• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN MUTU BIODIESEL DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

A. Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) diklasifikasikan ke dalam divisi spermatophytha, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledone, ordo Euphorbiales, famili euphorbiaceae, genus Jatropha, spesies curcas (Heyne, 1987).

Minyak jarak merupakan minyak nabati yang dihasilkan dari biji buah jarak. Tanaman tersebut adalah jenis tanaman famili Euphorbiaceae yang dapat tumbuh di Indonesia. Tanaman jarak dapat tumbuh di daerah tropik maupun sub-tropik dan pada ketinggian 0-800 meter di atas permukaan laut (Ketaren, 1986). Secara fisik, jarak pagar merupakan pohon perdu yang besar dengan tinggi sekitar 2 m. daunnya bertekstur kasar dan bertajuk majemuk, terutama pada pohon yang sudah tua. Biji jarak pagar yang masih muda berwarna hijau muda, berubah kekuningan setelah tua dan mencapai kadar minyak optimum setelah menjadi kehitaman. Menurut Weiss (1971), komponen terpenting dari biji jarak yang bernilai jual adalah komponen minyak. Kandungan minyak dalam biji jarak adalah sekitar 40 – 60% dari berat biji.

Tabel 1. Kandungan asam lemak minyak jarak pagar

Asam lemak Jumlah (%)

Asam myristat 0 – 0.1 Asam palmitat 14.1 – 15.3 Asam stearat 3.7 – 9.8 Asam oleat 34.3 – 45.8 Asam linoleat 29.0 – 44.2 Asam linolenat 0 – 0.3 Sumber: Gubitz et al., (1999)

Minyak jarak termasuk dalam golongan minyak lemak atau fatty oil. Minyak ini merupakan trigliseril yang terpenting dari risinoleat, dan kadang disebut dengan risinoleat. Minyak jarak merupakan cairan minyak yang kental, dimana dari semua jenis minyak yang diperoleh dari

tumbuh-5 tumbuhan, minyak jarak yang paling kental dan memiliki rasa dan bau yang spesifik.

Minyak jarak dihasilkan dari pemrosesan biji jarak yang telah kering dan dapat diperoleh dengan dua cara yaitu:

• Cara pengempaan atau penekanan (pressing)

• Cara ekstraksi memakai pelarut.

B. Biodiesel

Biodiesel adalah salah satu sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui (renewable) dan mempunyai beberapa keunggulan dari segi lingkungan apabila dibandingkan dengan petroleum diesel (solar). Menurut Allen et al. (1999), biodiesel dapat berupa minyak kasar atau monoalkil ester asam lemaknya, umumnya merupakan metil ester. Menurut Darnoko et al. (2001), secara kimia, biodisel termasuk dalam golongan mono alkil ester atau metil ester dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 20.

Biodiesel secara kimia didefinisikan sebagai metil ester yang diturunkan dari minyak/lemak alami, seperti minyak nabati, lemak hewan, atau minyak goreng bekas, biodiesel merupakan bahan bakar yang bersih dalam proses pembakaran, bebas dari sulfur dan benzen karsinogenik, dapat didaur ulang dan tidak menyebabkan akumulasi gas rumah kaca, tidak toksik dan dapat didegradasi (Peeples,1998).

Secara kimiawi biodiesel merupakan turunan trigliserida dari golongan ester, sehingga dikenal istilah-istilah RME (rapeseed methyl ester), SME(soybean methyl esters), dan PME (palm methyl esters), untuk yang berbahan baku biji lobak, kedelai, dan minyak sawit. Biodiesel masih memiliki sifat-sifat turunan asam lemak pada umumnya, baik dari segi fisik, kimia, maupun biologi.

Metil ester atau etil ester adalah senyawa yang relatif stabil, cairan pada suhu ruang (titik leleh antara 4-18oC), nonkorosif, dan titik didihnya rendah. Dalam beberapa penggunaan, metil ester lebih banyak disukai dibanding dengan penggunaan asam lemak (Herawan dan Sari, 1997).

Biodiesel dapat digunakan langsung (100 persen) sebagai bahan bakar pada mesin diesel tanpa perlu memodifikasi mesin atau dalam bentuk

6 campuran dengan solar pada berbagai konsentrasi mulai dari 5 persen. Pencampuran 20 persen biodiesel ke dalam solar menghasilkan produk bahan bakar tanpa mengubah sifat fisik secara nyata.

Biodiesel dari minyak jarak pagar dapat dihasilkan melalui proses transesterifikasi trigliserida dari minyak jarak. Transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari ester dengan alkohol lain dalam suatu proses yang menyerupai hidrolisis. Gambar 1 menunjukkan proses pembentukan biodiesel.

