• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM SOSIAL BUDAYA KABUPATEN PA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GAMBARAN UMUM SOSIAL BUDAYA KABUPATEN PA"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala Rahmat, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini dalam bentuk maupun isinya yang mungkin sangat sederhana. Laporan ini berisikan tentang kesenian yang terdapat di Kabupaten Pacitan serta sejarah singkat terbentuknya Kabupaten Pacitan. Semoga laporan ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman dan juga berguna untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Laporan ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini.

(2)

BAB I PENDAHULUAN

Seni Budaya adalah segala sesuatu yang diciptakan manusia mengenai cara hidup berkembang secara bersama pada suatu kelompok yang mengandung unsur keindahan (estetika) secara turun temurun dari generasi ke generasi. Jika di artikan secara terpisah pengertian seni dan pengertian budaya antara lain sebagai berikut.

Secara Umum, Pengertian Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang secara bersama pada suatu kelompok orang secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang sulit meliputi sistem agama, dan politik, adat istiadat, bahasa, pakaian, karya seni, perkakas, dan bangunan. Istilah budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, sebagai bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) yang diartikan hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia.

Sedangkan, Pengertian Seni Secara Umum adalah segala sesuatu yang diciptakan manusia yang mengandung unsur keindahan dan mampu membangkitkan perasaan orang lain. Istilah seni berasal dari kata sanskerta dari kata sani yang berarti pemujaan, persembahan, dan pelayanan yang erat dengan upacara keagaaman yang disebut dengan kesenian. Sartono Kartodirdjo: Menurutnya, pengertian seni budaya adalah sistem yang koheren karena seni budaya dapat menjalankan komunikasi efektif, antara lain dengan melalui satu bagian saja dapat menunjukkan keseluruhannya.

(3)

BAB II

GAMBARAN UMUM SOSIAL BUDAYA KABUPATEN PACITAN

2.1 Pacitan sebagai Wilayah Geografi dan Administratif

Kabupaten Pacitan terletak di ujung barat daya provinsi Jawa Timur, berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Tengah. Wilayah kabupaten Pacitan juga berbatasan dengan kabupaten Ponorogo sebelah utara. Kabupaten Trenggalek sebelah timur, samudra Hindia sebelah selatan, serta kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) sebelah barat. Sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan kapur, yang merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Kidul.

Gb.01 letak kabupaten Pacitan.

Gb.02 logo kabupaten Pacitan.

(4)

Gb.03 peta wisata kabupaten Pacitan.

Pacitan memiliki tempat-tempat wisata yang menarik, yang terdiri dari wisata alam pantai, goa-goa, wisata budaya dan wisata religi. Disebut dengan kota 1001 goa, Pacitan memiliki goa-goa yang indah, diantanya yaitu Goa Gong yang merupakan goa terindah se-Asia Tenggara. Kemudian goa Tabuhan, goa Kalak, Luweng Jaran yang diduga sebagai kompleks goa terluas di Asia Tenggara dan masih banyak goa-goa kecil yang tidak kalah menarik. Wisata pantai yang paling terkenal di Pacitan adalah pantai Klayar yang terletak di kecamatan Donorojo, berjarak sekitar 35 km ke arah barat dari pusat kota. Yang menarik dari pantai ini adalah, adanya seruling samudra dan juga batu karang yang menyerupai patung Sphinx di Mesir. Selain itu di kabupaten Pacitan juga terdapat tempat-tempat bersejarah misalkan, monumen Panglima Besar Jendral Soedirman yang terletak di puncak tertinggi Pacitan yakni di kecamatan Nawangan.

Pacitan semakin dikenal dengan adanya sosok SBY, Susilo Bambang Yudhoyono. Yakni presiden RI yang ke-6. Hingga sekarang SBY bisa dikatan sosok yang berpengaruh di kabupaten Pacitan.

(5)

selebihnya merupakan dataran rendah. Sekitar 63% dari daerah Pacitan adalah daerah yang berfungsi penting untuk hidrologis karena memiliki tingkat kemiringan lebih 40%. Berdasarkan ciri-ciri fisik tanahnya, kabupaten Pacitan merupakan bagian dari pegunungan kapur selatan yang bermula dari Gunung Kidul, Yogyakarta dan membujur sampai ke daerah Trenggalek yang relatif tanahnya tandus. Topografi di kabupaten Pacitan menunjukkan bahwa bentang daratnya bervariasi, dengan kemiringan sebagai berikut :

1. 0-2% meliputi 4,3% dari luas wilayah merupakan daerah tepi pantai. 2. 2-15% meliputi 6,60% dari luas wilayah baik untuk usaha pertanian

dengan memperhatikan usaha pengawetan.

