PERSEPSI PASIEN PESERTA JAMINAN KESEHATAN ACEH TERHADAP MUTU DAN KEPUASAN PELAYANAN DI RUANG RAWAT INAP
RSUD KOTA LANGSA TAHUN 2011
SKRIPSI
OLEH :
ARWIN SYAH NIM. 091000190
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSEPSI PASIEN PESERTA JAMINAN KESEHATAN ACEH TERHADAP MUTU DAN KEPUASAN PELAYANAN DI RUANG RAWAT INAP
RSUD KOTA LANGSA TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
ARWIN SYAH NIM. 091000190
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :
PERSEPSI PASIEN PESERTA JAMINAN KESEHATAN ACEH TERHADAP MUTU DAN KEPUASAN PELAYANAN DI RUANG RAWAT INAP
RSUD KOTA LANGSA TAHUN 2011
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : ARWIN SYAH
NIM. 091000190
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 19 Agustus 2011 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji
Ketua penguji
Dra. Syarifah, MS
NIP. 19611219 198703 2 002
Penguji I
Namora Lumongga Lubis, MSc, PhD NIP. 19721004 200003 2 001
Penguji II
Drs. Eddy Syahrial, MS NIP. 19590713 198703 1 001
Medan, September 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ABSTRAK
Meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan termasuk biaya pengobatan di rumah sakit membuat warga Aceh terutama penduduk miskin tidak memiliki kepastian mendapatkan pemeliharaan kesehatan. Salah satu solusi yang disiapkan oleh Pemerintah Aceh adalah Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Namun, pelayanan kesehatan yang kurang baik menyebabkan ketidakpuasan pasien peserta JKA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pasien peserta jaminan kesehatan aceh terhadap kepuasan pelayanan di ruang rawat inap RSUD Kota Langsa tahun 2011.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien peserta JKA yang dirawat inap di RSUD Kota Langsa pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2011 yaitu sebanyak 426 orang dan dijadikan sampel sebanyak 80 orang. Data tentang persepsi pasien terhadap pelayanan dan kepuasan pasien diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar pasien peserta JKA menilai pelayanan kesehatan di RSUD Kota Langsa baik yang meliputi: pelayanan administrasi (43,75%), pemeriksaan dokter (51,25%), perawatan di ruang perawatan (48,75%), pemeriksaan penunjang diagnostik (50,00%), dan tindakan medis (43,75%). Sebagian besar pasien peserta JKA merasa puas terhadap pelayanan kesehatan di RSUD Kota Langsa, yang meliputi: pelayanan administrasi (37,50%), pelayanan pemeriksaan oleh dokter (42,50%), pelayanan perawatan (47,50%), pelayanan pemeriksaan penunjang diagnostik (38,75%), dan pelayanan tindakan medis (41,25%).
Disarankan bagi manajemen rumah sakit agar tetap mempertahankan atau bahkan meningkatkan mutu pelayanan kesehatannya baik dari segi fasilitas, pelayanan medis, maupun pelayanan administrasinya, dengan cara memperbanyak pelatihan-pelatihan dan pendidikan tentang pelayanan bermutu yang berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan sehari-hari.
ABSTRACT
The increasing of well-being maintenance cost belongs therapy cost at home ill bring Aceh member especially poor citizen doesn't has certainty get well-being maintenance. One of the solution that prepared by Aceh Government Aceh Well-being Guarantee (JKA). But, well-Well-being service unfavourable causess not satisfied entrant patient JKA. This watchfulness aim detects Aceh well-being guarantee entrant patient perception towards service satisfaction at space takes to stay RSUD City Langsa year 2011.
The objective of the study is to know the description by using plan cross sectional. Population in this watchfulness entire entrant patients JKA that is cared to stay at RSUD City Langsa in January up to May month 2011 that is as much as 426 person and made sample as much as 80 person. Data about patient perception towards service and patient satisfaction is got to pass interview by using kuesioner. Data that gatherred to analyzed descriptively and presented in the form of frequency distribution table.
The result of the study showed that majority part entrant patient JKA evaluate well-being service at RSUD City Langsa both for cover: administrative services (43,75%,) doctor investigation (51,25%), treatment at treatment space (48,75%), diagnostic supporting investigation (50,00%) and medical action (43,75%). A large part entrant patient JKA felt satisfied towards well-being service at RSUD City Langsa, cover: administrative services (37,50%), investigation service by doctor (42,50%), treatment service (47,50%), diagnostic supporting investigation service (38,75%) and medical action service (41,25%).
It is suggested that the management hospital so that permanent defend or even increase the well-being service quality either from facilities aspect, medical service, also the administration service, by reproduce trainings and education about certifiable service that erudition and know-how everyday.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Arwin Syah
Tempat / Tanggal Lahir : Langsa, 30 Oktober 1975
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jln. Petua Zainun PB. Tunong Lor. B – Kota Langsa.
Riwayat Pendidikan
1. SD : Tahun 1982-1988
2. SMP : Tahun 1988-1991
3. SMA : Tahun 1991-1994
4. AKPER : Tahun 1998-2001
5. FKM USU Medan : Tahun 2009-sekarang
Riwayat Pekerjaan
1. Tahun 1994 – 1995 : Puskesmas Bayeun Aceh Timur
2. Tahun 1995 – 1998 : BPK RSUD Kota Langsa
3. Tahun 1998 – 2000 : Puskesmas Blang Mancung Aceh Tengah
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT atas segala rahmat dan
ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat kekurangan, oleh
sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun yang
bermanfaat bagi skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Persepsi Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Aceh Terhadap Mutu dan Kepuasan Pelayanan Di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Langsa tahun 2011” ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada ibu
Dra. Syarifah, M.S, selaku dosen pembimbing I dan Ibu Namora Lumongga Lubis, MSc, PhD selaku dosen pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiranya dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Untuk itu, penulis dengan rasa hormat menyampaikan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Tukiman, MKM, selaku Ketua Departemen Promosi Kesehatan Dan
Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Eddy Syahrial, M.S, selaku dosen penguji II yang telah memberikan
4. Seluruh dosen dan pegawai administrasi di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, khususnya dosen pada Departemen Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang telah banyak memberikan masukan dan
motivasi serta membantu dalam segala urusan administrasi.
5. Bapak Pimpinan RSUD Kota Langsa yang telah memberikan dukungan dan izin
kepada penulis untuk melakukan penelitian sehingga penelitian dapat selesai
dengan baik.
6. Kepada istriku Dewi Fitri Marunduri AM.Keb yang telah banyak memberikan
dukuan moril selama penulis mengikuti dan menyelesaikan perkuliahan ini dan
buat anakku tersayang Cut Arifah Nabila dan Cut Aiska Naila Putri yang selalu
memberikan keceriaan di rumah dan memberikan semangat dalam menyelesaikan
studi ini.
7. Sahabat-sahabatku di FKM USU terutama di Departemen PKIP stambuk 2009
yang selalu mendukungku, sehingga menambah semangat bagi saya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya pada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan semangat. Semoga Tuhan
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memenuhi kehidupan Bapak, Ibu, dan
teman-teman sekalian. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Medan, Agustus 2011 Penulis
DAFTAR ISI
2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan ... 20
2.4. Jaminan Kesehatan Masyarakat ... 21
2.5. Jaminan Kesehatan Aceh ... 22
2.5.1. Latar Belakang JKA... 22
2.5.2. Tujuan Jaminan Kesehatan Aceh ... 23
2.5.3. Kebijakan Operasional ... 24
2.5.4. Ketentuan Umum Kepesertaan ... 26
2.5.5. Sosialisasi Program ... 27
2.6. Landasan Teori... 29
2.7. Kerangka Konsep ... 29
3.3.2 Sampel... 31
3.4. Pengumpulan Data ... 32
3.5. Defenisi Operasional... 32
3.6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 33
3.6.1. Uji Validitas ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 38
4.1.1. Sejarah Perkembangan Rumah Sakit Umum Kota Langsa.. 38
4.1.2. Letak Geografis... 38
4.1.3. Tugas Pokok dan Fungsi RSUD Kota Langsa ... 39
4.1.4. Visi dan Misi RSUD Kota Langsa ... 40
4.1.5. Susunan Organisasi dan Administrasi... 40
4.2. Karakteristik Responden ... 41
4.3. Mutu Pelayanan ... 42
4.3.1. Mutu Pelayanan Administrasi ... 42
4.3.2. Mutu Pelayanan Pemeriksaan Oleh Dokter ... 43
4.3.3. Mutu Layanan Perawatan di Ruang Perawatan ... 44
4.3.4. Mutu Pelayanan Pemeriksaan Penunjang Diagnostik... 45
4.3.5. Mutu Pelayanan Tindakan Medis... 46
4.4. Kepuasan Terhadap Pelayanan ... 47
4.4.1. Kepuasan Terhadap Pelayanan Administrasi... 47
4.3.2. Kepuasan Terhadap Pelayanan Pemeriksaan Oleh Dokter .. 48
4.3.3.Kepuasan Terhadap Pelayanan Perawatan di Ruang Perawatan ... 49
4.3.4.Kepuasan Terhadap Pelayanan Pemeriksaan Penunjang Diagnostik ... 50
4.3.5. Kepuasan Terhadap Pelayanan Tindakan Medis ... 51
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Mutu Pelayanan... 54
5.2. Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Kesehatan ... 55
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 58
6.2. Saran ... 58
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Untuk Mutu Pelayanan dan Kepuasan Pelayanan... 33
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di RSUD Kota Langsa Tahun 2011 ... 40
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Mutu Pelayanan Administrasi Di RSUD Kota Langsa Tahun 2011.
