam bahasa, tanda yang paling banyak

digunakan adalah simbol.

Perlu diperhatikan, dalam penlitian sastra dengan pendekatan semiotik. Tanda

yang berupa indekslah yang paling banyak dicari (diburu). Yaitu berupa tanda-tanda

yang menunjukkan hubungan sebab-akibat (dalam pengertian luasnya). Misalnya dalam

penokohan, seorang tokoh tertentu, misalnya dokter (tano dalam belenggu) dicari

(32)

mempergunakan istilah-istilah kedokteran, mobil bertanda simbol dokter, dan

sebagainya.

2.3.2.Teori Fungsi

Fungsi merupakan sesuatu yang dapat bermanfaat dan berguna bagi kehidupan

suatu masyarakat dimana keberadaan sesuatu tersebut mempunyai arti penting dalam

kehidupan masyarakat tersebut. Demikian halnya dengan simbol dalam tradisi upacara

ritual menanda tahun di Sisada Rube pada masyarakat Pakpak adalah fenomena sosial

masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda (simbol). Maka untuk

memahami makna dan fungsi simbolis dalam masyarakat Pakpak digunakan teori yang

telah dinyatakan. Upacara ritual menanda tahun merupakan bagian dari foklor etnis

Pakpak yang memiliki makna dan fungsi bagi etnis Pakpak itu sendiri, yang

menunjukkan bahwa masyarakat Pakpak memiliki budaya yang diturunkan secara

turun-temurun yang dapat menunjukkan identitas dari dari kebudayaan daerah Pakpak

itu sendiri.

kata foklor adalah pengindonesiaan dari kata Inggris “foklore”. Kata foklore

adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore.Folk adalah

sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan,

sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. ciri-ciri pengenal itu

antara lain: warna kulit yang sama, dan agama yang sama. Namun yang lebih penting

adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah

diwariskan secara turun-temurun yang mereka akui milik bersama yang merupakan

(33)

Lore adalah tradisi, yaitu kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun

secara lisan atau melalui contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu

pengingat (mnemonic device).

Dengan demikian foklor dapat disimpulkan sebagai kebudayaan suatu kolektif,

yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif jenis apa saja, jenis

tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang

disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device)

Menurut Ian Harold Brunvand ahli foklor dari AS (1968:2-3), foklor digolongkan

kedalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya yaitu:

1) Foklor lisan: yaitu foklor yang bentuknya murni lisan. Yang termasuk foklor lisan yaitu (a) bahasa rakyat (folk spech)seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti pribahasa, pepatah dan pemeo; (c) pertanyaan tradisional (teka-teki); (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair; (e) prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng; dan (f) nyanyian rakyat.

2) Foklor sebagian lisan: foklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Kepercayaan rakyat, misalnya yang oleh orang “modern” seringkali disebut tahkyul, terdiri dari pernyataaan yang bersifat lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib yang dapat melindungi diri juga dapat memberi rejeki. Bentuk foklor yang yang tergolong dalam kelompok ini, selain kepercayaan rakyat, ada juga permainan rakyak, tari rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain-lain.

3) Foklor bukan lisan: foklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok ini dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yakni yang material dan yang bukan material. Bentuk material: arsitektur rakyat (bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi ), kerajinan tangan rakyat: pakaian adat dan perhiasan, masakan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Sedangkan yang termasuk bukan material antara lain: gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan tanda bahaya pada masyarakat jawa), dan musik rakyat.

Upacara ritual menanda tahun pada masyarakat Pakpak adalah merupakan bagian

dari foklor etnis pakpak bagian dari foklor sebagaian lisan. Karena didalam

pelaksanaan ritual menanda tahun ini masyarakat masih meyakini akan kepercayaan

(34)

meyakini gerrek-gereken “syarat-syarak”yang ada didalam pelaksanaan upacara ritual

menanda tahuntersebut.