3. 15-40% meliputi 25,87% dari luas wilayah, sebaiknya untuk usaha tanaman tahunan.

4. 40% ke atas meliputi 63,17% dari luas wilayah merupakan daerah yang harus difungsikan sebagai kawasan penyangga tanah air serta menjaga keseimbangan ekosistem di Kabupaten Daerah Tingkat 11 Pacitan.

Gb.04 peta wilayah kabupaten Pacitan.

Kondisi fisik kabupaten Pacitan yang meliputi, struktur dan jenis tanah adalah sebagai berikut:

(6)

2. Assosiasi Litosal dan Mediteran Merah seluas 4.629 Ha atau 34,26%.

3. Litosal Campuran Tuf dan bahan Vulkanik seluas 58.592 atau 22,02%.

4. Komplek Litosal Kemerahan dan Litosal seluas 31.592 atau 22,02%. Adapun jenis Geologinya adalah sebagai berikut:

1. Endapan Zaman Tua (Meoson) seluas 91.830 Ha. 2. Batu Kapur Zaman Tua seluas 36.829 Ha.

3. Andesit seluas 7.654 Ha. 4. Aluvium seluas 6.623 Ha.

Dan juga dengan ketinggian permukaan tanah sebagai berikut: 1. 7-25m diatas permukaan laut 2,62%.

2. 25-100m diatas permukaan laut 2,67%. 3. 100-500m diatas permukaan laut 52,68%. 4. 500-1000m diatas permukaan laut 36,43%. 5. 1000m lebih diatas permukaan laut 5,59%.

Kabupaten Pacitan seperti daerah lainnya di Pulau Jawa dipengaruhi oleh iklim Tropika basah dengan 2 musim yaitu musim hujan (bulan Oktober-April) dan musim kemarau (bulan April-Oktober). Berdasarkan pencatatan selama 24 tahun terakhir curah hujan mencapai 2300 mm per tahun. Curah hujan bulanan maksimum rata-rata 416 mm yang terjadi pada bulan Januari dan curah hujan bulanan minimum rata 53 mm yang terjadi pada bulan Agustus. Suhu rata-rata 270C sedangkan kecepatan angin antara 30-50 km/jam.

(7)

kecepatan angin) dari stasiun iklim Pringkuku dan stasiun iklim Tulakan.

1) Curah Hujan dan Hari Hujan

Berdasarkan data curah hujan yang berhasil dihimpun Kabupaten Pacitan dari 12 stasiun pengamat hujan yang tersebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Pacitan menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan tahunan di wilayah ini berkisar antara 2.023 mm/tahun (Tegalombo) sampai 2.746 mm/tahun (Purwosari), dengan rata-rata hari hujan tahunan berkisar antara 98 hari/tahun hingga 134 hari/tahun. Curah hujan tertinggi jatuh pada bulan basah(>200 mm) berlangsung antara Oktober sampai April. Sedangkan bulan kering (<100 mm) umumnya berlangsung pada bulan Mei sampai September (tabel 2.2).

2) Temperatur Udara, Kelembapan Udara, Penyinaran Matahari, dan Kecepatan Angin.

Temperatur udara rata-rata bulanan di stasiun iklim Pringkuku adalah 27,70C, dengan temperatur maksimum 300C. Sedangkan temperatur udara rata-rata bulanan di Stasiun iklim Tulakan adalah 26,40C, dengan temperatur maksimum 31,30C. Kelembapan udara rata-rata daerah ini tergolong tinggi. Kelembapan udara rata-rata bulanan di stasiun Pringkuku adalah 97,7%, sedangkan di Tulakan 92,9%. Kecepatan angin rata-rata bulanan di stasiun iklim Pringkuku 52 km/hari, sedangkan di stasiun iklim Tulakan 63,2 km/hari. Penyinaran matahari tergolong sedang dan rendah. Rata-rata penyinaran matahari bulanan di stasiun iklim Pringkuku 47,4%, sedangkan di stasiun iklim Tulakan tercatat 32,7%. Rata-rata radiasi matahari di stasiun iklim Pringkuku 439,1 cal/cm2/hari, sedangkan di stasiun iklim Tulakan 356,2 cal/cm2/hari.