O O

CH OCR RCOCH3 CH2 OH

O O

katalis

CH OCR + 3ROH RCOCH3 + CH OH

O O

CH2 OCR RCOCH3 CH2 OH

Minyak/Trigliserida Metanol Biodiesel Gliserol Gambar 1. Reaksi Kimia Pembentukan Biodiesel

Pada dasarnya proses pembuatan biodiesel adalah merubah minyak nabati ke dalam bentuk ester. Sebelum proses transesterifikasi terlebih dahulu melalui proses esterifikasi. Esterifikasi dimaksudkan untuk menurunkan kandungan asam lemak bebas dalam minyak. Reaksi transesterifikasi dilakukan untuk mengkonversi trigliserida dalam minyak jarak pagar yang sudah diesterifikasi menjadi biodiesel. Biodiesel hasil esterifikasi ini masih berupa biodiesel kasar. Biodiesel kasar yang belum dimurnikan masih mengandung katalis, sabun, asam lemak bebas, air, metanol dan gliserin.

7 Tabel 2. Syarat Mutu Biodiesel

No Parameter Satuan Nilai

1 Massa jenis pada 40oC Kg/m3 850 – 890

2 Viscositas kinematik pada

40oC

Mm2/s (cSt) 2,3 – 6,0

3 Angka setana Min. 51

4 Titik nyala (mangkok

tertutup)

o

C Min. 100

5 Titik kabut oC Maks. 18

6 Korosi lempeng tembaga (3

jam pada 50oC)

Maks. No 3

7 Residu karbon

- dalam contoh asli, atau

- dalam 10% ampas

distilasi

%-massa Maks. 0,05

Maks. 0,30

8 Air dan sedimen %-vol Maks. 0,05*

9 Temperatur distilasi 90% oC Maks. 360

10 Abu tersulfatkan %-massa Maks. 0,02

11 Belerang ppm-m (mg/kg) Maks. 100 12 Fosfor ppm-m (mg/kg) Maks. 10

13 Angka asam mg-KOH/g Maks. 0,8

14 Gliserol bebas %-massa Maks. 0,02

15 Gliserol total %-massa Maks. 0,24

16 Kadar ester alkil %-massa Min. 96,5

17 Angka iodium %-massa

(g-l2/100 g)

Maks. 115

18 Uji Halphen Negatif

Catatan dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen maksimum 0.01 %-vol

8

C. Adsorben

Menurut Ketaren (1986), zat warna dalam minyak akan diadsorpsi oleh permukaan adsorben. Adsorben juga akan menyerap suspensi koloid (gum dan resin), asam lemak bebas serta hasil oksidasi minyak seperti peroksida. Proses adsorpsi dapat terjadi antara padatan dengan padatan, gas dengan padatan, gas dengan cairan, cairan dengan cairan, dan cairan dengan padatan.

Suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben untuk tujuan pemisahan bila mempunyai mempunyai daya adsorpsi selektif, berpori (mempunyai luas permukaan persatuan massa yang besar) dan mempunyai daya ikat yang kuat terhadap zat yang hendak dipisahkan secara fisik atau kimia. Pembesaran luas permukaan dapat dilakukan dengan pengecilan partikel adsorben. Akan tetapi dalam berbagai pemakaian, ukuran partikel harus memenuhi syarat lain, seperti tidak boleh terbawa serta dalam aliran fasa geraknya (fluida).

Daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika adsorben tersebut memiliki bobot jenis yang rendah, ukuran partikel halus dan pH adsorben mendekati netral.

Adsorben terbagi menjadi adsorben yang bersifat polar (hidrofilik) dan adsorben yang bersifat non polar (hidrofobik). Adsorben polar antara lain silika gel, alumina yang diaktivasi dan beberapa jenis tanah liat (clay). Adsorben tipe ini umumnya digunakan jika zat warna yang akan dihilangkan lebih polar dari cairannya. Adsorben non polar antara lain adalah arang (karbon & batu bara) dan arang aktif, yang biasa digunakan. Adsorben tipe polar secara kualitatif sangat mirip satu sama lain dalam hal selektivitas untuk menyerap komponen dari beberapa campuran (Swern, 1979).

Norris (1982) mengatakan bahwa kontak antara adsorben dengan minyak akan lebih efektif apabila campuran antara adsorben dengan minyak diaduk dengan pengadukan berkisar 10 – 15 menit.

Arang Aktif

Arang adalah suatu bahan padat yang berpori-pori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur C. Sebagian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain dan

9 komponennya terdiri dari “fixed carbon”, abu, air, nitrogen dan sulfur (Djatmiko et al., 1985).