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Mutu Layanan Administrasi Di RSUD Kota Langsa Tahun 2011 ... 42
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Mutu Pelayanan Pemeriksaan Dokter Di RSUD Kota Langsa Tahun 2011... 42
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Mutu Layanan Pemeriksaan Oleh Dokter Di RSUD Kota Langsa Tahun
2011... 43
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Mutu Layanan Perawatan Di RSUD Kota Langsa Tahun 2011 ... 43
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Mutu Layanan Perawatan Di RSUD Kota Langsa Tahun 2011 ... 44
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Mutu Pelayanan Pemeriksaan Penunjang Diagnostik Di RSUD Kota Langsa Tahun 2011 ... 44
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Mutu Pelayanan Pemeriksaan Penunjang Diagnostik Di RSUD Kota Langsa Tahun 2011 ... 45
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Mutu Pelayanan Tindakan Medis Di RSUD Kota Langsa Tahun
2011... 46
Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Mutu Pelayanan Tindakan Medis Di RSUD Kota Langsa Tahun 2011 ... 46
Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Kepuasan Terhadap Pelayanan Administrasi Di RSUD Kota Langsa Tahun
2011... 47
Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepuasan Terhadap Pelayanan Pemeriksaan Dokter Di RSUD Kota Langsa Tahun
2011... 48
Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Kepuasan Terhadap Pelayanan Pemeriksaan Oleh Dokter Di RSUD Kota Langsa Tahun 2011 ... 49
Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepuasan Terhadap Pelayanan Perawatan Di RSUD Kota Langsa Tahun 2011 ... 49
Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Kepuasan Terhadap Pelayanan Perawatan Di RSUD Kota Langsa Tahun
2011... 50
Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepuasan Terhadap Pelayanan Pemeriksaan Penunjang Diagnostik Di RSUD Kota Langsa Tahun 2011 ... 50
Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Kepuasan Terhadap Pelayanan Pemeriksaan Penunjang Diagnostik Di RSUD Kota Langsa Tahun 2011 ... 51
Tabel 4.20. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepuasan Terhadap Pelayanan Tindakan Medis Di RSUD Kota Langsa Tahun 2011 ... 51
Tabel 4.21. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Kepuasan Terhadap Layanan Tindakan Medis Di RSUD Kota Langsa Tahun
ABSTRAK
Meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan termasuk biaya pengobatan di rumah sakit membuat warga Aceh terutama penduduk miskin tidak memiliki kepastian mendapatkan pemeliharaan kesehatan. Salah satu solusi yang disiapkan oleh Pemerintah Aceh adalah Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Namun, pelayanan kesehatan yang kurang baik menyebabkan ketidakpuasan pasien peserta JKA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pasien peserta jaminan kesehatan aceh terhadap kepuasan pelayanan di ruang rawat inap RSUD Kota Langsa tahun 2011.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien peserta JKA yang dirawat inap di RSUD Kota Langsa pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2011 yaitu sebanyak 426 orang dan dijadikan sampel sebanyak 80 orang. Data tentang persepsi pasien terhadap pelayanan dan kepuasan pasien diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar pasien peserta JKA menilai pelayanan kesehatan di RSUD Kota Langsa baik yang meliputi: pelayanan administrasi (43,75%), pemeriksaan dokter (51,25%), perawatan di ruang perawatan (48,75%), pemeriksaan penunjang diagnostik (50,00%), dan tindakan medis (43,75%). Sebagian besar pasien peserta JKA merasa puas terhadap pelayanan kesehatan di RSUD Kota Langsa, yang meliputi: pelayanan administrasi (37,50%), pelayanan pemeriksaan oleh dokter (42,50%), pelayanan perawatan (47,50%), pelayanan pemeriksaan penunjang diagnostik (38,75%), dan pelayanan tindakan medis (41,25%).
Disarankan bagi manajemen rumah sakit agar tetap mempertahankan atau bahkan meningkatkan mutu pelayanan kesehatannya baik dari segi fasilitas, pelayanan medis, maupun pelayanan administrasinya, dengan cara memperbanyak pelatihan-pelatihan dan pendidikan tentang pelayanan bermutu yang berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan sehari-hari.
ABSTRACT
The increasing of well-being maintenance cost belongs therapy cost at home ill bring Aceh member especially poor citizen doesn't has certainty get well-being maintenance. One of the solution that prepared by Aceh Government Aceh Well-being Guarantee (JKA). But, well-Well-being service unfavourable causess not satisfied entrant patient JKA. This watchfulness aim detects Aceh well-being guarantee entrant patient perception towards service satisfaction at space takes to stay RSUD City Langsa year 2011.
The objective of the study is to know the description by using plan cross sectional. Population in this watchfulness entire entrant patients JKA that is cared to stay at RSUD City Langsa in January up to May month 2011 that is as much as 426 person and made sample as much as 80 person. Data about patient perception towards service and patient satisfaction is got to pass interview by using kuesioner. Data that gatherred to analyzed descriptively and presented in the form of frequency distribution table.
The result of the study showed that majority part entrant patient JKA evaluate well-being service at RSUD City Langsa both for cover: administrative services (43,75%,) doctor investigation (51,25%), treatment at treatment space (48,75%), diagnostic supporting investigation (50,00%) and medical action (43,75%). A large part entrant patient JKA felt satisfied towards well-being service at RSUD City Langsa, cover: administrative services (37,50%), investigation service by doctor (42,50%), treatment service (47,50%), diagnostic supporting investigation service (38,75%) and medical action service (41,25%).
It is suggested that the management hospital so that permanent defend or even increase the well-being service quality either from facilities aspect, medical service, also the administration service, by reproduce trainings and education about certifiable service that erudition and know-how everyday.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam pembangunan bangsa Indonesia setiap upaya ditekankan pada
peningkatan kualitas sumber daya manusia; yang berarti manusia menjadi titik sentral
pembangunan, karena manusia berkualitas tinggi adalah sumber daya suatu bangsa.
Satu syarat utama peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah melalui
pelayanan kesehatan yang berkualitas pula (Depkes RI, 1991).
Pelayanan kesehatan yang merata merupakan aspek penting yang harus
dipenuhi dalam mempercepat tercapainya tujuan pembangunan dibidang kesehatan.
Pemerataan pelayanan tersebut tidak hanya meliputi aspek fisik meratanya sarana
pelayanan semata, namun juga dari segi jarak, ekonomi, budaya, serta mutu
pelayanan. Perkembangan dan pembangunan kesehatan mengakibatkan biaya
pemeliharaan kesehatan semakin mahal, bahkan seringkali sampai di luar batas
kemampuan untuk menanggungnya (Depkes RI, 1991).
