MEMPELAJARI PENGARUH PERBANDINGAN
DAUN DAN KELOPAK BUNGA ROSELLA DAN LAMA
PELAYUAN TERHADAP MUTU TEH ROSELLA
(Hibiscus sabdariffa L.)
SKRIPSI
SYUKUR TENDOMAN HAREFA 060305044
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
MEMPELAJARI PENGARUH PERBANDINGAN
DAUN DAN KELOPAK BUNGA ROSELLA DAN LAMA
PELAYUAN TERHADAP MUTU TEH ROSELLA
(Hibiscus sabdariffa L.)
SKRIPSI
Oleh :
SYUKUR TENDOMAN HAREFA 060305044/TEKNOLOGI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
MEMPELAJARI PENGARUH PERBANDINGAN
DAUN DAN KELOPAK BUNGA ROSELLA DAN LAMA
PELAYUAN TERHADAP MUTU TEH ROSELLA
(Hibiscus sabdariffa L.)
SKRIPSI
Oleh :
SYUKUR TENDOMAN HAREFA
060305044/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
Skipsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Mempelajari pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan terhadap mutu teh rosela.
Nama : Syukur Tendoman Harefa
Nim : 060305044
Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian
Disetujui Oleh,
Ir. Ismed Suhaidi, M.Si
Ketua Anggota
Ir. Rona J Nainggolan, SU
Mengetahui
ABSTRAK
SYUKUR T HAREFA : Mempelajari Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Mutu Teh Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Dibimbing oleh ISMED SUHAIDI dan RONA J NAINGGOLAN.
Bagian tanaman rosela yang paling banyak dimanfaatkan untuk menjadi teh adalah kelopak bunga, walaupun teh rosela dapat dibuat dari pencampuran daun dengan kelopak bunganya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang perbandingan daun dan kelopak bunga dengan lama pelayuan. Penelitian ini merupakan salah satu langkah awal untuk mendapatkan teh rosela yang terbaik. Perbandingan daun dengan kelopak bunga adalah 20:80, 40:60, 60:40 dan 80%:20% dan dilayukan dengan waktu 16, 18, 20, 22 jam. Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Mei 2010 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial. Parameter yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, nilai organoleptik warna air seduhan, penampakan partikel, rasa dan warna ampas seduhan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan daun dan kelopak bunga berpengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter yang diamati. Lama pelayuan berpengaruh berbeda had sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, nilai organoleptik warna air seduhan dan rasa, berbeda nyata terhadap nilai organoleptik penampakan partikel serta berpengaruh tidak nyata terhadap warna ampas seduhan. Perbandingan 20% daun dan 80% kelopak bunga yang dilayukan selama 22 jam menghasilkan teh rosela yang terbaik mutunya.
Kata kunci: teh rosela, perbandingan daun dan kelopak bunga, lama pelayuan.
ABSTRACT
SYUKUR T HAREFA : A Study on the Effect of Leaves and Flower Petals ratio and Withering Time on the Quality of Roselle Tea. Supervised by ISMED SUHAIDI and RONA J NAINGGOLAN.
The most widely used of Roselle plant parts in making tea are flower petals, although the tea can be made by mixing rosela leaves with flower petals. Therefore, research needs to be done about the ratio of leaves and flower petals in combination with withering time. This research is a initial step to find the best quality of roselle tea. The equivalent of leaves and flower petals were 20:80, 40:60, 60:40, and 80%:20% and withering times were 16, 18, 20 and 22 hours. This research was perfomed in April - May 2010 at the Laboratory of Food Chemical Analysis, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan, using factorial completely randomized design. Parameters analysed were water content. mineral content, vitamin C content, organoleptic values of liquor, particle appearance, taste and coluor of the infused leaf.
The results showed that the ratio of leaves and flower petals had highly significant effect on all parameters observed. Withering time had highly significant effect on all parameters except the organoleptic values, particle appearance, and the taste and colour of infused leaf which were not significantly different. The interaction of the ratio of leaves and flower petals and withering time had highly significant effect on water content, vitamin C content and organoleptic values of the flavour but had no significant effect on mineral content, organoleptic values of liquor, particle appearance, and infused leaf. The ratio of 20% leaf to 80% flower petals and withering time of 22 hours gave the best quality ot the roselle tea.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gunungsitoli pada tanggal 14 April 1988 dari
ayah Daliati Harefa dan ibu Yulina Harefa. Penulis merupakan putra pertama dari
dua bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Gunungsitoli dan pada
tahun yang sama masuk ke Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Teknologi
Hasil Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian, sebagai asisten praktikum di Laboratorium
Analisa Kimia Bahan Pangan. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi
ekstrauniversitas yaitu menjadi anggota di Organisasi Forman (Forum Mahasiswa
Nias) Universitas Sumtera Utara dan GMPN (Gerakan Mahasiswa Peduli Nias).
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik
Pengolahan Minyak Kelapa Sawit (CPO) PTP. Nusantara IV (Persero) Unit
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Mempelajari Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga dan
Lama Pelayuan terhadap Mutu Teh Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara
dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Ir. Ismed Suhaidi, M. Si dan Ir. Rona J Nainggolan, SU selaku ketua dan
anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai
masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan
penelitian, sampai pada ujian akhir.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen
Teknologi Pertanian, kepada asisten-asisten seperjuangan di Laboratorium
Analisa Kimia Bahan Pangan , kepada seluruh teman-teman stambuk 2006,
kepada Ika Florina Trisnawati Telaumbanua serta semua rekan mahasiswa yang
tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam
DAFTAR ISI
Tanaman Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)... 10
Uji Organoleptik warna Ampas Seduhan ... 31
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga terhadap
Parameter yang diamati ... 33 Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Parameter yang diamati ... 34 Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga
dan Lama Pelayuan terhadap Parameter yang diamati ... 35 Kadar Air (%bk)
Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga terhadap
Kadar Air (%bk) ... 37 Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Kadar Air (%bk) ... 38 Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Daun dan Kelopak
Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Kadar Air (%bk) ... 40 Kadar Abu (%)
Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga terhadap
Kadar Abu (%bk) ... 42 Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Kadar Abu (%) ... 44 Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Daun dan Kelopak
Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Kadar Abu (%) ... 45 Kadar Vitamin C (mg/ 100 gr bahan)
Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga terhadap
Kadar Vitamin C (mg/ 100 gr bahan) ... 45 Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Kadar Vitamin C
(mg/ 100 gr bahan) ... 46 Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Daun dan Kelopak
Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Kadar Vitamin C
(mg/ 100 gr bahan) ... 48 Nilai Organoleptik Warna Air Seduhan
Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga terhadap
Nilai Organoleptik Warna Air Seduhan ... 50 Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Nilai Organoleptik
Warna Air Seduhan ... 51 Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Daun dan Kelopak
Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Warna Air seduhan .... 53 Nilai Organoleptik Penampakan Partikel
Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga terhadap
Nilai Organoleptik Penampakan Partikel ... 53 Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Nilai Organoleptik
Penampakan Partikel ... 54 Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Daun dan Kelopak
Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Penampakan Partikel.. 56 Nilai Organoleptik Rasa
Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga terhadap
Nilai Organoleptik Rasa ... 56 Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Nilai Organoleptik
Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Daun dan Kelopak
Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Rasa ... 59
Nilai Organoleptik Warna Ampas Seduhan Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga terhadap Nilai Organoleptik Warna Ampas Seduhan... 61
Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Nilai Organoleptik Warna Ampas Seduhan ... 62
Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Warna Ampas Seduhan... 62
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 63
Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
DAFTAR TABEL
No Hal
1 Komposisi kimia kelopak rosela segar per 100 g bahan………..15
2 Komposisi kimia daun rosela segar per 100 g bahan….……….16
3 Uji hedonik warna air seduhan………29
4 Uji organoleptik penampakan partikel..………...30
5 Uji hedonik rasa...………30
6 Uji hedonik warna ampas seduhan………..31