Menurut Djatmiko (1985), arang aktif merupakan arang yang sudah diaktifkan sehingga pori-porinya terbuka dan dengan demikian daya adsorpsinya tinggi. Arang aktif mempunyai bentuk amorf yang terdiri dari pelat-pelat datar, disusun oleh atom-atom C yang terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagon. Pelat-pelat itu bertumpuk satu sama lain membentuk kristal-kristal dengan sisa-sisa hidrokarbon yang tertinggal pada permukaannya. Dengan menghilangkan hidrokarbon pada permukaan tersebut, permukaan akan menjadi lebih luas sehingga daya adsorpsinya lebih besar.

Daya adsorpsi dari arang aktif disebabkan karena arang sangat berpori. Pori ini menyebabkan permukaan arang menjadi luas. Daya adsorpsi dari arang aktif dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya (1) sifat fisiko-kimia dari bahan yang diserap; (2) pelarut; (3) macam-macam zat yang dilarutkan; (4) pH; (5) waktu dan (6) suhu. Efisiensi adsorpsi dari arang tergatung pada perbedaan muatan listrik antara arang dan koloid atau ion yang diserap (Djatmiko, 1985).

Bentonit

Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit sebagai komponen utama. Jenis mineral monmorrillonit dioktahedral termasuk kedalam kelompok smectite yang merupakan adsorben komponen organik utama dan paling banyak digunakan (Theng, 1979).

Menurut Djatmiko et al (1985), daya serap bleaching clay disebabkan karena ion Al3+ pada permukaan partikel adsorben dapat mengadsorbsi partikel zat warna. Selain itu juga tergantung dari perbandingan komponen SiO2 dan Al2O3 di dalamnya.

Bentonit dapat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan kandungan aluminium silikat hidrousnya, yaitu:

1. Activated clay : lempung yang kurang memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu.

2. Fuller’s earth : digunakan didalam fulling pembersih bahan wol dari lemak.

10 Rumus molekul dari bentonit (monmorillonit) adalah (Na, Ca)0,33 (Al, Mg)2 Si4O10 (OH)2. (H2O). Apabila dilihat dari struktur molekulnya, monmorillonit tersusun atas unit-unit yang terdiri dari dua lapisan silika tetrahedral dengan pusat yang merupakan lapisan alumina oktahedral.

Ada dua macam jenis bentonit, yaitu bentonit dan Ca-bentonit. Na-bentonit mempunyai sifat yang mampu mengembang apabila dicampurkan dengan air. Ca-bentonit biasa digunakan sebagai bahan pemucat pada industri minyak goreng, bahan penyerap, bahan pengisi dan sebagainya.

Sumber: U. S. Geological Survey Open-File Report (2005)

Gambar 2. Struktur Molekul Monmorillonit

Senyawa utama penyusun bentonit adalah silikat dan alumina yang mengandung air terikat secara kimia. Kandungan unsur lain yaitu Ca, Mg, Na, K dan Fe yang tergabung dengan Si dan O2. Ukuran partikel koloid bentonit sangat kecil dan mempunyai kapasitas pertukaran ion yang tinggi, terutama oleh ion-ion Ca dan Mg. Sifat-sifat bentonit adalah sebagai berikut:

1. Berwarna dasar putih dengan sedikit kecoklatan atau kehijauan atau kemerahan tergantung dari jenis dan jumlah fragmen mineral-mineralnya.

2. Bersifat sangat lunak, ringan, mudah pecah, terasa seperti sabun, mudah menyerap air dan dapat melakukan pertukaran ion.

3. Berat jenisnya berkisar 2.4 – 2.8

Bentonit mempunyai karakteristik yang khas, yaitu mampu sampai beberapa kali lebih besar dari ukuran semulanya apabila dimasukkan ke dalam

11 air. Bentonit dapat membentuk struktur thixotropic gel dengan air meskipun komposisi jumlah gel yang terdapat dalam bentonit sangat kecil (Grim, 1968).

Tanah liat monmorillonit terdiri dari Al dan Si yang kekurangan satu elektron sehingga mudah menerima kation. Oleh karena itu, bentonit memiliki kapasitas pertukaran ion (KTK) karena kemampuannya untuk menerima kation, maka senyawa yang diadsorpsi cenderung menempel pada permukaan lempung (Theng, 1979).

Affinitas layer ke kation interlayer pada bentonit lemah sehingga air akan masuk dan terjadi swelling karena meningkatnya hidrasi kation interlayer dan pembasahan bagian hidrofilik. Hidrofilik pada interlayer berupa penarikan atau pengikatan air oleh kation sebagai hidrasi air dan adanya >SiOH.

