• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mempelajari Pengaruh Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Kualitas Teh Daun Jeruju (Achantus Illicifolius L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Mempelajari Pengaruh Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Kualitas Teh Daun Jeruju (Achantus Illicifolius L)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

MEMPELAJARI PENGARUH LETAK DAUN DAN LAMA

PELAYUAN TERHADAP KUALITAS TEH DAUN JERUJU

(Achantus Illicifolius L)

SKRIPSI

Oleh :

MUHAMMAD IRFAN LUBIS

060305018/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Judul Skripsi :Mempelajari Pengaruh Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Kualitas Teh Daun Jeruju (Achantus Illicifolius L)

Nama : Muhammad Irfan Lubis

NIM : 060305018

Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS Linda Masniary Lubis, STP.M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

(3)

ABSTRAK

MUHAMMAD IRFAN LUBIS: Mempelajari Pengaruh Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Kualitas Teh Daun Jeruju (Achantus illicifolius L). Dibimbing oleh Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS dan Linda Masniary Lubis, STP, M.Si.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil teh terbesar di dunia, namun keterbatasan lahan yang sesuai untuk budidaya teh mengakibatkan terhambatnya perkembangan teh, sehingga diperlukan adanya sumber lain pengganti teh. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah daun jeruju dapat dijadikan sebagai salah satu pengganti daun teh baik secara kualitas maupun kuantitas dengan memperhatikan letak daun dan lama pelayuan.

Penelitian dilakukan pada Januari-Februari 2010 di Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara dan di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan perlakuan letak daun (daun pucuk, tengah dan bawah) dan lama pelayuan (15,16,17 dan 18 jam). Parameter yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar tannin, uji organoleptik warna air seduhan, uji organoleptik penampakan partikel, uji organoleptik rasa, dan uji organoleptik ampas seduhan.

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar tannin, uji organoleptik warna air seduhan, uji organoleptik penampakan partikel, uji organoleptik rasa, dan uji organoleptik ampas seduhan. Letak daun pucuk dengan lama pelayuan 15 jam menghasilkan mutu teh yang baik.

Kata kunci : Teh daun jeruju, lama pelayuan, letak daun

ABSTRACT

MUHAMMAD IRFAN LUBIS: Study Of Leaves Position And Time Withering On Effect Quality Of Tea From Jeruju Leaves (Achantus illicifolius L). Guided by Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS And Linda Masniary Lubis, STP, M.Si.

Indonesia is one of the largest producer of tea in the world, but limited habitat suitable for growing tea plant delayed tea development, so there’s a need to find a different source of tea. This research is conducted to know if jeruju leaves can replace the tea leaves both in quality and quantity.

A research was conducted at Januari-Februari 2010 in Jaring Halus Village Langkat, North Sumatera and The Laboratory of Food Technology, Faculty Of Agriculture, North Sumatera University, Medan, using factorial complete random design with position of leave (young leave, middle, bottom) and time withering (15, 16, 17 and 18 hours). Parameter analysed water rate, ash content, tannin rate, organoleptic value of colour, organoleptic value of appearance, organoleptic value of taste, and organoleptic value of infused leaf.

The result of research indicated had highly significant effect on water rate, ash content, tannin rate, orgsnoleptic value of colour, organoleptic value of appearance, organoleptic value of taste, and organoleptic value of infused leaf. A young leave and time withering for 15 hours give the best result.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Belawan pada tanggal 03 Januari 1989 dari Ayahanda Ismail dan Ibunda Tri Sumarni. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Pada tahun 1993 penulis memasuki taman kanak-kanak Abdika di Medan, lulus tahun 1994. Tahun 1994 memasuki SD Nurul Huda di Medan, lulus tahun 2000. Tahun 2000 memasuki SLTP Negeri 10 di Medan, lulus tahun 2003. Tahun 2003 memasuki SMU Negeri 13 Medan, lulus tahun 2006. Tahun 2006 memasuki Universitas Sumatera Utara, fakultas Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Pertanian melalui jalur SPMB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif organisasi Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian (IM-THP), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI),

Agriculture Technology Moslem (ATM), UKM Fotografi USU, asisten Laboratorium Teknologi Pangan sebagai kordinator alat dan reagensia.

Dan juga mengikuti organisasi eksternal seperti Komunitas Melayu Bumi Putera (KMBP).

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara II, Pabrik Kelapa Sawit, Sawit Seberang

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Mempelajari Pengaruh Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kualitas Teh Daun Jeruju (Achantus Illicifolius L)”, yang disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Linda Masniary Lubis, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah

(6)

Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penelitian ini dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, wasalam.

Medan, Juni 2010

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN

(8)

Organoleptik Ampas Seduhan ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air (%bb) ... 27

Pengaruh Letak Daun Terhadap Kadar Air (%bb) ... 27

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Kadar Air (%bb) ... 29

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kadar Air (%bb) ... 31

Kadar Abu (%) ... 32

Pengaruh Letak Daun Terhadap Kadar Abu (%) ... 32

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Kadar Abu (%) ... 34

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Kadar Abu (%) ... 35

Kadar Tannin (%) ... 37

Pengaruh Letak Daun Terhadap Kadar Tannin (%) ... 37

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Kadar Tannin (%) ... 38

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Kadar Tannin (%) ... 40

Organoleptik Warna Air Seduhan ... 42

Pengaruh Letak Daun Terhadap Organoleptik Warna Air Seduhan ... 42

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Organoleptik Warna Air Seduhan ... 44

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Organoleptik Warna Air Seduhan ... 46

Organoleptik Penampakan Partikel ... 46

Pengaruh Letak Daun Terhadap Organoleptik Penampakan Partikel ... 46

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Organoleptik Penampakan Partikel ... 48

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Organoleptik Penampakan Partikel ... 49

Organoleptik Rasa ... 50

Pengaruh Letak Daun terhadap Organoleptik Rasa ... 50

Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Organoleptik Rasa ... 51

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Organoleptik Rasa ... 53

Organoleptik Ampas Seduhan ... 55

Pengaruh Letak Daun terhadap Organoleptik Ampas Seduhan ... 55

Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Organoleptik Ampas Seduhan ... 56

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Organoleptik Ampas Seduhan ... 58

KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

Kesimpulan ... 59

(9)
(10)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Hal

1. Spesifikasi Persyaratan Mutu Teh ...9

2. Angka-Angka Kandungan Air Dengan Tipe Layu ...13

3. Uji Hedonik Air Seduhan ...23

4. Uji Organoleptik Penampakan Partikel ...23

5. Uji Organoleptik Rasa ...24

6. Uji Organoleptik Ampas Seduhan ...24

7. Pengaruh Letak Daun terhadap Parameter yang Diamati ...26

8. Pengaruh Lama Pelayuan terhadap Parameter yang Diamati ...27

9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Letak Daun Terhadap Kadar Air (%bb) ...28

10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Kadar Air (%bb) ...29

11. Uji LSR Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kadar Air (%bb) ...31

12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Letak Daun Terhadap Kadar Abu(%) ...33

13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Kadar Abu (%) ...34

14. Uji LSR Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kadar Abu (%) ...36

15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Letak Daun Terhadap Kadar Tannin (%) ...37

(11)

17. Uji LSR Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan

Terhadap Kadar Tannnin ...41 18. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Letak Daun Terhadap Uji Organoleptik

Warna Air Seduhan ...42 19. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap uji

Organoleptik Warna Air Seduhan ...44 20. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Letak Daun Terhadap

Organoleptik Penampakan Partikel ...46 21. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap

Organoleptik Penampakan Partikel ...48 22. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Letak Daun Terhadap Organoleptik

Rasa ...50 23. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap

Organoleptik Rasa ...51 24. Uji LSR Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan

Terhadap Organoleptik Rasa ...53 25. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Letak Daun Terhadap

Organoleptik Ampas Seduhan ...55 26. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Hal

