• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jaminan Kredit Yang Hanya Diikat Berdasarkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

C. Perjanjian Kredit Yang Hanya Berlandaskan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

1. Jaminan Kredit Yang Hanya Diikat Berdasarkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

Terhadap suatu jaminan dalam perjanjian kredit bank yang hanya diiukti dengan pembuatan SKMHT tentu tidak kuat kekuatan hukumnya, tidak dapat menjadi pegangan yang kuat bagi pribadi pihak banknya. Tidak kuat karena hanya berlandaskan SKMHT saja, tetapi tidak dilanjuti dengan pembuatan APHT. 89 Sehingga apabila ada terjadi masalah dikemudian hari bank tidak dapat menguasai karena tidak kuatnya kekuatan hukum tersebut,sehingga apabila ada terjadi masalah dapat ditindaklanjuti. 90

Kondisi inilah yang melatar belakangi yang menyebabkan bahwa SKMHT dalam jangka waktu tertentu seperti yang terdapat dalam Pasal 15 UUHT harus secepatnya ditingkatkan menjadi APHT agar dapat memiliki kekuatan eksekutorial terhadap benda yang dijaminkan oleh debitur, namun dalam kenyataannya SKMHT sering sekali tidak ditindaklanjuti dengan pembuatan APHT dan juga tidak didaftarkan, sehingga SKMHT tersebut dapat menjadi batal demi hukum maksudnya adalah bahwa surat kuasa tersebut tidak dapat dijadikan dasar dalam pembuatan APHT, dengan demikian akan berlaku ketentuan jaminan umum seperti yang terdapat dalam Pasal 1131 KUH Perdata dan kreditur sebagai kreditur konkuren seperti yang terdapat dalam Pasal 1132 KUH Perdata yang menentukan:

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu

89

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Rico pegawai bagian Administrasi Kredit Bank Tabungan Negara Helvetia pada tanggal 13 Agustus 2015.

90

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Tridarma Kusuma pegawai Bank Rakyat Indonesia Iskandar Muda bagian Administrasi Kredit pada tanggal 19 Agustus 2015.

bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”

Selain sebagai jaminan umum yang timbul dari Undang-Undang, juga sebagai kreditur konkuren, sehingga apabila timbul tindakan kredit macet yang dilakukan oleh debitur maka dari pihak kreditrnya harus mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri.

Ketentuan mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (3) dan ayat (4) UUHT, tidak berlaku dalam hal SKMHT diberikan untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya adalah kredit program, kredit kecil, kredit pemilikan rumah, dan kredit lainnya yang sejenis.91

Jaminan kredit yang hanya diikuti dengan SKMHT pada dasarnya dapat memiliki kekuatan hukum apabila terhadap jaminan tersebut seperti yang telah disebutkan haruslah berupa jaminan untuk kredit-kredit kecil saja, bukan untuk kredit besar. Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.4 Tahn 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu (PMNA/ KBPN), SKMHT yang diberikan untuk menjamin pelunasan jenis-jenis Kredit Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.26/24/KEP/DIR tanggal 28 Mei 1993, berlaku sampai saat berakhirnya masa

91

ST.Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggugan),(Bandung : Alumni, 1999), hal 113.

berlakunya perjanjian pokok yang bersangkutan. 92 Seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 PMNA/KBPN,yang dimaksud kredit-kredit tertentu adalah:

1. Kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil, yang meliputi : a. Kredit kepada Koperasi Unit Desa;

b. Kredit Usaha Tani;

c. Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya.

2. Kredit Pemilikan Rumah yang diadakan untuk pengadaan perumahan, yaitu : a. Kredit yang diberikan untuk membiayai pemilikan rumah inti, rumah

sederhana atau rumah susun dengan luas tanah maksimum 200 m² (dua ratus meter persegi) dan luas bangunan tidak lebih dari 70 m² (tujuh puluh meter persegi);

b. Kredit yang diberikan untuk pemilikan Kapling Siap Bangun (KSB) dengan luas tanah 54 m² (lima puluh empat meter persegi) sampai dengan 72 m² (tujuh puluh dua meter persegi) dan kredit yang diberi-kan untuk membiayai bangunannya;

c. Kredit yang diberikan untuk perbaikan/pemugaran rumah sebagai-mana dimaksud huruf a dan b;

3. Kredit produktif lain yang diberikan oleh Bank Umum dan Bank Perkre-ditan Rakyat dengan plafond kredit tidak melebihi Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), antara lain :

a. Kredit Umum Pedesaan (BRI);

b. Kredit Kelayakan Usaha (yang disalurkan oleh Bank Pemerintah);

Berdasarkan hal tersebut jaminan kredit yang hanya dengan diikuti SKMHT dapat memiliki kekuatan hukum, tetapi apabila jaminan tersebut adalah untuk kredit besar maka seperti yang telah disebutkan haruslah segera dilanjutkan dengan pembuatan APHT agar memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat dan dapat dilakukan ekskusi nantinya.

Berdasarkan dari Surat Edaran Direksi No: 138-DIR/ADK/03/2015 yang tertanggal 12 Maret 2015 perihal Penjelasan Atas Surat Edaran Direksi NOSE: S.25c-DIR/ADK/09/2015 tentang Revisi Ketentuan Kupedes (Koperasi Pedesaan), menyebutkan bahwa untuk Kupedes diatas Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah), atas agunan tambahan berupa tanah dan/atau bangunan dengan status kepemilikan tanah berupa SHM, SHGB,

SHGU, Petok D, Girik, Letter C, atau bukti kepemilikan tanah berdasarkan hukum adat lainnya, diserahkan ke pada Bank sebagai agunan kredit dengan menggunakan Surat Kuasa Menjual Agunan (SKMA) yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang, dimana SKMA tersebut bukan merupakan bentuk pengikatan sehingga tidak memberikan hak preferensi bagi Bank.93

Terhadap jaminan kredit tersebut hanya diikuti dengan pembuatan SKMA saja, sebenarnya sama dengan hanya diikuti dengan SKMHT, kedua sama-sama tidak memiliki kekuatan hukum yang tetap, dan keduanya sama-sama tentunya dapat merugikan pihak Bank suatu hari kedepan apabila terjadinya suatu masalah dalam perjanjian tersebut, misalnya seperti terjadinya kredit macet dan adanya tindakan dari debitur ternyata tidak sanggup lagi untuk melaksanakan apa yang sudah di janjikan sebelumnya dalam perjanjian kredit.

Jaminan yang hanya diikuti dengan pembuatan SKMHT atau dengan SKMA sering menyebabkan terjadi masalah,banyak debitur yang kadang bermasalah dalam memenuhi janjinya.94 Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan oleh pihak bank, apabila terjadinya suatu masalah terhadap perjanjian tersebut tentu akan kesusahan,pihak bank biasanya memilih penyelesaian secara kekeluargaan. Tapi ada pula dilakukan dengan meletakan sita jaminan, hal ini dilakukan apabila tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Apabila ternyata debiturnya sebenarnya memiliki biaya tetapi tidak mau membayar ataupun menyalahgunakan kredit konsumtif, maka melakukan sita jaminan dapat dilakukan.

93

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Aidil pegawai Bank Rakyat Indonesia Unit Setia Budi bagian Administrasi Kredit pada tanggal 20 Agustus 2015.

94

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Aidil pegawai bagian Adminstrasi Kredit Bank Rakyat Indonesia Unit Setia Budi pada tanggal 20 Agustus 2015.

2. Kelemahan Apabila Perjanjian Kredit Hanya Berdasarkan Surat Kuasa

Dokumen terkait