7 Pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap parameter yang diamati………...…....……….33
8 Pengaruh lama pelayuan terhadap parameter yang diamati………….34
9 Pengaruh interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan terhadap parameter yang diamati...………...36
10 Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap kadar air (%bk)………...37
11 Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap kadar air (%bk)………39
12 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan terhadap kadar air (%bk)…...41
13 Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap kadar abu (%)...42
14 Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap kadar abu (%)………..…….44
15 Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap kadar vitamin C (mg/ 100 g bahan)…..………..45
17 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan terhadap kadar vitamin C (mg/ 100 g bahan)……….………...48
18 Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap nilai organoleptik warna air seduhan
(numerik)...…50
19 Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap nilai
organoleptik warna air seduhan (numerik)……….52
20 Uji LSR Efek utama pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap nilai organoleptik penampakan partikel (numerik)....53
21 Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap nilai
organoleptik penampakan partikel (numerik).……….55
22 Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan daun dan kelopak
bunga terhadap nilai organoleptik rasa (numerik).………..…………56
23 Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap nilai
organoleptik rasa (numerik).………58
24 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan terhadap nilai organoleptik rasa (numerik)…...59
25 Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan daun dan kelopak Bunga terhadap nilai organoleptik warna ampas seduhan
DAFTAR GAMBAR
No Hal
1 Skema pembuatan bubuk teh campuran daun dan kelopak bunga
rosela………...32
2 Hubungan perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap
kadar air (%bk)....………...38
3 Hubungan lama pelayuan terhadap kadar air (%)..……….39
4 Hubungan interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga
dan lama pelayuan terhadap kadar air (%bk)………..41
5 Hubungan perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap
kadar abu (%)...………...43
6 Hubungan lama pelayuan terhadap kadar abu (%)………...44
7 Hubungan perbandingan daun dan kelopak terhadap kadar
vitamin C (mg/ 100 g bahan).……….46
8 Hubungan lama pelayuan terhadap kadar vitamin C
(mg/ 100 g bahan)………..48
9 Hubungan interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan terhadap kadar vitamin C (mg/ 100 g bahan)...49
10 Hubungan perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap nilai
organoleptik warna air seduhan (numerik)……..………...51
11 Hubungan lama pelayuan terhadap nilai organoleptik warna air
seduhan (numerik)………...52
12 Hubungan perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap nilai
organoleptik penampakan partikel (numerik)..………...54
13 Hubungan lama pelayuan terhadap nilai organoleptik penampakan partikel (numerik)...………...55
14 Hubungan perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap nilai
15 Hubungan lama pelayuan terhadap nilai organoleptik rasa
(numerik)………..…..58
16 Hubungan interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga
dan lama pelayuan terhadap nilai organoleptik rasa (numerik)………..60
17 Hubungan perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap nilai
organoleptik warna ampas seduhan (numerik)…...………62
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1 Data pengamatan kadar air (%bk)………...66
2 Data pengamatan kadar abu (%)………..67
3 Data pengamatan kadar vitamin C (mg/ 100 g bahan)………68
4 Data pengamatan nilai organoleptik warna air seduhan………..69
5 Data pengamatan nilai organoleptik penampakan partikel…………..70
6 Data pengamatan nilai organoleptik rasa……….71
ABSTRAK
SYUKUR T HAREFA : Mempelajari Pengaruh Perbandingan Daun dan Kelopak Bunga dan Lama Pelayuan terhadap Mutu Teh Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Dibimbing oleh ISMED SUHAIDI dan RONA J NAINGGOLAN.
Bagian tanaman rosela yang paling banyak dimanfaatkan untuk menjadi teh adalah kelopak bunga, walaupun teh rosela dapat dibuat dari pencampuran daun dengan kelopak bunganya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang perbandingan daun dan kelopak bunga dengan lama pelayuan. Penelitian ini merupakan salah satu langkah awal untuk mendapatkan teh rosela yang terbaik. Perbandingan daun dengan kelopak bunga adalah 20:80, 40:60, 60:40 dan 80%:20% dan dilayukan dengan waktu 16, 18, 20, 22 jam. Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Mei 2010 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial. Parameter yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, nilai organoleptik warna air seduhan, penampakan partikel, rasa dan warna ampas seduhan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan daun dan kelopak bunga berpengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter yang diamati. Lama pelayuan berpengaruh berbeda had sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, nilai organoleptik warna air seduhan dan rasa, berbeda nyata terhadap nilai organoleptik penampakan partikel serta berpengaruh tidak nyata terhadap warna ampas seduhan. Perbandingan 20% daun dan 80% kelopak bunga yang dilayukan selama 22 jam menghasilkan teh rosela yang terbaik mutunya.
Kata kunci: teh rosela, perbandingan daun dan kelopak bunga, lama pelayuan.
ABSTRACT
SYUKUR T HAREFA : A Study on the Effect of Leaves and Flower Petals ratio and Withering Time on the Quality of Roselle Tea. Supervised by ISMED SUHAIDI and RONA J NAINGGOLAN.
The most widely used of Roselle plant parts in making tea are flower petals, although the tea can be made by mixing rosela leaves with flower petals. Therefore, research needs to be done about the ratio of leaves and flower petals in combination with withering time. This research is a initial step to find the best quality of roselle tea. The equivalent of leaves and flower petals were 20:80, 40:60, 60:40, and 80%:20% and withering times were 16, 18, 20 and 22 hours. This research was perfomed in April - May 2010 at the Laboratory of Food Chemical Analysis, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan, using factorial completely randomized design. Parameters analysed were water content. mineral content, vitamin C content, organoleptic values of liquor, particle appearance, taste and coluor of the infused leaf.
The results showed that the ratio of leaves and flower petals had highly significant effect on all parameters observed. Withering time had highly significant effect on all parameters except the organoleptic values, particle appearance, and the taste and colour of infused leaf which were not significantly different. The interaction of the ratio of leaves and flower petals and withering time had highly significant effect on water content, vitamin C content and organoleptic values of the flavour but had no significant effect on mineral content, organoleptic values of liquor, particle appearance, and infused leaf. The ratio of 20% leaf to 80% flower petals and withering time of 22 hours gave the best quality ot the roselle tea.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor teh terbesar di Asia
Tenggara. Teh yang dihasilkan Indonesia merupakan jenis yang berasal dari
tanaman teh Camelia sinensis. Teh hanya dapat tumbuh pada ketinggian 400-2000
meter diatas permukaan laut. Perbedaan tinggi tempat dan temperatur dapat
mempengaruhi mutu teh yang dihasilkan.
Adanya permintaan teh yang semakin meningkat, dimana jumlah
konsumsi teh dunia pada tahun 2007 adalah sebesar 3.031.403 ton sedangkan
produksi teh Indonesia hanya sebesar 172.790 ton atau sebesar 5,7% dari
konsumsi dunia, maka tanaman penghasil teh tersebut dinilai belum mampu untuk
memenuhi kebutuhan permintaan tersebut. Belum adanya pemanfaatan bahan
baku lain menjadi produk teh tersebut membuat perkembangan produk teh
menjadi terhambat.
Teh rosela merupakan salah satu jenis teh merah yang paling populer,
disukai konsumen dan sedang berkembang saat ini. Teh rosela dikenal dengan
nama beragam, seperti hibiscus tea, teh mekkah, teh yaman, karkade (Arab), dan
kezeru (Jepang). Teh rosela dapat dibuat dari kelopak bunga dan daunnya, tetapi
umumnya dibuat dari kelopak bunga untuk mendapatkan khasiatnya yang optimal.
Teh dari kelopak bunga rosela lebih memberikan sensasi aroma dan warna merah
yang lebih menarik dibandingkan teh yang terbuat dari daunnya.
Tanaman rosela berupa semak yang berdiri tegak dengan tinggi 0,5-5,0 m.
dan sudah berbunga, batangnya berwarna cokelat kemerahan. Batang berbentuk
silindris dan berkayu, serta memiliki banyak percabangan. Pada batang melekat
daun-daun yang tersusun berseling, berwarna hijau, berbentuk bulat telur dengan
pertulangan menjari dan tepi beringgit. Tulang daunnya berwarna merah dengan
panjang daun dapat mencapai 6-15 cm dan lebar 5-8 cm.
Bagian tanaman rosela yang paling banyak dimanfaatkan untuk produk
pangan maupun nonpangan adalah kelopak bunga rosela. Diluar negeri, rosela
telah diolah menjadi produk pangan seperti teh, salad, jeli, selai, saus, sup,
minuman, pikel, sirup, anggur serta gelatin. Daun muda rosela yang kaya protein
yang mudah dicerna tubuh bisa dijadikan salad, atau dalam bentuk campuran
dengan kelopak bunga dijadikan sebagai teh.