1. Susunan katekin, gallokatekin, epikatekin, epigallokatekin ...8

2. Hubungan antara lama fermentasi dengan mutu seduhan teh ...15

3. Skema pembuatan teh daun jeruju ...25

4. Histogram hubungan letak daun terhadap kadar air (%bb) ...28

5. Grafik lama pelayuan terhadap kadar air (%bb) ...30

6. Grafik hubungan interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar air (%bb) ...32

7 Histogram hubungan letak daun terhadap kadar abu (%) ...33

8. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap kadar abu (%) ...35

9. Grafik hubungan interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar abu (%) ... 36

10. Histogram hubungan letak daun terhadap kadar tannin (%) ...38

11. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap kadar tannin (%) ...39

12. Grafik hubungan interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar tannin (%) ...41

13. Histogram hubungan letak daun terhadap uji organoleptik warna air seduhan ...43

14. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap uji organoleptik warna air seduhan ...45

15. Histogram hubungan letak daun terhadap uji organoleptik penampakan partikel ...47

16. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap uji organolepik penampakan partikel ...49

(13)

18. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap organoleptik rasa ...52 19. Grafik hubungan interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap

organoleptik rasa ...54 20. Histogram hubungan letak daun terhadap organoleptik

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Data Pengamatan Analisis Kadar Air (%) ...63

1. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Air (%) ...63

2. Data Pengamatan Analisis Kadar Abu (%) ...64

2. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Abu (%) ...64

3. Data Pengamatan Analisis Kadar Tannin (%) ...65

3. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Tannin(%) ...65

4. Data Pengamatan Analisis Uji Organoleptik Warna Air Seduhan ...66

4. Daftar Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Warna Air Seduhan ...66

5. Data Pengamatan Analisis Uji Organoleptik Penampakan Partikel ...67

5. Daftar Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Penampakan Partikel ...67

6. Data Pengamatan Analisis Uji Organoleptik Rasa ...68

6. Daftar Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Rasa ...68

7. Data Pengamatan Analisa Organoleptik Ampas Seduhan ...69

(15)

ABSTRAK

MUHAMMAD IRFAN LUBIS: Mempelajari Pengaruh Letak Daun dan Lama Pelayuan terhadap Kualitas Teh Daun Jeruju (Achantus illicifolius L). Dibimbing oleh Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS dan Linda Masniary Lubis, STP, M.Si.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil teh terbesar di dunia, namun keterbatasan lahan yang sesuai untuk budidaya teh mengakibatkan terhambatnya perkembangan teh, sehingga diperlukan adanya sumber lain pengganti teh. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah daun jeruju dapat dijadikan sebagai salah satu pengganti daun teh baik secara kualitas maupun kuantitas dengan memperhatikan letak daun dan lama pelayuan.

Penelitian dilakukan pada Januari-Februari 2010 di Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara dan di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan perlakuan letak daun (daun pucuk, tengah dan bawah) dan lama pelayuan (15,16,17 dan 18 jam). Parameter yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar tannin, uji organoleptik warna air seduhan, uji organoleptik penampakan partikel, uji organoleptik rasa, dan uji organoleptik ampas seduhan.

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar tannin, uji organoleptik warna air seduhan, uji organoleptik penampakan partikel, uji organoleptik rasa, dan uji organoleptik ampas seduhan. Letak daun pucuk dengan lama pelayuan 15 jam menghasilkan mutu teh yang baik.

Kata kunci : Teh daun jeruju, lama pelayuan, letak daun

ABSTRACT

MUHAMMAD IRFAN LUBIS: Study Of Leaves Position And Time Withering On Effect Quality Of Tea From Jeruju Leaves (Achantus illicifolius L). Guided by Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS And Linda Masniary Lubis, STP, M.Si.

Indonesia is one of the largest producer of tea in the world, but limited habitat suitable for growing tea plant delayed tea development, so there’s a need to find a different source of tea. This research is conducted to know if jeruju leaves can replace the tea leaves both in quality and quantity.

A research was conducted at Januari-Februari 2010 in Jaring Halus Village Langkat, North Sumatera and The Laboratory of Food Technology, Faculty Of Agriculture, North Sumatera University, Medan, using factorial complete random design with position of leave (young leave, middle, bottom) and time withering (15, 16, 17 and 18 hours). Parameter analysed water rate, ash content, tannin rate, organoleptic value of colour, organoleptic value of appearance, organoleptic value of taste, and organoleptic value of infused leaf.

The result of research indicated had highly significant effect on water rate, ash content, tannin rate, orgsnoleptic value of colour, organoleptic value of appearance, organoleptic value of taste, and organoleptic value of infused leaf. A young leave and time withering for 15 hours give the best result.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor teh terbesar di Asia Tenggara. Teh yang dihasilkan Indonesia merupakan jenis yang berasal dari

tanaman teh Camelia sinensis. Teh hanya dapat tumbuh pada ketinggian 400-2000 m diatas permukaan laut. Perbedaan tinggi tempat dan temperatur dapat

mempengaruhi mutu teh yang dihasilkan.

Adanya permintaan akan teh yang semakin meningkat, dimana jumlah konsumsi teh dunia pada tahun 2007 adalah sebesar 3.031.403 ton sedangkan produksi teh Indonesia hanya sebesar 172.790 ton atau sebesar 5,7% dari konsumsi dunia. Maka tanaman penghasil teh tersebut dinilai belum mampu untuk memenuhi kebutuhan permintaan tersebut. Belum adanya pemanfaatan bahan baku lain menjadi produk teh tersebut membuat perkembangan produk teh menjadi terhambat.

Dari sekitar 89 jenis spesies mangrove yang tumbuh di dunia, sekitar 51 % spesies tersebut hidup di Indonesia. Jumlah tersebut belum termasuk spesies ikutan yang hidup bersama di daerah mangrove. Terdapat 32 jenis spesies mangrove sejati dan 20 asosiasi mangrove tumbuh subur di Indonesia. Jenis-jenis

mangrove tersebut antara lain: Avecenia alba, Achantus illicifolius L, Rhizopora

apiculata, Bruguiera parviflora, Brugruiera gymnorhiza, Nypa fruticans,

Xylocarpus granatum, Excoecaria agallocha, Pandanus furentus, Bruguiera

cylindrica, Soneratia alba, Xylocarpus moluccensis, Camptostemon schultzii,

(17)

fagiferus, Pandanus tectorius, Aegiceras corniculatum, Lumnitzera littorea dan

Pemphis acidul (Mangkurat, 2008).

Dari sekitar 89 jenis spesies mangrove yang tumbuh, ternyata terdapat salah satu jenis mangrove yang dapat dibuat menjadi teh, spesies mangrove tersebut adalah Achantus illicifolius L. Spesies ini termasuk kedalam golongan tanaman perdu, dan dapat digunakan sebagai indikator kerusakan hutan mangrove, sehingga tanaman ini hanya terdapat dikawasan yang hutan mangrovenya masih terjaga dengan baik.

Dinilai dari habitatnya, tanaman ini tidak membutuhkan ketinggian untuk dapat tumbuh dengan baik, melainkan dapat tumbuh di sepanjang pantai. Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada serta perairan yang relatif tenang adalah tempat ideal perkembangan tanaman ini.

Mangrove memiliki fungsi utama yakni sebagai penahan utama abrasi

pantai dari gelombang laut, mangrove juga dijadikan sebagai habitat dari hewan-hewan laut seperti ikan, udang dan kepiting. Fungsi mangrove ini sangat membantu nelayan yang penghidupannya adalah dengan mencari ikan.

Budidaya tanaman Achantus illicifolius L (jeruju) mempunyai nilai lebih, yakni sebagai bahan baku penghasil teh, sebagai habitat hewan-hewan laut seperti ikan, kepiting dan udang, dan juga dapat menjalankan fungsi utamannya yakni sebagai penahan abrasi pantai dari gelombang laut.

(18)

teh menyerupai teh camelia sinensis, sehingga perlu digali dan diteliti secara ilmiah manfaat dan kandungan zat gizinya. Oleh karena itu tanaman jeruju dapat digunakan salah satu alternatif bahan substitusi teh, keuntungan lain dari jeruju yaitu memiliki perkembangan yang cukup cepat dan relatif sangat potensial karena tumbuh di sepanjang pantai. Perawatan tanaman jeruju yang relatif mudah menjadi nilai tambah bagi tanaman ini. Tanaman jeruju memiliki kandungan kimia yang sangat baik digunakan dalam penyembuhan luka, menyembuhkan penyakit demam dan alergi pada kulit, baik di bagian akar, batang maupun daunnya.

