Secara umum ada beberapa asas yang berlaku bagi jaminan, baik gadai maupun fidusia, hak tanggungan dan hipotik. Menurut Sutan Remy Sjahdeni, asas-asas tersebut adalah:95
1) Hak jaminan memberikan kedudukan yang didahulukan bagi kreditor pemegang hak jaminan terhadap para kreditor lainnya.
95Sutan Remy Sjahdeini,Hak Jaminan dan Kepailitan, Jakarta, Makalah yang disampaikan dalam Sosialisasi Undang-undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, 9-10 Mei 2000, hal.7.
2) Hak jaminan merupakan hak assesoir terhadap perjanjian pokok yang dijamin tersebut. Perjanjian pokok yang dijamin itu ialah perjanjian utang-piutang antara kreditor dan debitor. Artinya, apabila perjanjian pokoknya berakhir, maka perjanjian hak jaminan demi hukum berakhir pula.
3) Hak jaminan memberikan hak separatis bagi kreditor pemegang hak jaminan itu. Artinya, benda yang dibebani dengan hak jaminan itu bukan merupakan harta pailit dalam hal debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan.
4) Hak jaminan merupakan hak kebendaan. Artinya, hak jaminan itu akan selalu melekat di atas benda tersebut (atau selalu mengikuti benda tersebut) kepada siapapun juga benda beralih kepemilikannya.
5) Kreditor pemegang hak jaminan mempunyai kewenangan penuh untuk melakukan eksekusi atas hak jaminannya. Artinya, kreditor pemegang hak jaminan itu berwenang untuk menjual sendiri, baik berdasarkan penetapan pengadilan maupun berdasarkan kekuasaan yang diberikan undang-undang, benda yang dibebani dengan hak jaminan tersebut dan mengambil hasil penjualan tersebut untuk melunasi piutangnya kepada debitor.
6) Karena hak jaminan merupakan hak kebendaan, maka hak jaminan berlaku bagi pihak ketiga. Oleh karena hak jaminan berlaku bagi pihak ketiga, maka terhadap hak jaminan berlaku asas publisitas. Artinya, hak jaminan tersebut harus didaftarkan di kantor pendaftaran hak jaminan yang bersangkutan. Asas publisitas tersebut dikecualikan bagi hak jaminan gadai.
Asas jaminan fidusia menurut Tan Kamello berdasarkan UUJF, adalah sebagai berikut:
1) Bahwa kreditor penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditor yang diutamakan dari kreditor-kreditor lainnya.
2) Bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada (droit de suite atau zaaksgevolg).
3) Bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan yang lain disebut asas asesoritas.
4) Bahwa jaminan fidusia dapat diletakkan atas hutang yang baru akan ada (kontijen).
5) Bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan ada. 6) Bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap bangunan/ rumah yang
terdapat di atas tanah milik orang lain.
7) Bahwa jaminan fidusia berisikan uraian secara detail terhadap subjek dan objek jaminan fidusia.
8) Bahwa pemberian jaminan fidusia harus orang yang memiliki kewenangan hukum atas objek jaminan fidusia.
9) Bahwa jaminan fidusia harus didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia. 10) Bahwa benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tidak dapat dimiliki oleh
11) Bahwa jaminan fidusia memberikan hak prioritas kepada kreditor penerima fidusia yang terlebih dahulu mendaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia daripada kreditor yang mendaftarkan kemudian.
12) Bahwa pemberi jaminan fidusia yang tetap menguasai benda jaminan harus mempunyai itikad baik.
13) Bahwa jaminan fidusia mudah dieksekusi.96 4. Proses Terjadinya Jaminan Fidusia
Adanya jaminan fidusia dikarenakan adanya Perjanjian Pokok. Mengingat sifat dari Perjanjian Jaminan Fidusia itu sendiri adalah bersifat accesoir, yang mana hal demikian ditegaskan oleh Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menyebutkan bahwa perjanjian Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi yaitu memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang.
Perjanjian fidusia yang merupakan suatu perjanjian accesoir memiliki sifat sebagai berikut :97
a. Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok; jamina fidusia terikat dengan perjanjian pokok, sehingga jaminan fidusia bersifat accesoir dan mengikuti perjanjian dasar, sehingga batalnya perjanjian dsar secara hukum akam membatalkan perjanjian assesor yang mengikuti perjanjian dasar tersebut. b. Keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah atau tidaknya perjanjian
pokok;
96Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Bandung: Alumni, 2004, hal.159-170.
c. Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang diisyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak terpenuhi.