Menurut Bascom (dalam Danandjaja, 1984: 19) ada empat fungsi dari foklor:

1) Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif.

2) Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan. 3) Sebagai alat pendidikan anak.

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Kata metode berasal dari metodologi. Kata metodologi terbentuk dari kata metode

dan logos. Metode artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; logos artinya ilmu

pengetahuan. Sudaryanto (1982:2), “Metode adalah cara melakukan sesuatu dengan

menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan”.

Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan

menganalisis sampai dengan menyusun laporan. Jadi, metode penelitian adalah ilmu

mengenai jalan yang dilewati untuk mencapai suatu pemahaman.

Menurut Maryaeni (2005:1), penelitian (research) merupakan usahamemahami fakta

secara rasional empiris yang ditempuh melalui prosedur kegiatan tertentu sesuai dengan

cara yang ditentukan peneliti.

Dalam konteks penelitian, istilah fakta memiliki pengertian tidak sama dengan

kenyataan, tetapi lebih mengacu pada sesuatu dari pada kenyataan exact, dan sesuatu

tersebut terbentuk dari kesadaran seseorang seiring dengan pengalaman dan

pemahaman seseorang terhadap yang dipikirkannya. Sesuatu yang terbentuk dalam

pikiran seseorang tersebut belum tentu secara konkret, dapat dilihat dan ditemukan

(36)

3.1 Metode Dasar

Metode dasar yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode atau

pendekatan kualitatif. Maryeni (2005:1), menjelaskan metode penelitian kualitatif

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan yang sifatnya individu, keadaan atau gejala dari kelompok yang

diamati. Metode ini dilakukan agar dapat mengumpulkan dan menyajikan data secara

faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerahnya.

Dipilihnya pendekatan kualitatif dalam penelitian ini didasarkan pada dua alasan.

Pertama, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini mengenai pelaksanaan upacara

ritual menanda tahun di Sisada Rube ini membutuhkan sejumlah data lapangan yang

sifatnya aktual dan kontekstual. Kedua, pemilihan pendekatan ini didasarkan pada

keterkaitan masalah yang dikaji dengan sejumlah data. Dari kedua alasan tersebut,

penulis menyimpulkan bahwa dalam penelitian ini cocok dikaji melalui pendekatan

kualitatif.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Desa Nambunga Buluh, Kecamatan

Pergetteng-getteng Sengkut (PGGS), Kabupaten Pakpak Bharat, Propinsi Sumatera Utara. Alasan

penulis untuk memilih lokasi penelitian ini adalah karena penduduknya asli etnis Pakpak

(37)

3.3.Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan sebuah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data atau informasi yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan

penelitian. Alat bantu yang digunakan yaitu:

1) Alat rekam (tape recorder)

Penulis gunakan untuk mengumpulkan data, karena tidak semua data dapat

ditulis berupa catatatn-catatan lapangan mengingat waktu penelitian yang

memakan waktu yang tidak sedikit.

2) Pulpen

Alat tulis yang digunakan untuk menulis atau mencatat data-data yang

diperoleh dari lapangan.

3) Buku tulis

Catatan-catatan mengenai hal-hal yang dirasa sangat penting dalam proses

observasi sehingga dapat mempermudah penulis untuk mengingat dan

menemukan kembali data yang telah diperoleh yang selanjutnya akan

dituangkan dalam penulisan skripsi.

4) Daftar pertanyaan (kuisioner)

Merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan

pertanyaan-pertanyaan kepada informan untuk memudahkan memperoleh

(38)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data ialah sebuah cara penelitian dalam pengkajian data

baik dari tinjauan pustaka maupun penelitian lapangannya.

Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Metode Observasi

Metode ini dilakukan untuk mengamati secara langsung daerah tempat

penelitian untuk mendapatkan informasi yang mampu memberikan informasi

data yang dibutuhkan, teknik yang dipergunakan penulis adalah teknik catat.

b.Metode Wawancara

Menurut Bungin (2001:133), metode wawancara adalah proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap

muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai.