Lama pelayuan sangat berpengaruh terhadap mutu teh yang dihasilkan
terutama terhadap kandungan air pada pengolahan teh rosella. Tujuan utama dari
proses pelayuan adalah menurunkan kandungan air yang terdapat dalam daun dan
kelopak rosella. Semakin lama pelayuan maka kadar air yang diuapkan akan
semakin banyak sehingga kadar air daun dan kelopak rosella akan semakin
rendah. Kadar air yang rendah sangat diharapkan dalam memperpanjang masa
simpan teh yang dihasilkan serta memberi pengaruh terhadap warna air seduhan
dan rasa teh rosella.
Perbandingan jumlah daun rosella dan daun rosella juga sangat
berpengaruh terhadap mutu teh rosella. Semakin banyak daun yang dicampurkan
dibandingkan dengan kelopak bunga rosella maka akan berpengaruh terhadap
sebaliknya jika kelopak bunga yang dicampurkan maka akan mempengaruhi
warna air seduhan, rasa, kadar air serta kadar vitamin C teh rosella.
Teh rosela merupakan salah satu jenis teh merah yang paling populer dan
disukai oleh konsumen. Jenis teh ini memiliki warna cokelat kemerahan dengan
rasa asam segar dan dapat dinikmati pada kondisi panas atau dingin. Proses
pelayuan atau penguapan secara alamiah pada pengolahan teh ditandai dengan
adanya perubahan elastisitas daun. Daun dan kelopak bunga menjadi lebih lemas
akibat dari menurunnya atau hilangnya sebagian kandungan air yang terkandung
didalamnya. Selama proses pelayuan ini butiran-butiran hijau pada daun atau
klorofil bahan terurai menjadi pheophylline dan proses pemecahan ini akan terus
berlanjut selama proses berikutnya yaitu pengeringan.
Rosela banyak mengandung vitamin A, vitamin C yang sangat tinggi,
asam organik, kalsium serta mineral-mineral yang beragam dan substansi gizi
lainnya yang diperlukan tubuh. Kandungan vitamin C sebagai antioksidan
bermanfaat dalam menghambat terakumulasinya radikal bebas penyebab penyakit
kronis, seperti kerusakan ginjal, diabetes, kanker darah dan mencegah penuaan
dini. Dengan khasiat yang terkandung didalam setiap unsur gizinya, teh rosella
dikenal sebagai teh sehat. Khasiat ini terdapat pada kelopak bunga, daun serta
bijinya. Untuk mendapatkan rasa dan aroma teh yang enak serta khasiat teh yang
tinggi, daun dan kelopak bunga bisa dicampur menjadi satu (blending).
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis mencoba
melakukan penelitian dengan judul “Mempelajari Pengaruh Perbandingan
Daun dan Kelopak Bunga Rosela dan Lama Pelayuan terhadap Mutu Teh
Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga rosella dan
lama pelayuan terhadap mutu teh rosela (Hibiscus sabdarifa L.)
Kegunaan Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi di Departemen
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sebagai sumber informasi untuk mengetahui pengaruh perbandingan daun dan
kelopak bunga rosella dan lama pelayuan terhadap mutu teh rosella.
Hipotesa Penelitian
Ada pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga rosella dan lama
pelayuan terhadap mutu teh rosella serta interaksi antara pengaruh perbandingan
TINJAUAN PUSTAKA
Sekilas tentang Teh (Camelia sinensis L.)
Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh
dari Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun
1694 terdapat perdu teh muda berasal dari China tumbuh di Jakarta. Teh jenis
Assam mulai masuk ke Indonesia dari Sri Langka (Ceylon) pada tahun 1877 dan
ditanam di kebun Gambung, Jawa Barat oleh R.E. Kerk Hoven. Sejak itu teh
China secara berangsur diganti dengan teh Assam, sejalan dengan perkembangan
perkebunan teh di Indonesia, yang dimulai sejak tahun 1910 dengan dibangunnya
perkebunan Simalungun, Sumatera Utara. Dalam perkembangannya industri teh di
Indonesia mengalami pasang surut sesuai perkembangan situasi pasar dunia
maupun di Indonesia (PTPN IV, 1996).
Teh adalah suatu produk yang dibuat dari daun muda (pucuk daun) dari
tanaman teh Camelia sinensis L. Daun teh mengalami beberapa proses
pengolahan untuk dapat menjadi produk seperti teh hitam dan teh hijau. Untuk
membuatnya, daun biasanya dilayukan dan kemudian digulung dengan alat
pemutar OTR (Open Top Roller), kemudian dihamparkan ke udara agar
teroksidasi atau terfermentasi. Daun kemudian dikeringkan dengan udara panas,
dan dihasilkan teh hitam (Harler, 1966).
Secara botanis terdapat 2 jenis teh yaitu Thea Sinensis dan Thea Assamica.
Thea Sinensis ini juga disebut teh jawa yang ditandai dengan ciri-ciri tumbuhnya
lambat, jarak cabang dengan tanah sangat dekat, daunnya kecil, pendek, ujungnya
cepat, cabang agak jauh dari permukaan tanah, daunnya lebar, panjang dan
ujungnya runcing serta berwarna hijau mengkilat (Soehargjo, et all., 1996).
Teh diperoleh dari pengolahan daun (pucuk daun dan daun-daun muda)
dari tanaman teh (Camelia sinensis L.) Tanaman ini berasal dari daerah
pegunungan di Himalaya. Karenanya di daerah tropik tanaman teh dapat tumbuh
subur di daerah pegunungan, di dataran-dataran tinggi dengan suhu sekitar
14-25o C. Di Indonesia tanaman teh tumbuh baik di daerah-daerah dengan
ketinggian 250 m- 1.200 m. Tanaman teh tidak akan terhadap musim kering tanpa
ada hujan. (Spillane, 1992).
Panen teh terjadi ketika daun-daun dan tunas-tunas muda yang di daerah
tropika dipetik secara rutin seminggu sekali atau dua minggu sekali tergantung
pada musim . Daun hijau yang dipetik diangkut ke suatu pabrik untuk diolah
menjadi bentuk teh jadi yang berbentuk teh hitam yang diminum di negara-negara
Barat atau teh hijau. Teh hijau juga dapat diproses lagi menjadi teh berbau wangi
(Spillane, 1992).
Teh dikelompokkan berdasarkan cara pengolahan. Daun teh Camellia
sinensis segera layu dan mengalami oksidasi kalau tidak segera dikeringkan
setelah dipetik. Proses pengeringan membuat daun menjadi berwarna gelap,
karena terjadi pemecahan klorofil dan terlepasnya unsur tannin. Proses
selanjutnya berupa pemanasan basah dengan uap panas agar kandungan air pada
daun menguap dan proses oksidasi bisa dihentikan pada tahap yang sudah
ditentukan. Pengolahan daun teh sering disebut sebagai fermentasi walaupun
sebenarnya penggunaan istilah ini tidak tepat. Pemprosesan teh tidak
fermentasi yang sebenarnya. Pengolahan teh yang tidak benar dapat menyebabkan
teh ditumbuhi jamur yang mengakibatkan terjadinya proses fermentasi. Teh yang
sudah mengalami fermentasi dengan jamur harus dibuang, karena mengandung
unsur racun dan unsur yang bersifat karsiogenik (Wikipedia, 2009).
Dalam perdagangan teh internasional dikenal tiga golongan teh, yang
pengolahannya berbeda-beda dan dengan demikian juga bentuk serta cita rasanya
, yaitu Black Tea (Teh Hitam), Green Tea (Teh Hijau) dan Oolong Tea (Teh
Oolong) (Radiana, 1985).
Perbedaan pokok antara teh hitam dan teh hijau adalah bahwa teh hitam
mengalami proses fermentasi (proses pemeraman) yang merupakan ciri khasnya
sedangkan teh hijau tidak mengenal fermentasi dalam proses pengolahannya.
Disamping itu teh hitam tidak mengandung unsure-unsur lain di luar pucuk teh,
sedangkan teh hijau karena bau daunnya tidak hilang (karena tidak mengalami
proses fermentasi itu) harus dikompensasi dengan wangi-wangian dari
bahan-bahan non teh. Di Indonesia biasanya bunga melati digunakan dalam proses ini.
Teh Oolong, khas Teh Cina/ Taiwan, merupakan semacam perkawinan antara teh
hitam dan teh hijau, yakni mengalami setengah fermentasi (Radiana, 1985).