Melemahnya rupiah terhadap dollar, berakibat meningkatnya biaya
pemeliharaan kesehatan termasuk biaya pengobatan di rumah sakit. Peningkatan
biaya ini karena harga obat dan alat kesehatan melambung sangat tinggi, demikian
juga biaya pemeriksaan laboratorium. Hal ini karena sebagian besar obat, alat
kesehatan dan alat laboratorium merupakan komponen impor dan dibeli dengan
dollar Amerika sehingga mau tidak mau masyarakat terpaksa mengeluarkan biaya
Akibat lain dari dampak menurunya nilai rupiah adalah menurunya daya beli
masyarakat akibat meningkatnya pengangguran dan menurunnya pendapatan
masyarakat. Dengan menurunnya daya beli maka menurun pula kemampuan
masyarakat untuk membiayai kesehatannya termasuk biaya pengobatan (BPS RI.,
2001).
Menteri Kesehatan Republik Indonesia menganjurkan untuk meningkatkan
peranan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) Jamkesmas sebagai salah satu cara
pembiayaan kesehatan yang perlu dikembangkan dan diharapkan seluruh masyarakat
terutama bagi penduduk miskin menjadi anggota JPK Jamkesmas, dengan demikian
setiap warga negara memiliki kepastian mendapatkan pemeliharaan kesehatannya.
Namun dari hasil studi Sitorus (2006), di RSU Kota Tebing Tinggi Provinsi Sumatera
Utara menemukan ada beberapa keluhan pasien peserta Askes Sosial yang telah
mendapat pelayan dari petugas rumah sakit seperti : 1) proses penerimaan yang masih
belum berjalan dengan baik karena tidak tahunya /tidak ramahnya petugas, waktu
menunggu yang cukup lama maupun prosesnya berbelit-belit; 2) adanya perbedaan
perlakuan oleh dokter yang merawat misalnya dengan tidak tepatnya waktu
kunjungan dokter, kurang perhatian dari dokter yang marawat, kurangnya memberi
penjelasan tentang penyakit yang diderita; dan 3) pasien masih harus membayar
/membeli obat, tidak dilayani oleh apotik ataupun karena dokternya meresepkan tidak
sesuai dengan obat yang diperlukan.
Ketidakpuasan pasien peserta JKA Jamkesmas juga ditemukan di Provinsi
keterbatasan finansial yang telah menghambat mereka dalam mengakses pelayanan
kesehatan, meskipun fasilitas tersebut milik pemerintah. Upaya pemerintah yang
menjamin penduduk miskin dan kurang mampu melalui program Jamkesmas yang
mencapai 61% penduduk masih terbatas pada fasilitas kesehatan publik. Selain itu,
terbatasnya obat-obatan dan layanan yang dijamin membuat penduduk miskin dan
kurang mampu masih belum sepenuhnya terbebas dari pengeluaran biaya, dan masih
ada 29% penduduk Aceh yang tidak memiliki jaminan kesehatan sama sekali,
meskipun sebagian dari mereka mampu membayar biaya berobat yang relatif murah
terutama untuk rawat jalan, namun sebagian besar mereka tidak sanggup membayar
biaya rawat inap yang dapat melampaui kemampuan bayarnya (Dinkes Aceh, 2010).
Salah satu solusi yang disiapkan oleh Pemerintah Aceh adalah Jaminan
Kesehatan Aceh (JKA). Program ini mengasuransikan kesehatan semua penduduk
Aceh (universal health coverage) yang preminya ditanggung oleh Pemerintah Aceh.
Dengan demikian uang bukan lagi hambatan bagi penduduk Aceh untuk mengakses
fasilitas pelayanan kesehatan, mereka cukup hanya menunjukkan identitas sebagai
peserta JKA untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
medisnya (Dinkes Aceh, 2010).
JKA yang mulai berlaku sejak 1 Juni 2010 untuk mewujudkan jaminan
kesehatan bagi seluruh penduduk Aceh yang berkeadilan, tanpa membedakan status
sosial, ekonomi, agama, jenis kelamin, dan usia, dalam rangka meningkatkan
yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Aceh dan atau yang namanya tercantum
dalam Kartu Keluarga (KK) Aceh (universal health coverage) (Dinkes Aceh, 2010).
Pada tahap awal seluruh penduduk Aceh merupakan peserta JKA kecuali
peserta Askes Sosial dan peserta JPK Jamsostek. Peserta pun mendapat manfaat
terhadap seluruh jenis dan metode pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medisnya
kecuali pelayanan kesehatan yang bersifat kosmetika, atau akibat bencana yang
memiliki sumber pembiayaan tersendiri (Dinkes Aceh, 2010).
Harapan kedepan setelah beberapa tahun JKA berjalan dan penduduk Aceh
telah menyadari manfaat bagi kesehatan, maka bagi mereka yang mampu diharapkan
bersedia menanggung biaya bagi jaminan kesehatan diri dan keluarganya, sehingga
yang menjadi tanggungan Pemerintah Aceh hanyalah anak yatim dan fakir miskin
yang lebih berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang menyeluruh tanpa biaya
Dinkes Aceh, 2010). Berdasarkan data dari PT. ASKES Kantor Cabang Langsa
diketahui bahwa jumlah peneriman JKA untuk Kota Langsa sebanyak 65.669 jiwa.
Layanan rawat inap bagi peserta JKA terdiri dari : 1) pelayanan administrasi;
2) pemeriksaan oleh dokter; 3) perawatan di ruang perawatan; 4) pemeriksaan
penunjang diagnostik; dan 5) tindakan medis (Dinkes Aceh, 2010). Dari hasil survei
awal diketahui bahwa layanan kesehatan bagi pasien peserta JKA dinilai kurang
optimal, hal ini ditandai dengan adanya keluhan pasien peserta JKA terhadap
pelayanan RSUD Kota Langsa. Untuk lebih mengetahui keluhan pasien terhadap
pelayanan RSUD Kota Langsa, maka Direktur RSUD Kota Langsa telah membuat
beberapa ruangan lainnya. Melalui kotak pengaduan tersebut pihak direktur berharap
bisa mendapat masukan melalui surat yang nantinya masuk selain mendengarkan
langsung dari para Wakil Direktur dan staf lainnya. Sehingga keluhan dan laporan
yang diterima akan menjadi evaluasi seluruh manajemen RSUD Kota Langsa untuk
diperbaiki dan ditingkatkan. Beberapa keluhan masyarakat yang sudah diterima
selama ini diantaranya : keterlambatan dokter dalam menangani pasien, kurangnya
perhatian perawat terhadap pasien atau dinilai sering “menelantarkan”
pasien-pasiennya, kekurangan obat dan penempatan pasien yang kurang layak di rumah sakit
(Costumer Service RSUD Kota Langsa, 2010).
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk meneliti persepsi
pasien peserta jaminan kesehatan aceh terhadap kepuasan pelayanan di ruang rawat
inap RSUD Kota Langsa tahun 2011.
1.2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana persepsi pasien peserta
jaminan kesehatan aceh terhadap mutu dan kepuasan pelayanan di ruang rawat inap
RSUD Kota Langsa tahun 2011.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui persepsi pasien peserta jaminan kesehatan aceh terhadap
1.3.2.Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik pasien peserta JKA (umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan pekerjaan) yang rawat inap di RSUD Kota Langsa.
b. Untuk mengetahui persepsi pasien peserta JKA terhadap pelayanan (pelayanan
administrasi, pemeriksaan oleh dokter, perawatan di ruang perawatan,
pemeriksaan penunjang diagnostik, dan tindakan medis) di ruang rawat inap
RSUD Kota Langsa.
c. Untuk mengetahui persepsi pasien peserta JKA terhadap kepuasan pelayanan di
ruang rawat inap RSUD Kota Langsa
1.4. Manfaat Penelitian
a. Sebagai bahan informasi bagi Manajemen RSUD Kota Langsa tentang persepsi
pasien peserta JKA terhadap layanan rawat inap RSUD Kota Langsa yang dapat
dijadikan bahan dalam meningkatkan pelayanannya.
b. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian
tentang mutu dan kepuasan pelayanan kesehatan bagi pasien pengguna Jaminan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persepsi
2.1.1. Pengertian Persepsi
Pada dasarnya persepsi merupakan suatu proses yang terjadi di dalam
pengamatan seseoang terhadap orang lain. Persepsi terhadap satu objek yang ada di
sekitar manusia pada dasarnya berbeda dengan lainnya karena sebagai makhluk
individu setiap manusia memiliki pandangan yang berbeda sesuai dengan tingkat
pengetahuan dan pemahamannya. Semakin tinggi pengetahuan dan pemahaman
seseorang terhadap suatu objek yang dipersepsikan maka semakin baik bentuk
persepsi orang tersebut terhadap objek begitu pula sebaliknya.
Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception berasal dari
bahasa Latin perception; dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil
(Sobur, 2003). Persepsi seseorang bisa diartikan sebagai proses, pemahaman terhadap
suatu informasi yang disampaikan oleh orang lain yang sedang saling berkomunikasi,
berhubungan atau kerjasama. Jadi setiap orang tidak terlepas dari persepsi.
Persepsi menurut Rukminto (1994), persepsi menunjuk bagaimana kita
melihat, mendengar, merasakan, mengecap dan mencium dunia sekitar kita, dengan
kata lain persepsi dapat pula didefenisikan sebagai segala sesuatu yang dialami oleh
manusia. Sedangkan menurut Walgito (1999), persepsi adalah sesuatu yang
menunjukkan aktifitas, merasakan, mengidentifikasi dan memahami objek fisik
seseorang atau sekelompok orang terlebih dahulu merasakan kehadiran suatu objek
dan setelah dirasakan akan menginterpretasikan objek yang dirasakannya tersebut.
2.1.2. Proses Persepsi
Adapun proses persepsi menurut Sabur (2003) antara lain:
1. Proses menerima rangsangan
Proses pertama dalam persepsi ialah menerima rangsangan atau data dari berbagai
sumber. Kebanyakan data diterima melalui pancaindera. Kita melihat sesuatu,
mendengar, mencium, merasakan, atau menyentuhnya, sehingga kita mempelajari
segi-segi lain sesuatu itu.
2. Proses menyeleksi rangsangan
Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi. Tidaklah mungkin untuk
memperhatikan semua rangsangan yang telah diterima. Demi menghemat
perhatian yang digunakan, rangsangan-rangsangan itu disaring dan diseleksi
untuk diproses lebih lanjut. Ada dua kumpulan faktor menentukan seleksi
rangsangan itu, yaitu :
a. Faktor intern
1) Kebutuhan psikologis
Kebutuhan seseorang mempengaruhi persepsinya. Kadang-kadang, ada
hal yang “kelihatan” (yang sebenarnya tidak ada), karena kebutuhan
psikologis. Misalnya, seseorang yang haus bisa melihat air di banyak
tempat; fatamorgana seperti itu bisa sekali terjadi di padang pasir. Jika
seseorang kehilangan hal tertentu yang dibutuhkan, mereka lebih sering
2) Latar belakang
Latar belakang mempengaruhi hal-hal yang dipilih dalam persepsi.
Orang-orang dengan latar belakang tertentu mencari Orang-orang-Orang-orang dengan latar
belakang yang sama.
3) Pengalaman
Pengalaman mempersiapkan seseorang untuk mencari orang-orang,
hal-hal, dan gejala-gejala yang mungkin serupa dengan pengalaman
pribadinya. Seseorang yang mempunyai pengalaman buruk dalam bekerja
dengan jenis orang tertentu, mungkin akan menyeleksi orang-orang ini
untuk jenis persepsi tertentu.
4) Kepribadian
Kepribadian juga mempengaruhi persepsi. Seseorang yang introvert
mungkin akan tertarik kepada orang-orang yang serupa atau sama sekali
berbeda. Berbagai faktor dalam kepribadian mempengaruhi seleksi dalam
persepsi.
5) Sikap dan kepercayaan umum
Sikap dan kepercayaan umum juga mempengaruhi persepsi. Orang-orang
yang mempunyai sikap tertentu terhadap karyawan wanita atau karyawan
yang termasuk kelompok bahasa tertentu, besar kemungkinan akan
melihat berbagai hal kecil yang tidak diperhatikan oleh orang lain.
6) Penerimaan diri
Penerimaan diri merupakan sifat penting yang mempengaruhi persepsi.
kenyataan diri akan lebih tepat menyerap sesuatu daripada mereka yang
kurang ikhlas menerima realitas dirinya. Untuk yang terakhir ini
cenderung mengurangi kecermatan persepsi. Implikasi dari fakta ini ialah
kecermatan persepsi dapat ditingkatkan dengan membantu orang-orang
untuk lebih menerima diri mereka sendiri.
b. Faktor Ekstern
1) Intensitas
Pada umumnya, rangsangan yang lebih intensif, mendapatkan lebih
banyak taggapan daripada rangsangan yang kurang intens.
2) Ukuran
Pada umumnya, benda-benda yang lebih besar lebih menarik perhatian.
Barang yang lebih besar lebih cepat dilihat.
3) Kontras
Biasanya, hal-hal lain dari biasa kita lihat akan cepat menarik perhatian.
Jika orang bisa mendengar suara tertentu dan adanya perubahan dalam
suara itu, hal itu akan menarik perhatian. Banyak orang secara sadar atau
tidak, melakukan hal-hal yang aneh untuk menarik perhatian. Perilaku
yang luar biasa menarik perhatian karena prinsip-prinsip perbedaan itu.
4) Gerakan
Hal-hal yang bergerak lebih menarik perhatian dari pada hal-hal yang
5) Ulangan
Biasanya hal-hal yang berulang dapat menarik perhatian. Akan tetapi,
ulangan yang terlalu sering, dapat menghasilkan kejenuhan semantik dan
dapat kehilangan arti perseptif.
6) Keakraban
Hal-hal yang akrab atau dikenal lebih menarik perhatian. Hal ini terutama
jika hal tertentu tidak diharapkan dalam rangka tertentu.
7) Sesuatu yang baru
Faktor ini kedengarannya bertentangan dengan faktor keakraban. Akan
tetapi, hal-hal baru juga menarik perhatian. Jika orang sudah bisa dengan
kerangka yang sudah dikenal, sesuatu yang baru menarik perhatian.
3. Proses Pengorganisasian
Rangsangan yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk. Ada
tiga dimensi utama dalam pengorganisasian rangsangan, yaitu :
a. Pengelompokan
Berbagai rangsangan yang telah diterima dikelmpokkan dalam suatu bentuk.
Beberapa faktor digunakan untuk mengelompokkan rangsangan itu, antara
lain :
1) Kesamaan, rangsangan-rangsangan yang mirip dijadikan satu kelompok.
2) Kedekatan, hal-hal yang lebih dekat antara satu dan yang lain juga
dikelompokkan menjadi satu.
3) Ada suatu kecenderungan untuk melengkapi hal-hal yang dianggap belum
b. Bentuk timbul dan latar
Prinsip lain dari dalam mengatur rangsangan disebut bentuk timbul dan latar.
Hal ini merupakan salah satu proses persepsi menarik dan paling pokok.
Dalam melihat rangsangan atau gejala, ada kecenderungan untuk memusatkan
perhatian pada gejala-gejala tertentu yang timbul menonjol, sedangkan
rangsangan atau gejala lainnya berbeda di latar belakang.
c. Kemampuan persepsi
Ada satu kecenderungan untuk menstabilkan persepsi, dan
perubahan-perubahan konteks tidak mempengaruhinya. Dunia persepsi diatur menurut
prinsip kemantapan. Dalam persepsi dunia tiga dimensional, faktor ketetapan
memainkan peranan yang penting.
4. Proses penafsiran
Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, si penerima lalu menafsirkan
data itu dengan berbagai cara. Dikatakan bahwa telah terjadi persepsi setelah data
itu ditafsirkan. Persesi pada kelompoknya memberikan arti pada berbagai data
dan informasi yang diterima.
5. Proses pengecekan
Sesudah data diterima dan ditafsirkan, sipenerima mengambil beberapa tindakan
untuk mengecek apakah penafsirannya benar atau salah. Proses pengecekan ini
mungkin terlalu cepat dilakukan dari waktu ke waktu untuk menegaskan apakah
penafsiran atau persepsi dibenarkan atau data baru. Data atau kesan-kesan itu
dapat dicek dengan menanyakan kepada orang-orang lain mengenai persepsi
6. Proses Reaksi
Tahap terakhir dari proses perceptual ialah bertindak sehubungan dengan apa
yang telah diserap. Hal ini biasanya dilakukan jika seseorang berbuat suatu
sehubungan dengan persepsinya. Misalnya, seseorang bertindak sehubungan
dengan persepsi yang baik atau yang buruk yang telah dibentuknya. Lingkaran
persepsi ini bisa tersembunyi dan bisa pula terbuka. Tindakan tersembuyi berupa
pembentukan pendapat atau sikap, sedangkan tindakan yang terbuka berupa
tindakan nyata sehubungan dengan persepsi itu. Satu gejala yang telah menarik
perhatian sehubungan dengan tindakan tersembunyi ialah “pembentukan kesan”.
