BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5. Jaminan Kesehatan Aceh
Ada beberapa latar belakang dibentukan Jaminan Kesehatan Aceh, yaitu (Depkes Aceh, 2010) :
1. Amanat UUD 45 pasal 28H ayat 1 memberikan hak kepada penduduk untuk mendapatkan palayanan kesehatan. Harus dipahami bahwa hak rakyat tersebut bukanlah hak alamiah yang dapat diperoleh tanpa ada kewajiban. Hak rakyat atas layanan kesehatan diperoleh setelah rakyat melaksanakan kewajiban seperti membayar pajak dan iuran jaminan sosial. Oleh karenanya hak atas pelayanan kesehatan tersebut telah dirumuskan lebih lanjut dengan pasal 34 ayat 2 UUD 45 yang memerintahkan negara untuk mengembangkan Sistem Jaminan Sosial untuk Seluruh Rakyat. Amanat UUD 45 ini telah dijabarkan dengan lebih rinci dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang mewajibkan rakyat yang mampu untuk membayar iuran jaminan sosial, diantaranya jaminan bantuan iuran, yang sifatnya sementara sampai rakyat mampu, guna mendapatkan jaminan kesehatan.
2. Amanat Undang-Undang No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh yang tertuang pada Pasal 224, Pasal 225, dan Pasal 226 yaitu kewajiban Pemerintah
Aceh memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada penduduk Aceh terutama penduduk miskin, fakir miskin, anak yatim dan terlantar.
3. Upaya pemerintah menjamin penduduk miskin dan kurang mampu melalui program Jamkesmas yang mencapai 61% penduduk masih terbatas pada fasilitas kesehatan publik. Selain itu, terbatasnya obat-obatan dan layanan yang dijamin membuat penduduk miskin dan kurang mampu masih belum sepenuhnya terbebas dari pengeluaran biaya.
4. Masih ada 29% penduduk Aceh yang tidak memiliki jaminan sama sekali, meskipun sebagian dari mereka mampu membayar biaya berobat yang relatif murah terutama untuk rawat jalan, namun sebagian besar mereka tidak sanggup membayar biaya rawat inap yang dapat melampaui kemampuan bayarnya.
5. Berdasarkan kondisi di atas, maka Pemerintah Aceh merancang Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) untuk mendorong terlaksananya sistem penyelenggaraan jaminan kesehatan di Aceh.
2.5.2. Tujuan Jaminan Kesehatan Aceh
Adapun tujuan Pemerintah Aceh merancang Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), yaitu (Depkes Aceh, 2010) :
1. Tujuan Umum
Mewujudkan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Aceh yang berkeadilan, tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, jenis kelamin dan usia dalam rangka meningkatkan produktifitas dn kesejahteraan.
2. Tujuan Khusus
a. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkeadilan dan merata bagi seluruh penduduk Aceh.
b. Menjamin akses pelayanan bagi seluruh penduduk dengan mencegah terjadinya beban biaya kesehatan yang melebihi kemampuan bayar penduduk.
c. Menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas dari pelayanan kesehatan primer/tingkat pertama sampai pelayanan rujukan yang memuaskan rakyat, tenaga kesehatan, dan Pemerintah Aceh.
d. Mewujudkan reformasi sistem pembiayaan dan pelayanan kesehatan di Aceh secara bertahap.
2.5.3. Kebijakan Operasional
Kebijakan operasional dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Aceh, yaitu (Depkes Aceh, 2010) :
1. Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) adalah jaminan sosial bidang kesehatan untuk pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat Aceh secara optimal dan komprehensif.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat menjadi tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten /Kota, dan berkewajiban memberikan kontribusi bersama sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal.
3. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada penduduk mengacu pada prinsip-prinsip:
a. Prinsip kegotong-royongan di masa depan yang dimulai oleh bantuan iuran oleh Pemerintah Aceh. Pada tahap awal, penduduk di sektor informal akan
mendapat bantuan iuran dari Pemerintah Aceh untuk menjadi peserta JKA. Dikemudian hari, seluruh penduduk Aceh harus bergotong-royong dengan wajib mengiur dana untuk jaminan kesehatan bagi dirinya. Sebagaimana diatur UU SJSN, iuran wajib akan mewujudkan kegotong-royongan dari peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit.
b. Prinsip Keadilan dan Jaminan yang sama. Seluruh penduduk Aceh harus mendapat jaminan kesehatan yang sama, tanpa memandang pekerjaan penduduk Aceh, tingkat sosial ekonomi, atau latar belakang etnik, budaya, agama, jenis kelamin dan usia.
c. Prinsip nirlaba. Pengelolaan iuran dari peserta dan bantuan iuran dari pemerintah Aceh tidak dimaksudkan untuk mencari laba (nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan.
d. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efesiensi dan efektivitas. Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta (termasuk bantuan iuran dari Pemerintah Aceh) dan hasil pengembangannya. Seluruh pemangku kepentingan seperti pejabat Pemerintah Aceh, pejabat rumah sakit, tokoh masyarakat, pengusaha membayar iuran dan sebagainya harus mendapat askes tentang penggunaan dana JKA.
