STUDI PEMBUATAN TEH DAUN GAMBIR
(Uncaria gambir Roxb)
SKRIPSI
Oleh :
ESRON GUNANTA SURBAKTI
070305026
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
STUDI PEMBUATAN TEH DAUN GAMBIR
(Uncaria gambir Roxb)
SKRIPSI
Oleh :
ESRON GUNANTA SURBAKTI
070305026
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Teknologi Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
ESRON GUNANTA SURBAKTI : Studi Pembuatan Teh Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb). Dibimbing oleh Ir. Rona J. Nainggolan, SU, dan Ir. Terip Karo-Karo, MS. Bagian tanaman gambir yang paling banyak dimanfaatkan adalah daun dan ranting. Dengan adanya kandungan tanin dan memiliki khasiat sebagai obat-obatan, diharapkan daun gambir tersebut dapat dimanfaatkan sebagai teh yang memiliki ciri khas sendiri, selain sebagai minuman penyegar juga sekaligus sebagai obat.
Penelitian dilakukan pada bulan Juli – Agustus 2011 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan rancang acak lengkap faktorial dengan perlakuan letak daun (daun pucuk, daun ke-2, daun ke-3 dan daun ke-4) dan lama pelayuan (15, 16, 17 dan 18 jam). Parameter yang dianalisa adalah kadar tanin, kadar air, kadar abu, uji organoleptik ( rasa, warna air seduhan, penampakan partikel dan warna ampas seduhan).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa letak daun memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar tanin, kadar air, kadar abu, rasa, warna air seduhan, warna ampas seduhan dan berbeda nyata terhadap penampakan partikel. Lama pelayuan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar tanin, kadar air, kadar abu, rasa, warna air seduhan, warna ampas seduhan dan berbeda nyata terhadap penampakan partikel. Interaksi letak daun dan lama pelayuan yang terbaik untuk pembuatan teh daun
gambir adalah daun pucuk dengan lama pelayuan 18 jam. Kata kunci : teh daun gambir, letak daun, lama pelayuan.
ABSTRACT
ESRON GUNANTA SURBAKTI : Study of Tea Making From Gambir Leave
(Uncaria gambir Roxb). Supervised by Rona J. Nainggolan, and Terip Karo-Karo.
The part of gambir plant who have a lot of use is leave and small branch. With the existence of tannin and its medicinal properties, it is hope that gambir leaves can be used as a tea that have a special characteristic, and also as a fresher beverage and medicine.
This research was conducted on July to August 2011 in The Laboratory of Food Technology, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan, using factorial completely randomised design with two factors i.e : position of leave (tip leaf, 2nd leave, 3th leave and 4th leave) and time of withering (15, 16, 17 and 18 hours). Parameters analysed were tannin content, water content, ash content, organoleptic values (taste, colour, particle appearance, infused leaf colour ).
The results showed that leave position had highly significant effect on tannin content, water content, ash content, taste, colour, infused leaf and had significant effect on particle appearance. Withering time had highly significant effect on tannin content, water content, ash content, taste, colour, infused leaf and had significant effect on particle appearance. The best interaction of position of leave and withering time was tip leaf with withering time of 18 hours.
RIWAYAT HIDUP
Esron Gunanta Surbakti, lahir di Berastagi pada tanggal 11 Juli 1989.
Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara dari ayahanda N. Surbakti
dan ibunda A. Br Ginting, beragama Kristen Katolik.
Pada tahun 2004 penulis memasuki jenjang pendidikan SMA di
SMA Yayasan Perguruan Bersama, Berastagi dan lulus pada tahun 2007. Penulis
memasuki Departemen Teknologi Pertanian Program Studi Teknologi Hasil
Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB
pada tahun 2007.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus IMTHP
(Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian) masa bakti 2010-2011, pengurus
IMK (Ikatan Mahasiswa Katolik) Santo Fransiskus Xaverius dan IMKA
(Ikatan Mahasiswa Karo) Mbuah Page FP USU.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Perkebunan Socfindo
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun
judul skripsi ini adalah ”Studi Pembuatan Teh Daun Gambir
(Uncaria gambir Roxb)”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan termia kasih kepada
Ir. Rona J. Nainggolan, SU selaku ketua komisi pembimbing dan
Ir. Terip Karo-Karo, MS selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan
bimbingan yang diberikan mulai dari menetapkan judul, melakukan penelitian,
sampai pada ujian akhir.
Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
ayahanda N. Surbakti, serta Ibunda A. Br Ginting, kepada abang-abang saya
Alm. Andi Alpian Surbakti, Doris Sukanta Surbakti, SP, Tommy Albert Surbakti
dan adik-adik saya Seleranta Filisia Br Surbakti dan Peni Kristi Br Surbakti yang
mendo’akan dengan tulus dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi
ini. Terima kasih yang terkhusus untuk rekan-rekan THP angkatan 2007
seperjuangan, asisten Laboratorium Teknologi Pangan, Mikrobiologi dan AKBP
serta semua pihak yang telah ikut menyukseskan pelaksanaan penelitian penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penelitian selanjutnya. Akhir kata penulis mengucapkan terima
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 20
Pengamatan dan Pengukuran Data ... 23
Parameter Penelitian ... 23
Kadar Tanin ... 23
Kadar Abu ... 24
Uji Organoleptik Rasa ... 25
Uji Organoleptik Warna Air Seduhan ... 25
Uji Organoleptik Penampakan Partikel ... 25
Uji Organoleptik Warna Ampas Seduhan ... 26
Skema Pembuatan Teh Daun Gambir ... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh letak daun terhadap parameter yang diamati ... 28
Pengaruh lama pelayuan terhadap parameter yang diamati ... 29
Pengaruh interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap parameter yang diamati ... 30
Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kadar Air ... 39 Pengaruh Letak Daun Terhadap Uji Organoleptik Rasa ... 47
Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Uji Organoleptik Rasa ... 48
Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Uji Organoleptik Rasa ... 50
Uji Organoleptik Warna Air Seduhan Pengaruh Letak Daun Terhadap Uji Organoleptik Warna Air Seduhan ... 50
Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Uji Organoleptik Warna Air Seduhan ... 51
Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Uji Organoleptik Warna Air Seduhan ... 53
Pengaruh Letak Daun Terhadap Uji Organoleptik Warna Ampas
Seduhan ... 58
Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Uji Organoleptik Warna Ampas Seduhan ... 59
Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Uji Organoleptik Warna Ampas Seduhan ... 61
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 63
Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
DAFTAR LAMPIRAN ... 66
8. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap parameter yang diamati... 30
9. Uji LSR efek utama pengaruh letak daun terhadap kadar tanin... 32
10. Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap kadar tanin... 33
11. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar tanin ... 35
12. Uji LSR efek utama pengaruh letak daun terhadap kadar air... 37
13. Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap kadar air ... 38
14. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar air ... 40
15. Uji LSR efek utama pengaruh letak daun terhadap kadar abu... 42
16. Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap kadar abu... 44
18. Uji LSR efek utama pengaruh letak daun terhadap uji
organoleptik rasa ... 47
19. Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap uji
organoleptik rasa ... 49
20. Uji LSR efek utama pengaruh letak daun terhadap uji
organoleptik warna air seduhan ... 50
21. Uji LSR efek utama lama pelayuan terhadap uji organoleptik warna air seduhan ... 52
22. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap uji organoleptik warna air seduhan... 53
23. Uji LSR efek utama pengaruh letak daun terhadap uji
organoleptik penampakan partikel... 55
24. Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap uji
organoleptik penampakan partikel ... 57
25. Uji LSR efek utama pengaruh letak daun terhadap uji
organoleptik warna ampas seduhan ... 58
26. Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap uji
organoleptik warna ampas seduhan ... 60
5. Grafik hubungan pengaruh interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar tanin ... 36
6. Histogram hubungan letak daun terhadap kadar air ... 38
7. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap kadar air ... 39
8. Grafik hubungan pengaruh interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar air ... 41
9. Histogram hubungan letak daun terhadap kadar abu ... 43
10. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap kadar abu ... 44
11. Grafik hubungan pengaruh interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar abu ... 46
12. Histogram hubungan letak daun terhadap uji organoleptik rasa... 48
13. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap uji organoleptik rasa... 49
14. Histogram hubungan letak daun terhadap uji organoleptik warna air seduhan ... 51
15. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap uji organoleptik warna air seduhan ... 52
16. Grafik hubungan pengaruh interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap uji organoleptik warna air seduhan... 54
18. Grafik hubungan letak daun terhadap uji organoleptik penampakan
partikel ... 57
19. Histogram hubungan letak daun terhadap uji organoleptik warna
ampas seduhan ... 59
20. Grafik hubungan letak daun terhadap uji organoleptik warna ampas seduhan... 60
21. Grafik hubungan pengaruh interaksi antara letak daun dan lama
pelayuan terhadap uji organoleptik warna ampas seduhan... 62
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1. Data pengamatan kadar tannin (%)... 66
2. Data pengamatan kadar air (% bb)……… 67
3 Data pengamatan kadar abu (% bk)……….. 68
4. Data pengamatan nilai organoleptik rasa (Numerik)………. 69
5. Data pengamatan nilai organoleptik warna air seduhan (Numerik)……….. 70
6. Data pengamatan nilai organoleptik penampakan partikel (Numerik)………... 71
7. Data pengamatan nilai organoleptik warna ampas seduhan (Numerik)……… 72
8. Gambar Proses Pembuatan Teh Daun Gambir... 73
9. Gambar Produk dan warna seduhan teh daun gambir... 74
ABSTRAK
ESRON GUNANTA SURBAKTI : Studi Pembuatan Teh Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb). Dibimbing oleh Ir. Rona J. Nainggolan, SU, dan Ir. Terip Karo-Karo, MS. Bagian tanaman gambir yang paling banyak dimanfaatkan adalah daun dan ranting. Dengan adanya kandungan tanin dan memiliki khasiat sebagai obat-obatan, diharapkan daun gambir tersebut dapat dimanfaatkan sebagai teh yang memiliki ciri khas sendiri, selain sebagai minuman penyegar juga sekaligus sebagai obat.
Penelitian dilakukan pada bulan Juli – Agustus 2011 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan rancang acak lengkap faktorial dengan perlakuan letak daun (daun pucuk, daun ke-2, daun ke-3 dan daun ke-4) dan lama pelayuan (15, 16, 17 dan 18 jam). Parameter yang dianalisa adalah kadar tanin, kadar air, kadar abu, uji organoleptik ( rasa, warna air seduhan, penampakan partikel dan warna ampas seduhan).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa letak daun memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar tanin, kadar air, kadar abu, rasa, warna air seduhan, warna ampas seduhan dan berbeda nyata terhadap penampakan partikel. Lama pelayuan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar tanin, kadar air, kadar abu, rasa, warna air seduhan, warna ampas seduhan dan berbeda nyata terhadap penampakan partikel. Interaksi letak daun dan lama pelayuan yang terbaik untuk pembuatan teh daun
gambir adalah daun pucuk dengan lama pelayuan 18 jam. Kata kunci : teh daun gambir, letak daun, lama pelayuan.
ABSTRACT
ESRON GUNANTA SURBAKTI : Study of Tea Making From Gambir Leave
(Uncaria gambir Roxb). Supervised by Rona J. Nainggolan, and Terip Karo-Karo.
The part of gambir plant who have a lot of use is leave and small branch. With the existence of tannin and its medicinal properties, it is hope that gambir leaves can be used as a tea that have a special characteristic, and also as a fresher beverage and medicine.
This research was conducted on July to August 2011 in The Laboratory of Food Technology, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan, using factorial completely randomised design with two factors i.e : position of leave (tip leaf, 2nd leave, 3th leave and 4th leave) and time of withering (15, 16, 17 and 18 hours). Parameters analysed were tannin content, water content, ash content, organoleptic values (taste, colour, particle appearance, infused leaf colour ).
The results showed that leave position had highly significant effect on tannin content, water content, ash content, taste, colour, infused leaf and had significant effect on particle appearance. Withering time had highly significant effect on tannin content, water content, ash content, taste, colour, infused leaf and had significant effect on particle appearance. The best interaction of position of leave and withering time was tip leaf with withering time of 18 hours.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor teh terbesar di Asia
Tenggara dan merupakan negara penghasil teh nomor lima di dunia. Teh yang
dihasilkan Indonesia merupakan jenis yang berasal dari tanaman teh Camelia
sinensis. Teh hanya dapat tumbuh pada ketinggian 400-2000 meter diatas
permukaan laut.
Permintaan konsumen dunia akan teh semakin meningkat, namun tanaman
penghasil teh tersebut dinilai belum mampu untuk memenuhi kebutuhan
permintaan tersebut. Kurangnya pemanfaatan bahan baku lain menjadi produk teh
tersebut membuat perkembangan produk teh menjadi terhambat.
Indonesia merupakan negara pengekspor gambir terbesar di dunia. Daerah
penghasil gambir tersebut terletak di Provinsi Sumatera Barat (di Kabupaten Lima
Puluh Kota) dan Provinsi Sumatera Utara (di Kabupaten Pak-Pak Barat). Bagian
tanaman yang dimanfaatkan dari tanaman gambir tersebut hanya sebatas getahnya
saja yang diekstrak dari daun dan rantingnya yang kemudian diolah menjadi
gambir.
Berdasarkan literatur, bila ditinjau dari segi komposisi kimia, daun gambir
juga mengandung tanin seperti daun teh yang diperoleh dari tanaman Camelia
sinensis L. Dengan adanya kandungan tanin dan memiliki khasiat sebagai
obat-obatan, diharapkan daun gambir tersebut dapat dimanfaatkan sebagai teh yang
memiliki ciri khas sendiri, dimana selain sebagai minuman penyegar juga
Di dunia, Indonesia memegang 80% pangsa pasar sebagai negara pengekspor gambir sehingga indonesia memiliki pasar yang luas untuk pemasaran gambir tersebut. Gambir tersebut seharusnya dapat diolah menjadi produk turunannya yang
mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi seperti gambir murni, gambir
terstandarisasi, katekin, tanin, alkaloid gambir atau menjadi minuman gambir
sehingga pasar untuk produk gambir tersebut juga semakin meluas.
Tanaman gambir (Uncariagambir Roxb) adalah komoditas spesifik lokasi
Sumatera Barat. Artinya komoditas ini tumbuh dan berkembang secara baik di
daerah ini dan merupakan mata pencaharian pokok yang memegang peranan
penting dalam penerimaan pendapatan masyarakat serta pendapatan daerah dan
negara, yaitu sebagai komoditas ekspor yang mampu memberikan sumbangan
besar pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah dan devisa untuk
Negara.
Di indonesia daun dan ranting gambir hanya diolah sampai sebatas bubuk
gambir, obat-obatan, dan gambir untuk pelengkap makan sirih. Bubuk gambir
merupakan komoditas gambir yang siap diekspor baik ke Hongkong, Yaman,
India, Singapura, Bangladesh, Malaysia, Thailand, Korea, Prancis, Italia dan
Sudan. Pada negara-negara tujuan ekspor tersebut, bubuk gambir akan diolah
kembali menjadi produk yang lebih bernilai ekonomis. Beberapa produk turunan
gambir yang sudah dioalah dalam skala industri di negara pengimpor tersebut
adalah katekin, tanin, kosmetik, biopestisida, pasta gigi, lotion luka bakar,
penyamak kulit, pewarna alami, antioksidan, antimikroorganisme, maupun anti
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis berkeinginan
untuk melakukan penelitian dengan judul “Studi Pembuatan Teh Daun
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh letak daun dan lama pelayuan terhadap mutu
teh daun gambir (Uncaria gambir Roxb) dan mempelajari potensi daun gambir
untuk digunakan sebagai teh seduh.