Dimasa sekarang ini kondisi dari ekosistem hutan mangrove sangat memprihatinkan, banyaknya upaya dari pihak swasta yang ditujukan untuk mereklamasi pantai menjadi berbagai fasilitas publik dinilai merusak ekosistem hutan mangrove yang memiliki banyak manfaat untuk manusia.

Oleh karena itu penulis berkeinginan melakukan penelitian dengan judul “Mempelajari Pengaruh Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kualitas Teh Daun Jeruju” (Acanthus Ilicifolius L).

Tujuan Penelitian

Mempelajari pengaruh letak daun dan lama pelayuan terhadap kualitas teh daun jeruju (Acanthus Ilicifolius L), dan mempelajari potensi daun jeruju untuk digunakan sebagai teh seduh.

Kegunaan Penelitian

(19)

Sebagai sumber informasi untuk mempelajari pengaruh letak daun dan lama pelayuan terhadap kualitas teh daun jeruju (Acanthus Ilicifolius L), serta sumber informasi kepada masyarakat di Sumatera Utara tentang manfaat daun jeruju.

Hipotesis Penelitian

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Teh (Camelia Sinensis)

Teh adalah suatu produk yang dibuat dari daun muda (pucuk daun) dari tanaman teh Camellia sinensis L. Daun teh mengalami beberapa proses pengolahan untuk dapat menjadi produk seperti teh hitam dan teh hijau. Untuk membuatnya, daun biasanya dilayukan dan kemudian digulung dengan alat pemutar OTR (Open Top Roller), kemudian dihamparkan ke udara agar teroksidasi atau terfermentasi. Daun kemudian dikeringkan dengan udara panas, dan dihasilkan teh hitam (Harler, 1966).

Secara botanis terdapat 2 jenis teh yaitu Thea Sinensis dan Thea Assamica. Thea Sinensis ini juga disebut teh jawa yang ditandai dengan ciri-ciri tumbuhnya

lambat, jarak cabang dengan tanah sangat dekat, daunnya kecil, pendek, ujungnya agak tumpul dan berwarna hijau tua. Thea Assamica mempunyai ciri-ciri tumbuh cepat, cabang agak jauh dari permukaan tanah, daunnya lebar, panjang dan ujungnya runcing serta berwarna hijau mengkilat (Soehardjo, et al., 1996).

(21)

menggunakan seperti layaknya proses tepat dapat menyebabkan teh ditumbuhi proses fermentasi. Teh yang sudah mengalami fermentasi dengan jamur harus

dibuang, karena mengandung unsur racun dan bersifat (Wikipedia, 2006).

Daun teh memiliki senyawa bioaktif yang kompleks, salah satunya adalah polifenol. Pada teh hijau kandungan polifenolnya sebesar 36 persen. Katekin merupakan senyawa dominan dari polifenol teh hijau dan terdiri dari epikatekin (EC), epikatekin gallat (ECG), epigallokatekin (EGC), epigallokatekin gallat (EGCG), katekin dan gallokatekin (GC). Dalam daun teh terdapat sekitar 14 glikosida mirisetin, kuersetin yang dapat mencegah kanker dan kolesterol. Flavonol merupakan zat antioksidan utama pada daun teh yang terdiri atas kuersetin, kaempferol dan mirisetin. Sekitar 2- 3 persen bagian teh yang larut dalam air merupakan senyawa flavonol (Alumniits, 2009).

(22)

Pada daun teh segar, kadar tannin pada tahap pengolahan teh hitam secara berturut-turut semakin kecil konsentrasinya, sedangkan pada teh hijau terdapat sebaliknya. Meskipun semua komponen tannin dari hasil berbagai penelitian diketahui mempunyai kemampuan untuk penyembuhan penyakit ginjal, namun tannin dalam bentuk epigalokatekin galat, merupakan tannin predominan dari teh hijau yang paling berkhasiat. Tannin memiliki rasa yang sepat sehingga mudah untuk dideteksi

Antioksidan polifenol yang terdapat dalam teh hijau adalah komponen yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, karena mampu mengurangi resiko penyakit jantung, menghambat proliferasi sel tumor, dan menghambat pertumbuhan sel kanker paru-paru, kanker usus, terutama sel kanker kulit. Zat ini dapat membantu kelancaran proses pencernaan makanan melalui stimulasi peristaltik dan produksi cairan pencernaan (Al’as, 2005).

Tannin merupakan senyawa yang sangat penting karena hampir semua karakteristik mutu teh berkaitan erat dengan perubahan yang terjadi pada tannin selama pengolahan teh. Tannin yang terkandung dalam teh merupakan turunan asam galat dan dikenal dengan katekin (Ramayanti, 2003).

(23)

OH OH H OH O

OH H OH

Katekin

OH OH H OH O

OH

OH H OH

Gallokatekin OH

OH H OH O

OH R2 H OR1

Epikatekin OH OH H OH O

OH

OH R2 H OR1 Epigallokatekin

(24)

Produk teh memiliki berbagai persyaratan mutu untuk menjamin kualitas dari teh yang dihasilkan, adapun spesifikasi persyaratan mutu teh sebagai berikut : Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu teh

No Jenis Uji Satuan Spesifikasi

1 Kadar air (maks) % b/b 8,00

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1995).

Daun Jeruju

(25)

berupa akar tunggang, berwarna putih kekuningan. Jeruju dapat diperbanyak dengan biji (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).

Kandungan kimia yang terdapat pada tanaman jeruju adalah saponin, flavonoida dan polifenol yang banyak terdapat pada daun, akar dan biji Acanthus ilicifolius. Selain itu bijinya juga mengandung alkaloida, yang dapat bermanfaat

untuk mengobati berbagai penyakit yakni sakit perut, dan juga penyakit cacingan (Wikipedia, 2003).

Daun jeruju mengandung senyawa verbaskosida dan asam fenolat. Dari isolasi ekstrak etanol daun teh jeruju dihasilkan senyawa verbaskosida yaitu suatu glikosida ester turunan asam kafeat yang diperoleh secara kromatografi lapis tipis, spektrofotometri ultraviolet dan infra merah, sedangkan senyawa asam fenolat yaitu asam vanilat, asam siringat, asam ferulat, asam p-hidroksibenzoat dan asam p-kumarat dapat diidentifikasi dari ekstrak etanol secara kromatografi lapis tipis selulosa dua dimensi (Soetarno, 2007).

Taksonomi dari tanaman jeruju adalah Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Solanales Suku : Acanthaceae Marga : Acanthus

(26)

Teh Daun Jeruju

Pengolahan daun jeruju menjadi teh merupakan produk yang memiliki nilai fungsional dan ekonomis yang tinggi. Daun jeruju dapat diproses menjadi teh hijau dan juga teh hitam. Teh jeruju merupakan minuman tradisional dan sudah dikenal dalam kehidupan masyarakat Melayu. Teh jeruju dikonsumsi sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit, seperti batuk, bisul, demam, dan

lain-lain. Selain itu teh jeruju biasanya dikonsumsi sebagai penghangat tubuh (Sisca, 2009).

Daun jeruju (Achantus illicifolius L) sering dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit rematik atau menyembuhkan luka. Air dari ekstrak daun jeruju juga dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit demam, alergi pada kulit, meringankan rasa sakit dan menghentikan pendarahan (Wikipedia, 2009).

Habitat pertumbuhan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman jeruju, sehingga mempengaruhi mutu, terutama berkaitan dengan nilai organoleptik teh jerujuk yang dihasilkan (Hendrawan, 2009).

Pelayuan Teh

(27)

thearubigin yang merupakan komponen penting baik terhadap warna dan rasa teh (Andrianis, 2009).

Tujuan pelayuan adalah untuk mengurangi kadar air daun teh hingga 70% (persentase ini bervariasi dari satu wilayah dengan yang lain). Daun teh ditempatkan di atas loyang logam (wire mesh ) dalam ruangan (semacam oven).

