• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jaranan Pegon Sentherewe Sebagai Sarana Bersih Desa Mangunharjo Desa Mangunharjo merupakan sebuah Desa yang sudah tua dan

Dalam dokumen GAMBARAN UMUM SOSIAL BUDAYA KABUPATEN PA (Halaman 45-48)

memiliki sejarah tersendiri dan unik sejak jaman dahulu. Desa Mangunharjo pada saat jaman Kerajaan Majapahit sampai Mataram adalah sebuah Tanah Perdikan atau Bumi Merdeka yang bernama Karang Sudha, yang memiliki wilayah : Desa Gading, Desa Ngawu, Desa Karang (Jetis Kidul), Kedungbendo, Ngasem, Banyuanget, Gegeran, Sono (Kali Kuning sebelah Utara), Trenggono, Kebondalem, Gedangan dan Pager Gunung dan Nangka (Petung Sinarang sebelah Selatan). Yang di bagi menjadi 3 (tiga) Kademangan, yaitu Kademangan Gading dengan wilayah Gading, Ngawu, Sono, Pager Gunung, Nangka, Karang, Kademangan Kedungbendo dengan wilayah Kedungbendo, Ngasem, Banyuanget, Gegeran, Jati. dan Kademangan Gedangan dengan wilayah Gedangan, Kebondalem, Trenggono sampai Krebet, Ngumbul Wetan.

Tentang asal mula Karang Sudha adalah bahwa pada jaman dahulu di Karang Sudha ada sebuah Danau/Sungai yang tersumbat di Kedung Gupit yang pada setiap habis panen di gunakan untuk upacara ritual adu kesaktian dari Desa-Desa sekitar yang di sebut Adu Lesung yang sampai sekarang Lesung itupun masih ada. Dan menurut perhitungan dan pertimbangan untuk persatuan dan kemakmuran serta bisa digunakan sebagai lahan pertanian dan tempat tinggal sehingga Danau/Sungai tersumbat tersebut di keringkan dengan cara membuat aliran sungai seperti yang ada sekarang ini di Gupit Kedungbendo. Adapun yang membuat aliran atau memindah/mbedhah (Jawa) sungai tersebut adalah sepasang Ulama yang merupakan saudara kandung yang bernama Tunjung Biru dan Tunjung Sekar yang selanjutnya terkenal dengan Eyang Gusti dan Eyang Damuk, dan Makam dari Eyang Gusti berada di Dusun Ngasem Desa Kedungbendo, sedangkan Makam Eyang Damuk berada di Imogiri, sedangkan yang ada di Gading Mangunharjo adalah bekas Tempat Tinggal dan tempat berjemur Eyang Damuk di pagi hari, yang sekarang di tumbuhi pohon Sawo Kecik.

Dikarenakan asal mula Karang Sudha yang seperti itu maka untuk mengenang asal mula kejadian wilayah-wilayah tersebut, maka sampai sekarang nama-nama itu masih ada sampai sekarang seperti Kedung Grombyang, Klisat (Kali Asat = Jawa), Puthuk, Tanjung dan sebagainya. Waktu pengeringan Kedung Gupit bersamaan dengan Penyumbatan Ubal Gedhe Karangasem di Tremas. Seiring perkembangan jaman, maka pada jaman penjajahan Belanda, Bumi Perdikan Karang Sudha di jadikan Kaonderan atau Kecamatan, dengan ibukota di Gading, sehingga pada jaman dahulu terkenal dengan sebutan Gading Karang sudha. Dikarenakan sesuatu hal, maka diadakan pemindahan Ibukota Kecamatan dari Karang Sudha ke Desa Arjosari dan Karang Sudha di bagi-bagi menjadi beberapa wilayah dan di ubah statusnya menjadi Desa-Desa. Desa Gading yang terdiri dari Desa Gading yang terdiri dari Dusun Gading/Krajan dan Tegal dan Ngawu yang terdiri dari Dusun Ngawu/Karanganyar dan Sepatan bergabung menjadi satu dengan nama Mangunharjo, tentang penamaan Mangunharjo tersebut dimaksudkan untuk mengenang nama dan jasa Onder Karang Sudha yang bernama Mangun Winata, karena pada jaman Onder Mangun Winata ini Kaonderan Karang Sudha mencapai jaman keemasan dan Onder Mangun Winata mampu memakmurkan masyarakat Karang Sudha pada umumnya. Sedangkan Onder terakhir di Karang Sudha adalah Tarmidjan yang selanjutnya menjadi Camat Arjosari pertama.

a. Tema :

Jaranan Pegon Sentherewe merupakan sebuah tarian yang sangat berpengaruh pada awal terbentuknya desa Mangunharjo. Tarian ini awalnya diciptakan pada tahun 1971. Pada saat itu sebelum dikenal dengan nama Mangunharjo desa ini Gading Karang Sudho mengalami bencana pageblug dan diserang berbagai hama penyakit tanaman maupun manusia. Mbah Mangun sesepuh desa pada saat itu mencoba bertapa brata untuk menghilangkan hama penyakit yang menyerang desa tersebut. Mbah Mangun bertemu dengan seseorang dari daerah Trenggalek dan mencoba meminta bantuan akan hal yang dialami di desa mbah Mangun. Mbah Mangun mendapat petunjuk untuk melakukan serangkaian ritual berupa tarian yaitu Jaranan Pegon Sentherewe yang merupakan kesenian

penggabungan dari Tulungagung dan Kediri. Hingga saat ini tarian tersebut merupakan ritul yang wajib dilakukan oleh masyarakat setempat sebagai upacara bersih desa.

b. Tempat

Sebelum dimulainya ritual yang berupa tarian, sesepuh desa juga melakukan ritual kecil di lima sumber mata air di desa Mangunharjo. Kemudian untuk tariannya sendiri dilakukan di halaman balai desa Mangunharjo.

c. Waktu

Kegiatan ritual bersih desa dilaksanakan pada hari Rabu Pon bulan Longkang(kalender jawa). Dari pagi hari hingga malam. Untuk ritual tarian sendiri dilaksanakan setelah sholat Dhuhur, kemudian untuk malam harinya diakan sholawatan dan pagelaran wayang kulit tiga tahun sekali. d. Pelaku

Tarian ritual ini dalakukan oleh Gambuh atau orang yang dituakan sebagai juru kunci. Kemudian untuk penari adalah pemuda desa yang sudah akhir baligh. Untuk jumlah penari sendiri adalah enam orang penari kuda lumping, dua orang penari celengan, penari barongan dua orang dan seorang penari ganongan.

e. Pakaian

Untuk penari menggunakan celana panji, baju putih lengan panjang, jarik barong berstagen, sampur dan juga ikat kepala.

f. Perlengkapan

Perlengkapan penari sendiri adalah enam pecut/cambuk, enam kuda lumping, dua celengan, dua barongan berbentuk kepala naga, satu ganongan dan seperangkat alat musik gamelan Jawa.

g. Musik :

Alat musik yang digunakan dalam tarian ini adalah gamelan jawa, namun tidak semua. Yang terdiri dari gong, kenong, kendang, ricikan dan juga penyanyi atau sinden.

Tarian ini sendiri menggambarkan cerita terbentuknya desa Mangunharjo. Celengan dan barongan dalam tarian ini menggambarkan bencana pageblug dan wabah penyakit yang menyerang desa. Sedangkan kuda lumping dan ganongan merupakan upaya yang dilakukan masyarakat

untuk melawan dan menghilangkan pageblug dan wabah penyakit hingga berhasil dan desa tersebut diberi nama Mangunharjo.

2. Norma Budaya Manifestasi Jaranan Pegon Sentherewe Sebagai Upacara

Dalam dokumen GAMBARAN UMUM SOSIAL BUDAYA KABUPATEN PA (Halaman 45-48)

Dokumen terkait