(8)

DAS Pagotan, dan DAS Bawur. Daerah Aliran Sungai Grindulu memiliki topografi datar hingga bergunung dengan elevasi tertinggi 1.100 m di atas permukaan air laut (Gunung Gembes) dan mempunyai wilayah paling besar yaitu meliputi 9 kecamatan yaitu Kecamatan Pacitan, Kebonagung, Arjosari, Tulakan, Punung, Pringkuku, Tegalombo, Nawangan, dan Bandar. Luas DAS kurang lebih 1.500 km2 dengan panjang kurang lebih 52 km.

Dominasi penguasaan lahan tegalan oleh penduduk setempat telah berdampak pada perkembangan kondisi tanah permukaan lahan DAS Grindulu yaitu 61,29% merupakan tanah dengan solum sangat tipis dan dijumpai singkapan batuan induk litosol. Kondisi demikian mengakibatkan mudah terkikisnya lapisan top soil yang berdampak pada tingginya tingkat sedimentasi yang terjadi di DAS Grindulu. Hasil perhitungan erosi secara kasar dengan memperhatikan karakteristik tanah, pola penggunaan lahan dan pengelolaan lahan serta kondisi topografi menunjukkan bahwa tingkat erosi di DAS Gridulu sangat tinggi setiap tahun paling tidak akan terangkut tanah kurang lebih 60 ton ha/tahun (maks yang dapat ditolerir 12,5 ton/ha/th).

Disamping aliran permukaan, di Kecamatan Pringkuku dan Donorojo terdapat aliran bawah permukaan (sungai bawah tanah) yang mengalir melalui sistem lorong gua atau saluran bawah tanah yang rumit, dan berkembang pada batugamping (karst) fasies terumbu, berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan debit dari sumber sungai bawah tanah ini mencapai 176,70 l/det sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut:

Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten Pacitan

(9)

3 DAS Solo Hulu

19.412,81

4 DAS Grindulu 71.518,68

6 DAS Baksoko 16.463,30

7 DAS Pagotan 11.811,97

8 DAS Lorog

9 DAS Bawur 1.349,70

(10)

Dalam struktur pemerintahan wilayah administratif, kabupaten Pacitan terbagi menjadi 12 kecamatan, 166 desa dan 5 kelurahan.

Pembagian Wilayah Kabupaten Pacitan

N

o Kecamatan

Jumlah Desa/ Kelurahan

Luas (km2)

1 Donorojo 12 109,09 2 Punung 13 108,81 3 Pringkuku 13 132,93 4 Pacitan 25 77,11 5 Kebonagung 19 124,85 6 Arjosari 17 117,06 7 Nawangan 9 124,06 8 Bandar 8 117,34 9 Tegalombo 11 149,26 10 Tulakan 16 161,61 11 Ngadirojo 18 95,91 12 Sudimoro 10 71,86

Total 171 1.389,89

(11)

Dengan jumlah penduduk usia produktif Kabupaten Pacitan yang mencapai sekitar 357.510 ribu jiwa menunjukan bahwa Kabupaten Pacitan cukup memiliki SDM potensial untuk menggerakan berbagai sektor ekonomi. Berikut adalah tabel jumlah penduduk kabupaten Pacitan tahun 2013 :

Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin (tahun 2013)

(12)

kebudayaan khas yang juga menjadi daya tarik wisata. Berbagai seni kebudayaan tersebut berasal dari 12 kecamatan yang ada di Pacitan. Masing-masing kecamatan tersebut memiliki jenis kebudayaan yang berbeda, sehingga membuat Pacitan kaya akan kebudayaan tradisional. 12 kecamatan beserta budaya tradisionalnya tersebut adalah:

1. Kecamatan Bandar – Upacara adat Methik Pari

Kecamatan Bandar merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pacitan yang memiliki keadaan geografis berupa wilayah perbukitan. Kebudayaan yang paling khas dari kecamatan Bandar adalah upacara adat Methik Pari. Methik dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai memetik, sedangkan Pari dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai padi. Methik Pari merupakan upacara memetik padi.

(13)

Upacara adat Methik Pari merupakan bentuk dari ucapan rasa syukur atas karunia Tuhan terhadap hasil panen yang memuaskan. Upacara ini diadakan menjelang panen raya dilaksanakan, biasanya satu hari menjelang panen raya. Biasanya upacara Methik Pari dilaksanakan pada malam hari. Upacara Methik Pari ini sekaligus bentuk penghormatan kepada Dewi Sri dan Joko Sadono yang dianggap merupakan perwujudan makhluk yang memberi hasil panen padi yang baik.