Kemudian udara dialirkan untuk mengeringkannya secara keseluruhan (Foodinfo, 2009).

Sedangkan pernyataan Syarif dan Iskandar , 1986 adalah bahwa tujuan pelayuan selain untuk menurunkan kadar air daun, juga untuk meningkatkan konsentrasi zat-zat yang terkandung dalam getahnya serta memberikan struktur kenyal. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan keluarnya getah dari mesin giling dan terbuang, menyulitkan pengayakan karena lubangnya cepat tersumbat, serta melambatkan pengeringan (Syarif dan Iskandar, 1986).

Persyaratan pelaksanaan pelayuan antara lain :

a. Kadar air harus diturunkan sedemikian rupa sehingga mempermudah proses fermentasi.

b. Suhu udara panas harus sedemikian rupa sehingga reaksi-reaksi kimia yang menjadi dasar untuk fermentasi dapat berlangsung dengan baik, umumnya temperatur yang baik 28 – 30 oC.

c. Pembalikan daun sebanyak 2-3 kali

(28)

e. Umumnya persentase daun layu berkisar antara 47 – 49 %, kondisi dan mutu dari daun sangat menentukan lama pelayuannya dan kadar air daun setelah pelayuan (Hamdani dkk, 2009).

Umumnya kadar air daun layu berkisar antara 52-60 %. Pada kondisi ini dapat dilakukan proses penggulungan, tetapi yang terbaik berkisar antara 55-58%. Pada Tabel 2 disajikan angka-angka kandungan air dengan tipe layunya :

Tabel 2. Angka-angka kandungan air dengan tipe layunya Perbandingan layu

Fermentasi adalah suatu proses yang dilakukan oleh enzim-enzim yang menyebabkan serangkaian perubahan kimia pada daun teh. Hampir sebagian besar proses-proses perubahan kimia yang berhubungan dengan pengolahan teh adalah oksidasi polifenol oleh oksigen dari udara dengan bantuan enzim oksidase dalam jangka waktu tertentu (Nasution dan Wachyuddin, 1975).

Ketika proses penggulungan telah sempurna, daun teh ditempatkan dalam bak-bak atau diletakkan diatas meja, sehingga enzim-enzim yang ada di dalam daun teh bersentuhan dengan udara dan mulai teroksidasi. Hal inilah yang menghasilkan bau, warna, dan mutu dari teh (Wikipedia, 2008).

(29)

memecah pektin. Sebagai hasil polifenol oksidase terutama adalah theaflavin. Reaksi lebih lanjut menghasilkan tearubigin sebagai hasil kondensasi dengan asam-asam amino (Mayuni, 1982).

Akibat dari fermentasi dan oksidasi, sebagian zat-zat yang sangat berguna bagi kesehatan seperti katekin, vitamin berubah atau sebagian hilang selama pembuatan teh hitam, namun tidak ada satupun dari proses-proses ini yang dilakukan dalam memproduksi teh hijau (Fulder, 2004). Pada tahap ini daun teh berubah warna dari hijau menjadi coklat muda, selanjutnya berubah coklat tua. Perubahan warna daun sebaiknya terjadi pada suhu 26oC. Tahap ini merupakan tahap kritis dalam menentukan rasa teh, jika oksidasi dibiarkan terlalu lama, rasa akan berubah menjadi seperti busuk. Proses oksidasi berlangsung kurang lebih satu setengah sampai dua jam. Berdasarkan pengalaman bertahun-tahun, proses oksidasi sebaiknya dimonitor secara terus menerus (Foodinfo, 2009).

Daun teh kemudian memasuki tahap akhir pengeringan. Semakin lama teroksidasi, teh menjadi berwarna semakin gelap. Teh hijau tidak mengalami oksidasi atau hanya mengalami periode oksidasi yang singkat, sedangkan teh olong teroksidasi sebagian, dan teh hitam mengalami oksidasi secara penuh. Seringkali tahap ini disamakan dengan fermentasi. Fermentasi menggunakan mikroorganisme (bakteri, jamur, ragi) seperti pada pembuatan roti, bir, tempe atau tape, yang pada fermentasi teh tidak dilakukan. Fermentasi teh merupakan proses oksidasi kimia (Foodinfo, 2009).

(30)

yang berwarna gelap, cita rasa kurang, dan aromanya mulai menurun. Hubungan antara waktu fermentasi dan karakteristik yang dihasilkan pada seduhan teh terlihat pada Gambar 2.

Fermentasi optimum (warna dan mutu seduhan baik)

warna dan mutu warna gelap dan mutu

belum sempurna sudah menurun

Kurang fermentasi Lewat fermentasi

Waktu fermentasi

Gambar 2. Hubungan Antara Lama Fermentasi dan Mutu Seduhan Teh . Sumber : Kamal (1985).

Teh hitam, diperoleh melalui proses fermentasi oleh enzim yang terdapat di dalam daun teh itu sendiri (enzim polifenol oksidase). Prosesnya dimulai dengan melayukan daun teh tersebut pada palung pelayu, kemudian digulung sehingga sel-sel daunnya rusak. Selanjutnya dilakukan fermentasi pada suhu antara 22-28o C, dengan kelembaban sekitar 90%. Lamanya fermentasi sangat menentukan kualitas hasil akhir, biasanya dilakukan 2-4 jam. Baru kemudian dilakukan pengeringan sampai kadar teh kering mencapai 4-6% (Fitriyanti, 2004). Pengawasan pada stasiun fermentasi meliputi :

(31)

b. Fermentasi ini sangat penting pada pengolahan teh hitam, karena dalam proses inilah terjadi sifat-sifat untuk penilaian mutu teh keringnya, yaitu aroma, rasa dan air seduhan.

c. Ruang fermentasi ini sangat memerlukan kondisi udara dengan sirkulasi yang baik, temperatur udara atau suhu antara 22 – 24 oC serta kelembaban lebih kurang 95 – 96 % yang tetap dilengkapi dengan alat pengabutan humidifier. d. Untuk proses fermentasi bubuk yang merata, maka lapisan bubuk cukup tipis

(± 5 cm) disamping pembagian udara yang sama dan untuk mencegah permukaan tehnya yang sampai hitam.

e. Waktu fermentasi dengan norma 60-70 menit (Hamdani dkk, 2009).

Pada fermentasi terjadi perubahan senyawa kimia secara oksidasi dengan bantuan enzim yaitu polyphenol oksidase. Selama proses fermentasi katekin diubah menjadi theaflavin dan thearubigin, proses inilah yang membentuk sifat air seduhan (Soehardjo, dkk. 1996).

Pengeringan Teh

Daun teh yang telah cukup fermentasinya harus segera dikeringkan, hal ini bertujuan untuk memberhentikan fermentasi dan mempertahankan sifat-sifat yang dikehendaki dan merubah teh yang telah difermentasi menjadi produk akhir yang tahan lama, mudah ditangani dan diangkut (Machfoedz, 1985).

(32)

bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan. Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan (Widyani dan Suciaty, 2008).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses pengolahan teh adalah: 1. Suhu udara, dan volume udara yang dihembuskan

2. Jumlah teh basah yang dimasukkan ke pengering 3. Waktu pengeringan

(Machfoedz, 1993).

(33)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Februari 2010 di Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat dan Laboratorium Teknologi Pangan, Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan Dan Alat Penelitian

Bahan

Bahan untuk pembuatan teh jeruju adalah daun jeruju yang diambil dari Pulau Jaring Halus Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Reagensia

Reagensia yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah akuades, Na- oksalat, indigokarmin, KMnO4 dan Gelatin.

Alat

(34)

Model Penelitian

Uji Statistik

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktoral dengan dua faktor yang terdiri dari :

Faktor I

Letak daun jeruju yang digunakan, yakni : L1 = Tiga daun di pucuk

Kombinasi perlakuan adalah(Tc) = 3 x 4 = 12, dengan jumlah ulangan minimum perlakuan (n) adalah :

Tc (n-1) ≥ 15 12 (n-1) ≥ 15 12n ≥ 27 n ≥ 2,25 n ≥ 2

Untuk diperoleh ketelitian dilakukan sebanyak dua kali.