Swelling artinya (1) pada interlayer memungkinkan proses seperti KPK,

penyerapan air. (2) clay akan mengembang sehingga luas permukaan lebih besar per unit berat terhadap larutan tanah sehingga lebih rekatif secara kimia.

Diatomit

Diatomit atau tanah diatomea adalah suatu batuan sedimen silika, yang secara geologi terbentuk dari akumulasi dan pengendapan kulit atau kerangka diatomea (fosil tumbuhan air atau binatang kersik atau ganggang bersel tunggal) dan terendapkan di danau atau non marin. Diatomea berasosiasi dengan elemen pengotor dan bervariasi, baik jenis maupun jumlahnya. Elemen pengotor diatomea tersebut yaitu abu vulkanik, larutan garam, lempung, senyawa karbonat, pasir silica, dan unsur organik lainnya (Hardjanto, 1987).

Diatome mempunyai sifat porous permeabel, ringan, mudah pecah, dan abrasif, densitas ruah 0,5 – 1 ton/m3, berat jenis, 2 – 2,3, porositas < 90%, dan kandungan cabang 1,7 – 30 juta/cm3, dengan ukuran 0,001 – 0,4 mm. Sebagian diatomit berwarna putih atau abu-abu, akan tetapi ada juga yang berwarna kuning, coklat, merah muda, hitam, dan hijau, yang tergantung dari unsur pengotornya. Secara kimia, komposisi utama diatomit adalah silika, tetapi ada unsur lainnya seperti alumina, besi oksida, magnesium, sodium, potassium oksida, titanium oksida, fosfat, dan kalsium oksida (Pusat Penelitian dan Pengembangan Mineral dan Batu Bara, 2005). Affinitas

12 diatomit sangat lemah sehingga luas permukaan lebih besar. Luas permukaan yang besar menyebabkan kemampuan mengikat air partikel diatomit besar.

Kaolin

Kaolin merupakan masa batuan yang tersusun dari material lempung dengan kandungan besi yang rendah, dan umumnya berwarna putih atau agak keputihan. Kaolin (Al2Si2O5(OH)4) termasuk dalam kaolin group minerals dengan struktur rangka dioktahedral (Schmidt, 2006). Kaolinit termasuk salah satu mineral dari golongan kaolin dengan tipe kisi 1:1. Tiap satuan terdiri atas masing-masing satu lapisan oksida-Si dan hidroksioksida-Al. Satuan-satuan ini berikatan kuat sesamanya dengan ikatan hidrogen dan van der Waals. Akibatnya kation atau anion dan molekul air tidak dapat masuk ke ruang antar misel sehingga efektifitasnya terbatas hanya di permukaan saja. Sifat penukar kation atau anion hanya berasal dari valensi tak penuh di bagian ujung partikel. Oleh karena itu pula mineral ini relatif jarang dipakai sebagai adsorben atau katalis, kecuali sebagai bahan dasar keramik (Muhdarina, 2003). Affinitas layer ke kation interlayer pada kaolin kuat sehingga air tidak dapat masuk ke interlayer, menghidrasi kation interlayer dan mengikat bagian hidrofilik.

Sumber: U. S. Geological Survey Open-File Report (2005)

Gambar 3 . Struktur Molekul Kaolin

Talk

Talk (Mg3 Si4O10(OH)2) merupakan pyrophyllite Group dengan struktur rangka trioktahedral dengan tipe kisi 2:1. Talk mengandung lapisan penting berupa lapisan magnesium-oxygen atau hydroxyl octahedral yang terselip

13 diantara dua lapisan silika (siliconoxygen tetrahedral). Ketiga lapisan ini melekat satu sama lain karena ada gaya Van der Walls lemah yang mengakibatkan talk terasa lembut dan licin (Industrial Minerals Association-North America, 2006).

Karakteristik utama talk adalah permukaannya yang hidrofobik dan pinggiran yang bersifat hidrofilik. Permukaan talk yang hidrofobik mempunyai daya tarik menarik dengan bahan organik, sedangkan pinggiran talk yang hidrofilik dapat dengan mudah terdispersi di dalam air (Schmidt, 2006).

Affinitas layer ke kation interlayer pada talk lemah sehingga air akan masuk dan terjadi swelling karena meningkatnya hidrasi kation interlayer dan pembasahan bagian hidrofilik. Hidrofilik pada interlayer berupa penarikan/pengikatan air oleh kation sebagai hidrasi air dan adanya >SiOH.