Unsur-unsur pokok teh adalah kafein, tannin, dan minyak esensial
(essential oils). Unsur pertama memberikan rasa segar mendorong kerja jantung
manusia, tidak berbahaya karena kemurniannya. Unsur kedua adalah sumber
energi dari sari-sarinnya. Unsur ketiga memberi rasa dan bau harum yang
merupakan faktor-faktor pokok dalam menentukan nilai tiap cangkir teh untuk
Senyawa utama yang dikandung teh adalah katekin, yaitu suatu turunan
tanin terkondensasi yang juga dikenal sebagai senyawa polifenol karena
banyaknya gugus fungsi hidroksil yang dimiliknya. Selain itu, teh juga
mengandung alkaloid kafein yang bersama-sama dengan polifenol teh akan
membentuk rasa yang menyegarkan. Beberapa vitamin yang dikandung teh
diantaranya adalah vitamin C, vitamin B, dan vitamin A yang walaupun diduga
keras akan menurun aktifitasnya akibat pengolahan, namun masih dapat
dimanfaatkan oleh peminumnya. Beberapa jenis mineral juga terkandung dalam
teh, terutama fluoride yang dapat memperkuat struktur gigi (Kustamiyati, 2006).
Antioksidan polyphenols yang terdapat dalam teh hijau adalah bahan yang
sangat bermanfaat bagi kesehatan, yaitu mampu mengurangi resiko penyakit
jantung, menghambat proliferasi sel tumor, dan menghambat pertumbuhan sel
kanker paru-paru, kanker usus, terutama sel kanker kulit. Zat ini dapat membantu
kelancaran proses pencernaan makanan melalui stimulasi peristaltic dan produksi
cairan pencernaan (Al’as, 2005).
Pengolahan daun teh dimaksudkan untuk mengubah komposisi kimia
daun teh segar secara terkendali, sehingga menjadi hasil olahan yang dapat
memunculkan sifat-sifat yang dikehendaki pada air seduhannya, seperti warna,
rasa, dan aroma yang baik dan disukai. Bahan kimia yang terkandung dalam daun
teh terdiri dari empat kelompok yaitu substansi fenol (catechin dan flavanol),
substansi bukan fenol (pektin, resin, vitamin, dan mineral), substansi aromatik dan
Penentuan dan Jenis Mutu Teh Hijau
Sebelum pihak konsumen teh membeli teh hasil perkebunan tertentu, mutu
teh itu dinilai terlebih dahulu dari contoh-contoh representatife yang diambil dari
suatu chop produksi. Penilaian teh atau tea teasting itu dilakukan dalam dua
tingkat, yakni :
a. Penilaian kualitas luarnya (Appearance of the tea)
b. Penilaian kualitas dalamnya (Inner quality) (Spillane, 1992).
Dasar yang digunakan untuk menentukan mutu teh hijau adalah sifat luar
dan sifat dalam dari teh hijau.
A. Sifat Luar
• Warna teh kering : hijau muda dan hijau kehitam-hitaman
• Ukuran : homogen dan tidak tercampur remukan
• Bentuk : tergulung, terpilin
• Aroma : wangi sampai kurang wangi, tidak apek
B. Sifat Dalam
• Seduhan : jernih, sedikit berwarna hijau atau kekuning-kuningan.
Warna tetap meskipun seduhan menjadi dingin..
• Ampas : berwarna hijau
• Rasa : rasa khas teh hijau, sedikit pahit, dan lebih sepet
dibanding teh hitam (Tunggul, 2009).
Standardisasi mutu teh hijau untuk ekspor belum ada karena sebagian
besar teh yang diekspor adalah teh hitam. Mutu yang ada adalah mutu
a. mutu I (Peko): yaitu bentuk daun tergulung kecil dengan warna hijau sampai
kehitaman, aromanya wangi dan tidak apek, tidak ada benda
asing (kotoran), tangkai daun maksimum 5%, dengan kadar air
maksimum adalah 10%.
b. mutu II (Jikeng): yaitu bentuk daun tidak tergulung melebar, warnanya hijau
kekuning-kuningan sampai kehitamhitaman, aromanya kurang
wangi dan tidak apek. Tidak ada benda asing, tangkai daun
maksimum 7%, kadar air maksimum adalah 10%.
c. mutu III (Bubuk): yaitu bentuk daun seperti bubuk dengan potongan-potongan
datar, warnanya hijau kehitam-hitaman, aromanya kurang
wangi dan tidak apek, tidak ada benda asing, tangkai daun
maksimum 0% dengan kadar air maksimum adalah 10%.
d. mutu IV (Tulang): yaitu sebagian besar berupa tulang daun warnanya hijau
kehitam-hitaman, aromanya kurang wangi dan tidak apek,
tidak ada benda asing dengan kadar air maksimum adalah
10%
(Tunggul, 2009).
Standar nasional Indonesia untuk mutu teh hijau untuk kadar air yaitu
maksimal 10% b/b, kadar abu 4-8% b/b, ekstrak larut dalam air adalah minimal
32% b/b, dan kadar serat kasar 16,5% b/b (Wicaksono, 2010).
Tanaman Rosela
Tanaman rosella dapat tumbuh didaerah tropis dan sub tropis yang hangat
(25-30 0 C) namun cukup lembab (70 %). Rosella cocok ditanam pada ketinggian
Pada curah hijan rendah, rosella masih dapat tumbuh, tetapi tidak sebaik di daerah
bercurah hujan tinggi. Panjang periode vegetatif dapat diatur sejak masa
penaburan benih. Agar tanaman ini dapat tumbuh maksimal di butuhkan air dan
sinar matahari penuh selama 12 jam untuk pembungaan dan berbuah. Umumnya,
rosella dapat tumbuh pada semua jenis tanah selama tanah tersebut kaya akan
humus, gembur, dan memiliki drainase yang baik dengan pH 6,5-7,5 (Widyanto
dan Nelistya, 2009).
Awalnya, bagi sebagian masyarakat awam, mendengar rosella masih
sangat jarang. Wajar memang karena tanaman ini belum begitu popular. Namun,
dikalangan para pecinta tanaman obat, rosela adalah salah satu jenis tanaman yang
memiliki banyak khasiat, khususnya sebagai obat beberapa penyakit. Seiring
waktu, kini rosela sudah mulai pupuler di masyarakat (Widyanto dan Nelistya,
2009).
Ukuran rosella agak berbeda untuk setiap daerah. Sebagai contoh rosella
dari Cirebon atau Surabaya umumnya berukuran agak lebih kecil dibandingkan
rosella dari Bogor, Sukabumi, atau Cipanas yang umumnya berukuran besar.
Dalam hal warna pun demikian. Ada yang merah muda, merah tua, merah
kecoklatan dan merah kehitaman. Di Surabaya (Jawa Timur) ada rosella yang
kelopaknya berwarna kuning dan berukuran kecil (Mardiah, et al, 2009).
Kepopuleran rosela memang tidak lepas dari peran para pecintanya yang
terus memperkenalkan ke masyarakat. Melalui produk olahannya, khususnya teh
rosella, tanaman yang diduga kuat berasal dari India tersebut semakin popular.
mereka ada yang menjadikan sebagai salah satu tanaman koleksi di halaman
rumah (Widyanto dan Nelistya, 2009).
Pada awalnya pembudidayaan rosella ditujukan untuk memperoleh serat
batangnya sebagai bahan baku pembuatan tali dan pengganti rami. Namun,
dengan adanya produk tas yang terbuat dari plastik , serat rosella jarang
digunakan. Saat ini, tujuan budi daya rosella mulai bergeser sebagai penghasil
bahan makanan dan minuman (Maryani dan Kristiana, 2008).
Banyak industri yang mulai mencoba untuk membudidayakan dan
mengolah rosella menjadi berbagai olahan makanan. Daun, bunga dan biji rosella
memiliki kandungan gizi yang cukup baik sehingga rosella tidak hanya berpotensi
untuk bahan baku industri makanan, tetapi juga berpotensi digunakan sebagai
bahan baku industri farmasi, minuman fungsional, pewarna alami, dan kosmetik
(Mardiah, et al, 2009).
Deskripsi Rosela
Tanaman rosela berupa semak yang berdiri tegak dengan tinggi 0,5-5,0 m.