Kegunaan Penelitian
Sebagai sumber data di dalam penyusunan skripsi di Teknologi Hasil
Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan dan sebagai sumber informasi pada pembuatan teh daun
gambir.
Hipotesa Penelitian
Ada pengaruh letak daun, lama pelayuan, dan interaksi antara letak daun
TINJAUAN PUSTAKA
Teh (Camelia sinensis L.)
Teh adalah minuman yang mengandung kafein, sebuah infusi yang dibuat
dengan cara menyeduh daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman
Camelia sinensis dengan air panas. Teh yang berasal dari tanaman teh dibagi
menjadi 4 kelompok : teh hitam, teh oolong, teh hijau dan teh putih
(http://id.wikipedia.org., 2011).
Teh adalah produk pertanian berupa daun, tunas daun dan ruas dari
tanaman Camelia sinensis, diracik dan disajikan dengan berbagai metode. Teh
juga mengacu kepada minuman beraroma yang racik dari daun-daunan berkhasiat
dengan cara diseduh menggunakan air panas atau mendidih dan menjadi
nama umum dari tanaman Camelia sinensis itu sendiri.
(http://bicarateh.wordpress.com., 2010).
Manfaat teh antara lain adalah sebagai antioksidan, memperbaiki sel-sel
yang rusak, menghaluskan kulit, melangsingkan tubuh, mencegah kanker,
mencegah penyakit jantung, mengurangi kolesterol dalam darah. Melancarkan
sirkulasi darah. Maka tidak heran bila minuman ini disebut-sebut sebagai
minuman kaya manfaat. Selain manfaat teh, ada juga zat yang terkandung dalam
teh yang berakibat kurang baik untuk tubuh. Zat itu adalah kafein. Kafein pada teh
dapat menyebabkan proses penyerapan makanan menjadi terhambat. Batas aman
untuk mengkonsumsi kafein dalam sehari adalah 750 mg/hari atau setara dengan 5
Berdasarkan varietasnya, Camelia sinensis dibagi menjadi dua yaitu
Camelia sinensis varietas Assamica dan Camelia sinensis varietas Sinensis. Di
indonesia, sebagaian besar tanamannya berupa Camelia sinensis varietas
Assamica. Salah satu kelebihan dari varietas Assamica ini adalah kandungan
polifenolnya yang tinggi. Sehingga sangatlah beralasan bila teh Indonesia lebih
berpotensi dalam hal kesehatan dibandingkan teh Jepang maupun teh China yang
mengandalkan varietas sinensis sebagai bahan bakunya. Senyawa utama yang
dikandung teh adalah katekin, yaitu suatu kerabat tanin terkodensasi yang juga
akrab disebut polifenol karena banyaknya gugus fungsi hidroksil yang
dimilikinya. Selain itu, teh juga mengandung alkaloid kafein yang bersama-sama
dengan polifenol teh akan membentuk rasa menyegarkan. Beberapa vitamin yang
dikandung teh diantaranya adalah vitamin P, vitamin C, vitamin B, dan vitamin A
walaupun diduga keras menurun aktivitasnya akibat pengolahan masih dapat
dimanfatkan oleh peminumnya. Beberapa jenis mineral juga terkandung dalam
teh, terutama flouride yang dapat memperkuat struktur gigi
(http://blogs.unpad.ac.id., 2010).
Teh hijau adalah teh yang tidak melewati proses oksidasi enzimatik. Teh
jenis ini paling populer dan dipercaya berkhasiat untuk kesehatan. Setelah
daunnya dipetik, kemudian memasuki tahapan pelayuan kemudian disangrai untuk
mencegah terjadinya proses oksidasi pada daun. Proses terakhir adalah
pengeringan daun, agar keharuman dan warna hijaunya tetap terjaga. Teh oolong
merupakan teh semioksidasi enzimatis. Proses pengolahannya setelah dipetik,
daun dijemur dibawah sinar matahari agar layu. Proses ini ditujukan untuk
untuk mengeluarkan airnya diikuti proses oksidasi enzimatik yang pendek
sebelum dikeringkan di oven. Setelah diproses, warna daunnya berubah menjadi
seperti tembaga dengan citarasa ringan, antara teh hijau dan teh hitam. Teh hitam
merupakan teh yang mengalami proses oksidasi enzimatis sempurna. Proses
pengolahannya dimulai dengan pelayuan selama 12-18 jam. Proses ini untuk
mengurangi kadar air dalam daun. Setelah pelayuan, dilakukan penggilingan.
Hancurnya membran daun saat penggilingan menyebabkan keluarnya sari teh dan
minyak essensial sehingga memunculkan aroma khas
(http://tehkesehatan.com., 2008).
Komponen bioaktif utama dalam teh berperan dalam memberikan efek
fisiologis disebut katekin. Katekin ini terdiri dari 4 jenis yaitu epicathecin (EC),
epigallocathecin (EGC), epicathecin gallate (ECG), dan epigallocathecin gallate
(EGCG). Komponen katekin ini lebih banyak terdapat dalam teh hijau
dibandingkan teh hitam. Dalam teh hitam, sebagian besar katekin dioksidasi
menjadi teaflavin dan tearubigin (Hartoyo, 2009).
Adapun taksonomi dari tanaman teh seperti dibawah ini :
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Famili : Theaceae
Genus : Camelia
Species : Camelia sinensis L.
Secara botanis terdapat 2 jenis teh yaitu Thea Sinensis dan Thea Assamica.
Tea Sinensis ini juga disebut teh Jawa yang ditandai dengan ciri-ciri tumbuhnya
lambat, jarak cabang dengan tanah sangat dekat, daunnya kecil, pendek, ujungnya
agak tumpul dan berwarna hijau tua. Tea Assamica mempunyai ciri-ciri tumbuh
cepat, cabang agak jauh dari permukaan tanah, daunnya lebar, panjang dan
ujungnya runcing serta berwarna hijau mengkilat (Soehardjo, et al., 1996).
Pada saat daun teh dibakar, sekitar 4,5-6% sisa sebagai abu dan ini berasal
dari hasil oksidasi, pospat, clorida dan senyawa lain dari elemen daun. Ada 5
nutrien paling banyak (mayor) terdapat pada abu daun teh yang dinyatakan
sebagai jumlah daun kering yaitu potasium 1,75-2,25%, posfor 0,3-0,5%, kalsium
0,4-0,5%, magnesium 0,2% dan sulfur 0,1-0,3%. Yang disebut elemen paling
sedikit (minor) atao trace elements yang dinyatakan dalam ppm dari berat kering
daun yaitu besi 500 ppm, mangan 500-1000 ppm, boron, zinc dan klorin 30-50
ppm (Harler, 1996).
Teh diperoleh dari pengolahan daun (pucuk daun dan daun-daun muda)
dari tanaman (Camelia sinensis L.). Tanaman ini berasal dari daerah pegunungan
di Himalaya. Karenanya di daerah tropik tanaman teh dapat tumbuh subur di
daerah pegunungan, di dataran-dataran tinggi dengan suhu sekitar 14 - 25oC. di
Indonesia tanaman teh tumbuh baik di daerah-daerah dengan ketinggian
250 m - 1.200 m. Panen teh terjadi ketika daun-daun dan tunas-tunas muda yang
di daerah tropika dipetik secara rutin seminggu sekali tergantung pada musim.