Metode ini dilakukan langsung mewawancarai informan guna memperoleh

informasi yang lebih lengkap tentang upacara ritual menanda tahun di Sisada

Rube pada masyarakat Pakpak.

Teknik yang digunakan yaitu teknik wawancara dan teknik rekam.

c.Metode Kepustakaan

Dalam penelitian ini juga akan diteliti data sekunder. Dengan demikian, data

yang akan dijadikan dalam penelitian ini menggunakan metode kepustakaan.

Metode ini juga merupakan salah satu sumber data penelitian kualitatif yang

(39)

penulisjuga mencari buku-buku pendukung yang berkaitan dengan msalah

dalam penulisan proposal skripsi ini dengan menggunakan teknik catat.

3.5. Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah metode atau cara dalam mengolah data mentah

sehingga menjadi data akurat dan ilmiah. Pada dasarnya dalam menganalisis data

diperlukan imajinasi dan kreativitas sehingga diuji kemampuan peneliti dalam menalar

sesuatu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Menganalisis data kualitatif, boleh dikatakan sebagai suatu kegiatan yang berlangsung

secara terus menerus, bukan hanya suatu saat setelah penelitian usai. Pekerjaan ini

merupakan proses yang berkelanjutan, bukan kegiatan sesaat.

Dalam metode analisis data ini, penulis menggunakan langkah-langkah

sebagai berikut:

1) Menulis data yang diperoleh dari lapangan;

2) Data yang diperoleh diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia;

3)Setelah data diterjemahkan kemudian diklasifikasikan sesuai dengan objek penelitia;

4)Setelah diklasifikasikan, data-data dianalisis sesuai dengan kajian yang ditetapkan;

dan

5)Membuat kesimpulan.

(40)

PEMBAHASAN

4.1.Tahapan Upacara Ritul Menanda Tahun di Sisada Rube

Pada Masyarakat Pakpak.

Upacara menanda tahunadalah salah satu satu jenis upacara yang berkaitan

dengan proses perladangan bagi orang Pakpak umumnya dan SisadaRube khususnya.

Upacara ini dilakukan sekitar bulan Mei atau Juni, setiap tahunnya, menjelang musim

tanam padi.

Pada mulanya pelaksanaan menanda tahundi Sisada Rube dilakukan melaui tiga

tahap . tahap pertama, dilakukan secara bersamaan dibukit yang disebut Cimpedak,

sekitar 1,5 kilo meter dari kantor kepala desa Kecupal II. Kedua, dilakukan secara

terpisah, penduduk desa Kecupak I dan II tetap dibukit Cimpedak, sementara penduduk

Simerpara, melakukan sendiri secara berpindah-pindah diladang yang baru pertama kali

dibuka, yakni diladang generasi tertua dari mereka. Alasan pemisahan saat itu selain

karena jauhnya lokasi pertama dari Lebuh Simerpara (Desa Simerpara), juga karena

dianggap penduduknya sudah mampu melaksanakan secara tersendiri. Tetapi

kemudian, sekitar tiga generasi yang lalu, penyatuan upacara tersebut “harus”

dilakukan karena semakin berkembangnya marga Manik dan terjadinya konflik. Pihak

marga Bancin sebagai Berru (pengambil anak gadis)dan Berutu sebagai puang(pemberi

anak gadis)merasa berkewajiban untuk mengakurkan keduanya. Setelah tercapai

kesepakatan maka ditetapkan waktu yang tepat untuk menyatukan kembali pelaksanaan

upacara dan lokasi yang paling ideal adalah Delleng Simenoto karena persis ada

(41)

perdamaian seorang bermarga Bancin memahat sebuah patung kadal yang hingga

sekarang tetap berada dilokasi.