Ketika masih muda, batang dan daunnya berwarna hijau. Ketika beranjak dewasa
dan sudah berbunga , batangnya berwarna cokelat kemerahan. Batang berbentuk
silindris dan berkayu, serta memiliki banyak percabangan. Pada batang melekat
daun-daun yang tersusun berseling, berwarna hijau, berbentuk bulat telur dengan
pertulangan menjari dan tepi beringgit. Ujung daun ada yang runcing. Tulang
daunnya berwarna merah. Panjang daun dapat mencapai 6-15 cm dan lebar 5-8
cm. Akar yang menopang batangnya berupa akar tunggang. Bunga muncul pada
ketiak daun. Kelopak bunga sangat menarik dengan bentuk yang menguncup
Rosela yang mempunyai nama ilmiah Hibiscus sabdarifa Linn ini
merupakan anggota famili Malvaceae. Rosela dapat tumbuh baik di daerah
beriklim tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai habitat asli di daerah yang
terbentang dari India hingga Malaysia. Namun, sekarang tanaman ini tersebar luas
di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Karena itu, tak heran jika tanaman
ini mempunyai nama umum yang berbeda-beda di berbagai negara(Maryani dan
Kristiana, 2008).
Pada prinsipnya rosela dapat hidup dikondisi lahan, cuaca, serta suhu
yang bagaimanapun, akan tetapi disetiap daerah yang berbeda akan menghasilkan
warna yang berbeda pula. Batang rosela akan tumbuh dari satu titik tumbuh.
Rosela yang ditanam dilereng pegunungan memilikiwarna kelopak yang merah
agak kehitam-hitaman, yang ditanam di tanah pekarangan memiliki warna yang
merah kurang cerah yang ditanam di sawah dan dataran rendah memiliki warna
merah cerah dan dapat dijadikan standart eksport. Batangnya tumbuh sangat
tinggi. Satu pohon bisa keluar kelopak bunga sebanyak 10 kg (Warientek, 2008).
Taksonomi dari tanaman rosela adalah :
Difisi : Spermatophyta
Sub-difisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Malvales
Suku : Malvaceae
Marga : Hibiscus
Jenis : Hibiscus sabdariffa Linn
Kelopak Rosela
Bagian tanaman yang bisa diproses menjadi produk pangan adalah
kelopak bunganya. Kelopak bunga tanaman ini berwarna merah tua, tebal, dan
berair serta banyak mengandung vitamin A, vitamin C dan asam amino. Kelopak
bunga rosela yang rasanya sangat masam ini biasanya dibuat menjadi jeli, saus,
teh, sirup dan manisan. Bahan terpenting yang terkandung dalam kelopak bunga
rosela adalah grossy peptin, antosianin, dan gluside hibiscin. Selain itu kelopak
bunga rosela juga mengandung asam organik, polisakarida, dan flavonoid yang
bermanfaat mencegah penyakit kanker, mengendalikan tekanan darah,
melancarkan peredaran darah dan melancarkan buang air besar (Daryanto, 2008).
Kelopak bunga rosela mempunyai kandungan vitamin C yang sangat
tinggi. Sehingga mampu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan
berbagai penyakit, dapat menghambat terakumulasinya radikal bebas penyebab
penyakit kronis dan dapat mencegah penuaan dini. Dalam hal ini yang berperan
adalah antosianin. Selain kandungan vitamin C yang sangat tinggi, rosela juga
kaya akan mineral, seperti kalsium, phosphor, potassium, dan zat besi yang sangat
penting untuk tubuh. Selain vitamin C, rosela juga mengandung vitamin B1,
vitamin B2, niasin dan vitamin D. Tubuh manusia membutuhkan 22 asam amino.
Dari 22 ini, 18 diantaranya terpenuhi dari bunga rosela. Dua diantaranya (Arginin
dan Lisin) bila bersinergi dengan asam glutamate dan merangsang otak untuk
menggerakkan hormon tubuh manusia (Mangkurat, 2008)
Produk olahan kelopak maupun produk olahan minyak rosela berwarna
merah yang sangat menarik. Warna merah ini disebabkan kandungan antosianin
memberikan warna merah dan berperan mencegah kerusakan sel akibat paparan
sinar UV berlebih. Karena itu, rosela sering dijadikan sumber pewarna pada
makanan. Bunga rosela juga mengandung 3,19% pektin sehingga dapat digunakan
sebagai sumber pektin komersil (Wikipedia, 2010).
Adapun komposisi kimia kelopak bunga rosela dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 1. Komposisi kimia kelopak rosela segar per 100 g bahan
Komposisi Kimia Jumlah
Sumber : Maryani dan Kristiana (2008)
Daun Rosela
Daun rosela berbentuk bulat telur serta tunggal dengan pertulangan
menjari dan letaknya berseling, terbagi ke dalam 3-7 cuping bergantung kultivar
dan aksesi, dan pinggiran daun bergerigi. Rosela memiliki daun yang panjangnya
mencapai 6-15 cm dan lebarnya 5-8 cm. Sementara tangkai daun berbentuk bulat,
berwarna hijau, dengan panjang 4-7 cm (Mardiah et al, 2009).
Daun rosella muda kaya akan protein yang mudah dicerna, sehingga dapat
sebagai salad, dalam bentuk campuran dengan kelopak bunga dijadikan sebagai
teh, ataupun sayuran. Selain itu, bisa dikeringkan dan digunakan sebgai pengganti
rumput untuk pakan ternak. Bagi hewan memamah biak, tanaman ini merupakan
sumber protein dan karoten (Maryani dan Kristiana, 2008).
Daun rosella juga bisa mengobati kaki pecah-pecah dan luka bakar ringan.
Caranya, daun direndam dalam air panas, dilumatkan, kemudian dioleskan pada
kaki yang pecah-pecah atau pada kulit yang terbakar. Daun ini juga dapat
mempercepat pematangan bisul sekaligus bersifat melembutkan kulit (emollient).
Sementar itu, lotion yang dibuat dari daun rosella digunakan untuk mengobati
luka (Daryanto, 2008).
Adapun komposisi kimia daun rosela dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Komposisi kimia daun rosela segar per 100 g bahan
Komposisi Kimia Jumlah Sumber : Maryani dan Kristiana (2008)
Nilai Gizi Rosela
Kandungan penting yang terdapat pada kelopak bunga rosella adalah
Flavonoid rosella terdiri dari flavanols dan pigmen antosianin. Pigmen antosianin
ini yang membentuk warna ungu kemerahan menarik dikelopak bunga maupun
teh hasil seduhan rosella. Antosianin berfungsi sebagai antioksidan yang diyakini
dapat menyembuhkan penyakit degeneratif. Antosianin pada rosella berada dalam
bentuk glukosida yang terdiri dari cyanydin-3-sambusioside,
delphinidin-3-glucose, dan delphinidin-3-sambubioside. Sementara itu, flavonols
terdiri dari gossypeptin, hibiscetine, dan quercetia (Mardiah, et al., 2009).
Zat gizi lain yang tak kalah penting terkandung dalam rosella adalah
kalsium, niasin, riboflavin dan zat besi yang cukup tinggi. Kandungan zat besi
pada kelopak rosella segar dapat mencapai 8,98 mg/ 100 g, sedangkan pada daun
rosella sebesar 5,4 mg/100 g. Selain itu, kelopak rosella mengandung 1,12%
protein, 12% serat kasar, 21,89 mg/ 100 g sodium, vitamin C, dan vitamin A. Satu
hal yang unik dari rosella adalah rasa masam pada kelopak rosella yang
menyegarkan (Mardiah, et al., 2009).
Bunga, daun serta biji rosela dapat dimanfaatkan sebagai tanaman herbal
dan bahan baku minuman kesehatan, karena menurut DepKes RI No. SPP
1065/35.15/05, setiap 100 gram kelopak bunga Rosella mempunyai kandungan
gizi sebagai berikut: protein 1,145 gr, lemak 2,61 gr, serat 12 gr, kalsium 1,263 gr,
fosor 273,2 mg, zat besi 8,98 mg, malic acid 3,31%, fruktosa 0,82%, sukrosa
0,24%, karoten 0,029%, tiamin 0,117mg, niasin 3,765 mg, dan vitamin C
244,4mg. Kandungan vitamin C yang tinggi ini dapat berfungsi sebagai bahan
antioksidan dalam tubuh. Bunga rosella kaya akan serat yang bermanfaat untuk
minuman sejenis teh, yang sudah umum dimanfaatkan (Kustywaty dan Ramli,
2008).