2.2. Mutu Pelayanan
Defenisi mutu berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan
pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.
Menurut Wickof (1998) dalam Soejitno (2002) mutu adalah tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan
pelanggan.Baik tidaknya mutu tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam
memenuhi harapan pelanggannya secara konsiten.
Menurut Al-Assaf (2002) mutu adalah melakukan hal yang benar sejak
pertama kali dan melakukannya lebih baik lagi pada saat yang beikutnya. Sedangkan
pendapat lainnya mengatakan mutu adalah memenuhi persyaratan yang diminta
konsumen, baik konsumen internal maupun eksternal dalam hal layanan dan produk
yang bebas cacat. Selaras dengan pendapat tersebut mengatakan bahwa mutu adalah
sepenuhnya memuaskan permintaan mereka. Pendapat lainnya menyebutkan mutu
adalah suatu proses pemenuhan kebutuhan dan harapan konsumen baik internal
maupun eksternal. Mutu juga dapat dikaitkan sebagai suatu proses perbaikan yang
bertahap dan terus menerus.
Beberapa pendapat lainnya tentang mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri
dari suatu barang atau jasa yang dihasilkan, yang didalamnya terkandung sekaligus
pengertian akan adanya rasa aman dan/atau terpenuhinya kebutuhan para pengguna
barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Azrul,2001). Roberts dan Provost dalam
Azrul (2001) dimensi mutu yang dianut antara pemakai jasa, penyelenggara
pelayanan kesehatan, penyandang dana pelayanan kesehatan adalah sangat
berbeda-beda dimana menurut dimensi pemakai jasa pelayanan kesehatan mutu pelayanan
kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan
pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien, keprihatinan dan
keramahtamahan petugas dalam melayani pasien dan atau kesembuhan penyakit yang
sedang diderita oleh pasien.
Menurut Soejitno, (2002) dimensi penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu
pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang
diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan tehnologi kedokteran mutakhir
dan/atau adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien. Sedangkan menurut dimensi penyandang dana
pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efisiensi
pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan, kesehatan, dan/atau kemampuan
Pemenuhan kebutuhan (bukan keinginan konsumen) adalah hal yang harus dilakukan,
tentu saja masalah keterjangkauan dan ketersediaan sumber daya harus
dipertimbangkan. Kebutuhan dan harapan konsumen internal dan eksternal juga harus
dipelajari. Staf dan pegawai merupakan konsumen internal bagi administrasi dan
kebutuhan serta harapan mereka harus diketahui dan dipelajari serta setiap upaya
harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ini Konsumen eksternal pada dasarnya
diwakili pasien, tetapi entitas lain yang terkait dengan organisasi tersebut juga harus
diselidiki dan dipelajari untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan serta
harapan mereka.
Mutu pelayanan atau jasa merupakan suatu kajian yang sangat menarik
sehingga banyak para ahli yang menganalisanya antara lain model kesenjangan (Gap
Model) dari parasuraman (dalam Tjiptono,2004) yaitu kehandalan (reliability),
ketanggapan (responsiveness), jaminan (ansurance), empati (empathy) dan bukti fisik
(tangible), sedangkan model dimensi kualitas dari Gonroes (dalam Tjiptono 2004)
lebih menekankan evaluasi kualitas jasa dari aspek output, proses, dan citra (result
and process-oriented)
2.3. Kepuasan Pelayanan 2.3.1. Pengertian Kepuasan
Pasien selaku pengguna jasa menuntut pelayanan yang berkualitas dari rumah
sakit. Dahulu pasien menggunakan jasa rumah sakit demi kesembuhan mereka saja.
Sekarang pasien lebih bersifat kritis, terinformasi dan menuntut serta lebih
kebutuhan yang ingin dipenuhi selain kesembuhan mereka. Kondisi inilah yang
menyebabkan rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas
kepada pasien sehingga mereka merasa puas dan berkeinginan menggunakan rumah
sakit yang sama jika suatu waktu mereka diharuskan dirawat di rumah sakit
(Ayuningtyas dkk, 2005).
Lewis dkk (1996) menyatakan bahwa kepuasan pengguna pelayanan
kesehatan (dalam hal ini adalah pasien) mempunyai kaitan dengan hasil pelayanan
kesehatan yang penting baik secara medis maupun secara ekonomis seperti kepatuhan
terhadap pengobatan, pemahaman terhadap informasi medis, dan kelangsungan
perawatan. Kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan merupakan salah satu
aspek yang sangat penting bagi pasien itu sendiri dan bagi perawat yang merawatnya
serta rumah sakit sebagai tempat yang memberikan pelayanan kepada pasien.
Engel dkk (1995) mengemukakan bahwa kepuasan konsumen merupakan
faktor dasar yang menentukan proses pembelian selanjutnya. Kepuasan dibentuk dari
harapan atau kepercayaan pasien atas apa yang akan diterimanya dari jasa yang
dipilihnya. Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh pasien akan
mempengaruhi pemikiran pasien dalam menggunakan rumah sakit yang sama dimasa
yang akan datang.
Kotler (1995) menyatakan kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesan terhadap kinerja (hasil) suatu
produk atau jasa dengan harapan yang dimiliki. Apabila kinerja yang dihasilkan suatu
produk atau jasa berada di bawah harapan maka konsumen merasa kecewa dan tidak
memenuhi atau melampaui harapan maka konsumen akan merasa puas. Begitu juga
perasaan pasien terhadap kinerja yang dihasilkan oleh perawat. Jika perawat
menghasilkan kinerja yang memenuhi atau melampaui harapan dari pasiennya dengan
memberikan pelayanan yang baik maka pasien akan merasakan kepuasan yang tinggi.
Pasien yang merasakan kepuasan yang tinggi akan menciptakan kelekatan emosional
terhadap rumah sakit tersebut. Hal ini dapat menyebabkan pasien menjadi pelanggan
setia di rumah sakit tersebut. Tetapi sebaliknya jika kinerja perawat dalam
memberikan pelayanan kepada pasiennya buruk maka pasien merasakan
ketidakpuasan dan hal ini akan mempengaruhi penilaian pasien terhadap pelayanan
yang diberikan oleh rumah sakit terutama perawat yang merawatnya.
Lefrancois (1990) menyatakan bahwa kepuasan merupakan kebutuhan dasar
yang dapat digambarkan sebagai suatu hal yang menyenangkan. Kebutuhan dasar ini
muncul karena adanya dorongan-dorongan tertentu yang harus disalurkan. Rasa puas
akan muncul jika dorongan tersebut dapat disalurkan dan sebaliknya jika dorongan
tersebut tidak disalurkan maka akan muncul perasaan tidak puas. Tjiptono (dalam
Musanto, 2004) mengatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan adalah respon
pelanggan terhadap evolusi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan
sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan. Persaingan yang semakin ketat
ini menyebabkan banyak produsen yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen termasuk rumah sakit yang berusaha memberikan pelayanan
terbaik kepada pasien selaku konsumen sehingga pasien merasa puas dengan
Kepuasan yang dialami oleh pasien berkaitan dengan hasil pelayanan yang
diberikan oleh perawat. Pasien sebagai konsumen akan merasa puas bila diberi
pelayanan yang baik dan diperlakukan dengan baik serta mendapatkan kemudahan
dalam pelayanan. Swastha dan Handoko (1997) juga menyatakan bahwa kepuasan
konsumen akan mempengaruhi dalam pengambilan ulang atau pembelian yang
sifatnya terus menerus terhadap pembelian jasa yang sama dan juga akan
mempengaruhi ucapan konsumen kepada pihak lain atau pihak luar tentang jasa yang
dihasilkan. Rumah sakit selaku produsen jasa dan pasien selaku pengguna jasa rumah
sakit mengharapkan adanya hubungan timbal balik yang seimbang diantara keduanya.