Waktu pelaksanaan upacara ritual menanda tahun menurut informan selalu

sekitar Mei atau Juni. Pertimbangannya karena pada bulan-bulan tersebutlah musim

hujan tiba sehingga cocok dengan musim tanam. Tentang hari pelaksanaannya

ditentukan berdasarkan kalender tradisional (meniti ari). Dalam kalender lokal dikenal

hari-hari baik dan tidak baik. Jadi pilihan dijatuhkan pada hari yang baik. Seperti pada

upacara menanda tahun pada tahun 1991, ditetapkan tanggal 1 juni 1991 tepatnya hari

sabtu, yang dalam penanggalan menurut warga setempat disebut beraspati naik (hari

yang baik untuk menanam).

4.1.1Membunyikan Tabularang

Dalam melaksanakan upacara menanda tahun selalu diawali dengan pertaki

(tokoh adat) untuk menyebarluaskan pengumuman dengan membunyikan tabularang.

Pengumuman dilaksanakan dengan menyembunyikan tabularang(lonceng yang terbuat

dari kaleng-kaleng) sambil mengumumkan kepada masyarakat secara lisan untuk

berkumpul ditempat yang telah ditentukan dalam rangka melaksanakan rapat persiapan

pelaksanaan menanda tahun.

Setelah dapat hari dan tanggal yang telah ditentukan dalam pengumuman maka

masyarakat datang berkumpul untuk melaksanakan rapat, dimana dalam rapat tersebut

dihadiri oleh utusan-utusan Rube (kampung) dan tidak ketinggalan juga kaum

perempuan aktif dalam menghadiri rapat tersebut, dan selalu turut diundang

(42)

4.1.2. Runggu

Rapat dalam bahasa Pakpak disebut runggu, dalam melaksanakan rapat dipinpin

oleh pertaki (tokoh adat). Didalam melaksanakan rapat pertama sekali memberikan kata

sambutan ialah pertaki (tokoh adat).

Hal-hal yang dibahasa dalam rapat menanda tahun tersebut adalah:

1) Pemilihan sukut menanda tahun (tuan rumah);

2) Pembentukan panitia acara menanda tahun;

3) Penentuan waktu atau hari pelaksanaan menanda tahun;

4) Pendanaan menanda tahun;

5) Penunjukan sibaso/guru (dukun) pemimpin upacara ritual menandatahun;

6) Pembagian bata-batas lahan perladangan dan ;

7) Penentuan waktu gotong royong untuk persiapan lahan penanaman padi serta

keputusan-keputusan hal lainnya untuk kelancaran dalam acara ritual menanda

tahun.

Hasil keputusan rapat menanda tahun tersebut diumumkan kepada masyarakat

dengan membunyikan kembali tabularang (lonceng) dengan berkeliling di Sisada Rube

(kampung). Adapun hal-hal yang diumumkan kepada masyarakat di Sisada Rube

(kampung) adalah pengumuman biaya bersama dalam pelaksanaan menanda tahun .

Biaya pelaksanaan menanda tahun sejak jaman dahulu adalah hasil dari swadaya

(43)

menanda tahun. Adapun pungutan yang dikenakan pada masyarakat dengan takaran

beras sebanyak tiga muk dalam setiap rumah tangga. Pada saat memberikan sumbangan

beras tersebut masyarakata wajib mengucapkan kata-kata atau doa-doa seperti berikut

ini:

“En mo tuhu beras menanda tahun ndai, asa lambang mo tuhu dukut, mberras mo tuhu

page ndaoh karina pengago”

“Inilah beras untuk menanda tahun tadi , jauhlah semua hama-hama dan bertambahlah

hasil panen kita nantinya”.

Setelah beras terkumpul semuanya maka beras tersebut diserahkan kepada sukut

(tuan rumah) menanda tahun, dan biasanya jumlah beras yang terkumpul sebanyak 27

kaleng (270 liter). Beras yang terkumpul inilah nantinya yang akan digunakan untuk

keperluan makan bersama atau pun disebut sebagai nakan tendi.