Banyaknya kandungan antosianin menentukan tingkat kepekatan warna
merah pada bunga rosella. Semakin banyak kandungan antosianin maka semakin
pekat warna merahnya dan semakin banyak kandungan antioksidannya. Kadar
antosianin juga mempengaruhi rasa seduhan. Warna yang pekat menandakan
rasanya sangat asam oleh karena kandungan asam malat,asam sitrat dan asam
askorbat (Widyanto dan Nelistya, 2009).
Dari semua jenis vitamin yang ada, vitamin C merupakan vitamin yang
paling mudah rusak. Disamping sangat larut dalam air, vitamin C mudah rusak
teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim,
oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila
vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam, atau pada suhu rendah (Winarno,
1992).
Manfaat Rosela Sebagai Minuman Herbal
Masyarakat tradisional di berbagai negara telah memanfaatkan tanaman
rosella untuk mengatasi berbagai penyakit dan masalah kesehatan. Pemanfaatan
tanaman rosella ini berkaitan dengan fungsinya sebagai antiseptik, aprodisiak
(meningkatkan gairah seksual), astringen, demulcent (menetralisir asam
lambung), digesif (melancarkan pencernaan), diuretic, purgative, onthelmintic
(anti cacing), refrigerant (efek mendinginkan), resolvent, sedative, stomachic
tonik, serta mengobati kanker, batuk, maag dan sakit buang air besar, darah tinggi,
Secara ilmiah, rosela telah terbukti memiliki efek antioksidan bagi tubuh
manusia. Riset telah membuktikan kapasitas antioksidan dari bunga ini.
Penelitian dilakukan dengan mengekstrak rosela dalam larutan alkohol dan
mereaksikannya dengan senyawa radikal bebas. Hasil pengujian membuktikan
bahwa rosela mengandung berbagai komponen fenolik yang dapat mengurangi
radikal bebas yang digunakan dalam pengujian (Warientek, 2010).
Teh berwarna merah cantik ini memang multikhasiat. Bunga rosela merah
yang telah kering dan diseduh menjadi secangkir teh yang bercitara rasa sedikit
asam ini mampu mengatasi batuk, asam urat, kolesterol, hipertensi, radikal bebas,
dan penyegar (tonik). Selain itu, berdasarkan penelitian ilmiah yang dilakukan
ilmuwan Sudan, rosela merah juga berkhasiat untuk menurunkan tekanan darah
(hipotensif), antikejang saluran pernapasan, anticacing (antelmintik), dan
antibakteri (Warientek, 2010).
Teh Rosela
Teh rosella dapat dibuat dari kelopak bunganya. Kelopak bunga rosela
disajikan dengan jalan menyeduhnya terlebih dahulu. Rasanya masam tapi terasa
menyegarkan. Di pasaran banyak beredar kelopak bunga rosela kering. Tidak ada
perbedaan kandungan zat yang membedakan hanya kandungan airnya.
Dibeberapa Negara Eropa, seperti Jerman telah menjadi negara importir kelopak
bunga rosela terbesar. Mereka telah meneliti bahwa kelopak bunga rosela
mempunyai khasiat yang sangat banyak. Terutama digunakan untuk mencegah
kanker dan radang. Dibeberapa negara asia telah menjadi pemasok utama kelopak
bunga rosela kering untuk negara-negara di Eropa diantaranya Thailand dan Cina.
rosela kering. Sudan adalah salah satu negara di benua afrika yang menjadi
eksportir bunga rosela kering dengan kualitas yang baik (Warientek, 2010).
Kelopak bunga Rosela dapat diambil sebagai bahan minuman segar berupa
sirup dan teh, selai dan minuman, terutama dari tanaman yang berkelopak bunga
tebal, yaitu Rosela Merah. Kelopak bunga tersebut mengandung vitamin C,
vitamin A, dan asam amino. Asam amino yang diperlukan tubuh, 18 diantaranya
terdapat dalam kelopak bunga Rosela, termasuk arginin dan legnin yang berperan
dalam proses peremajaan sel tubuh. Selain itu, Rosela juga mengandung protein
dan kalsium (Jenglot, 2008).
Sebagian masyarakat ada yang mengkonsumsi rosela dalam bentuk segar
sebagai lalapan, salad, manisan, jus, dan lain-lain. Ada pula yang
memanfaatkannya bentuk kering sebagai bahan pembuat teh atau kopi. Teh rosela
pupuler diberbagai Negara, seperti Meksiko, Thailand, dan Sudan. Konon, teh ini
merupakan minuman kaum bangsawan Mesir kuno dan sering disajikan pada
pesta pernikahan di Sudan (Fitriyanti, 2004).
Teh rosela dapat dibuat dari kelopak bunga dan daunnya, tetapi umumnya
dibuat dari kelopak bunganya saja. Teh dari kelopak bunga rosela lebih
memberikan sensasi aroma dan warna merah yang lebih menarik dibandingkan
teh yang terbuat dari daunnya tetapi untuk mendapatkan rasa dan aroma teh yang
enak, daun dan kelopak bunga yang telah kering bisa dicampur menjadi satu
(blending) (Mardiah, et al, 2009).
Agar mutu teh rosela yang dihasilkan bagus, waktu antara panen dan
proses pengeringan diusahakan jangan terlalu lama. Hal ini disebabkan kelopak
sehingga akan cepat mengalami kerusakan setelah 2 hari. Kerusakan tersebut
dapat menyebabkan mutu teh, terutama aroma dan warnanya. Teh rosela bila
diseduh dengan air panas, akan berwarna merah, setelah diminum terasa manis
asam dan memiliki rasa dan aroma yang khas (Widyanto dan Nelistya, 2009).
Teh rosela dipercaya dapat meningkatkan daya tahan tubuh, mengatasi
sakit tenggorokan , melurukan dahak, menurunkan kadar gula darah, menurunkan
kolesterol, TBC, mengatasi panas dalam, sembelit, mengurangi dampak negatife
nikotin bagi para perokok, mengurangi resiko osteoporosis, dan memperlambat
menopause. Selain itu, rosella juga dapat digunakan sebagai antiseptik usus dan
anti radang, serta terapi bagi pecandu narkoba (Widyanto dan Nelistya, 2009).
Pelayuan Kelopak dan Daun Rosela
Pelayuan pada teh hijau bertujuan untuk menginaktifkan enzim polifenol
oksidase dan menurunkan kandungan air yang terdapat dalam pucuk, agar pucuk
menjadi lentur dan mudah digulung. Proses pelayuan dilakukan sampai pada
tahap layu tertentu, yang sifat pelayuannya berbeda dibanding dengan cara
pelayuan teh lokal (Setyamidjaja, 2000).
Pelayuan merupakan proses penguapan yang terjadi secara alamiah pada
bahan. Metode pelayuan dilakukan dengan cara mendiamkan daun pada kondisi
suhu ruang selama 18 jam. Selama proses pelayuan, kadar air yang terkandung
dalam kelopak dan daun akan menurun secara perlahan-lahan. Perubahan yang
terjadi pada saat pelayuan ditandai dengan adanya perubahan elastisitas daun.
Daun menjadi lebih lemas akibat dari menurunnya atau hilangnya sebagian
Selama proses pelayuan, daun teh akan mengalami dua perubahan yaitu
perubahan senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam daun dan menurunnya
kandungan air. Proses ini dilakukan pada alat Wihering Trough selama 14-18 jam
tergantung kondisi pabrik yang bersangkutan. Hasil pelayuan yang baik ditandai
dengan pucuk layu yang berwarna hijau kekuningan, tidak mengering, tangkai
muda menjadi lentur, bila digenggam terasa lembut dan bila dilemparkan tidak
akan buyar serta timbul aroma yang khas seperti buah masak (Andrianis, 2009).
Suhu pelayuan harus sama (stabil) agar dapat dicapai tingkat layu yang
tepat. Tingkat layu pucuk dinilai berdasarkan presentase layu, yaitu perbandingan
berat pucuk layu terhadap pucuk basah yang dinyatakan dalam persen. Persentase
layu teh hijau lokal adalah 60-70%, dan untuk teh hijau ekspor sekitar 60%
dengan tingkat kerataan layuan yang baik. Tingkat layu yang tepat ditandai
dengan keadaan pucuk layu yang berwarna hijau cerah, lemas, dan lembut, serta
mengeluarkan bau yang khas (Setyamidjaja, 2000).