Daun hijau yang dipetik diangkut ke suatu pabrik untuk diolah menjadi bubuk teh
jadi yang berbentuk teh hijau yang diminum di negara-negara Barat atau teh
Dalam perdagangan teh internasional dikenal tiga golongan teh, yang
pengolahannya berbeda-beda dan dengan demikian juga bentuk serta cita rasanya,
yaitu Black Tea (teh hitam), Green Tea (teh hijau), dan Oolong Tea (teh oolong).
Perbedaan pokok antara teh hitam dan teh hijau adalah bahwa teh hitam
mengalami proses fermentasi (proses pemeraman) yang merupakan ciri khasnya
sedangkan teh hijau tidak mengenal fermentasi dalam proses pengolahannya.
Disamping itu teh hitam tidak mengandung unsur-unsur lain di luar pucuk teh,
sedangkan teh hijau karena bau daunnya tidak hilang (karena tidak mengalami
proses fermentasi itu) harus dikompensasi dengan wangi-wangian dari
bahan-bahan non teh (Radiana, 1985).
Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb)
Tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb) tumbuh baik pada daerah
dengan ketinggian 900 m dari permukaan laut. Tanaman ini membutuhkan cahaya
matahari penuh serta curah hujan merata sepanjang tahun. Bagian tanaman gambir
yang dipanen adalah daun dan ranting yang selanjutnya diolah untuk
menghasilkan ekstrak gambir yang bernilai ekonomis (Zuldian, 2009).
Panen dan pemangkasan daun dilakukan setelah tanaman berumur 1,5
tahun. Pemangkasan dilakukan 2-3 kali setahun dengan selang 4-6 bulan.
Pangkasan daun dan ranting harus segera diolah, karena jika pengolahan ditunda
lebih dari 24 jam, getahnya akan berkurang (Alim, 2011).
Adanya perbedaan kadar katekin pada gambir dipengaruhi oleh kondisi
daun yang diekstrak. Daun gambir muda memiliki kandungan katekin dan
rendemen ekstrak lebih tinggi dari daun tua. Penanganan daun yang akan
yang terjadi pada penundaan daun gambir selama dua hari yang berpengaruh pada
menurunnya kadar katekin dan rendemen proses ekstraksi daun dan ranting
gambir. Tanin yang terdapat dalam gambir merupakan tanin yang tidak dapat
dihidrolisis (tanin kondensasi) (Gumbira-Sa’id et al., 2009).
Klasifikasi ilmiah tanaman gambir :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Gentianales
Famili : Rubiaceae
Genus : Uncaria
Species : Uncaria gambir
Gambir dibudidayakan pada lahan ketinggian 200-800 m diatas
permukaan laut. Mulai dari topografi agak datar sampai di lereng bukit. Biasanya
ditanam sebagai tanaman perkebunan di pekarangan atau kebun di pinggir hutan.
Budidaya biasanya semi intensif, jarang diberi pupuk tetapi pembersihan dan
pemangkasan dilakukan (Sinaga, 2010).
Daun gambir tumbuh tunggal pada tangkai batang dan saling berhadapan,
berwarna hijau dan memiliki panjang 8-13 cm dan lebar 4-7 cm. bentuk daun
oval, bagian ujung meruncing, bagian tepi bergerigi dan permukaan tidak berbulu.
Tanaman gambir memiliki bunga majemuk berbentuk lonceng dan berwarna
merah muda atau hijau yang tumbuh di ketiak daun. Bunga gambir memiliki
bulat telur, berwarna hitam memiliki panjang sekitar 1,5 cm dan dua ruang buah
(Gumbira-Sa’id et al., 2009).
Komponen-komponen kimia yang terdapat dalam gambir dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Komponen-komponen yang terdapat dalam Gambir
No Nama Komponen Jumlah (%)
1 Cathecin 7 - 33
2 Asam catechutannat 20 – 55
3 Pyrocathecol 20 -33
4 Gambir flouresensi 1 – 3
5 Red catechu 3 – 5
6 Quersetin 2 – 4
7 Fixed oil 1 - 2
8 Lilin 1 – 2
9 Alkaloid Sedikit
Sumber : Thorpe dan Whiteley, 1921 (Gumbira-Sa’id et al., 2009).
Syarat tumbuh tanaman gambir :
Tinggi tempat : 200-800 meter diatas permukaan laut
Jenis Tanah : Semua jenis tanah
Curah Hujan : + 3.300 mm/tahun
Suhu : 26-28oC
pH : 4,8-5,5
Kelembaban : 70-85%
Intensitas Sinar Matahari : Terbuka (100-80%)
Pengolahan Gambir
Proses pengolahan gambir adalah proses pengeluaran getah yang
terkandung dalam daun dan ranting dengan menggunakan alat pengepres,
sedangkan bahan yang akan dikeluarkan adalah catechin, kandungan inilah yang
menentukan persyaratan mutu gambir. Bagian gambir yang dipanen adalah daun
dan ranting yang selanjutnya diolah untuk menghasilkan ekstrak gambir yang
bernilai ekonomis (Alim, 2011).
Teknik pengolahan gambir di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga,
yaitu pengolahan gambir cara rakyat, cara Cina dan cara Eropa. Pada pengolahan
gambir cara rakyat , daun dipisahkan dari ranting. Selanjutnya daun dicelupkan
selama 1-1,5 jam dalam air mendidih dan setiap 0,5 jam dibalik. Daun kemudian
dikempa dan dimasak kembali selama 0,5 jam dan ekstrak gambir yang diperoleh
diendapkan selama 12 jam. Padatan hasil ekstraksi dipisahkan dan ditiriskan
kemudian dicetak dan dikeringkan dengan dijemur atau dipanaskan di atas bara
api (Zuldian, 2009).
Manfaat Gambir
Kegunaan utama adalah sebagai komponen menyirih, yang sudah dikenal
masyarakat kepulauan Nusantara, dari Sumatera hingga Papua sejak paling tidak
2500 tahun yang lalu. Diketahui, gambir merangsang keluarnya getah empedu
sehingga membantu kelancaran proses di perut dan usus. Fungsi lain adalah
sebagai campuran obat, seperti sebagai luka bakar, obat sakit kepala, obat diare,
obat disentri, obat kumur-kumur, obat sariawan, serta obat sakit kulit (dibalurkan),
penyamak kulit dan bahan pewarna tekstil untuk industri batik. Selain itu juga
untuk sakit perut. Fungsi yang tengah dikembangkan juga adalah sebagai perekat
kayu lapis atau papan partikel. Produk ini masih harus bersaing dengan sumber
perekat kayu lain, seperti kulit kulit kayu Acacia mearnsii, kayu Schinopsis
balansa, serta kulit polong Caesalpinia spinosa yang dihasilkan negara lain
(http://bisnisukm.com., 2009).
Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan yang berasal dari ekstrak
remasan daun dan ranting tumbuhan bernama Uncaria gambir Roxb. Di indonesia
gambir pada umumnya digunakan untuk menyirih. Kegunaan yang lebih penting
adalah sebagai bahan penyamak kulit dan pewarna. Gambir juga mengandung
katekin (catechin), suatu bahan alami yang bersifat antioksidan. India mengimpor
68% gambir dari indonesia dan menggunakannya sebagai bahan campuran
menyirih (Sinaga, 2010).
Gambir antara lain digunakan sebagai zat pewarna industri tekstil, ramuan
makan sirih, ramuan obat, penyamak kulit dan ramuan cat. Gambir juga dapat
menghambat pertumbuhan jamur dan cukup menghambat dalam pertumbuhan
bakteri dan anti jamur (Zuldian, 2009).