e. Prinsip portabilitas. Jaminan kesehatan harus berkelanjutan mulai dari lahirnya seorang penduduk Aceh sampai ia meninggal dunia, meskipun ia
berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Aceh atau bepergian sementara ke luar Aceh, misalnya dalam menempuh pendidikan atau tugas di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
f. Prinsip cakupan semesta. Program JKA pada prinsipnya menjamin seluruh penduduk Aceh. Pada 3 tahun pertama iuran premi dibayar oleh Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota. Pada tahap selanjutnya penduduk Aceh yang bekerja mandiri dan memiliki kemampuan ekonomi wajib mengiur. Penduduk miskin dan hampir miskin mendapat bantuan iuran dari Pemerintah Aceh dan Kabupaten /Kota.
g. Prinsip pelayanan yang menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan kebutuhan pelayanan medis.
h. Prinsip pelayanan berkualitas sesuai dengan standar pelayanan medis dan standar pelayanan minimal (SPM).
i. Prinsip pelayanan terstruktur dan berjenjang mulai dari pelayanan rawat jalan primer sampai pelayanan tersier baik di fasilitas kesehatan publik maupun swasta yang dikontrak oleh BPJKA.
2.5.4. Ketentuan Umum Kepesertaan
Ketentuan umum dalam kepesertaan Jaminan Kesehatan Aceh adalah (Depkes Aceh, 2010) :
1. Penduduk Aceh adalah masyarakat yang berdomisili di Aceh yang memiliki : a. Kartu Tanda Penduduk (KTP) Aceh dan Kartu Keluarga (KK) Aceh, atau b. Kartu Keluarga bagi yang belum berhak mendapatkan KTP.
2. Peserta Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) adalah seluruh penduduk Aceh tidak termasuk Peserta Askes Sosial, Pejabat Negara yang iurannya dibayar Pemerintah dan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek.
a. Peserta Askes Sosial adalah Pegawai Negeri Sipil, Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, Pensiunan TNI/Polri, Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan anggota keluarga, dokter PTT dan Bidan PTT.
b. Peserta JPK Jamsostek adalah peserta yang mendapat jaminan kesehatan sesuai dengan Peraturan dan Per Undang-Undangan.
3. Peserta JKA digolongkan dua jenis kepesertaan yaitu:
a. Peserta JKA Jamkesmas adalah peserta yang bersumber dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) diperuntukkan bagi penduduk miskin sesuai kriteria yang ditetapkan oleh Jamkesmas.
b. Peserta JKA Non Jamkesmas adalah peserta yang jaminan kesehatan bersumber dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) diperuntukkan bagi penduduk yang tidak terjamin melalui asuransi kesehatan sosial PT. Askes dan JPK Jamsostek. Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (Polri) yang memiliki KTP Aceh termasuk peserta JKA.
4. Peserta JKA Jamkesmas berhak mendapatkan jaminan kesehatan Aceh melalui integrasi pembiayaan kesehatan antara APBN dan APBA.
2.5.5. Sosialisasi Program
Adapuan tujuan dilakukannya sosialisasi program JKA dan media yang digunakan untuk mensosialisasikan program JKA adalah (Depkes Aceh, 2010) :
1. Agar masyarakat Aceh memperoleh informasi tentang Jaminan Kesehatan Aceh, mengetahui hak dan kewajiban, mengetahui prosedur serta ketentuan lain yang haru dipahami, maka harus dilakukan sosialisasi dan pemberian informasi langsung dan tidak langsung.
2. Media yang digunakan untuk sosialisasi dapat melalui media televisi, radio, surat kabar, spanduk, poster, leaflet, penyuluh langsung (antara lain: Walikota dengan wartawan, pengumuman melalui mesjid, kesenian tradisional Aceh, Penyuluh Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit), dan media lainnya.
3. Sosialisai melalui spanduk digunakan untuk penyampaian informasi dasar/pokok berupa beberapa bentuk pesan singkat yang dipasang pada tempat-tempat strategis seperti jalan protokol, kantor Pemda, RS, Puskesmas dan Kecamatan.
4. Sosialisasi melalui poster digunakan untuk penyampaian informasi yang lebih lengkap tentang program JKA, hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan. Poster dipasang pada tempat-tempat yang strategis frekuensi di ibu kota kabupaten/kota, kecamatan dan desa.
5. Sosialisasi melalui leaflet dilakukan untuk menjamin seluruh peserta telah memahami hak, kewajiban dan prosedur kepesertaan serta pelayanan. Leaflet dibagikan kepada seluruh peserta bersamaan dengan pendistribusian kartu peserta. 6. Selain itu juga dilakukan sosialisasi langsung melalui kegiatan penyuluhan
tingkat kecamatan yang melibatkan unsur muspika, kepala desa dan bidan desa. 7. Permintaan informasi juga bisa dilayani melalui media yang ada di Dinas
8. Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan sosialisasi menjadi beban anggaran pelayanan kesehatan tidak langsung.