4.1.3. Ritual Pemberangkatan Mersiurup-urupen

Mersiurup-urupen (gotong royong) adalah merupaka salah satu tradisi yang

selalu dilakukan masyarakat Sisada Rubesampai pada saat ini untuk saling

meringankan pekerjaan secara bersama-sama. Sebelum berangkat keladang masyarakat

berkumpul ditempat yang telah ditentukan untuk memanjatkan doa pemberangkatan

rumabi (membuka lahan ) yang dilakukan warga dengan bergotong royong.

Ritual pemberangkatan gotong royong dilaksanakan oleh sibaso atau pemimpin

ritual dengan tujuan supaya dalam melaksanakan gotong royong dan pembagian

batas-batas lahan masyarakat aman, dan tidak mendapatkan gangguan fisik atau gangguan

(44)

“O ale pengulu balang balangse en mo kuberreken pelleng sicina mbara merdenganken

daroh matah, asa aremben laus dukak en lako tumabah asa ulang mengugahi i

tumabah ndaoh hali ndaoh habat, murah rejeki, tambah mo perejekinna ibas ia

mengulaken ulanna i i juma nai i sidari baremben nai”

“Wahai penguasa alam gaib ini kami persembahkan pelleng sicina mbara dan darah

ayam yang mentah, dimana besok anak kami ini berangkat kehutan untuk mengerjakan

pekerjaannya, jauh-jauhlah semua mara bahaya, dan murahlah rejekinya sewaktu dia

mengerjakan pekerjaannya itu diladang mulai hari esok sampai selama-lamanya”.

Setelah acara ritua pembukaanlahan selesai, maka warga/masyarakat makan

pelleng (makanan khas) bersama yang telah disediakan sukut (tuan rumah) menanda

tahun yang dikerjakan secara bergotong royong.

4.1.4. Menoto

Menoto(berdoa) adalah doa-doa yang dipanjatkan sebagai bentuk penghormatan

kepada leluhur agar terhindar dari segala bahaya dan hasil tani nantinya mendapatkan

hasil yang memuaskan.

Adapun doa dalam menoto tersebut adalah sebagai berikut:

“Aku sidari en nai mo katengku kumulai menoto, kerna ibas sidari en ma ngo ari

mende ibas perberkatta lako perbagian tanohta en”

“Mulai hari inilah akan kumulai menoto, karena hari inilah hari yang baik untuk kita

(45)

“En simbernaik ku kabus iterruh nai laus mibabo asa menangkih mo karina perejekin

nami mulai sidari en nai soh mi ari kaduian”

“Inilah simbernaik (pohon hutan) saya bersihkan dari bawah keatas supaya naiklah

semua rejeki kami mulai hari ini sampai selama-lamanya).

“En waren kutanemken penggancih pengago, asa tanem karina pengago isenda nai

ulang lot ne mengidah kami”

“Inilah tali kutanam sebagai pengganti hama, biar tertanamlah semua hama mulai dari

sekarang dan tidak ada yang dapa melihat kami”.

“Enggo kutultuli ndai golokku lako berkat misen, lako mengrabiken perjuman en

mahan kenggeluhen. Asa ciboni mo karina segala pengago, ulang nenge roh pengago

mendahiken kami sisada dungguken en mulai sidari en nai”

“sudah kutempa tadi parangku sebelum berangkat ketempat ini, untuk membuka ladang

ini sebagai sumber kehidupan. Kiranya semua hama akan sembunyi dan tidak akan

mengganggu dan tidak mendatangi kami satu keturunan mulai hari ini”.