Penggunaan gambir di masyarakat berkembang seiring dengan
diketahuinya potensi khasiat gambir sebagai sumber obat alami. Secara
tradisional, gambir digunakan bersama pinang dan daun sirih untuk menginang
dan menjadi obat tradisional dalam mengatasi disentri, diare, luka bakar yang
digunakan sebagai obat luar, luka terbuka, sariawan dimulut serta suara parau.
Pemanfaatan gambir selain sebagai bahan baku obat alami adalah sebagai bahan
penyamak kulit dan pewarna alami. Pemanfaatan gambir oleh industri memiliki
yang menggunakan bahan baku komponen-komponen yang terkandung dalam
gambir (katekin, tanin, quersetin, dll) seperti industri farmasi dan kosmetik serta
pengolahan pangan dan perekat kayu. Red catechu merupakan gambir yang
memberikan warna merah. Quersetin memiliki manfaat sebagai anti-inflammatory
dan antioksidan serta berbagai potensi kesehatan yang menguntungkan lainnya
(Gumbira-Sa’id et al., 2009).
Pelayuan Teh
Di dalam praktek pelayuan dilakukan dengan menggunakan kotak layuan
(Withering trough) atau dengan menggunakan rak-rak kayu yang ditumpuk. Di
ujung kotak atau rak terdapat kipas yang berfungsi untuk menarik hawa panas
yang dihasilkan dari mesin pengeringan yang terletak disebelah bawah kamar
pelayuan (PTM, 2011).
Tujuan Pelayuan adalah untuk mengurangi kadar air daun teh hingga 70%
(persentase ini bervariasi dari satu wilayah dengan yang lain). Daun teh
ditempatkan diatas loyang logam (wire mesh) dalam ruangan (semacam oven).
Kemudian udara dialirkan untuk mengeringkannya secara keseluruhan. Proses ini
memakan waktu 12 hingga 17 jam. Pada akhir pemrosesan daun teh menjadi layu
dan lunak hingga mudah untuk dipilin (Foodinfo, 2009).
Persyaratan pelaksanaan pelayuan antara lain :
- Kadar air harus diturunkan sedemikian rupa sehingga mempermudah
proses fermentasi.
- Suhu udara panas harus sedemikian rupa sehingga reaksi-reaksi kimia
yang menjadi dasar untuk fermentasi dapat berlangsung dengan baik,
- Pembalikan daun sebanyak 2-3 kali.
- Waktu untuk melayukan harus cukup lama, sehingga reaksi-reaksi kimia
dapat berlangsung dengan leluasa yaitu antara 16-18 jam dalam keadaan
normal.
- Umumnya persentase daun layu berkisar antara 47-49%, kondisi dan mutu
dari daun sangat menentukan lama pelayuannya dan kadar air daun setelah
pelayuan
(Hamdani et al, 2009).
Selama proses pelayuan, daun teh akan mengalami dua perubahan yaitu
perubahan senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam daun serta menurunnya
kandungan air sehingga daun teh menjadi lemas. Proses ini dilakukan pada alat
Withering trough selama 14-18 jam tergantung kondisi pabrik yang bersangkutan.
Hasil pelayuan yang baik ditandai dengan pucuk layu yang berwarna hijau
kekuningan, tidak mengering, tangkai muda menjadi lentur, bila digengam terasa
lembut dan bila dilemparkan tidak akan buyar serta timbul aroma yang khas
seperti buah masak (Andrianis, 2009).
Untuk mencapai kadar air yang diinginkan maka dilakukan proses
pembalikan. Langkah ini juga supaya pucuk teh tidak terbang tertiup blower.
Kemudian hamparan pucuk teh dibongkar untuk dimasukkan ke dalam conveyor
(semacam corong yang dihubungkan dengan alat penggiling)
(http://www.google.co.id., 2011).
Perubahan fisik yang jelas adalah melemasnya daun akibat menurunnya
kandungan air. Keadaan melemasnya daun ini memberikan kondisi mudah
bahan-bahan yang dikandung dampai apda suatu kondisi yang tepat untuk
terjadinya peristiwa oksidasi pada tahap pengolahan berikutnya
(Situmorang, 2010).
Penggilingan teh
Secara kimia, proses penggilingan merupakan awal proses terjadinya
oksidasi enzimatis yaitu enzim polifenol oksidasi dengan bantuan oksigen. Pada
proses tahap kedua ini mengakibatkan dinding sel pada daun teh menjadi rusak
(Widhia, 2010).
Penggilingan akan mengakibatkan memar dan dinding sel pada daun teh
menjadi rusak. Cairan sel akan keluar dipermukaan daun secara rata. Proses ini
merupakan dasar terbentuknya mutu teh (Andrianis, 2009).
Tujuan utama penggilingan dalam pengolahan teh hitam adalah :
- Memarkan dan menggiling seluruh bagian pucuk agar sebanyak mungkin
sel-sel daun mengalami kerusakan sehingga proses fermentasi dapat
berlangsung secara merata
- Memperkecil daun agar tercapai ukuran yang sesuai dengan ukuran
grade-grade teh yang diharapkan oleh pemasaran
- Memeras cairan sel daun keluar sehingga menempel pada seluruh
permukaan partikel-partikel teh
(PTM, 2011).
Fermentasi Teh
Ketika proses penggilingan telah sempurna, daun teh ditempatkan dalam
daun teh bersentuhan dengan udara dan mulai teroksidasi. Hal inilah yang
mengahsilkan bau, warna dan mutu dari teh. Pada proses ini daun teh berubah
warna hijau, menjadi coklat muda, lalu coklat tua dan perubahan warna daun ini
terjadi pada temperatur 26 derajat. Tahap ini merupakan tahap kritis dalam
menentukan rasa teh, jika oksidasi dibiarkan terlalu lama, rasa akan berubah
menjadi seperti busuk. Proses oksidasi memakan waktu kurang lebih satu
setengah sampai 2 jam (Foodinfo, 2009).
Selama fermentasi warna daun berubah dan menjadi warna tembaga
gelap. Waktu fermentasi dihitung dari waktu penggulungan dimulai dan itu
seharusnya sesingkat mungkin dilakukan. Setelah 4 jam terjadi kehilangan
kualitas yang cukup besar. Dari ilustrasi reaksi ini, pada 3 jam fermentasi ekstrak
bahan larut air mungkin turun menjadi 50 % menjadi 42% yang dihitung dari
bahan daun kering, pada waktu yang bersamaan bahan oksidasi menurun dari 330
menjadi 240 unit ( Eden, 1982).
Teh hitam, diperoleh melalui proses fermentasi oleh enzim yang terdapat
di dalam daun teh itu sendiri (Enzim polifenol oksidase). Prosesnya dimulai
dengan melayukan daun teh tersebut pada palung pelayu, kemudian digulung
sehingga sel-sel daunnya rusak. Selanjutnya dilakukan fermentasi pada suhu
antara 22-28oC, dengan kelembaban sekitar 90%. Lamanya fermentasi sangat
menentukan kualitas hasil akhir, biasanya dilakukan 2-4 jam (Fitriyanti, 2004).
Pemberhentian proses fermentasi yang terlalu awal akan menghasilkan teh
yang warnanya terlalu muda, mutu rendah dan cita rasanya belum terbentuk
sempurna. Sebaliknya waktu fermentasi yang terlalu lama akan mengahasilkan teh
Warna dan mutu belum sempurna
Fermentasi optimum (warna dan mutu seduhan baik)
Warna dan mutu sudah menurun
Kurang Fermentasi Lewat Fermentasi
antara waktu fermentasi dan karakteristik yang dihasilkan pada seduhan teh
terlihat pada Gambar 1.
Waktu Fermentasi
Gambar 1. Hubungan antara lama fermentasi dan mutu seduhan teh (Kamal, 1985).