Model Rancangan

Penelitian ini dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan model:

(35)

Dimana :

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor L pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek dari faktor L pada taraf ke-i

βj : Efek dari faktor T pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor L pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke-j

Єijk : Efek galat dari faktor L pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

(Bangun, 1991).

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dibagi dalam dua tahap, yakni

1. Penelitian pendahuluan dengan menentukan kadar air, abu, protein dan lemak 2. Penelitian yang kedua adalah penelitian yang utama dari penelitian ini

a. Persiapan bahan

Diambil daun jeruju dengan perlakuan tiga helai daun di pucuk, tiga helai daun di tengah dan tiga helai daun di bawah tanaman, masing-masing 200 gr untuk tiap perlakuan.

b. Pembuangan duri dan pelayuan

(36)

Setelah itu daun jeruju dirajang-rajang dengan menggunakan pisau. Daun jeruju yang telah dirajang kemudian difermentasikan dalam kotak fermentasi dengan suhu 22-24oC selama 60-80 menit.

d. Pengeringan

Setelah itu daun dikeringkan hingga kadar air 4-6% dengan menggunakan oven pada suhu 49oC – 52oC.

e. Pengamatan dan analisis

Bubuk teh yang dihasilkan kemudian dianalisis kadar air dan kadar abunya. Bubuk teh diseduh kemudian dianalisis kadar tannin dan organoleptik.

Parameter Penelitian

Bubuk teh dari daun jeruju 1. Kadar air (AOAC, 1999).

Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 5 gr dan diletakkan pada cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. Selanjutnya dikeringkan dengan oven pada suhu 100 + 1oC selama kurang lebih 5 jam sampai berat konstan. Setelah itu sampel didinginkan dalam densikator, ditimbang bobot akhirnya.

Kadar air Bb (%) = bobot awal sampel (gr) – bobot akhir sampel (gr) Bobot awal sampel

x 100%

2. Kadar Abu (Sudarmadji dkk, 1984).

(37)

tidak berasap lagi. Selanjutnya sampel diabukan di dalam tanur listrik pada suhu 550oC hingga tebentuk warna abu-abu. Setelah itu sampel didinginkan dalam densikator. Ditimbang bobot akhirnya dan diulangi hingga bobot akhir konstan.

Kadar Abu (%) = bobot abu setelah pengabuan (gr) Bobot awal sampel

x 100 %

Pembuatan Teh dari bubuk teh jeruju 3. Kadar Tanin (Sudarmadji dkk, 1984).

Sebanyak 5 gr bahan yang telah ditumbuk halus ditambah 400 ml aquadest kemudian dididihkan selama 30 menit. Kemudian dimasukkan kealam

labu takar 500 ml dan ditambah aquades sampai tanda tera, lalu disaring (filtrat I). Diambil 10 ml filtrat I ditambah 25 ml larutan indigokarmin dan 750 ml aquades. Selanjutnya dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N sampai warna kuning emas, misal diperlukan A ml. Diambil 100 ml filtrat I ditambah berturut-turut 50 ml larutan gelatin, 100 ml larutan garam asam, 10 gram kaolin powder. Selanjutnya digojog kuat-kuat beberapa menit dan disaring (filtrat II). Diambil 25 ml filtrat II, dicampur dengan larutan indigokarmin sebanyak 25 ml dan aquadest 750 ml. kemudian dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N, misal dibutuhkan B ml. Standarisasi larutan KMnO4 dengan Na-oksalat

1 ml KMnO4 0,1 N = 0,00416 gr tannin Kadar tannin = ( 50A – 50B) x N/0,1 x 0,00416

5

(38)

Prosedur penyeduhan teh

2 gram teh daun jeruju diseduh dengan air panas sebanyak 200 ml dan dibiarkan selama 3 menit. Hal ini ditujukan agar kandungan tannin yang terdapat dalam teh dapat terekstrak. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik.

4. Organoleptik Warna air seduhan (Liquor)

Uji Organoleptik digunakan dengan menggunakan panelis sebanyak 10 orang. Pengujian ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala warna adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Uji Hedonik Air Seduhan (Liquor) Skala Numerik Keterangan

5 Air seduhan warna merah dan sangat pekat (Very bright and coloury)

4 Air seduhan warna merah dan pekat (Bright and coloury)

3 Air seduhan warna merah dan agak pekat (Bright)

2 Air seduhan warna merah dan terang (Light and Bright)

Sumber : PTPN IV Siantar, 1997.

5. Organoleptik Penampakan Partikel (appearance)

Uji Organoleptik digunakan dengan menggunakan panelis sebanyak 10 orang. Pengujian ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala penampakan partikel dapat dilihat pada Tabel 4:

Tabel 4. Uji Organoleptik Penampakan Partikel Skala Numerik Keterangan

8 Sangat Baik (Very Good) 7 Baik (Good)

6 Sedang (Fair)

5 Kurang Baik (Unsatisfactory) 4 Tidak Baik (Bad)

(39)

Keterangan :

Sangat baik = Tidak ada partikel Baik = Sedikit partikel Sedang = Agak banyak partikel Kurang baik = Banyak partikel Tidak baik = Sangat banyak partikel

6. Organolepik Rasa

Uji Organoleptik digunakan dengan menggunakan panelis sebanyak 10 orang. Pengujian dilakukan pengujian secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala rasa adalah sebagai berikut: Tabel 5. Uji Hedonik Taste (Rasa)

Skala Keterangan

40 – 49 Rasa enak (Good sampai sangat enak Very Good) 30 – 39 Rasa sedang (Fairly Good) sampai enak (Good)

20 – 29 Rasa tidak enak (Bad) sampai kurang enak (Unsatisfactory)

Sumber : PTPN IV Siantar, 1997.

7. Organoleptik Ampas seduhan (Infused Leaf)

Uji Organoleptik digunakan dengan menggunakan panelis sebanyak 10 orang. Pengujian ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala penampakan partikel sebagai berikut:

Tabel 6. Uji Hedonik Ampas Seduhan (Infused leaf) Skala Numerik Keterangan

9 Ampas sangat cerah dan seperti tembaga (Very bright and coppery)

8 Ampas cerah dan seperti tembaga (Bright and coppery) 7 Ampas agak cerah (Fairly bright)

(40)

Gambar 3. Skema pembuatan bubuk teh daun jeruju

Fermentasi (60-70 menit) suhu 22-25oC

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian pendahuluan pada daun jeruju memiliki kadar air sebesar 62,65%, kadar abu 4,26 %, kadar protein 2,90%, dan kadar lemak 0,16%. Adapun ketinggian letak daun adalah daun pucuk 42 cm, daun tengah 35 cm, dan daun bawah 23 cm diatas permukaan laut. Dan ketebalan daun pucuk 0,03 cm, daun tengah 0,0316 dan daun bawah 0,033 cm.

Secara umum letak daun jeruju memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar tannin, uji organoleptik warna air seduhan, penampakan partikel, ampas seduhan, dan rasa dari teh daun jeruju yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh letak daun terhadap parameter yang diamati

Letak Daun

(42)

Lama pelayuan memberikan pengaruh terhadap parameter teh daun jeruju yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 8:

Tabel 8. Pengaruh lama pelayuan terhadap parameter yang diamati

Lama

Keterangan : bb = berat basah

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan kadar air dan kadar tannin semakin menurun. Kadar abu semakin meningkat dengan semakin lamanya pelayuan. Uji organoleptik warna air seduhan, penampakan partikel dan organoleptik ampas seduhan mengalami kenaikan. Untuk uji organoleptik rasa mengalami kenaikan pada perlakuan T2 dan menurun pada T3.