Perihal yang menyatakan bahwa Perjanjian Jaminan Fidusia bersifat ikutan atau bersifat assesor dari suatu perjanjian pokok jelas sangat berbeda dengan anggapan yang berlaku di Jerman, bahwafiduciaire eigendoms overdracht(feo) tidak bersifat assesor. Akibat dari sifat ikutan jaminan fidusia adalah bahwa jaminan fidusia hapus demi hukum bilamana utang yang dijamin dengan jaminan fidusia hapus.98
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia menentukan bahwa jaminan fidusia diberikan sebagai agunan bagi pelunasan utang. Selanjutnya Pasal 1 angka 7 dan Pasal 7 Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatur lebih lanjut jenis utang yang pelunasannya dapat dijamin dengan jaminan fidusia.99
Adapun hutang yang lahir karena undang-undang adalah misalnya kewajiban membayar ganti rugi karena perbuatan melawan hukum100 dan negotiorum gestio (zaakwaarneming)101, sedangkan utang yang lahir karena perjanjian adalah kewajiban untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu102. Contoh :
98J. Satrio,Op. Cit,hal 128.
99
Dengan adanya kedua ketentuan yang terdapat dalam UUJF tersebut, perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan hutang yang pemenuhannya dapat dijamin dengan jaminan fidusia tidak terbatas pada pengertian utang sebagaimana dimaksud dalam kedua pasal tersebut, melainkan mencakup setiap perikatan (verbintenis) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1233 dan Pasal 1234 KUHPerdata.
100Perhatikan Pasal 1365 KUHPerdata
101Perhatikan Pasal 1354 – 1357 KUHPerdata
a. Kewajiban debitur untuk memenuhi kembali pembayaran pinjaman kepada krediturnya.
b. Kewajiban seorang penjamin untuk melunasi utang yang telah dijamin bilamana debitur wanprestasi.
c. Kewajiban seorang pemasok atau suplier untuk menyerahkan barang yang dijualnya kepada yang membeli.
d. Kewajiban pemilik sebidang tanah untuk tidak menutup jalan masuk ke rumah tetangganya yang melintasi bidang tanah tersebut karena telah dibuat perjanjian atas objek tanah tersebut/diperjanjikan (servituut).
Segala bentuk hutang yang disebutkan di atas tersebut adalah hutang yang dapat di tuntut di depan pengadilan, karena hutang tersebut dapat dijamin dengan jaminan fidusia. Sehubungan dengan jenis hutang tersebut di atas, perlu diperhatikan juga bahwa hutang yang lahir karena perjudian, pertaruhan tidak dapat dituntut pemenuhannya dan oleh sebab itu tidak dapat dikenakan beban jaminan fidusia atau jaminan lainnya.103
Fidusia sebagai jaminan diberikan dalam bentuk perjanjian memberikan pinjaman uang, kreditur mencantumkan dalam perjanjian itu bahwa debitur harus menyerahkan barang-barang tertentu sebagai jaminan pelunasan hutangnya. Sehingga dalam perjanjian fidusia keditur memperjanjikan kuasa/kewenangan mutlak dalam
arti bisa ditarik kembali dan tidak akan berakhir atas dasar sebab-sebab sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1813 KUHPerdata dalam hal debitur wanprestasi :104
a. Mengambil sendiri benda fidusia di tangan debitur/pemberi fidusia kalau debitur/pemberi jaminan atas tuntutan dari kreditur tidak secara sukarela menyerahkan benda fidusia kepada kreditur;
b. Menjual benda tersebut sebagai haknya sendiri, baik secara di bawah tangan maupun di depan umum, dengan harga dan syarat-syarat yang dianggap baik oleh lembaga pembiayaan;
c. Dalam hal ada penjualan, menandatangani akta perjanjiannya menerima hasil penjualan tersebut, menyerahkan benda fidusia kepada pembeli dan memberikan tanda penerimaannya.
1) Antara pemberi dan penerima fidusia dengan demikian merupakan perikatan yang sifatnya assesor, yakni merupakan perikatan yang membuntuti perikatan lainnya sedangkan pokoknya ialah hutang piutang; 2) Perikatan fidusia dengan demikian merupakan perikatan dengan syarat
batal, karena kalau hutangnya dilunasi maka hak jaminannya hapus; 3) Perikatan fidusia itu terjadi karena perjanjian pemberian fidusia sebagai
jaminan sehingga dapat dikatakan bahwa sumber perikatannya adalah perjanjian, yakni perjanjian fidusia;
4) Perjanjian itu merupakan perjanjian yang tidak dikenal oleh KUHPerdata, oleh karena demikian juga perjanjian tidak bernama innominat atau onbenoemde overeenkomst;
5) Perjanjian tersebut tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan umum tentang perikatan yang terdapat dalam KUHPerdata.
Perjanjian jaminan fidusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dilaksanakan melalui 2 (dua) tahap, yaitu tahap pembebanan dan tahap pendaftaran jaminan fidusia. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang jaminan Fidusia dinyatakan :
Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan Akta Notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Akta Notaris merupakan salah satu wujud akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata.
Setelah tahapan pembebanan dilaksanakan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Jaminan Fidusia akta perjanjian jaminan fidusia tersebut diwajibkan untuk didaftarkan berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia, yang menyatakan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan.
Adapun tata cara pendaftaran jaminan fidusia yang dilakukan oleh penerima fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia sehubung adanya permohonan pendaftaran jaminan fidusia oleh penerima fidusia, diatur lebih lanjut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan
Fidusiayang digantikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia yang dianggap lebih mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sebagaimana yang dicantum pada pembukaan Perturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015.
Yang membedakan pengaturan baru diantara Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 yaitu antara lain :105 a. Adanya kewajiban bagi Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya untuk memberitahukan penghapusan Jaminan Fidusia. Pemberitahuan penghapusan tersebut tidak dikenakan biaya. Dengan tidak adanya biaya yang dikenakan diharapkan Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dapat melakukan pemberitahuan penghapusan Jaminan Fidusia tersebut dengan sukarela dan tanpa beban. Hal ini memudahkan bagi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk melakukan pemantauan terhadap Jaminan Fidusia yang sudah berakhir atau akan berakhir jangka waktunya;
b. Besarnya biaya pembuatan akta Jaminan Fidusia ditentukan berdasarkan nilai penjamin yang mengacu pada besarnya biaya pembuata akta yang diatur dalam Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; dan
105Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 tentangTata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
c. Adanya ketentuan bahwa seluruh data yang diisi dalam permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia, permohonan perbaikan sertifikat Jaminan Fidusia, permohonan perubahan sertifikat Jaminan Fidusia, dan pemberitahuan penghapusan sertifikat Jaminan Fidusia secara elektronik serta penyimpanan dokumen fisiknya menjadi tanggung jawab Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya.
Jika terdapat perubahan dalam bentuk apapun terhadap data yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia, maka Penerima Fidusia atau melalui kuasanya ataupun melalui wakilnya wajib mengajukan permohonan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui portal yang tersedia secara elektronik.
Bagi kreditur Penerima Fidusia adalah merupakan suatu keuntungan bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia tertulis kata yang bertuliskan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang berarti mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Ini berarti apabila debitur wanprestasi, maka Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual objek yang dijadikan beban Jaminan Fidusia atas kekuasaan kreditur sendiri.106
Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia maka pendaftaran fidusia dilakukan dengan elektronik mencakup permohonan
pendaftaran jaminan fidusia, permohonan perbaikan sertifikat jaminan fidusia, permohonan perubahan sertifikat jaminan fidusia dan pemberitahuan penghapusan sertifikat jaminan fidusia. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia tersebut wajib menyertakan identitas pihak pemberi fidusia dan penerima fidusia. Kemudian terdapat tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia ini diajukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembuatan akta jaminan fidusia. Setelah melakukan permohonan, pemohon memperoleh bukti pendaftaran. Bukti pendaftaran tersebut mencakup nomor pendaftaran, tanggal pengisian aplikasi, nama pemohon, nama kantor pendaftaran fidusia, jenis permohonan dan biaya pendaftaran jaminan fidusia.107