4.1.5. Tumabah

Tumabah adalah menebang pohon-pohon untuk membuka perladangan. Biasanya

tumabah dilakukan dihutan, dengan tujuan dari tumabah ini adalah untuk

memepermudah penanaman padi dan juga sebagi proses untuk pembersihan lahan agar

nantinya tanaman padi yang telah ditanam akan tumbuh dan mendapatkan sinar

matahari. Dan didalam tumabah ini hal-hal yang dilakukan juga adalah

(46)

perladangan agar tidak menghalangi pertumbuhan tanaman. Setelah itu diadakan juga

rumabi (pebersihan rerumputan) supaya tidak menghalangi penanaman dan

pertumbuhan padi yang yang ditanam nantinya.

4.1.6. Menuluhi/ Menutungi

Setelah tanaman penggangu ditebang, rumput dikumpulkan dan lahan dibersihkan

dengan membakar rumput yang telah dikumpulkan.

Sebelum menutungi (membakar) terlebih dahulu penutungi (orang yang

membakar) memakan napuren penter (sirih) sebagai penghormatan kepada penguasa

alam gaib dan juga memanjatkan doa-doa terhadap penguasa alam gaib supaya tidak

ada halangan untuk penanaman dan hasil panen akan melimpah ruah.

Adapun doa yang diucapkan penutungi (orang yang membakar rumput) adalah

sebagai berikut:

“En mo pung aku naing menutungi. Bage penutungi rambah en mo tuhu karina sinasa

pengago mulai sidaren nai sakat mikaduan, asa messeng mo tuhu karinana pengago i.

Makin tambahna mo rejeki nami karinana sisada rube ”

“Kakek/nenek saya ingin membakar. Seperti pembakaran rumput inilah semuanya

hama mulai dari sekarang sampai selamanya, biar terbakarlah semua hama tersebut,

makin bertambahlah rejeki kami mulai sekarang sampai selama-lamanya satu kampung

ini”.

(47)

Menghabam adalah merupakan penghormatan kepada penguasa alam gaib dengan

menanam tumbuhan tertentu yang dianggap memiliki makna yang tersirat didalam

kehidupan masyarakat.setiap orang Pakpak mengadakan upacara adat baik upacara

sukacita maupun dukacita tanaman ini harus ada.

Adapun jenis tanaman tersebut antara lain:

1) Bengkuang;

2) Sampilit;

3) Turbangen

4) Silinjuhang;

5) Tebbu;

6) Galuh sintabar

Tanaman ini ditanam ditengah-tengah perladangan disekitar penebangan pohon,

dengan tujuan tanaman padi terlindung dari segala hama. Adapun doa yang dipanjatkan

padasaat menghabam (penanaman tumbuhan) diatas adalah sebagai berikut:

“En mo tuhu bengkuang kusuan. En bengkuang en asa ulang lot pengago-pengago

baho sinasa permaran’

“Inilah kutanam bengkuang, ini kutanam supaya tidak ada hama dan turunnya hujan es

dan tidak ada mara bahaya”.

“En mo tuhu kusuan sampilit, asa mpilit mo tuhu karina sinasa jadi, pilit karina simada

toko i juma en nai”

“Inilah kutanam tumbuhan sampilit, biar pergilah semua yang tidak baik dari ladang

(48)

“En mo tuhu kusuan turbangen asa terbang milangit mo tuhu karina sinasa jadi dekket

pengago karina ijuma en nai”

“Inilah kutanam turbangen(bangun-bangun) supaya terbang kelangitlah segala hama

dan semuanya yang tidak baik dari ladang ini”.

“En mo tuhu kusuan silinjuhang, asa bage silinjuhang en mo perberitaan ijuma en nai”

“Inilah kutanam tumbuhan silinjuhang, supaya seperti silinjuhang inilah berita dari

ladang ini”.

“En mo tuhu kusuan tebbu, asa bage pertenggi tebbu en mo kenggeluhen dekket

perasan, tenggimo perejekin soh mi ari podi”

“Inilah kutanam tebu, seperti tebu inilah kehidupan dan pemikiran, dan manislah serlalu

rejeki sampai akhir jaman”.