Untuk analisa tingkat perbedaan masing-masing parameter letak daun dan lama pelayuan terhadap kualitas teh daun jeruju yang dihasilkan, maka dilakukan uji statistik lebih lanjut dengan hasil sebagai berikut :

1. Kadar Air (%bb)

Pengaruh letak daun terhadap kadar air

(43)

Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh letak daun terhadap kadar air (%bb)

Jarak LSR Letak Rataan Notasi

0.05 0.01 Daun 0.05 0.01 - - - L1= Daun pucuk 61,86 b B

2 0,4804 0,6738 L2 = Daun tengah 62,07 b B

3 0,5038 0,7096 L3 = Daun bawah 63,00 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa letak daun L1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan L2 dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan L3, L2 berbeda sangat nyata dengan L3. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan L3 (daun bawah) sebesar 63,00% dan terendah pada L1 (daun pucuk) sebesar 61,86%.

Hubungan letak daun terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Histogram hubungan letak daun terhadap kadar air

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin rendah letak daun maka kadar airnya semakin tinggi.

(44)

menjadi lebih banyak. Stomata merupakan bagian pada daun yang mengatur laju kehilangan air (Salisbury dan Ross, 1995). Dari penjelasan tersebut maka dapat dijelaskan bahwa daun pada bagian atas tumbuhan memiliki jumlah stomata yang lebih banyak daripada daun di bagian bawah, dan hal ini yang menyebabkan kadar air pada daun bagian bawah lebih besar dari daun bagian atas.

Pengaruh lama Pelayuan Terhadap Kadar Air

Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa lama pelayuan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap kadar air teh daun jeruju yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan kadar air dari masing-masing taraf perlakuan dilanjutkan uji Least Significant Range (LSR) sebagai berikut :

Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap kadar air (%bb)

Jarak LSR Lama Pelayuan Rataan Notasi

0.05 0.01 (Jam) 0.05 0.01

- - - T1 = 15 67,56 a A

2 0,5547 0,7780 T2 = 16 65,41 b B

3 0,5817 0,8194 T3 = 17 62,38 c C

4 0,5997 0,8428 T4 = 18 53,88 d D

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

(45)

Hubungan lama pelayuan terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik lama pelayuan terhadap kadar air (%bb)

(46)

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kadar Air

Dari hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 1 diketahui bahwa interaksi letak daun dan lama pelayuan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap kadar air teh daun jeruju yang dihasilkan.

Hasil pengujian dengan LSR menunjukkan pengaruh interaksi letak daun dengan lama pelayuan tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR pengaruh interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar air (%bb).

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa kadar air terbesar diperoleh pada interaksi perlakuan L3T1 sebesar 68,47 % dan terendah diperoleh pada perlakuan L3T4 sebesar 49,83%.

(47)

Gambar 6. Grafik hubungan interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar air (%bb)

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan maka kadar air pada daun pucuk, daun tengah, dan daun bawah semakin menurun. Hal ini sesuai dengan Syarif dan Iskandar (1986) yang menyatakan bahwa tujuan pelayuan adalah menurunkan kadar air daun, untuk meningkatkan konsentrasi zat-zat dalam getahnya serta teksturnya menjadi lebih kenyal. Letak daun semakin bawah, laju transpirasi semakin lambat, sehingga dengan aliran udara panas yang semakin lama, laju transpirasi akan semakin cepat, maka kadar air semakin rendah dengan semakin bawah letak daun.

2. Kadar Abu (%)

Pengaruh Letak Daun Terhadap Kadar Abu

(48)

Tabel 12. Uji LSR efek utama letak daun terhadap kadar abu (%)

Jarak LSR Letak Rataan Notasi

0.05 0.01 Daun 0.05 0.01 - - - L1= Daun pucuk 4,40 c C

2 0,1790 0,2510 L2 =Daun tengah 9,02 b B

3 0,1877 0,2644 L3 = Daun bawah 13,51 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan L1 berbeda sangat nyata dengan L2 dan L3. Perlakuan L2 berbeda sangat nyata dengan L3. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan L3 (daun bawah) sebesar 13,51 % dan terendah pada L1 (daun pucuk) sebesar 4,40 %.

Hubungan letak daun terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Histogram hubungan letak daun terhadap kadar abu

(49)

pernyataan Salisbury dan Ross (1995), mineral yang diserap ke dalam akar bergerak ke atas tumbuhan akibat dari adanya transpirasi, transpirasi daun bertujuan untuk menurunkan suhu daun, sehingga ketika transpirasi daun menurun, uap panas meningkat dan jumlah air dalam daun menjadi semakin turun, akibatnya kadar abu semakin meningkat.

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Kadar Abu (%)

Dari data analisis sidik ragam pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa lama pelayuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap kadar abu teh daun jeruju yang dihasilkan. Tingkat perbedaan kadar abu pada tiap perlakuan telah diuji dengan uji Least Significant Range (LSR) seperti yang terlihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap kadar abu

Jarak LSR Lama Pelayuan Rataan Notasi

0.05 0.01 (Jam) 0.05 0.01

- - - T1 = 15 7,20 d D

2 0,2066 0,2899 T2 = 16 7,95 c C

3 0,2167 0,3053 T3 = 17 9,90 b B

4 0,2234 0,3140 T4 = 18 10,86 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

(50)

Hubungan lama pelayuan terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap kadar abu (%)

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan maka kadar abu teh daun jeruju yang dihasilkan semakin tinggi. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan kadar abu seiring dengan lamanya pelayuan dapat disebabkan oleh semakin lama pelayuan maka kadar air dalam daun akan semakin menurun sehingga kadar abu yang ada pada daun mengalami peningkatan dibandingkan dengan sebelum pelayuan.

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kadar Abu

(51)

Tabel 14. Uji LSR pengaruh interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar abu (%)

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- L1T1 3,72 j I

2 0,3580 0,5021 L1T2 4,06 j I

3 0,3754 0,5288 L1T3 4,70 i H

4 0,3870 0,5439 L1T4 5,11 h H

5 0,3905 0,5532 L2T1 6,30 g G

6 0,3951 0,5590 L2T2 7,34 f F

7 0,3975 0,5718 L2T3 10,37 e E

8 0,3998 0,5765 L2T4 12,08 c CD

9 0,3998 0,5834 L3T1 11,58 d D

10 0,4021 0,5893 L3T2 12,46 c C

11 0,4021 0,5927 L3T3 14,62 b B

12 0,4021 0,5962 L3T4 15,39 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa nilai kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan L3T4 sebesar 15,39% dan nilai kadar abu terendah diperoleh pada perlakuan L1T1 sebesar 3,72%.

Hubungan interaksi antara letak daun dengan lama pelayuan terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 9.

(52)

Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan maka kadar abu semakin meningkat pula. Hal ini dikarenakan semakin lama pelayuan maka kadar air dalam daun akan semakin menurun sehingga persentase mineral dalam daun mengalami peningkatan dibandingkan dengan sebelum pelayuan.

Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa tanaman jeruju merupakan salah satu tanaman mangrove yang habitatnya di pinggir laut, sehingga mineral garam yang berada dalam air laut ikut terserap ke daun, sehingga menyebabkan mineral dalam daun meningkat. Lama pelayuan berpengaruh terhadap kadar abu dikarenakan semakin lama pelayuan maka kadar air dalam bahan semakin berkurang, sehingga kadar mineral dalam daun tersebut semakin meningkat.

3. Kadar Tannin (%)

Pengaruh Letak Daun Terhadap Kadar Tannin (%)

Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 3 diketahui bahwa letak daun memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) terhadap kadar tannin teh daun jeruju yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan masing-masing taraf perlakuan dilakukan uji Least Significant Range (LSR) seperti pada Tabel 15. Tabel 15. Uji LSR efek utama pengaruh letak daun terhadap kadar tannin

Jarak LSR Letak Rataan Notasi

0.05 0.01 Daun 0.05 0.01 - - - L1= Daun pucuk 2,58 c C

2 0,3700 0,5190 L2 = Daun tengah 3,13 b B

3 0,3880 0,5466 L3 = Daun bawah 4,55 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

(53)

tannin tertinggi diperoleh pada perlakuan L3 (daun bawah) yakni 4,55 %, sedangkan yang terendah pada perlakuan L1 (daun pucuk) dengan 2,58 %.