Selain itu kepuasan tidak semata-mata didapatkan dari kualitas jasa yang ditawarkan
tetapi juga melalui pelayanan yang diberikan dengan memperhatikan keinginan dan
menyesuaikan dengan kebutuhan serta harapan konsumen. Rumah sakit dan perawat
dituntut untuk memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada pasien dengan
memperhatikan apa yang menjadi keinginan, kebutuhan, dan harapan dari pasiennya
sehingga pasien merasa puas dan menggunakan rumah sakit yang sama dikemudian
hari jika pasien diharuskan dirawat di rumah sakit. Pasien yang merasa puas dengan
pelayanan yang diberikan perawat dan rumah sakit akan merekomendasikan kepada
pihak lain sehingga pihak lain bisa menggunakan rumah sakit yang sama. Dalam hal
ini kepuasan yang dirasakan oleh pasien tidak semata-mata didapat dari kualitas jasa
yang diberikan oleh rumah sakit tetapi juga dari pelayanan yang diberikan oleh
perawat.
Engel dkk (dalam Widyaratna dkk, 2001) menyatakan bahwa kepuasan pasien
sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan dari pasien. Pasien yang dirawat di rumah
sakit melakukan evaluasi terhadap pelayanan yang diterimanya dan dari evaluasi
itulah pasien mengetahui apakah mereka merasa puas dengan pelayanan yang
diberikan perawat atau tidak. Bagi pasien, kepuasan selalu dikaitkan dengan
lingkungan rumah sakit, suhu udara, kenyamanan, kebersihan, kecepatan pelayanan,
ramahnya perawat dan perhatian dari perawat. Pelayanan yang diberikan oleh perawat
yang tidak sesuai dengan harapan pasien akan menimbulkan ketidakpuasan.
2.3.2. Aspek-Aspek Kepuasan
Kepuasan yang dirasakan oleh pasien merupakan aspek yang sangat penting
bagi kelangsungan suatu rumah sakit. Junadi (dalam Sabarguna, 2004)
mengemukakan bahwa kepuasan pasien adalah nilai subjektif terhadap kualitas
pelayanan yang diberikan. Penilaian subjektif tersebut didasarkan pada pengalaman
masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu itu, dan pengaruh lingkungan pada waktu
itu.
Sabarguna (2004) menyatakan ada beberapa aspek yang mempengaruhi
kepuasan pasien yaitu :
a. Aspek kenyamanan, meliputi lokasi rumah sakit, kebersihan rumah sakit,
kenyamanan ruangan yang akan digunakan pasien, makanan yang dimakan
pasien, dan peralatan yang tersedia dalam ruangan.
b. Aspek hubungan pasien dengan petugas rumah sakit, meliputi keramahan petugas
rumah sakit terutama perawat, informasi yang diberikan oleh petugas rumah sakit,
c. Aspek kompetensi teknis petugas, meliputi keberanian bertindak, pengalaman,
gelar, dan terkenal.
d. Aspek biaya, meliputi mahalnya pelayanan, terjangkau tidaknya oleh pasien, dan
ada tidaknya keringanan yang diberikan kepada pasien.
2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Griffith (dalam Leger, dkk, 1992) mengemukakan beberapa faktor yang
mempengaruhi perasaan puas pada seseorang yaitu :
a. Sikap dan pendekatan petugas rumah sakit kepada pasien yaitu sikap petugas
rumah sakit kepada pasien ketika pasien pertama kali datang di rumah sakit,
keramahan yang ditunjukkan petugas rumah sakit, dan kecepatan penerimaan
pasien yang datang ke rumah sakit.
b. Kualitas pelayanan perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah
dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien berupa pelayanan perawatan yang
berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang diderita pasien dan
kelangsungan perawatan pasien selama berada di rumah sakit.
c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien mulai
masuk rumah sakit, selama perawatan berlangsung, dan ketika keluar dari rumah
sakit, kecekatan petugas dalam melayani pasien, dan penjelasan rincian biaya
yang digunakan pasien selama berada di rumah sakit.
d. Fasilitas-fasilitas yang disediakan rumah sakit yaitu fasilitas ruang inap, kualitas
makanan, kebersihan ruangan, kenyamanan ruangan, dan lokasi rumah sakit.
Kepuasan yang dialami oleh pasien sebagai pengguna jasa rumah sakit hanya
rumah sakit terutama perawat yang merawat pasien dengan pasien yang dilayani
(Kotler, 1995). Selain itu jika pasien merasakan kepuasan terhadap pelayanan yang
diberikan oleh rumah sakit maka pasien akan memberitahukan kepada teman,
keluarga, maupun tetangganya tentang pelayanan yang didapatkannya sehingga
teman, tetangga atau keluarganya juga akan menggunakan jasa rumah sakit yang
sama. Oleh sebab itu, rumah sakit harus dapat meningkatkan kinerja dari para
perawatnya sehingga para perawat di rumah sakit tersebut dapat memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada pasien yang menggunakan jasa rumah sakit
tersebut (Kotler, 1995).
2.4. Jaminan Kesehatan Masyarakat
Adalah jaminan kesehatan masyarakat dan merupakan program bantuan sosial
kepada masyarakat miskin dan kurang mampu di bidang pelayanan kesehatan.
Adapun yang menjadi tujuan dan sasaran dari Jamkesmas sebagai berikut :
a. Tujuan Umum Yaitu untuk meningkatkan akses dan mutu kesehatan terhadap
seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan
masyarakat yang optimal secara efesien dan efektif.
b. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari Jamkesmas adalah :
1. Meningkatkan cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat
pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan Rumah Sakit.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
4. Sasaran Sasaran program jamkesmas adalah masyarakat miskin dan tidak
mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang
sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya (Depkes, 2008).
2.5. Jaminan Kesehatan Aceh 2.5.1. Latar Belakang JKA
Ada beberapa latar belakang dibentukan Jaminan Kesehatan Aceh, yaitu
(Depkes Aceh, 2010) :
1. Amanat UUD 45 pasal 28H ayat 1 memberikan hak kepada penduduk untuk
mendapatkan palayanan kesehatan. Harus dipahami bahwa hak rakyat tersebut
bukanlah hak alamiah yang dapat diperoleh tanpa ada kewajiban. Hak rakyat atas
layanan kesehatan diperoleh setelah rakyat melaksanakan kewajiban seperti
membayar pajak dan iuran jaminan sosial. Oleh karenanya hak atas pelayanan
kesehatan tersebut telah dirumuskan lebih lanjut dengan pasal 34 ayat 2 UUD 45
yang memerintahkan negara untuk mengembangkan Sistem Jaminan Sosial untuk
Seluruh Rakyat. Amanat UUD 45 ini telah dijabarkan dengan lebih rinci dalam
Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN), yang mewajibkan rakyat yang mampu untuk membayar iuran jaminan
sosial, diantaranya jaminan bantuan iuran, yang sifatnya sementara sampai rakyat
mampu, guna mendapatkan jaminan kesehatan.
2. Amanat Undang-Undang No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh yang
Aceh memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada penduduk
Aceh terutama penduduk miskin, fakir miskin, anak yatim dan terlantar.
3. Upaya pemerintah menjamin penduduk miskin dan kurang mampu melalui
program Jamkesmas yang mencapai 61% penduduk masih terbatas pada fasilitas
kesehatan publik. Selain itu, terbatasnya obat-obatan dan layanan yang dijamin
membuat penduduk miskin dan kurang mampu masih belum sepenuhnya terbebas
dari pengeluaran biaya.
4. Masih ada 29% penduduk Aceh yang tidak memiliki jaminan sama sekali,
meskipun sebagian dari mereka mampu membayar biaya berobat yang relatif
murah terutama untuk rawat jalan, namun sebagian besar mereka tidak sanggup
membayar biaya rawat inap yang dapat melampaui kemampuan bayarnya.
5. Berdasarkan kondisi di atas, maka Pemerintah Aceh merancang Jaminan
Kesehatan Aceh (JKA) untuk mendorong terlaksananya sistem penyelenggaraan
jaminan kesehatan di Aceh.