“En mo tuhu kusuan galuh sitabar, asa bage galuh sitabar en mo mentabar karina

marang kade silot ibabo tanoh en”

“Inilah kutanam pisang sitabar, seperti pisang sitabar inilah semuanya, yang bisa

mengobati segala penyakit yang ada dibumi ini”.

(49)

Pada pagi harinya semua warga masyarakat Sisada Rube berangkat kegunung

kelokasi tempat menanda tahun, dimana lokasi yang telah ditetapkan di Delleng

Simenoto. Tempat ini berada di kaki gunung, dimana ditempat ini sudah dibuat tanda

menanda tahun.

Tanda tersebut yaitu sebuah patung cicak yang terbuat dari ukiran batu.

masyarakat memegang hak ulayat Sisada Rube adalah marga Manik. Sehingga sukut

(tuan rumah)menanda tahun harus dari marga Manik. Adapun marga yang lain yang

tinggal menetap di Sisada Rube adalah marga lain yang memperistri putri marga Manik

dan mereka disebut berru dan marga lain pengambilan istri oleh marga Manik dan

mereka disebut puang.

Antusias masyarakat dalam pelaksanaan menanda tahunsangat besar. Kelompok

anggota masyarakat datang berbondong-bondong menghadiri acara tersebut diantaranya

sukut “pelaksana utama”, pegetuai marga Manik “tokoh masyarakat”, kelompok desa,

kelompok berru“pengambil gadis”, kelompok puang “pemberi gadis”, simatah daging

“pemuda-pemudi”, sibaso/guru “pemimpin ritual”, pengurus agama.

Semua hal-hal atau peralatan yang telah disiapkan seperti: pelleng “makanan khas

Pakpak”, ranting pohon rube, ardang “tugal”, pancungan bambu, jennap“parang

khusus”, benih padi, peramaken “tikar pandan”, ayam kurban satu ekor, napuren penter

“sekapur sirih”, dan tudung kepala diletakkan ata disusun disekitar batu cicak.

Batu cicak yang sudah berusia puluhan tahun bahkan ratusan tahun dan juga

dibuat aula sebagai tempat masyarakat untuk mengikuti acara menandatahun. Aula

tersebut juga adalah sebagai tempat ibu-ibu membungkusi pelleng “makanan khas suku

Pakpak”. Makanan itu disediakan untuk seluruh masyarakat yang hadir dalam upacara

(50)

dimasak dengan air santan dan diberi kunyit dan bumbu-bumbu untuk memberikan

warna yang khas serta diberikan cabe merah. Daun pembungkus adalah yang diambil

dari tumbuhan hutan dalam bahasa Pakpak disebut langge yang menambah rasa wangi

yang khas.

4.1.9. Ritual Menanda Tahun

Setelah perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan tersedia dan kesepakatan

mengenai haripun telah disepakati, maka upacara menandatahun pun segera

dilaksanakan.

Ada permulaan acara diadakan serah terima olehsukut“tuan rumah”menanda

tahun pada tahun lalu kepadasukut“tuan rumah”menanda tahun tahun ini. Selaku sukut

“tuan rumah” berperan penting dalam pelaksanaan ritual menanda tahun. Sebagai sukut

“tuan rumah”menandatahun mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dituruti

selama satu tahun. Kewajiban-kewajiban atau tabu-tabu yang harus dijalankan dalam

satu tahun tersebut adalah tidak bisa memotong rambut selama satu tahun. Kemudian

kewajiban yang harus ditaati selama proses berjalannya upacara ritual menanda tahun

tidak bisa mencabut suatu tanaman, dan tidak bekerja keladang.