Hubungan letak daun terhadap kadar tannin dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Histogram hubungan letak daun terhadap kadar tannin (%)

Dari Gambar 10 di atas dapat dilihat bahwa semakin rendah letak daun maka kadar tannin teh daun jeruju akan semakin meningkat. Tannin merupakan hasil dari metabolit sekunder yang terjadi pada bagian daun tanaman. Hasil metabolit tersebut sejalan dengan umur daun tanaman, semakin lama umur daun tersebut, maka hasil metabolit yang tersimpan di daun juga semakin meningkat (Sutrian, 2004) hal inilah yang terjadi pada daun bagian bawah yang memiliki kandungan tannin yang lebih besar dari daun bagian pucuk.

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Kadar Tannin

(54)

Tabel 16. Uji LSR efek utama lama pelayuan terhadap kadar tannin

Jarak LSR Lama Pelayuan Rataan Notasi

0.05 0.01 (Jam) 0.05 0.01

- - - T1 = 15 6,49 a A

2 0,4272 0,5993 T2 = 16 3,59 b B

3 0,4481 0,6312 T3 = 17 2,42 c C

4 0,4619 0,6492 T4 = 18 1,18 d D

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 16 diketahui bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan T2, T3, dan T4. T2 berbeda sangat nyata dengan T3 dan T4. Perlakuan T3 berbeda sangat nyata dengan T4. Hasil kadar tannin terbesar diperoleh pada perlakuan T1 (15 jam) sebesar 6,49 %, dan yang terendah pada perlakuan T4 (18 jam) yakni sebesar 1,18 %.

Hubungan lama pelayuan terhadap kadar tannin dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap kadar tannin (%)

(55)

Tannin merupakan turunan asam galat, terdapat pada teh yang dikenal dengan katekin. Perubahan tannin erat kaitannya dengan karakteristik mutu teh yang dihasilkan selama pengolahan teh.

Pelayuan bertujuan untuk melepaskan komponen tannin dari sel-sel dalam daun sehingga pada saat dicincang tannin yang sudah terlepas dari sel-sel daun tersebut menjadi keluar dan bereaksi dengan oksigen sehingga terjadi proses fermentasi oksidasi. Semakin lama pelayuan dilakukan maka semakin banyak tannin yang mengalami perubahan oksidasi, dan menyebabkan kadar tannin dalam daun menjadi menurun. Hal ini sesuai dengan Fulder, (2004) yang menyatakan bahwa akibat dari fermentasi dan oksidasi, banyak zat-zat yang berguna seperti katekin, vitamin berubah atau hilang pada saat proses produksi teh hitam.

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Kadar Tannin

Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 3 diketahui bahwa interaksi letak daun dan lama pelayuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap kadar tannin dari teh daun jeruju yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 17.

(56)

Tabel 17. Uji LSR pengaruh interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Hubungan interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar tannin dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Grafik hubungan interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap kadar tannin (%)

(57)

dari jaringan sel-sel daun, sehingga pada proses fermentasi, katekin yang terbebas mengalami perubahan menjadi senyawa epikatekin, gallokatekin, epigallokatekin, oleh karena itu kadar tannin dalam daun menjadi semakin berkurang.

Senyawa tannin dapat mengikat komponen protein, sehingga teh dapat menyembuhkan atau mengurangi peradangan yang disebabkan oleh bakteri atau mikroba, hal ini sesuai dengan Sisca (2009) yang menyatakan bahwa teh jeruju dikonsumsi sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit, seperti batuk, bisul, demam, dan lain-lain. Selain itu teh jeruju biasanya dikonsumsi sebagai penghangat tubuh.

4. Uji Organoleptik Warna Air Seduhan

Pengaruh Letak Daun Terhadap Uji Organoleptik Warna Air Seduhan

Dari hasil analisis sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa letak daun memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap uji organoleptik warna air seduhan yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan masing-masing taraf perlakuan dilakukan uji Least Significant Range (LSR) seperti pada Tabel 18.

Tabel 18. Uji LSR Efek Utama Letak Daun Terhadap Uji Organoleptik Warna Air Seduhan

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

(58)

organoleptik warna air seduhan terdapat pada perlakuan L3 sebesar 3,70, sedangkan skor terendah pada perlakuan L1 yakni sebesar 2,73.

Hubungan antara letak daun terhadap uji organoleptik warna air seduhan dapat dilihat dari Gambar 13.

Gambar 13. Histogram hubungan letak daun terhadap uji organoleptik warna air seduhan

(59)

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Uji Organoleptik Warna Air Seduhan

Dari hasil analisis sidik ragam Lampiran 4 dapat dilihat bahwa lama pelayuan berpengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap uji organoleptik warna air seduhan yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan uji organoleptik warna air seduhan dari masing-masing taraf perlakuan maka dilanjutkan dengan uji LSR seperti Tabel 19.

Tabel 19. Uji LSR Efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap uji organoleptik warna air seduhan

Jarak LSR Lama Pelayuan Rataan Notasi

0.05 0.01 (Jam) 0.05 0.01

- - - T1 = 15 3,00 c C

2 0,2295 0,3219 T2 = 16 3,23 b BC

3 0,2407 0,3391 T3 = 17 3,40 ab AB

4 0,2482 0,3488 T4 = 18 3,63 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa pada perlakuan T1 berbeda nyata dengan perlakuan T2, dan berbeda sangat nyata dengan T3 dan T4. T2 berbeda tidak nyata dengan T3 dan berbeda nyata dengan T4. T3 berbeda tidak nyata dengan perlakuan T4. Skor uji organoleptik warna air seduhan yang terbesar pada perlakuan T4 sebesar 3,63 dan skor terendah pada perlakuan T1 sebesar 3,00.

(60)

Gambar 14. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap uji organoleptik warna air seduhan

Dari Gambar 14 dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan maka nilai organoleptik warna air seduhan akan semakin meningkat.

Selama proses pelayuan terjadi perubahan kimia yang mempengaruhi mutu dari teh. Salah satu perubahan kimia yang mempengaruhinya adalah terjadinya penguraian katekin menjadi theaflavin, thearubigin dan theanaftoquinon yang menyebabkan warna merah kecoklatan. Selain itu juga selama pelayuan terjadi penguapan air yang dapat menyebabkan meningkatnya konsentrasi zat-zat yang terdapat di dalam daun teh sebagai penyumbang mutu teh.

(61)

mengalami pra fermentasi pada saat pelayuan, hal ini yang menyebabkan warna seduhan teh yang dihasilkan menjadi agak pekat (Ramayanti, 2003).

Pengaruh Interaksi Letak Daun Dan Lama Pelayuan Terhadap Uji Organoleptik Warna Air Seduhan

Dari data analisa sidik ragam pada Lampiran 4, diketahui bahwa interaksi letak daun dan lama pelayuan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (p>0,05) terhadap uji organoleptik warna air seduhan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

5. Organoleptik Penampakan Partikel

Pengaruh Letak Daun Terhadap Organoleptik Penampakan Partikel

Dari data analisis sidik ragam pada Lampiran 5 diketahui bahwa letak daun memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap uji organoleptik penampakan partikel teh daun jeruju yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing taraf perlakuan dilakukan uji Least Significant Range (LSR) seperti pada Tabel 20.

Tabel 20. Uji LSR efek utama pengaruh letak daun terhadap organoleptik penampakan partikel

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

(62)

Hubungan antara letak daun dan lama pelayuan dengan uji organoleptik penampakan partikel dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Histogram hubungan antara letak daun terhadap organoleptik penampakan partikel

(63)

selulosa yang tinggi, ketika digulung maka daun tersebut akan hancur dan komponen tannin mudah pecah, sehingga ketika difermentasi tannin akan teroksidasi dan membentuk senyawa monomer seperti theaflavin, thearubigin, dan theanaftoquinon yang larut dalam air.

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Uji Organoleptik Penampakan Partikel

Dari data analisis sidik ragam pada Lampiran 5 diketahui bahwa lama pelayuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap uji organoleptik penampakan partikel dari teh daun jeruju yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan masing-masing taraf perlakuan dilakukan uji Leaf Significant Range (LSR) seperti pada Tabel 21.