Pengeringan Teh
Proses ini bertujuan untuk menghentikan proses oksidasi enzimatis pada
saat seluruh komponen kimia penting dalam daun teh telah secara optimal
terbentuk. Proses ini menyebabkan kadar air daun teh turun menjadi 2,5-4%.
Keadaan ini akan memudahkan proses penyimpanan dan transportasi. Mesin yang
digunakan dapat berupa ECP (Endless Chain Pressure) Dryer maupun FBD
(Fluid Bed Dryer) pada suhu 90-95oC selama 20-22 menit (Andrianis, 2009).
Pengeringan akan menghentikan proses oksidasi pada suatu ketika jumlah
zat-zat bernilai yang terkumpul mencapai kadar yang tepat. Suhu 95-98o yang
dipakai pada pengeringan akan mengurangi kandungan air teh sampai menajdi
2-3% membuat tahan lama disimpan. Beberapa perubahan kimia lain selain
pembentukan karamel dari karbohidrat), walaupun minyak essensial yang sudah
terbentuk 75-80% akan hilang (Alf, 2004).
Makin muda daun pucuk teh, makin tinggi kandungan bahan kimianya,
yang tertinggi terdapatpada daun peko. Zat-zat/senyawa-senyawa tersebut antara
lain adalah :
1. Catechin tidak berwarna tetapi mempengaruhi sifat teh jadi (bubuk teh)
baik rasa, warna maupun aromanya. Tannin mengandung 20-30% dari
berat kering daun. Pada peko kandungan kimianya 30% dari berat kering,
pada daun 2, 3 dan 4, masing-masing 21%, 18% dan 14% sedangkan pada
tangkai 6-10 % dari berat kering.
2. Karbohidrat : antara lain sukrosa, glukosa dan fruktosa, kandungan
karbohidrat pada teh terkandung 0,75% dari berat kering.
3. Pektin : antara lain sifatnya membentuk lapisan yang mengkilat, beratnya
4,9-7,7% dari berat kering daun.
4. Caffein : Caffein akan menyusun 3-4% dari berat kering daun dan peko
mengandung 3-4% dari berat kering, daun lainnya 1,5% dan tangkai
0,5%.
5. Protein : Seluruh protein dan asam amino berkisar antara 1,4%-5% dari
berat kering daun.
6. Vitamin : antara lain, Vit P, Vit K, Vit A, Vit B1, dan Vit B2
7. Mineral dalam daunt teh + 4-5% dari berat kering daun
8. Enzim-enzim : amilase, glukosidase, oximetialase, protease dan
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2011 di
Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun gambir yang
diperoleh dari Desa Lau Malem Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang,
Provinsi Sumatera Utara.
Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah aquades, kaolin
powder, larutan indigokarmin, KMnO4 0,1 N, larutan garam asam, larutan garam
jenuh dan larutan gelatin.
Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan
analitik, blower, cawan aluminium, kotak pelayuan, kotak fermentasi, lampu pijar,
kompor, pisau, erlenmeyer, beaker glass, oven, gelas ukur, buret, mortal dan alu,
termometer, cawan porselen, desikator, gelas, panci, sendok, saringan teh,
Metoda Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktorial dengan dan faktor yang terdiri dari :
Faktor I : Letak Daun Gambir
L1 = Daun pucuk
L2 = Daun ke-2
L3 = Daun ke-3
L4 = Daun ke-4
Faktor II : Lama Pelayuan
P1 = 15 jam
P2 = 16 jam
P3 = 17 jam
P4 = 18 jam
Kombinasi perlakuan adalah (Tc) = 4 x 4 = 16 dengan jumlah minimum
perlakuan (n) adalah :
Tc (n-1) ≥ 15
16 (n-1) ≥ 15
16n ≥ 31
n ≥ 1,93……… Dibulatkan menjadi n = 2
Jadi untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak
Model Rancangan
Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan model :
Ŷijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + €ijk
Dimana :
Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor L pada taraf ke-i dan faktor P taraf
ke-j dalam ulangan ke-k
μ : Efek nilai tengah
i : Efek faktor L pada taraf ke-i
j : Efek faktor P pada taraf ke-j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor L pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf
ke-j dalam ulangan ke-k
€ijk : Efek galat dari Faktor L pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf
ke-j dalam ulangan ke-k
(Bangun, 1991).
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji
dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range
(LSR).
Pelaksanaan Penelitian
- Dipisahkan daun gambir dari ranting berdasarkan letak daunnya yaitu
L1 (daun pucuk), L2 (daun ke-2), L3 (daun ke-3) dan L4 (daun ke-4)
- Dilakukan pelayuan selama P1 (15 jam), P2 (16 jam), P3 (17 jam ) dan
- Digiling (penggilingan) daun yang telah layu hingga hancur
- Difermentasi dengan suhu sekitar 28-29oC selama 90 menit
- Dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 90oC selama 25 menit
- Dilakukan analisis terhadap kadar tanin, kadar air, kadar abu, uji
organoleptik (rasa, warna air seduhan, penampakan partikel dan warna
ampas seduhan).
Skema pembuatan teh daun gambir dapat dilihat pada Gambar 2.
Pengamatan dan Pengukuran Data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap
parameter sebagai berikut :
1. Kadar Tanin
2. Kadar Air
3. Kadar Abu
4. Uji Organoleptik Rasa
5. Uji Organoleptik Warna air Seduhan
6. Uji Organoleptik Penampakan Partikel
7. Uji Organoleptik Warna Ampas Seduhan
Parameter Penelitian
1. Kadar Tanin (Sudarmadji et al, 1984)
Sebanyak 5 gr bahan yang telah ditumbuk halus ditambah 400 ml
aquadest kemudian dididihkan selama 30 menit. Kemudian dimasukkan kedalam
labu takar 500 ml dan ditambah aquadest sampai tanda tera, lalu disaring (Filtrat
I). Diambil 10 ml Filtrat I ditambah 25 ml larutan indigokarmin dan 750 ml
emas, misal diperlukan A ml. Diambil 100 ml Filtrat I ditambah berturut-turut 50
ml larutan gelatin, 100 ml larutan garam asam, 10 gram kaolin powder.
Selanjutnya digojog kuat-kuat beberapa menit dan disaring (Filtrat II). Diambil 25
ml Filtrat II, dicampur dengan larutan indigokarmin sebanyak 25 ml dan aquadest
750 ml kemudian dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N, misal butuh B ml.
Standarisasi larutan KMnO4 dengan Na-oksalat
1 ml KMnO4 0,1 N = 0,00416 gr tannin
Kadar Tannin = ( 50A – 50B) x N / 0,1 x 0,00416 x 100%
2. Kadar Air (Sudarmadji et al, 1984)
Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 5 gr dan diletakkan
pada cawan aluminium yang telah diketahui bobot keringnya. Selanjutnya
dikeringkan dengan oven pada suhu 100 + 1oC selama kurang lebih 5 jam sampai
berat konstan. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator, ditimbang bobot
akhirnya.
Kadar Air (bb%) = Bobot awal sampel (gr) - Bobot akhir sampel (gr) x 100%
3. Kadar Abu (Sudarmadji et al, 1984)
Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gram dan diletakkan dalam cawan
porselen yang telah diketahui bobot keringnya. Sebelum diabukan, sampel telah
terlebih dahulu dipanaskan diatas pemanas destruksi hingga terbentuk arang dan
tidak berasap lagi. Selanjutnya sampel diabukan di dalam tanur listrik pada suhu
550oC hingga terbentuk warna abu-abu. Setelah itu sampel didinginkan dalam
desikator. Ditimbang bobot akhirnya dan diulangi hingga bobot akhir konstan.
5
Bobot awal sampel
4. Organoleptik Rasa (Numerik) (Soekarto, 1981)
Diseduh 2 gram teh daun gambir dengan air panas sebanyak 200 ml
selama 3 menit. Uji organoleptik dilakukan oleh sebanyak 11 orang panelis.
Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan
skala numerik. Untuk skala rasa adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Uji Hedonik Rasa
Skala Numerik Keterangan 4 Sangat Suka 3 Suka 2 Agak Suka 1 Tidak Suka
5. Organoleptik Warna Air Seduhan (Liqour) (Numerik) (Soekarto, 1981)
Diseduh 2 gram teh daun gambir dengan air panas sebanyak 200 ml
selama 3 menit. Uji organoleptik dilakukan oleh sebanyak 11 orang panelis.
Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan
skala numerik. Untuk skala warna air seduhan adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Uji Hedonik warna air seduhan (liquor)
Skala Numerik Keterangan
4 Air seduhan merah sangat pekat 3 Air seduhan merah pekat
6. Organoleptik Penampakan Partikel (Appearance) (Numerik) (Soekarto, 1981)
Diseduh 2 gram teh daun gambir dengan air panas sebanyak 200 ml
selama 3 menit. Uji organoleptik dilakukan oleh sebanyak 11 orang panelis.
Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan
skala numerik. Untuk skala penampakan partikel adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Uji Hedonik penampakan partikel (Appearance)
Skala Numerik Keterangan
Sangat baik = Tidak ada partikel
Baik = Sedikit partikel
Kurang baik = Banyak partikel
Tidak baik = Sangat banyak partikel
7. Uji Organoleptik Warna Ampas Seduhan (Infused leaf) (Numerik) (Soekarto, 1981)
Diseduh 2 gram teh daun gambir dengan air panas sebanyak 200 ml
selama 3 menit. Uji organoleptik dilakukan oleh sebanyak 11 orang panelis.
Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan
skala numerik. Untuk skala warna ampas seduhan adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Uji Hedonik warna ampas seduhan (Infused leaf)
Skala Numerik Keterangan 4 Ampas sangat merah 3 Ampas merah
Gambar 2. Skema Pembuatan Teh Daun Gambir P1 = 15 jam
Fermentasi dengan suhu 28-29oC selama 90 menit
Pengeringan dengan suhu 90oC selama 25 menit
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Letak Daun terhadap Parameter yang Diamati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa letak daun gambir memberikan
pengaruh terhadap kadar tanin, kadar air, kadar abu, uji organoleptik rasa, warna
air seduhan, penampakan partikel dan warna ampas seduhan yang dihasilkan dari
teh daun gambir, seperti terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh letak daun terhadap parameter yang diamati
Letak
Abu Uji Organoleptik (Numerik) (%) (% bb) (% bk) Rasa Warna Air Penampakan
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa letak daun memberikan pengaruh
terhadap parameter yang yang diamati. Kadar tanin tertinggi terdapat pada
perlakuan L1 yaitu sebesar 5,15% dan terendah pada perlakuan L4 yaitu sebesar
3,38%. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 4,59 (% bb)
dan terendah terdapat pada perlakuan L4 yaitu sebesar 2,21 (% bb). Kadar abu
tertinggi terdapat pada perlakuan L4 yaitu sebesar 5,11 (% bk) dan terendah
terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 4,61 (% bk). Uji organoleptik rasa
tertinggi terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 3,15 dan terendah terdapat pada
perlakuan L4 yaitu sebesar 2,75. Uji organoleptik warna air seduhan tertinggi
terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 2,77 dan terendah terdapat pada
terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 3,23 dan terendah terdapat pada
perlakuan L3 yaitu sebesar 3,02. Uji organoleptik warna ampas seduhan tertinggi
terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 2,98 dan terendah terdapat pada
perlakuan L4 yaitu sebesar 1,99.
Pengaruh lama pelayuan terhadap parameter yang diamati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pelayuan memberikan
pengaruh terhadap kadar tanin, kadar air, kadar abu, uji organoleptik rasa, warna
air seduhan, penampakan partikel dan warna ampas seduhan yang dihasilkan dari
teh daun gambir, seperti terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh lama pelayuan terhadap parameter yang diamati
Lama
Abu Uji Organoleptik (Numerik) (%) (% bb) (% bk) Rasa Warna Air Penampakan
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa lama pelayuan memberikan pengaruh
terhadap parameter yang yang diamati. Kadar tanin tertinggi terdapat pada
perlakuan P4 yaitu sebesar 5,20% dan terendah pada perlakuan P1 yaitu sebesar
3,17%. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 3,94 (% bb)
dan terendah terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 2,74 (% bb). Kadar abu
tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 5,21 (% bk) dan terendah
terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 4,69 (% bk). Uji organoleptik rasa
tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 3,03 dan terendah terdapat pada
terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 2,79 dan terendah terdapat pada
perlakuan P1 yaitu sebesar 2,39. Uji organoleptik penampakan partikel tertinggi
terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 3,21 dan terendah terdapat pada
perlakuan P3 yaitu sebesar 3,02. Uji organoleptik warna ampas seduhan tertinggi
terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 2,65 dan terendah terdapat pada
perlakuan P1 yaitu sebesar 2,16.
Pengaruh interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap parameter yang diamati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara letak daun dan lama
pelayuan memberikan pengaruh terhadap kadar tanin, kadar air, kadar abu, uji
organoleptik rasa, warna air seduhan, penampakan partikel dan warna ampas
seduhan yang dihasilkan teh daun gambir dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap parameter yang diamati
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa interaksi antara letak daun dan lama
pelayuan memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. Kadar tanin
tertinggi terdapat pada perlakuan L1P4 yaitu sebesar 3,32% dan terendah pada
perlakuan L4P1 yaitu sebesar 2,43%. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan
L1P1 yaitu sebesar 5,53 (% bb) dan terendah terdapat pada perlakuan L4P4 yaitu
sebesar 2,06 (% bb). Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan L4P4 yaitu
sebesar 5,58 (% bk) dan terendah terdapat pada perlakuan L1P1 yaitu sebesar 4,40
(% bk). Uji organoleptik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan L1P4 yaitu sebesar
3,32 dan terendah terdapat pada perlakuan L4P1 yaitu sebesar 2,59. Uji
organoleptik warna air seduhan tertinggi terdapat pada perlakuan L1P4 yaitu
sebesar 2,96 dan terendah terdapat pada perlakuan L4P1 yaitu sebesar 2,14. Uji
organoleptik penampakan partikel tertinggi terdapat pada perlakuan L1P1 yaitu
sebesar 3,36 dan terendah terdapat pada perlakuan L3P3 yaitu sebesar 2,91. Uji
organoleptik warna ampas seduhan tertinggi terdapat pada perlakuan L1P4 yaitu
sebesar 3,23 dan terendah terdapat pada perlakuan L3P1 dan L4P2 yaitu sebesar
2,00.
1. Kadar Tanin
Pengaruh letak daun terhadap kadar tanin
Dari data analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa letak daun
memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar tanin teh daun
Hasil uji LSR terhadap perlakuan letak daun dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh letak daun terhadap kadar tanin
Jarak
LSR
Letak Daun
Rataan (%)
Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - L1 = Daun Pucuk 5,15 a A
2 0,259 0,356 L2 = Daun ke-2 4,42 b B
3 0,272 0,375 L3 = Daun ke-3 4,26 b B
4 0,279 0,384 L4 = Daun ke-4 3,38 c C
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan L1 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan L2, L3 dan L4. Perlakuan L2 berbeda tidak nyata terhadap
perlakuan L3 dan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan L4. Perlakuan L3
berbeda sangat nyata terhadap perlakuan L4. Kadar tanin tertinggi terdapat pada
perlakuan L1 yaitu sebesar 5,15% dan terendah pada perlakuan L4 yaitu sebesar
3,38%.