Kriteria untuk menentukan tingkat kelayuan daun antara lain :
- bentuk daun lemas, agak lekat seperti daun yang dimasukkan dalam air panas
- warna daun hijau kekuning-kuningan atau hijau muda
- air seduhan daun layu jernih dengan sedikit warna hijau atau pucat
- kadar air 65-70% (Setyamidjaja, 2000).
Pengeringan Kelopak dan Daun Rosela
Pengeringan pada teh hijau bertujuan untuk menurunkan kadar air dari
pucuk yang digulung hingga 3-4%, memekatkan cairan sel yang menempel di
permukaan daun sampai berbentuk seperti perekat, dan memperbaiki bentuk
pengeringan, masing-masing menggunakan mesin yang berbeda (Setyamidjaja,
2000).
Pengeringan rosella bisa dilakukan dengan sinar matahari atau
menggunakan oven. Jika menggunakan oven, kondisi yang terbaik adalah suhu
60oC selama 5 jam, dan jika menggunakan sinar matahari cukup 2-3 hari
(Mardiah et al, 2009).
Untuk mendapatkan khasiat terbaik dalam kelopak rosela sebenarnya tidak
sulit. Untuk mendapatkan teh rosela, bunga yang sudah dipetik, dijemur di bawah
terik matahari selama 1-2 hari agar memudahkan pemisahan lidah kelopak dengan
bijinya. Kemudian cuci air bersih dan jemur kembali selama 3-5 hari. Remas
kelopaknya, jika mudah menjadi bubuk itu artinya kadar air telah mencapai 4-5%
(Wikipedia, 2010)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu :
faktor yang berhubungan dengan udara pengering (suhu, kecepatan volumetrik
aliran udara pengering, dan kelembaban udara) dan faktor yang berhubungan
dengan sifat bahan. Yang termasuk dalam golongan terakhir ini adalah ukuran
bahan, kadar air awal, dan tekanan persial dalam bahan. Bahan pangan yang
dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air.
Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan
dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan (Widyani dan Suciaty, 2008).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses pengolahan teh adalah
suhu udara dan volume udara yang dihembuskan, jumlah teh basah yang
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Mei 2010 di Laboratorium
Analisa Kimia Bahan Pangan, Departemen Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian Sumatera Utara.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dan kelopak
bunga rosella yang diperoleh dari Kampung Kolam, Bandar Setia Tembung,
Medan.
Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah pati 1%, iodium
0,01 N, aquadest.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik,
blower, cawan aluminium, cawan porselen, kotak pelayuan, elenmeyer, beaker
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan dua faktor, yang terdiri dari:
Faktor I : Perbandingan Daun dengan Kelopak Bunga (A)
A1 = 20% : 80%
A2 = 40% : 60%
A3 = 60% : 40%
A4 = 80% : 20%
Faktor II : Lama Pelayuan (B)
B1 = 16 Jam
B2 = 18 Jam
B3 = 20 Jam
B4 = 22 Jam
Kombinasi perlakuan (Tc) =4 x 4 = 16 dengan jumlah minimum perlakuan (n)
adalah:
Tc (n-1) > 15
16(n-1) > 15
16 n > 31
n > 1,93 ...Dibulatkan menjadi n=2
Model Rancangan
Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktor dengan model:
Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + €ijk
Dimana :
Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf
ke –j dalam ulangan ke –k
µ : Efek nilai tengah
αi : Efek faktor A pada taraf ke-i
βj : Efek faktor B pada taraf ke-j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j
€ijk : Efek galat dari faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j
dalam ulangan ke –k.
(Bangun, 1991).
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji
dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range
(LSR).
Pelaksanaan Penelitian
a. Persiapan bahan untuk daun rosela
- Diambil daun rosela segar kemudian dilakukan sortasi untuk membuang daun
yang sudah rusak.
- Daun rosela dicuci hingga bersih
b. Persiapan bahan untuk kelopak rosela
- Diambil kelopak bunga rosela segar dan dipisahkan dari biji dengan cara
membuang bagian tengah yang mengandung biji.
- Kelopak bunga rosela yang sudah dibuang bagian bijinya dicuci hingga bersih
- Ditiriskan
c. Pencampuran
- Dicampur daun rosela dengan kelopak bunga rosela sebanyak 500 gram dengan
perbandingan A1 (20%:80%), A2 (40%:60%), A3 (60%:40%), A4 (80%:20%)
- Dilakukan pelayuan selama B1 (16 jam), B2 (18 jam), B3 (20 jam), B4 (22 jam)
- Dilakukan perajangan
- Dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 60oC selama 5 jam
- Dilakukan pengecilan ukuran dengan blender
- Bubuk teh rosela
- Dilakukan analisis kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, serta uji organoleptik.
Pengamatan dan Pengukuran Data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap
parameter sebagai berikut :
1. Kadar air (%)
2. Kadar abu(%)
3. Kadar vitamin C (mg)
4. Uji organoleptik terhadap warna air seduhan
5. Uji organoleptik terhadap penampakan partikel
6. Uji organoleptik rasa
Parameter Penelitian
1. Penentuan Kadar Air (Dengan Metode Oven) (AOAC, 1984)
Ditimbang bahan sebanyak 5 gram di dalam aluminium foil yang telah
diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven
dengan suhu sekitar 105 oC – 110 oC selama 3 jam, selanjutnya didinginkan di
dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang kembali. Setelah itu, bahan
dipanaskan kembali di dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan
kembali dengan desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi
sampai diperoleh berat yang konstan.
Kadar air (%bk) =
-
x100%2. Penentuan Kadar Abu (Sudarmadji, et al., 1989)
Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gr dan diletakkan dalam cawan porselen
yang telah diketahui bobot keringnya. Sebelum diabukan, sampel terlebih dahulu
dipanaskan diatas pemanas destruksi hingga terbentuk arang dan tidak berasap
lagi. Selanjutnya sampel diabukan didalam tanur listrik pada suhu 550oC hingga
terbentuk warna abu-abu. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator.
Ditimbang bobot akhirnya dan ulangi pekerjaan ini hingga bobot akhir konstan.
Bobot abu setelah pengabuan (g)
Kadar Abu (%) = x 100%
Bobot awal sampel (g)
3. Penentuan Kadar Vitamin C (Sudarmadji, et al., 1989)
Kandungan vitamin C ditentukan dengan cara titrasi, sebanyak 25 gram
bubuk teh kering dimasukkan dalam beaker glass ukuran 100 ml dan ditambahkan
disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat diambil sebanyak 25 ml
dengan menggunakan gelas ukur lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
ditambahlan 2-3 tetes larutan pati 1% lalu dititrasi dengan larutan Iodium 0,01 N
hingga terjadi perubahan warna biru sambil dicatat berapa ml Iodium yang
terpakai.
Kadar vitamin C dapat dihitung dengan rumus :
ml titrasi Iod 0,01 N x 0,88 x FP x 100 Kadar Vitamin C (mg/100 g bahan) =
Berat contoh (g)
FP = Faktor pengencer (dalam hal diatas FP = 4)
1 ml Iod 0,01 N = 0,88 mg vitamin C
Prosedur Penyeduhan Teh
Teh dari pencampuran kelopak dan daun rosella diseduh sebanyak 2 gr
dengan air panas sebanyak 200 ml dan dibiarkan selama 3 menit dalam keadaan
tertutup rapat untuk mencegah menguapnya aroma. Selanjutnya dilakukan uji
organoleptik.