Upacara Methik Pari dilaksanakan sejak zaman nenek moyang. Ketika itu, nenek moyang di wilayah tersebut mulai bercocok tanam padi dan setiap bercocok tanam mereka akan melakukan ritual Methik Pari. Hingga saat ini ritual tersebut masih terjaga. Selain sebagai bentuk rasa syukur dan melestarika budaya, upacara ini juga dilakukan karena mayoritas penduduk Kecamatan Bandar adalah petani padi.

2. Kecamatan Nawangan – Kethek Ogleng

(14)

Kethek Ogleng merupakan kesenian tradisional khas Kecamatan Nawangan. Kethek dalam bahasa Indonesia berarti kera, sedangkan Ogleng diambil dari bunyi gamelan yang bersuara “gleng gleng”. Kesenian tradisional Kethek Ogleng merupakan seni tari tradisional yang berlatar belakang sejarah. Tari tersebut merupakan karya seorang petani bernama Sutiman yang baru berusia 18 tahun. Tarian tersebut diciptakan pada tahun 1963. Dalam perkembangannya, tari Kethek Ogleng menggunakan latar belakang cerita Panji yakni tentang kerajaan Jenggala dan kerajaan Kediri di Jawa yang dituangkan dalam bentuk tarian yang energik.

Esensi dari tarian Kethek Ogleng ini meliputi dua hal, yakni vertikal dan horisontal. Esensi secara vertikal melambangkan hubungan manusia dengan Tuhan. Sedangkan esensi horisontal melambangkan hubungan antar manusia dalam masyarakat yang memperlihatkan kebersamaan, kesetiakawanan, dan gotong royong.

3. Kecamatan Arjosari – Jaranan Pegon pacitan

(15)

Kecamatan Arjosari memiliki seni tradisional Jaranan Pegon. Jaranan Pegon merupakan seni tarian yang ditampilkan dalam acara-acara tertentu, biasanya dalam acara-acara masyarakat yang memiliki hajatan. Jaranan Pegon merupakan jenis tarian yang bersifat sebagai hiburan. Penari Jaranan Pegon biasanya adalah para remaja laki-laki. Proses penampilan tari Jaranan Pegon ini biasanya diiringi dengan musik gamelan.

Saat menari, para penari menggunakan kuda-kudaan sebagai salah satu propertinya. Penari akan bergerak mengikuti iringan gamelan, namun lama-kelamaan para penari akan menari tanpa terkontrol karena mereka telah dirasuki oleh makhluk halus. Bagi yang jarang melihat hal ini, tentu merupakan sesuatu yang menakutkan melihat seseorang kerasukan. Namun, bagi masyarakat setempat hal tersebut sudah merupakan hal wajar.

5. Kecamatan Pacitan – Mantu Kucing

(16)

Kecamatan Pacitan memiliki seni tradisional yang disebut Mantu Kucing. Mantu Kucing merupakan seni tradisional berupa upacara adat untuk meminta turunnya hujan. Mantu Kucing dalam bahasa Indonesia berarti pernikahan kucing. Upacara ini dilakukan dengan melakukan upacara pernikahan untuk sepasang kucing jantan dan betina.

Sepasang kucing jantan dan betina dihias sebagaimana pengantin, kemudian keduanya ditandu menuju sungai terdekat da dimandikan. Setelah dimandikan, tetua dari masyarakat akan memanjatkan doa agar segera diturunkan hujan. Setelah doa dipanjatkan, masyarakat beramai-ramai makan bersama. Hidangan yang dikonsumsi untuk makan bersama adalah nasi kuning. Jika makan bersama selesai dilakukan, selanjutnya masyarakat akan kembali ke rumah masing-masing karena dipercaya hujan yang lebat akan segera turun.

(17)

G b.09 Baritan.

Kecamatan Kebonagung di Pacitan memiliki kebudayaan khas yang bernama Baritan. Baritan merupakan upacara adat untuk memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Upacara tersebut dianggap mampu menolak berbagai penyakit yang datang ke masyarakat.