2.5.2. Tujuan Jaminan Kesehatan Aceh
Adapun tujuan Pemerintah Aceh merancang Jaminan Kesehatan Aceh (JKA),
yaitu (Depkes Aceh, 2010) :
1. Tujuan Umum
Mewujudkan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Aceh yang
berkeadilan, tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, jenis kelamin dan
2. Tujuan Khusus
a. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkeadilan dan merata bagi seluruh
penduduk Aceh.
b. Menjamin akses pelayanan bagi seluruh penduduk dengan mencegah terjadinya
beban biaya kesehatan yang melebihi kemampuan bayar penduduk.
c. Menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas dari pelayanan kesehatan
primer/tingkat pertama sampai pelayanan rujukan yang memuaskan rakyat, tenaga
kesehatan, dan Pemerintah Aceh.
d. Mewujudkan reformasi sistem pembiayaan dan pelayanan kesehatan di Aceh
secara bertahap.
2.5.3. Kebijakan Operasional
Kebijakan operasional dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Aceh,
yaitu (Depkes Aceh, 2010) :
1. Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) adalah jaminan sosial bidang kesehatan untuk
pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk dalam rangka mewujudkan derajat
kesehatan masyarakat Aceh secara optimal dan komprehensif.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat menjadi tanggung jawab Pemerintah,
Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten /Kota, dan berkewajiban memberikan
kontribusi bersama sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal.
3. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada penduduk mengacu pada
prinsip-prinsip:
a. Prinsip kegotong-royongan di masa depan yang dimulai oleh bantuan iuran
mendapat bantuan iuran dari Pemerintah Aceh untuk menjadi peserta JKA.
Dikemudian hari, seluruh penduduk Aceh harus bergotong-royong dengan
wajib mengiur dana untuk jaminan kesehatan bagi dirinya. Sebagaimana
diatur UU SJSN, iuran wajib akan mewujudkan kegotong-royongan dari
peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu; peserta yang
berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat
membantu yang sakit.
b. Prinsip Keadilan dan Jaminan yang sama. Seluruh penduduk Aceh harus
mendapat jaminan kesehatan yang sama, tanpa memandang pekerjaan
penduduk Aceh, tingkat sosial ekonomi, atau latar belakang etnik, budaya,
agama, jenis kelamin dan usia.
c. Prinsip nirlaba. Pengelolaan iuran dari peserta dan bantuan iuran dari
pemerintah Aceh tidak dimaksudkan untuk mencari laba (nirlaba) bagi Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan.
d. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efesiensi dan efektivitas.
Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan
pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta (termasuk bantuan iuran dari
Pemerintah Aceh) dan hasil pengembangannya. Seluruh pemangku
kepentingan seperti pejabat Pemerintah Aceh, pejabat rumah sakit, tokoh
masyarakat, pengusaha membayar iuran dan sebagainya harus mendapat askes
tentang penggunaan dana JKA.
e. Prinsip portabilitas. Jaminan kesehatan harus berkelanjutan mulai dari
berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Aceh atau bepergian
sementara ke luar Aceh, misalnya dalam menempuh pendidikan atau tugas di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
f. Prinsip cakupan semesta. Program JKA pada prinsipnya menjamin seluruh
penduduk Aceh. Pada 3 tahun pertama iuran premi dibayar oleh Pemerintah
Aceh dan Kabupaten/Kota. Pada tahap selanjutnya penduduk Aceh yang
bekerja mandiri dan memiliki kemampuan ekonomi wajib mengiur. Penduduk
miskin dan hampir miskin mendapat bantuan iuran dari Pemerintah Aceh dan
Kabupaten /Kota.
g. Prinsip pelayanan yang menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan kebutuhan
pelayanan medis.
h. Prinsip pelayanan berkualitas sesuai dengan standar pelayanan medis dan
standar pelayanan minimal (SPM).
i. Prinsip pelayanan terstruktur dan berjenjang mulai dari pelayanan rawat jalan
primer sampai pelayanan tersier baik di fasilitas kesehatan publik maupun
swasta yang dikontrak oleh BPJKA.
2.5.4. Ketentuan Umum Kepesertaan
Ketentuan umum dalam kepesertaan Jaminan Kesehatan Aceh adalah (Depkes
Aceh, 2010) :
1. Penduduk Aceh adalah masyarakat yang berdomisili di Aceh yang memiliki :
a. Kartu Tanda Penduduk (KTP) Aceh dan Kartu Keluarga (KK) Aceh, atau
2. Peserta Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) adalah seluruh penduduk Aceh tidak
termasuk Peserta Askes Sosial, Pejabat Negara yang iurannya dibayar Pemerintah
dan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek.
a. Peserta Askes Sosial adalah Pegawai Negeri Sipil, Pensiunan Pegawai Negeri
Sipil, Pensiunan TNI/Polri, Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan anggota
keluarga, dokter PTT dan Bidan PTT.
b. Peserta JPK Jamsostek adalah peserta yang mendapat jaminan kesehatan
sesuai dengan Peraturan dan Per Undang-Undangan.
3. Peserta JKA digolongkan dua jenis kepesertaan yaitu:
a. Peserta JKA Jamkesmas adalah peserta yang bersumber dana dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) diperuntukkan bagi penduduk miskin
sesuai kriteria yang ditetapkan oleh Jamkesmas.
b. Peserta JKA Non Jamkesmas adalah peserta yang jaminan kesehatan
bersumber dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA)
diperuntukkan bagi penduduk yang tidak terjamin melalui asuransi kesehatan
sosial PT. Askes dan JPK Jamsostek. Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan
Polisi Republik Indonesia (Polri) yang memiliki KTP Aceh termasuk peserta
JKA.
4. Peserta JKA Jamkesmas berhak mendapatkan jaminan kesehatan Aceh melalui
integrasi pembiayaan kesehatan antara APBN dan APBA.
2.5.5. Sosialisasi Program
Adapuan tujuan dilakukannya sosialisasi program JKA dan media yang
1. Agar masyarakat Aceh memperoleh informasi tentang Jaminan Kesehatan Aceh,
mengetahui hak dan kewajiban, mengetahui prosedur serta ketentuan lain yang
haru dipahami, maka harus dilakukan sosialisasi dan pemberian informasi
langsung dan tidak langsung.
2. Media yang digunakan untuk sosialisasi dapat melalui media televisi, radio, surat
kabar, spanduk, poster, leaflet, penyuluh langsung (antara lain: Walikota dengan
wartawan, pengumuman melalui mesjid, kesenian tradisional Aceh, Penyuluh
Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit), dan media lainnya.
3. Sosialisai melalui spanduk digunakan untuk penyampaian informasi dasar/pokok
berupa beberapa bentuk pesan singkat yang dipasang pada tempat-tempat strategis
seperti jalan protokol, kantor Pemda, RS, Puskesmas dan Kecamatan.
4. Sosialisasi melalui poster digunakan untuk penyampaian informasi yang lebih
lengkap tentang program JKA, hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan.
Poster dipasang pada tempat-tempat yang strategis frekuensi di ibu kota
kabupaten/kota, kecamatan dan desa.
5. Sosialisasi melalui leaflet dilakukan untuk menjamin seluruh peserta telah
memahami hak, kewajiban dan prosedur kepesertaan serta pelayanan. Leaflet
dibagikan kepada seluruh peserta bersamaan dengan pendistribusian kartu peserta.
6. Selain itu juga dilakukan sosialisasi langsung melalui kegiatan penyuluhan
tingkat kecamatan yang melibatkan unsur muspika, kepala desa dan bidan desa.
7. Permintaan informasi juga bisa dilayani melalui media yang ada di Dinas
8. Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan sosialisasi menjadi beban
anggaran pelayanan kesehatan tidak langsung.
2.6. Landasan Teori
Engel dkk (dalam Widyaratna dkk, 2001) menyatakan bahwa kepuasan pasien
merupakan evaluasi setelah pemakaian dimana pelayanan yang diberikan
sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan dari pasien. Pasien yang dirawat di rumah
sakit melakukan evaluasi terhadap pelayanan yang diterimanya dan dari evaluasi
itulah pasien mengetahui apakah mereka merasa puas dengan pelayanan yang
diberikan atau tidak.
2.7. Kerangka Konsep
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan tujuan penelitian maka dapat
digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut.
Persepsi Pasien Peserta JKA Terhadap Pelayanan di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Langsa :
1. Pelayanan administrasi 2. Pemeriksaan oleh dokter 3. Perawatan di ruang perawatan 4. Pemeriksaan penunjang diagnostik 5. Tindakan medis
Kepuasan Pasien Peserta JKA terhadap
Pelayanan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.3Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan rancangan cross
sectional (sekat silang) untuk mengetahui persepsi pasien peserta jaminan kesehatan
aceh terhadap mutu dan kepuasan pelayanan di Ruang Rawat Inap RSUD Kota
Langsa tahun 2011.
3.4Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Kota Langsa. Pemilihan lokasi ini dipilih dengan alasan bahwa : RSUD Kota
Langsa merupakan salah satu Rumah Sakit yang menerima pasien yang
menggunakan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Dari hasil survei awal diketahui
bahwa layanan kesehatan bagi pasien peserta JKA dinilai kurang optimal, hal ini
ditandai dengan adanya keluhan pasien peserta JKA terhadap layanan RSUD Kota
Langsa. Beberapa keluhan masyarakat yang sudah diterima selama ini diantaranya
adalah keterlambatan dokter dalam menangani pasien, kurangnya perhatian perawat
terhadap pasien atau dinilai sering “menelantarkan” pasien-pasiennya, kekurangan
obat dan penempatan pasien yang kurang layak di rumah sakit.
3.2.2. Waktu
3.5.Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien peserta JKA yang dirawat
inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa. Berdasarkan data rekam medik
RSUD Kota Langsa diperoleh jumlah rata-rata pasien peserta JKA yang dirawat inap
pada bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Mei 2011 sebanyak 426 pasien.
3.3.2 Sampel
Riduwan (2008) menyatakan “untuk menentukan berapa minimal sampel
yang dibutuhkan jika ukuran populasi diketahui, dapat digunakan rumus Taro
Yamane”, seperti berikut ini :
n =
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel (n) sebagai berikut :
2Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pasien
pengguna JKA yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa yaitu
Responden pada penelitian ini adalah keluarga pasien yang mendampinginya selama
dirawat di rumah sakit.
3.6. Pengumpulan Data 1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah persepsi pasien terhadap pelayanan
dan kepuasan pasien peserta JKA di ruang rawat inap RSUD Kota Langsa yang
diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan dan mempelajari data,
dokumen dan laporan yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa,
literature, serta sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian ini.
3.5. Defenisi Operasional
1. Pelayanan adalah tindakan yang dirasakan oleh responden dalam layanan
kesehatan rawat inap bagi peserta JKA yang meliputi : pelayanan administrasi,
pemeriksaan oleh dokter, perawatan di ruang perawatan, pemeriksaan penunjang
diagnostik, dan tindakan medis.
a. Pelayanan administrasi adalah persepsi responden terhadap pelayanan dalam
penggurusan administrasi bagi pasien peserta JKA.
b. Pemeriksaan oleh dokter adalah persepsi responden terhadap pelayanan yang
diberikan dokter dalam melakukan pemeriksaan pasien selama rawat inap.
c. Perawatan di ruang perawatan adalah persepsi responden terhadap pelayanan
d. Pemeriksaan penunjang diagnostik adalah persepsi responden terhadap
kelengkapan perawatan dan kecanggihan peralatan medis yang dipakai dalam
memeriksa pasien.
e. Tindakan medis adalah persepsi responden terhadap pelayanan yang diberikan
dokter dalam meberikan pengobatan dan pertolongan untuk meningkatkan
kepulihan pasien.
2. Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa responden yang berasal dari
perbandingan antara kesan terhadap pelayanan dengan harapan yang dimiliki
selama pasien dirawat inap.
3.6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 3.6.1. Uji Validitas
Kuesioner yang dijadikan instrumen pengumpulan data diuji terlebih dahulu
dan uji validitas internal yaitu menguji validitas setiap butir pertanyaan. Pengujian
validitas penelitian ini dilakukan dengan mengambil responden yang tidak termasuk
dalam sampel penelitian. Umar (2004) mengatakan bahwa jumlah responden untuk
uji coba disarankan minimal 30 orang agar distribusi skor (nilai) akan mendekati
kurva normal.
Pengujian validitas menggunakan koefisien korelasi pearson (pearson’s
product moment coefficient of correlation) yang diolah dengan menggunakan
program SPSS 13.0. Dasar keputusan uji validitas dalam penelitian ini adalah dengan
membandingkan p-value kurang dari alpha 0,05 maka item pertanyaan dikatakan
valid. Dasar pengambilan keputusan uji validitas juga dilakukan dengan
membandingkan koefisien korelasi dengan angka kritis (r-tabel=0,361). Jika koefisien
korelasi lebih besar dari r-tabel maka item pernyataan valid, sebaliknya jika koefisien
korelasi kurang dari r-tabel maka item pernyataan tidak valid.
3.6.2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas diukur dengan menggunakan Alpha Cronbach untuk
mengetahui konsistensi internal antar variabel dalam instrumen. Dengan kata lain, uji
reliabilitas akan mengindikasikan apakah instrumen-instrumen yang dipergunakan
dalam penelitian ini layak dan berkaitan atau tidak. Dalam metode Alpha Cronbach
telah ditentukan bahwa jika nilai Alpha Cronbach mendekati 1, maka hal ini
menunjukkan bahwa alat ukur yang digunakan sudah sangat baik (reliable) atau
jawaban responden akan cenderung sama walaupun diberikan kepada responden
tersebut dalam bentuk pertanyaan yang berbeda (konsisten), sedangkan jika berada di
atas 0.8 adalah baik, tetapi bila berada di bawah nilai 0.6 tidak baik atau tidak reliabel
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Untuk Mutu Pelayanan dan
Pengukuran persepsi responden terhadap mutu pelayanan (pelayanan
administrasi, pemeriksaan oleh dokter, perawatan di ruang perawatan, pemeriksaan
penunjang diagnostik, tindakan medis, dan pemberian obat standar) dan kepuasan
pasien peserta JKA adalah dengan menggunakan instrumen kuesioner yang disusun
dengan pertanyaan yang bersifat tertutup. Skala yang dipakai dalam penyusunan
kuesioner adalah skala ordinal atau sering disebut skala Likert, yaitu skala yang berisi
Mutu Pelayanan Kepuasan Terhadap Pelayanan 1 = Sangat kurang baik
2 = Kurang baik 3 = Bisa-biasa saja 4 = Baik
5 = Sangat baik
1 = Sangat kurang puas 2 = Kurang puas 3 = Bisa-biasa saja 4 = Puas
5 = Sangat puas
3.8 Pengolahan dan Analisis Data 3.8.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Editing
Untuk melakukan pengecekan isi kuesioner apakah kuesioner sudah diisi dengan
lengkap jelas jawaban dari responden dan relevan dengan pertanyaan.
b. Coding
Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka.
Gunanya untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga entri data.
c. Processing
Setelah data dikoding maka selanjutnya melakukan entry data dari kuesioner ke
dalam program komputer.
d. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada
kesalahan atau tidak.
e. Tabulating adalah penyusunan data agar dengan mudah untuk dijumlahkan,
3.8.2 Analisis Data
Data yang dikumpulkan diperoleh secara manual dengan menggunakan
kuesioner kemudian data tersebut dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian
4.1.1. Sejarah Perkembangan Rumah Sakit Umum Kota Langsa
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa (RSUD Kota Langsa) didirikan
pada tahun 1915 oleh Pemerintah Kolonial Belanda diatas arela tanah seluas ± 35.800
m2, yang merupakan Rumah Sakit rujukan atas mata rantai system kesehatan di
Pemerintah Kota Langsa. Berdasarkan SK Menkes Republik Indonesia No.
51/Men.Kes/SK//II/1979 tanggal 22 Februari 1979 diberikan status menjadi Rumah
Sakit dalam klasifikasi type C, kemudian pada tahun 1997 ditingkatkan klasifikasinya
menjadi Rumah Sakit tipe B Non pendidikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 479/Men.Kes/SKV/1997 tanggal 20 Mei 1997.
Kemudian berdasarkan Kepres No. 40 tahun 2001 berubah status menjadi Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Langsa dan telah juga ditetapkan dengan Qanun
Pemerintah Kota Langsa No. 5 Tahun 2005, dan Qanun Pemerintah Kota Langsa No.
10 Tahun 2009 tentang rincian pokok dan fungsi pemangku jabatan struktural di
Lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa.
4.1.2. Letak Geografis
Kota Langsa merupakan bagian dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
terletak pada 040 24’35,68’’ - 040 33’27,03’’ Lintang Utara dan 970 53’14,59 – 980
04’42,18’’ Bujur Timur. Luas Wilayah keseluruhan 262,41 km2, panjang garis pantai