4. Organoleptik Warna air seduhan (Liquor) (numerik) (Soekarto, 1981)
Uji organoleptik dilakukan oleh 10 orang panelis. Pengujian dilakukan
secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk
skala warna adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Uji hedonik warna air seduhan (liquor) Skala Numerik Keterangan
4 3 2 1
5. Organoleptik Penampakan Partikel (Lappearance) (numerik) (Soekarto, 1981)
Uji organoleptik dilakukan oleh 10 orang panelis. Pengujian dilakukan
secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk
skala penampakan partikel sebagai berikut :
Tabel 4. Uji organoleptik penampakan partikel
Skala Numerik Keterangan
Sangat baik = Tidak ada partikel
Baik = Sedikit partikel
Sedang = Agak banyak partikel Kurang baik = Banyak partikel Tidak baik = Sangat banyak partikel
6. Organoleptik Rasa (numerik) (Soekarto, 1981)
Uji organoleptik dilakukan oleh 10 orang panelis. Pengujian dilakukan
secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk
skala rasa adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Uji hedonik rasa
7. Organoleptik Warna Ampas seduhan (infused leaf) (numerik) (Soekarto, 1981)
Uji organoleptik dilakukan oleh 10 orang panelis. Pengujian dilakukan
Tabel 6. Uji hedonik ampas seduhan (infused leaf) Skala Numerik Keterangan
4 Ampas sangat merah
3 Ampas merah
2 Ampas merah kehijauan
1 Ampas hijau
Gambar 1. Skema pembuatan bubuk teh campuran daun dan kelopak bunga rosela Kelopak Bunga rosela segar
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perbandingan daun dan kelopak
bunga rosella dan lama pelayuan memberikan pengaruh terhadap parameter yang
diamati. Pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga rosella dan lama
pelayuan terhadap parameter yang diamati dapat dijelaskan dibawah ini.
Pengaruh perbandingan daun dan kelopak terhadap parameter yang diamati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan daun dan kelopak
bunga memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, dan
uji organoleptik terhadap warna air seduhan, penampakan partikel, rasa dan warna
ampas seduhan teh yang dihasilkan.
Pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga rosella terhadap
parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap parameter yang diamati
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perbandingan daun dan kelopak bunga
memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Kadar air tertinggi terdapat
pada perlakuan A1 yaitu sebesar 8,46% dan terendah pada perlakuan A4 yaitu
kadar abu terendah terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 5,36%. Kadar
vitamin C tertinggi terdapat pada A4 yaitu sebesar 268,92 mg/ 100 g contoh dan
kadar vitamin C terendah terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar
178,68 mg/ 100 g contoh. Uji Organoleptik terhadap warna air seduhan tertinggi
terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 3,63 dan warna air seduhan terendah
terdapat pada perlakuan A4 yaitu sebesar 1,94. Uji organoleptik terhadap
penampakan partikel tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 6,43 dan
terendah terdapat pada perlakuan A4 yaitu sebesar 5,60. Uji organoleptik terhadap
rasa tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 3,05 dan terendah terdapat
pada perlakuan A4 yaitu sebesar 2,08. Uji organoleptik terhadap warna ampas
seduhan tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 3,63 dan terndah
terdapat pada perlakuan A4 yaitu sebesar 2,26.
Pengaruh lama pelayuan terhadap parameter yang diamati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pelayuan memberikan
pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar vitamin C dan uji organoleptik
terhadap warna air seduhan, penampakan partikel dan rasa teh yang dihasilkan.
Pengaruh lama pelayuan terhadap parameter yang diamati dapat dilihat
pada Tabel 8.
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa lama pelayuan memberikan pengaruh
terhadap parameter yang diuji, kecuali pada uji organoleptik warna ampas. Kadar
air tertinggi terdapat pada perlakuan B1 yaitu sebesar 12,53% dan terendah
terdapat pada perlakuan B4 yaitu sebesar 3,92%. Kadar abu tertinggi terdapat pada
perlakuan B4 yaitu sebesar 6,11% dan kadar abu terendah terdapat pada perlakuan
B1 yaitu sebesar 5,16%. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan A1
yaitu sebesar 286,90 mg/ 100 g contoh dan terendah terdapat pada perlakuan B4
yaitu sebesar 141,97 mg/ 100 g contoh. Uji organoleptik terhadap warna air
seduhan tertinggi terdapat pada perlakuan B1 yaitu sebesar 3,09 dan terendah
terdapat pada perlakuan B4 yaitu sebesar 2,16. Uji organoleptik terhadap
penampakan partikel tertinggi terdapat pada perlakuan B1 yaitu sebesar 6,24 dan
terendah terdapat pada perlakuan B4 yaitu sebesar 5,73. Uji organoleptik terhadap
rasa tertinggi terdapat pada perlakuan B4 yaitu sebesar 2,86 dan terendah terdapat
pada perlakuan B1 yaitu sebesar 2,26. Uji organoleptik terhadap warna ampas
seduhan tertinggi terdapat pada perlakuan B4 yaitu sebesar 3,16 dan terendah pada
perlakuan B1 yaitu sebesar 2,89.
Pengaruh interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga rosela dan lama pelayuan terhadap parameter yang diamati.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan daun
dan kelopak bunga dan lama pelayuan memberikan pengaruh terhadap kadar air,
kadar vitamin C dan uji organoleptik rasa teh yang dihasilkan.
Pengaruh interaksi perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama
Tabel 9. Pengaruh interaksi antara perbandingan daun dan kelopak bunga dan lama pelayuan terhadap parameter yang diamati.
Perlakuan Kadar
Tabel 9 memperlihatkan bahwa interaksi antara perbandingan daun dan
kelopak bunga dan lama pelayuan memberikan pengaruh terhadap parameter yang
diuji. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan A1B1 yaitu sebesar 13,21% dan
terendah pada perlakuan A4B4 yaitu sebesar 3,43%. Kadar abu tertinggi terdapat
pada perlakuan A4B4 yaitu sebesar 6,22% dan terendah pada perlakuan A1B1 yaitu
sebesar 4,60%. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan A4B1 yaitu
sebesar 316,24 mg/ 100 g contoh dan terendah pada perlakuan A1B4 yaitu sebesar
105,60 mg/ 100 g contoh. Uji organoleptik terhadap rasa warna air seduhan
tertinggi adalah pada perlakuan A1B1 yaitu sebesar 3,85 dan terendah pada
perlakuan A4B4 yaitu sebesar 1,25. Uji organoleptik terhadap penampakan
partikel tertinggi terdapat pada perlakuan A1B1 yaitu sebesar 6,60 dan terendah
pada perlakuan A4B4 5,40. Uji organoleptik terhadap rasa tertinggi terdapat pada
sebesar 1,85. Uji organoleptik terhadap warna ampas seduhan tertinggi terdapat
pada perlakuan A1B1 yaitu sebesar 3,70 dan terendah pada perlakuan A4B1 yaitu
sebesar 2,00.
Kadar Air (%bk)
Pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap kadar air (%bk)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa
perbandingan daun dan kelopak bunga memberikan pengaruh berbeda sangat
nyata (P<0,01) terhadap kadar air teh rosela yang dihasilkan.
Hasil pengujian LSR terhadap kadar air dari setiap perlakuan dengan
perbandingan daun dan kelopak bunga dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap kadar air (%bk).
Jarak LSR Perbandingan Rataan Notasi
0.05 0.01 Daun:Kelopak 0.05 0.01
- - - A1 = 20:80 8,46 a A
2 0,1471 0,2025 A2 = 40:60 8,18 b B
3 0,1545 0,2128 A3 = 60:40 7,60 c C
4 0,1584 0,2182 A4 = 80:20 6,80 d D
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan A1 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan A2, A3, dan A4. Perlakuan A2 berbeda sangat nyata terhadap
perlakuan A3 dan A4. Perlakuan A3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A4.
Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 8,46% dan terendah
pada perlakuan A4 yaitu sebesar 6,80%.
Hubungan perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap kadar air teh
Gambar 2. Hubungan perbandingan daun dan kelopak bunga terhadap kadar air (%bk).
Dari Gambar 2 diatas dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada
perlakuan A1 yaitu dengan perbandingan 20% daun dan 80% kelopak bunga, dan
terendah pada perlakuan A4 dengan perbandingan 80% daun dan 20% kelopak
bunga. Hal ini disebabkan karena kandungan air pada kelopak bunga yang lebih
tinggi dengan proporsi yang lebih banyak dibandingkan dengan kandungan air
pada daun dengan proporsi yang lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Maryani dan Kristiana (2008) yang menyatakan bahwa kandungan air kelopak
bunga lebih besar dari daun rosella. Kandungan air yang terdapat pada kelopak
bunga sebesar 86,2% per 100 g bahan sedangkan pada daun 85,6% per 100 g
bahan.
Pengaruh lama pelayuan terhadap kadar air (%bk)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa lama
pelayuan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar