BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.6 Jaminan Hari Tua
Jaminan Hari Tua adalah Jaminan yang memberikan kepastian dan keamanan terhadap resiko-resiko ekonomi, dan merupakan sarana penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja dan keluarganya akibat dari resiko sosial. Santunan berupa uang yang dibayarkan secara sekaligus atau berkala atau sebagian dan berkala kepada tenaga kerja karena:
1. Telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun atau; 2. Cacat total tetap setelah ditetapkan oleh dokter.
Usia pensiun 55 tahun atau cacat total tetap dapat mengakibatkan terputusnya upah karena tidak mampu lagi bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat
menimbulkan kerisauan bagi pekerja dan mempengaruhi pekerja sewaktu mereka bekerja, terutama bagi mereka yang penghasilannya rendah.
Program Jaminan Hari Tua dapat dibedakan antara program manfaat pasti dan program iuran pasti yaitu:
1. Program manfaat pasti (defined benefit), yaitu program yang manfaatnya ditetapkan dalam ketentuan yang mengaturnya, sedangkan iuran disesuaikan dengan manfaat tersebut.
2. program iuran pasti (defined contribution), yaitu Iurannya ditentukan dalam ketentuan yang mengaturnya, sedangkan manfaat bergantung pada akumulasi iuranan hasil pengembangan (Wahab, 2001: 144-145).
Badan penyelenggara (PT. Jamsostek) menetapkan besarnya Jaminan Hari Tua paling lambat 30 hari sebelum tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun dan memberitahukan kepada yang bersangkutan. Ketentuan ini dimaksudkan agar Jaminan Hari Tua dapat dibayarkan kepada tenaga kerja tepat pada waktunya, selain untuk memberi kesempatan kepada tenaga kerja untuk memilih cara pembayaran Jaminan Hari Tua, baik secara berkala maupun sekaligus.
Menurut Undang-Undang No 3 tahun 1992, besarnya iuran jaminan hari tua ditetapka sebagai berikut:
1. Perusahaan menanggung iuran sebesar 3,70%.
2. Tenaga kerja menanggung iuran sebesar 2%. (Wahab, 2001: 156).
Pembayaran Jaminan Hari Tua kepada tenaga kerja dapat dilakukan:
1. Secara sekaligus apabila jumlah Jaminan Hari Tua yang harus dibayarkan kurang dari Rp. 3.000.000,-(tiga juta rupiah) atau
2. Secara berkala apabila seluruh jumlah Jaminan Hari Tua mencapai Rp.3.000.000,-(tiga juta rupiah) atau lebih, dan dilakukan paling lama 5(lima) tahun.
Pembayaran Jaminan Hari Tua secara berkala yang dimaksud diatas dilakukan atas pilihan tenaga kerja yang bersangkutan dan bukan ditetapkan oleh Badan Penyelenggara. Apabila tenaga kerja meninggalkan wilayah Indonesia untuk selama-lamanya pembayaran Jaminan Hari Tua dilakukan sekaligus (Kansil, 1997: 79).
Berdasarkan pengajuan permintaan pencairan dana tersebut maka badan penyelenggara menetapkan syarat dan ketentuan pengajuan pencairan dana Jaminan Hari Tua, yaitu:
Syarat kelengkapan berkas
1. KTP/ SIM (yang masih berlaku)
2. Kartu keluarga (alamat harus sesuai KTP/SIM) 3. Kartu peserta Jamsostek
4. Surat keterangan berhenti bekerja dari perusahaan 5. Saldo Jamsostek (jika ada)
Ketentuan
1. Kepesertaan Jamsostek minimal sudah 5 tahun 1 bulan 2. Sudah berhenti dari perusahaan minimal 1 bulan.
Tenaga kerja yang akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dapat mengajukan permintaan pembayaran Jaminan Hari Tua dengan meneyerahkan kartu peserta dan mengisi formulir 5 Jamsostek dan disertai dengan bukti-bukti sebagai berikut:
2. Photo copy paspor.
3. Photo copy visa bagi tenaga kerja Warga Negara Indonesia.
Sama halnya dengan tenaga kerja yang menyandang cacat total tetap untuk selamanya, berhak mengajukan permintaan pembayaran Jaminan Hari Tua Jamsostek dan disertai dengan bukti-bukti sebagai berikut:
1. Kartu peserta.
2. Surat keterangan dokter (Kansil, 1997: 116-117).
2.7. Kesejahteraan Sosial
kesejahteraan (welfare) ialah dua kata benda yang dapat diartikan nasib yang baik, keseahatan, kebahagiaan, dan kemakmuran. Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk pada keadaan yang baik, kondisi masyarakat dimana orang-orangnya dalam keadaan makmur, sehat, dan damai.
Kesejahteraan sosial dalam arti sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Taraf kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisiknya belaka, tetpi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spiritual (Adi, 2005: 40).
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kesejahteraan sosial adalah suatu kondisi atau keadaan sejahtera fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya perbaikan-perbaikan penyakit-penyskit sosial tertentu saja. Kemudian pengertian tersebutdisempurnakan menjadi: suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuain timbale balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama melalui teknik-teknik dan metode-metode dengn maksud agar supaya kemungkinan individu-individu,
kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah penyesuaian diri mereka terhadap perubahan pola-pola masyarakat, serta melalui tindakan kerja sama untuk memperbaiki kondisi-kondisi ekonomi dan sosial.
Dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial dilakukan berdasarkan asas: 1. Kesetiakawanan. 2. Keadilan. 3. Kemanfaatan. 4. Keterpaduan. 5. Kemitraan. 6. Keterbukaan. 7. Akuntabilitas. 8. Partisipasi. 9. Profesionalitas. 10.Keberlanjutan.
Kesejahteraan sosial memiliki beberapa makna yang relatif berbeda, meskipun substansinya tetap sama. Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi, yaitu:
1. Kondisi kehidupan atau keadaan kesejahteraan, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani dan sosial.
2. Institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial.
3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera (Suhartono, 2009: 2).
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan informasi mengenai konsep dari istilah yang digunakan dalam statistik kesejahteraan sosial diantaranya adalah kondisi rumah tangga, luas lantai, daerah perkotaan atau pedesaan, probabilitas bayi mati sebelum mencapai usia satu tahun, keluhan masyarakat terhadap kesehatan imunisasi, pasien rawat inap, status gizi, narapidana, aksi dan korban kejahatan. Dari kelompok tersebut BPS melakukan pengelompokan menjadi lima indikator dalam pengukuran kesejahteraan sosial, yaitu:
a. Kesehatan b. Pendidikan
c. Akses menjangkau media massa d. Perumahan
e. Gizi (http://www.blogspot.com/unpad).
2.7.1. Pengertian Usaha Kesejahteraan Sosial
Pengertian usaha kesejahteraan sosial sebagai suatu aktivitas biasanya disebut sebagai Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS). Dalam skala dan perspektif makro, Usaha Kesejahteran Sosial ini pada intinya menunjuk pada apa yang ditanah air dikenal dengn nama Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS). Perlu dijelaskan
disini b ahwa konsep mengenai pembangunan kesejahteraan sosial merupakan istilah khas di Indonesia. Dinegara-negara lain, seperti di AS, Selandia Baru, Inggris atau Australia, konsep mengenai Social Welfare Development kurang dikenal. Dalam benak publik UKS atau PKS (Suhartono, 2008: 4).
Peningkatan taraf hidup masyarakat diwujudkan dengan berbagai bentuk usaha kesejahteraan sosial yang konkret. Usaha kesejahteraan sosial mengacu pada program, pelayanan dan berbagai kegiatan yang konkret (nyata) berusaha menjawab kebutuhan atau masalah yang dihadapi anggota masyarakat. usaha kesejahteraan sosial itu sendiri dapat diarahkan pada individu, keluarga, kelompok, ataupun komunitas.
Usaha kesejahteraan sosial adalah usaha yang nyata untuk membangun seluruh masyarakat agar terciptanya kesejahteraan bangsa dan negara. Usaha ini dilakukan untuk memperbaiki tatanan yang dilihat sudah mempunyai nilai buruk yang fungsi sosialnya sudah tidak terlaksana. Hal ini diperlukan pembenahan agar terciptanya suasana yang sejahtera disetiap negara. Usaha kesejahteraan sosial ini dilakukan dngan cara melakukan pembangunan. Pembangunan yang dilakukan tujuannya adalah memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Pembangunan ini dilakukan disetiap Negara dengan perencanaan dan strategi yang matang.
Tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah untuk meningkatkan kualitas hidu manusia secara menyeluruh yang mencakup:
1. meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup. 2. memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian.
3. meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial.
4. meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggung jawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan.
5. meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; dan
6. meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Dalam kaitan dengan kesejahteraan sosial ada beberapa karakteristik usaha kesejahteraan sosial masa kini, yaitu:
1. Menanggapi kebutuhan manusia.
2. Usaha kesejahteraan sosial diorganisir guna menanggapi kompleksitas masyarakat perkotaan yang modern.
3. Kesejahteraan sosial mengarah ke spesialisasi, sehingga lembaga kesejahteraan sosialnya juga lebih terspesialisasi.
4. Usaha kesejahteraan sosial menjadi sangat luas (Adi, 1994: 10).
2.8. Hak dan Kewajiban Karyawan
Dalam era pembangunan dewasa ini, kehadiran karyawan yang begitu pesatharuslah senantiasa diprioritaskan kepada pembinaan prospek karyawan, khususnya sektor kesejahteraan karyawan sehingga mereka dapat berperan secara aktif didalam pembangunan. Karyawan mempunyai andil yang besar didalam proses produksi, dimana karyawan dapat menentukan maju mundurny produksi satu perusahaan. Bila kesejahtyeraan karyawan kurang mendapat dukungan yang baik akan mengakibatkan berkurangnya aktifitas karyawan yang akan menimbulkan
fenomena dan dampak yang negative terhadap kelancaran dan kelangsungan proses produksi suatu perusahaan.
Karyawan mempunyai hak bebas untuk menentukan dan memilih pekerjaan yang sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya serta sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya serta pekerjaan itu layak bagi kemanusiaan. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) telah ditentukan landasan hukum sebagai berikut: “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Hak dan kewajiban para karyawan biasanya tercantum dalam perjanjian kerja. Pada prinsipnya, perjanjian kerja untuk mempertegas posisi hak dan kewajiban seorang karyawan sebelum menandatangani yaitu jabatan atau jenis pekerjaan yang akan dipegangnya. Selain itu, perhatikan pula hak dan kewajiban yang akan diterimanya seperti jumlah gaji dan lokasi pekerjaannya.
Untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan maka harus diperhatikan juga pada kesejahteraan kini dan hari tua yakni pada saat mereka tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan hidupnya. Usaha meningkatkan kesejahteraan tersebut dilakukan melalui sistem asuransi sosial. Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) adalah perlindungan yang dimaksudkan untuk menanggulangi resiko sosial yang secara langsung mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya penghasilan tenaga.
Melalui jamsostek diharapkan terjaminnya hari tua karyawan. Begitu juga jika karyawan mendapatkan kecelakaan dalam melakukan pekerjan. Jamsostek bagi tenaga kerja pada hakikatnya mempunyai beberapa aspek antara lain:
1. Merupakan jaminan keperluan hidup bagi tenaga kerja beserta keluarganya. 2. Merupakan penghargaan tenga kerja yang menyumbangkan tenaga dan
2.8.1. Upah
Upah dalam pasar tenaga kerja merupakan konsep baru, dimana ada pertemuan antara permintaan dan enawaran. Dalam terminologi ekonomi ketenagakerjaan, konsep upah tersebut bermakna ganda dimana upah bias dipandang sebagai pendapatan biaya. Upah adalah pembayaran yang diterima buruh/pekerja selama ia melaukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan.
PP No 8 tahun 1981 tentang perlindungan “upah” memberikan defenisi upah sebagai berikut:
“Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari perusahaan kepada tenaga kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha (pemberi kerja) dan pekerja termasuk tunjangan baik untuk pekerja sendiri maupun keluarganya”.
Dalam pembagian upah ada yang disebut upah minimum sebagaimana yang diatur dalam PP No. 8/1981 merupakan upah yang ditetapkan secara minimum regional, sektoral regional maupun sub sektoral, dalam hal ini upah minimum itu adalah upah pokok dan tunjangan. Upah pokok minimum adalah upang pokok yang diatur secara minimal baik regional, sektoral maupun sub sektoral. Dalam peraturan pemerintah yang diatur secara jelas hanya upah pokokmya saja tidak termasuk tunjangan.
Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan upah dapat diartikan sebagai berikut:
Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada
pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerj/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan jasa yang telah atau akan dilakukan”.
Peraturan Menteri No 3 tahun1996 tentang Perumusan Hubungan Kerja memberikan definisi yang lebih detil tentang upah karena ditunjukkan untuk keperluan perhitungan pesangon. Dalam Peraturan Menteri No. 3 tahun 1996 ini yang dimaksud dengan upah mencakup:
1. Upah poko, segala tunjangan berkala dan teratur, harga pembelian dari ctu yang diberikan kepada pekerj, penggantian untuk perumahan yang diberikan Cuma-cuma, dan penggantian untuk pengobatan dan perawatan kesehatan (Ruky, 2001: 7).