(18)

6. Kecamatan Tulakan – Jemblung Somopuro

Gb.10 Jemblung Somopuro

Kecamatan Tulakan memiliki tradisi yang disebut Jemblung Somopuro. Tradisi ini adalah upacara adat untuk mengenang seorang seniman jemblung yang bertapa di Gua Somopuro. Jemblung merupakan sarana dakwah yang dibawa dari Banyumas. Para seniman jemblung yang membawa ajaran Islam hingga mencapai Pacitan inilah yang diperingati melalui tradisi Jemblung Somopuro. Tradisi Jemblung Somopuro dilakukan dengan mengandalkan seni teater tutur. Kesenian ini melibatkan 4 hingga 5 orang yang terdiri atas 1 wanita dan sisanya laki-laki. Dalam pementasannya, kesenian ini murni mengandalkan kemampuan bertutur dari para lakonnya, tanpa iringan musik apapun.

(19)

Gb. 11 Jangkrik Genggong Pacitan.

Jangkrik Genggong merupakan tradisi yang khas dari Kecamatan Ngadirojo. Jangkrik Genggong merupakan upacara adat yang dilaksanakan setiap hari Selasa Kliwon pada bulan Jawa Dulkaidah.

Ritual Jangkrik Genggong ini dianggap sebagai ritual sedekah bumi yang berkaitan dengan mitos penguasa laut selatan. Upacara ini juga sebagai tanda beranjak dewasanya seorang laki-laki yang siap ikut berlaut menjadi nelayan, karena sebagian besar masyarakat kecamatan Ngdirojo berprofesi sebagai nelayan. Upacara ini dilaksanakan dari siang hingga malam hari. Pada puncak acara di malam hari, dilaksanakan paguyuban seni Tayub. Menurut mitos, Ratu penguasa pantai selatan selalu meminta Gendhing Jangkrik Genggong pada acara ini, sehingga acara ini disebut juga upacara Jangkrik Genggong

8. Kecamatan Sudimoro – Gembluk Kromomedjo

(20)

masih terisolasi dari dunia luar. Sayangnya, saat itu salah satu warga bernama Kromomedjo menolak adanya cacah jiwa. Ia salah memahami maksud dari cacah jiwa (menurutnya cacah jiwa adalah hal yang akan menyakiti warga karena berupaya mencacah jiwa warga). Karena penolakannya tersebut, Kromomedjo dan pengikutnya dibunuh oleh tentara Belanda dan peristiwa itu dikenal dengan nama Geger Gunung Slurung.

9. Kecamatan Pringkuku – kothekan lesung

Gb.12 Kothekan Lesung Pacitan

(21)

10. Kecamatan Punung – Srumbung Mojo

Gb.13 Srumbung Mojo

Kecamatan Punung memiliki tradisi bernama Srumbung Mojo. Srumbung Mojo merupakan salah satu tempat di Kecamatan Punung yang dianggap bertuah. Tradisi Srumbung Mojo merupakan kegiatan nyadran di Srumbung Mojo. Alkisah, pada zaman dahulu ada kisah yang terjadi antara kyai Santri dan Dewi Ratri. Dewi Ratri berguru dan belajar tentang alat musik gender pada Kyai Santri. Ada kabar yang menyebutkan bahwa ada jalinan cinta antara Kyai Santri dan Dewi Ratri.

(22)

11. Kecamatan Donorojo

Gb.14 Upacara Ada Ceprotan Pacitan.

Kecamatan Donorojo memiliki tradisi Ceprotan yang rutin dilaksanakan hari Minggu Kliwon atau Senin Kliwon pada bulan Dulkaidah. Tradisi ini dilaksanakan dengan melakukan bersih desa bersama-sama. Tradisi ini dilaksanakan sekaligus sebagai bentuk gotong royong yang masih erat dipegang oleh masyarakat Donorojo.

12. Kecamatan Tegalombo

Kecamatan Tegalombo khas dengan tradisi Badut Sinampurno. Tradisi ini merupakan upacara adat yang dilaksanakan untuk tolak bala. Biasanya upacara ini dilaksanakan pada acara ruwatan, saat akan menikah, atau ketika akan melaksanakan hajatan.

(23)

2.3 Sejarah Kabupaten Pacitan

2.3.1 Berdasarkan Legenda

a. Pacitan Jaman Ki Ageng Buwana Keling

Sejarah Pacitan umumnya ditulis berawal dari kedatangan Ki Buwana Keling, salah satu utusan Raja Brawijaya ke daerah di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah ini, pada abad ke XII M. Menurut silsilah, asal usul KI Ageng Buwana Keling adalah putra Pejajaran yang di kawinkan dengan salah satu putri Brawijaya V yang bernama putri Togati. setelah menjadi menantu Majapahit maka KI Ageng Buwana Keling mendapat hadiah tanah di pesisir selatan dan di haruskan tunduk di bawah kekuasaan Majapahit. Pusat pemerintahan Negeri Buwana Keling terletak di ± 7 km dari ibukota Pacitan sekarang (Jati Kec. Kebonagung) yang disebut daerah wengker kidul atau daerah pesisir selatan. KI Ageng Buwana Keling berputra tunggal bernama Raden Purbengkoro yang setelah tua bernama KI Ageng Bana Keling.