Hubungan letak daun terhadap kadar tanin teh daun gambir yang
dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 3.
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa semakin bawah letak daun maka kadar
tanin semakin menurun.
Pengaruh lama pelayuan terhadap kadar tanin
Dari data analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa lama
pelayuan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar tanin teh
daun gambir yang dihasilkan.
Hasil uji LSR terhadap perlakuan lama pelayuan dapat dilihat pada
Tabel 10.
Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap kadar tanin
Jarak LSR Lama Rataan
(%)
Notasi
0,05 0,01 Pelayuan 0,05 0,01
- - - P1 = 15 jam 3,17 d D
2 0,259 0,356 P2 = 16 jam 4,11 c C
3 0,272 0,375 P3 = 17 jam 4,73 b B
4 0,279 0,384 P4 = 18 jam 5,20 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan P2, P3 dan P4. Perlakuan P2 berbeda sangat nyata terhadap
perlakuan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P4.
Kadar tanin tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 5,20% dan terendah
Hubungan lama pelayuan terhadap kadar tanin teh daun gambir yang
dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap kadar tanin
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan maka kadar
tanin semakin tinggi.
Pengaruh interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar tanin
Dari data analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa lama
pelayuan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar tanin teh
daun gambir yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan tiap-tiap perlakuan
pada interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar tanin dapat
Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar tanin
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa kadar tanin tertinggi terdapat pada
perlakuan L1P4 yaitu sebesar 6,03% dan terendah terdapat pada perlakuan P4L1
Hubungan interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar
tanin (%) teh daun gambir yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik hubungan pengaruh interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar tanin
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin bawah letak daun maka kadar
tanin pada semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gumbira-Sa’id
et al (2009) yang menyatakan bahwa adanya perbedaan kadar katekin pada
gambir dipengaruhi oleh kondisi daun yang diekstrak. Daun gambir muda
memiliki kandungan katekin dan rendemen ekstrak yang lebih tinggi dari daun
tua. Dari Gambar 5 juga dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan maka kadar
tanin semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alf (2004) yang
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi selama pelayuan adalah melemasnya
daun akibat menurunnya kandungan air, selain itu pengurangan air dalam daun
2. Kadar Air
Pengaruh letak daun terhadap kadar air
Dari data analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa letak daun
memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air teh daun
gambir yang dihasilkan.
Hasil uji LSR terhadap perlakuan letak daun dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh letak daun terhadap kadar air
Jarak LSR Letak Daun Rataan
(% bb)
Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - L1 = Daun Pucuk 4,59 a A
2 0,175 0,240 L2 = Daun ke-2 4,04 b B
3 0,183 0,253 L3 = Daun ke-3 2,43 c C
4 0,188 0,259 L4 = Daun ke-4 2,21 d CD
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan L1 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan L2, L3 dan L4. Perlakuan L2 berbeda sangat nyata terhadap
perlakuan L3 dan L4. Perlakuan L3 berbeda nyata terhadap perlakuan L4. Kadar
air tertinggi terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 4,59 (% bb) dan terendah
Hubungan letak daun terhadap kadar air teh daun gambir yang dihasilkan
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Histogram hubungan letak daun terhadap kadar air
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin bawah letak daun maka kadar
air semakin rendah.
Pengaruh lama pelayuan terhadap kadar air
Dari data analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa lama
pelayuan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air
teh daun gambir yang dihasilkan.
Hasil uji LSR terhadap perlakuan lama pelayuan dapat dilihat yaitu pada
Tabel 13.
Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap kadar air
Jarak LSR Lama Rataan
(% bb)
Notasi
0,05 0,01 Pelayuan 0,05 0,01
- - - P1 = 15 jam 3,94 a A
2 0,175 0,240 P2 = 16 jam 3,48 b B
3 0,183 0,253 P3 = 17 jam 3,11 c C
4 0,188 0,259 P4 = 18 jam 2,74 d D
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan P2, P3 dan P4. Perlakuan P2 berbeda sangat nyata terhadap
perlakuan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P4.
Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 3,94 (% bb) dan
terendah pada perlakuan P4 yaitu sebesar 2,74 (% bb).
Hubungan lama pelayuan terhadap kadar air teh daun gambir yang
dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap kadar air (% bb)
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan maka kadar air
semakin rendah.
Pengaruh interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar air
Dari data analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa lama
pelayuan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air
teh daun gambir yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan tiap-tiap
perlakuan pada interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar air
Tabel 14. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar air
Jarak LSR Perlakuan Rataan
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada
perlakuan P1L1 yaitu sebesar 5,53 (% bb) dan terendah terdapat pada perlakuan
Hubungan interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar
air (% bb) teh daun gambir yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Grafik Hubungan interaksi antara letak daun dan lama pelayuan
terhadap kadar air
Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada daun
pucuk dan kadar air semakin menurun dengan semakin tuanya daun. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Heriyanto dan Limantara (2006) yang menyatakan bahwa
kandungan air pada daun dan batang akan turun perlahan sejalan dengan
bertambahnya umur tanaman. Pada Gambar 8 juga dapat dilihat bahwa semakin
lama pelayuan maka kadar air pada masing-masing daun juga semakin menurun.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Situmorang (2010) yang menyatakan bahwa
tujuan pelayuan adalah untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada pucuk,
untuk meningkatkan konsentrasi zat-zat didalam getahnnya serta untuk
menjadikan daun teh menjadi kenyal agar tidak lekas hancur sebelum getahnya
3. Kadar Abu
Pengaruh letak daun terhadap kadar abu
Dari data analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa letak daun
memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar abu teh daun
gambir yang dihasilkan.
Hasil uji LSR terhadap perlakuan letak daun dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Uji LSR efek utama pengaruh letak daun terhadap kadar abu
Jarak LSR Letak Daun Rataan
(% bk)
Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - L1 = Daun Pucuk 4,61 d C
2 0,091 0,125 L2 = Daun ke-2 4,92 c B
3 0,096 0,132 L3 = Daun ke-3 5,03 b AB
4 0,098 0,135 L4 = Daun ke-4 5,11 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa perlakuan L1 berbeda nyata terhadap
perlakuan L2, berbeda sangat nyata terhadap perlakuan L3 dan L4. Perlakuan L2
berbeda nyata terhadap perlakuan L3 dan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan
L4. Perlakuan L3 berbeda nyata terhadap perlakuan L4. Kadar abu tertinggi
terdapat pada perlakuan L4 yaitu sebesar 5,11 (% bk) dan terendah pada perlakuan
Hubungan letak daun terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 . Histogram hubungan letak daun terhadap kadar abu
Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa semakin bawah letak daun maka kadar
abu semakin meningkat.
Pengaruh lama pelayuan terhadap kadar abu
Dari data analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa lama
pelayuan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar air teh
Hasil uji LSR terhadap perlakuan lama pelayuan dapat dilihat yaitu pada
Tabel 16.
Tabel 16. Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap kadar abu
Jarak LSR Lama Rataan
(% bk)
Notasi
0,05 0,01 Pelayuan 0,05 0,01
- - - P1 = 15 jam 4,69 d D
2 0,091 0,125 P2 = 16 jam 4,83 c BC 3 0,096 0,132 P3 = 17 jam 4,95 b B 4 0,098 0,135 P4 = 18 jam 5,21 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan P2, P3 dan P4. Perlakuan P2 berbeda nyata terhadap perlakuan
P3 dan sangat nyata terhadap perlakuan P4. Perlakuan P3 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan P4. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu
sebesar 5,21 (% bk) dan terendah pada perlakuan P1 yaitu sebesar 4,69 (% bk).
Hubungan lama pelayuan terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap kadar abu
Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan maka kadar