Tabel 21. Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap organoleptik penampakan partikel

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda tidak nyata dengan T2 dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan T3 dan T4. T2 berbeda nyata dengan T3 dan berbeda sangat nyata dengan T4. Perlakuan T3 berbeda nyata dengan T4. Nilai uji oganoleptik penampakan partikel tertinggi terdapat pada perlakuan T4 sebesar 7,02 sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan T1 dengan nilai 6,62.

(64)

Gambar 16. Grafik hubungan lama pelayuan dengan uji organoleptik penampakan partikel

Dari Gambar 16, dapat dilihat bahwa dengan semakin lamanya pelayuan maka nilai organoleptik penampakan partikel juga seemakin meningkat.

Hal ini dikarenakan adanya bentuk tannin yang tidak bebas (polimer tannin) sehingga terlihat sebagai partikel. Pelayuan bertujuan untuk melepaskan tannin dari sel-sel daun sehingga pada proses fermentasi terjadi perobakan tannin menjadi senyawa-senyawa monomer, sehingga pada saat diseduh tannin dapat terlarut sempurna, namun pada teh daun jeruju ini kandungan selulosa dari daun jeruju sangat tinggi, sehingga pada saat pelayuan tannin tidak dapat terlepas dari sel-sel secara optimal, pada waktu diseduh tannin yang masih berbentuk polimer tersebut tidak dapat larut sempurna (Hasbi, 2006).

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Uji Organoleptik Penampakan Partikel

(65)

6. Organoleptik Rasa

Pengaruh Letak Daun Terhadap Uji Organoleptik Rasa

Pengaruh letak daun terhadap uji organoleptik rasa menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (p<0,01) seperti yang terlihat pada data analisis sidik ragam Lampiran 6. Tingkat perbedaan uji organoleptik rasa pada tiap perlakuan telah diuji dengan Leas Significant Range (LSR) seperti pada Tabel 22.

Tabel 22. Uji LSR efek utama pengaruh letak daun terhadap rasa

Jarak LSR Posisi Rataan Notasi

0.05 0.01 Daun 0.05 0.01 - - - L1= Daun pucuk 40,79 a A

2 0,4395 0,6164 L2 = Daun tengah 31,39 b B

3 0,4609 0,6492 L3 = Daun bawah 26,04 c C

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa perlakuan L1 berbeda sangat nyata dengan L2 dan L3. L2 berbeda sangat nyata dengan L3. Nilai organoleptik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan L1 sebesar 40,79 dan yang terendah pada perlakuan L3 yakni sebesar 26,04.

Hubungan antara letak daun dengan uji organoleptik rasa dapat dilihat pada Gambar 17.

(66)

Dari Gambar 17 dapat dilihat bahwa semakin rendah letak daun maka nilai organoleptik rasa juga semakin menurun. Untuk pengujian organoleptik rasa tersebut, ditambahkan gula sebanyak 2 % untuk memperkaya rasa dan juga menurunkan rasa asin pada teh daun jeruju. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa panelis menilai rasa dari teh daun jeruju berada dalam kelompok rasa yang sedang sampai enak yakni kisaran 31 – 39, sehingga dapat dikatakan bahwa pada perlakuan L1 dan L2 panelis menilai rasa teh daun jeruju yang dihasilkan memiliki rasa yang enak, sedangkan untuk perlakuan L3 memiliki rasa yang sedang. Rasa teh daun jeruju yang dihasilkan juga memiliki rasa sepat, hal ini sesuai dengan pernyataan Ramayanti (2003) yang menyatakan bahwa tannin memiliki rasa sepat dan merupakan ciri khas dari produk teh.

Pengaruh Lama Pelayuan Terhadap Uji Organoleptik Rasa

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 6 diketahui bahwa lama pelayuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap uji organoleptik rasa dari teh daun jeruju yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan uji organoleptik rasa dari masing-masing taraf perlakuan maka dilanjutkan dengan Least Significant Rang (LSR) seperti pada Tabel 23.

Tabel 23. Uji LSR efek utama pengaruh lama pelayuan terhadap organoleptik rasa

Jarak LSR Lama Pelayuan Rataan Notasi

0.05 0.01 (Jam) 0.05 0.01

- - - T1 = 15 33,33 a A

2 0,507519 0,711845 T2 = 16 33,38 a A

3 0,532236 0,749744 T3 = 17 33,02 a A

4 0,548714 0,771165 T4 = 18 31,23 b B

(67)

Dari Tabel 23, dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan T2, dan T3 serta berbeda sangat nyata dengan perlakuan pada T4. Perlakuan T2 berbeda tidak nyata dengan T3 dan berbeda sangat nyata dengan T4. Perlakuan T3 berbeda sangat nyata dengan T4. Nilai organoleptik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan T2 sebesar 33,38 dan nilai organoleptik terendah terdapat pada perlakuan T4 yakni sebesar 31,23.

Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa hubungan antara lama pelayuan dengan uji organoleptik rasa pada Gambar 18.

Gambar 18. Grafik hubungan lama pelayuan terhadap uji organoleptik rasa

(68)

diserap oleh tumbuhan, mineral garam tersebut akan ikut sampai ke bagian daun sehingga mempengaruhi rasa dari teh daun jeruju yang dihasilkan. Proses pelayuan yang dilakukan menyebabkan kadar air pada daun menurun sehingga persentase mineral dalam daun meningkat, semakin lama pelayuan dilakukan maka persentase mineral dalam daun juga semakin meningkat dan berdampak pada rasa yang dihasilkan. Untuk mengurangi rasa asin pada teh daun jeruju yang dihasilkan maka ditambahkan gula sebanyak 2 %.

Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Uji Organoleptik Rasa

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa interaksi letak daun dan lama pelayuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap uji organolepik rasa. Untuk mengetahui perbedaan dari tiap-tiap perlakuan maka dilakukan uji LSR seperti yang dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Uji LSR Pengaruh Interaksi Letak Daun dan Lama Pelayuan Terhadap Organoleptik Rasa

(69)

Dari Tabel 24 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik rasa yang tertinggi terdapat pada perlakuan L1T3 dengan nilai sebesar 42,56 dan nilai terendah terdapat pada perlakuan L3T4 yakni sebesar 24,39.

Hubungan interaksi antara letak daun dan lama pelayuan terhadap organoleptik rasa dapat dilihat pada Gambar 19 berikut:

Gambar 19. Grafik hubungan interaksi letak daun dan lama pelayuan terhadap organoleptik rasa

Dari Gambar 19 dapat dilihat bahwa semakin lama pelayuan maka nilai organoleptik rasa akan semakin berkurang. Hal ini dikarenakan rasa teh jeruju yang dihasilkan memiliki rasa asin, namun taraf rasa asin yang dimiliki dinilai panelis masih dalam kategori enak dengan skor yakni sebesar 40 - 49.

7. Organoleptik Ampas Seduhan

Pengaruh Letak Daun Terhadap Uji Organoleptik Ampas Seduhan

Gambar

Gambar 1. Susunan dari Katekin, Gallokatekin, Epikatekin, dan Epigallokatekin
Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu teh
Tabel 2. Angka-angka kandungan air dengan tipe layunya
Gambar 2. Hubungan Antara Lama Fermentasi dan Mutu Seduhan Teh .                    Sumber : Kamal (1985)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi kombinasi perlakuan kecepatan putaran dan lama sentrifugasi memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (p&lt;0. 01) terhadap kadar protein..

Interaksi antara lama pelayuan dan perbandingan daun teh dan daun sirsak dan memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap nilai organoleptik rasa, dan memberikan

Interaksi antara lama pelayuan dan perbandingan daun teh dan daun sirsak dan memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap nilai organoleptik rasa, dan memberikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pengeringan dalam pembuatan teh daun kemangi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air, aktivitas antioksidan dan kadar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi suhu dan lama pengeringan dalam pembuatan teh hijau daun kakao tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, interaksi antara perlakuan suhu pelayuan dan lama pelayuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter kadar air,

Lama fermentasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar tanin, aktivitas antioksidan, skor warna air seduhan, penampakan partikel, warna

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak peppermint berpengaruh nyata terhadap uji kadar air, kadar abu, aktivitas antioksidan, dan kandungan total polifenol teh