Sumber: U. S. Geological Survey Open-File Report (2005)

Gambar 4. Struktur Molekul Talk

Zeolit

Zeolit adalah mineral dengan struktur molekul berongga yang dibentuk oleh tetrahedral alumina (AlO45-) dan silikat (SiO44-) dengan rongga-rongga di dalamnya terisi oleh ion-ion logam, biasanya alkali atau alkali tanah dan dikelilingi oleh molekul-molekul air (Arifin dan Harsodo, 1990). Ion-ion logam ini dapat dipertukarkan dengan kation lain sehingga zeolit dapat digunakan sebagai penukar kation. Untuk meningkatkan kapasitas pertukaran

14 kation zeolit, sebelum digunakan diperlakukan terlebih dahulu dengan pengasaman sehingga terbentuk zeolit-H (Vansant, 1990).

Gambar 5. Tetrahedra alumina dan silika pada struktur zeolit

Zeolit mempunyai pori-pori yang terisi molekul-molekul air dan kation yang dapat dipertukarkan. Kation-kation dalam struktur rangka zeolit terdiri dari Na, K dan Ca (kontribusi berat jenis besar) atau Ba, Sr, Mg (kontribusi berat jenis kecil).

Unit-unit pembentuk struktur Zeolit:

1. Unit pembentuk primer (SiO4)-4 dan (AlO4)-5

2. Unit pembentuk sekunder yaitu gabungan unit-unit pembentuk primer. Perbandingan antara SiO2 dan Al2O3 dari Zeolit selalu sama atau lebih besar dari 2:1, sedangkan perbandingan antara Si:Al berkisar antara 1:1 dan 10:1.

Sifat umum zeolit adalah merupakan kristal yang agak lunak dengan berat jenis bervariasi antara 2,0 – 2,4. Air kristalnya mudah dilepaskan dengan pemanasan, mudah melakukan pertukaran ion dari alkalinya dengan ion-ion elemen lainnya.

Menurut Poerwadio dan Masduqi (2004), sifat kimia zeolit antara lain adalah dapat terhidrasi pada suhu tinggi, penukaran ion, adsorbsi gas dan uap serta mempunyai kapasitas tukar kation (KTK). Zeolit mempunyai kapasitas yang tinggi sebagai penyerap. Hal ini disebabkan karena zeolit dapat memisahkan molekul-molekul berdasarkan ukuran dan konfigurasi dari molekul. Mekanisme adsorpsi yang mungkin terjadi adalah adsorpsi fisika (melibatkan gaya Van der Walls), adsorpsi kimia (melibatkangaya elektrostatik), ikatan hidrogen dan pembentukan kompleks koordinasi.

15 Zeolit tidak stabil terhadap asam. Pada umumnya zeolit baik dioperasikan pada pH yang tidak kurang dari 4. Pengoperasian zeolit pada pH> 6 akan memberikan hasil yang optimum.

Kadar air zeolit umumnya cukup tinggi, berkisar antara 10-20 % berat. Air ini mengisi lubang kristal, ada yang terikat kuat dengan kerangka alumino silikat dan ada yang tidak. Air yang tidak terikat kuat dapat dibuang dengan mudah melalui pemanasan sampai 35oC membentuk rongga-rongga dalam zeolit yang memungkinkan terjadinya adsorpsi reversibel. Affinitas layer ke kation interlayer zeolit sangat kuat, sehingga air tidak dapat masuk ke interlayer, menghidrasi kation interlayer dan mengikat bagian hidrofilik.

Sifat kimia terpenting dari zeolit adalah kapasitas tukar kation yang tinggi, yaitu berkisar 100 – 300 meq/100 gram. Kapasitas tukar kation zeolit merupakan fungsi derajat substitusi Al dan Si dalam kerangka tetrahedral. Substitusi kation alkali dan alkali tanah menghasilkan muatan listrik yang netral (Hardjanto, 1987).

Kation-kation yang terdapat dalam mineral zeolit tidak terikat kuat dalam kerangka kristalnya sehingga dapat dipertukarkan dengan mudah. Hal inilah yang menyebabkan kapasitas tukar kationnya tinggi.Kemampuan atau sifat pertukaran kation zeolit ditentukan oleh struktur kristalnya, sedangkan jika terjadi kerusakan pada struktur kristal tersebut kemampuan sebagai penukar kation akan menurun (Poerwadio dan Masduqi, 2004).

Dalam keadaan normal, rongga-rongga dan saluran-saluran dalam zeolit terisi oleh molekul-molekul air yang membentuk hidrasi disekitar kation-kation yang dapat dipertukarkan (Harjanto,1987).

Dokumen terkait