Setelah selesai acara penyerahan sukut“tuan rumah”menanda tahun tahun lalu

kepada sukut“tuan rumah”menanda tahun tahun ini, maka sukut“tuan rumah”menanda

tahun untuk tahun ini memberikan kata sambutan atau ucapan terima kasih kepada

sukut “tuan rumah”menanda tahun tahun lalu karena telah memberikan kepercayaan

(51)

Acara selanjutnya dipegang oleh sibaso/guru “dukun” untuk pemotongan ayam

kurban. Namun, sebelum melakukan pemotongan ayam kurban, sibaso/guru “dukun”

terlebih dahulu memanjatka doa. Adapun doa yang dipanjatkan adalah sebagai berikut

ini:

“En mo tuhu manuk kuseat, barang ise pe nahan melanggar perbuaten nasa bana mo

ko menggagat. Ibagasen sidaren kuberre kami mo ko mangan, mangan mo ko. Kami

isen sisada rube si enem kuta imo nalako merbulaban ibagasen katika en. Marang kade

pe nahan simasa ikatika en bagahken mo. Janah barang ise pe nahan melanggar

pati-patin si kuulaken kami en asa bana mo ko menggagat. Jadi ibagasen sidaren kami lako

mengulaken ulan nami imo ulan pertahunen. Asa tuhu mo begeken empung pengisi

ladang en, merembahken simerandal, merembahken sari matua, asa beak gabe kami

imo sisada rube sienem kuta ibagasen sidaren nai, janahpe mula siso sellohna i ulaken

kami marang pe ise simelanggar pati-patin en, syarat-syaraten en bana mo ko

sumempa, bana moko menggagat asa anggiat kami ibagasen sisada rube sienem kuta

gabe merembahken kini beak, mangan moko.”

“Inilah ayam kupotong, barang siapa nantinya melanggar perjanjian ini, kepada dialah

karma itu. Pada hari ini kami akan memberikan engkau makan, makanlah engkau.

Kami disini Sisada Rube Sienem Kuta untuk melaksanakan perjanjian. Apapun

nantinya yang akan terjadi berilah petunjukmu, dan barang siapa yang melanggar

peraturan-peraturan yang kami kerjakan ini dialah yang akan mendapatkan karmanya.

Jadi, pada hari ini kami akan mengerjakan pekerjaan kami yaitu pekerjaan/doa tahunan.

Kami mohon dengarkanlah penguasa pengisi alam gaib, membawa kebaikan, membawa

panjang umur, murah rejeki kami yang ada di Sisada Rube Sienem Kuta mulai pada

Gambar

Gambar batu tetal (patung cicak) batu perjanjian
Gambar pancungan bambu yang terdiri dari tujuh buah yang melambangkan
Gambar penulis dengan informan (Bapak Tema Manik 47 tahun).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini membahas tentang tindak tutur yang digunakan dalam Wacana Merbayo pada upacara perkawinan Batak Pakpak, bertujuan untuk mengetahui apa saja jenis

Berdasarkan judul skripsi ini maka teori yang digunakan untuk mengkaji upacara adat balik ulbas dalam Perkawinan Masyarakat Pakpak Di Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu

Tari ini berfungsi sebagai upacara ritual dalam kehidupan masyarakat Banjar di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.Tari Barong Banjar merupakan tari

Tari ini berfungsi sebagai upacara ritual dalam kehidupan masyarakat Banjar di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.Tari Barong Banjar merupakan tari

Gendang Mengkerboi dalam Upacara Ncayur Ntua Masyarakat pakpak di Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat.‖ Tujuan utama skripsi ini

Skripsi ini berjudul ―Analisis Fungsi dan Struktur Ritme Repertoar Gendang Mengkerboi dalam Upacara Ncayur Ntua Masyarakat pakpak di Desa Natam Jehe, Kecamatan

Alamat : Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat.. Alamat : Kecamatan Salak, Kabupaten

ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL NANGEN NANDORBIN PADA MASYARAKAT PAKPAK DI DESA SUKARAMAI KECAMATAN KERAJAAN PAKPAK BHARATO.