Keberadaan Ki Ageng Buwana Keling ini dikuatkan dengan prasasti jawa kuno yang diduga dibuat pada abad XV yang menyebutkan bahwa Ki Ageng Buwono Keling merupakan penguasa di daerah wengker kidul.

(24)

Versi lain menyatakan bahwa Ki Ageng Buwono Keling ini adalah saudara seperguruan Ki Tunggul Wulung, salah seorang kepercayaan Prabu Brawijaya V. Ceritanya dimulai pada saat menjelang kemunduran Kerajaan Majapahit di masa pemerintahan Prabu Brawijaya V yang menikah dengan puteri dari China. Dalam kepercayaan kala itu siapa saja wangsa Jawa yang menikahi puteri China dia akan mengalami kekalahan dalam segala hal. Prabu Brawijaya V menyadari hal tersebut, beliau kemudian menyiapkan seseorang untuk berjaga-jaga bila huru-hara benar-benar terjadi. melainkan saudara satu perguruan) melarikan diri ke daerah selatan sesuai dengan petunjuk gurunya, “Berjalanlah selama 40 hari dan setelah mencapai tempat yang tinggi lihatlah kearah bawah bila kalian melihat tempat yang datar, tempat itulah yang dinamakan “Alas Wengker Kidul”. Seampainya di Wengker Kidul perjalanan mereka dibagi menjadi tiga yaitu, Ki Buwono Keling lewat sebelah utara, Ki Tiyoso lewat pesisir selatan dan Ki Brayut lewat tengah hutan.

(25)

Setelah peristiwa tersebut Ki Tunggul Wulung mencari ketiga saudaranya dan sampailah di tempat yang dinamakan Astono Genthong, dari situ ia melihat gunung yang berjajar empat (kelak terkenal dengan sebutan Gunung Limo, tetapi tidak terlihat sebagai lima gunung bila dilihat dari Astono Genthong ). Kemudian ia mempunyai firasat bila saudaranya berada di gugusan gunung tersebut, namun sesampainya di gunung tersebut ia tidak bertemu saudaranya.

Dikisahkan bahwa akhirnya Kyai Tunggul Wulung membuka lahan atau babad alas disekitar lereng gunung Limo. Salah satu dari gugusan gunung yang berjumlah lima merupakan tempat untuk bertapa atau bersemedi. Untuk mencapai lokasi pertapaan harus melewati banyak rintangan seperti tangga (ondo rante) selain itu kita harus menembus hutan lebat, tebing yang terjal serta Selo Matangkep.

Selo Matangkep adalah sebuah celah sempit diantara batu besar yang hanya cukup dilewati sebadan orang saja, dipintu masuk Selo Matangkep tersebut dipercaya apabila ada pengunjung yang berniat jahat maka ia tidak akan bisa melewatinya, sementara itu bagi yang berniat baik untuk berkunjung ke pertapaan kendati ia berbadan besar maupun kecil akan bisa melewatinya.

b. Berakhirnya Masa Ki Ageng Buwana Keling dan Masuknya Islam di Pacitan

(26)

Namun setelah KI Ageng Buwana Keling menolak dengan keras dan tetap tidak menganut agama baru yaitu agama Islam, maka tanpa dapat dikendalikan lagi terjadilah peperangan antara kedua belah pihak. Peperangan antara penganut agama Hindu yang dipimpin oleh Ki Ageng Buwana Keling dengan penganut agama Islam yang dipimpin oleh Ki Ageng Petung, Ki Ageng Posong dan Syeikh Maulana Maghribi memakan waktu yang cukup lama , karena kedua belah pihak, memang terdiri dari orang-orang sakti. Namun akhirnya dengan keuletan dan kepandaian serta kesaktian para muballigh tersebut peperangan itu dapat dimenangkan Ki Ageng Petung dan pengikut-pengikutnya setelah dibantu oleh prajurit dari Adipati Ponorogo yang pada waktu itu bernama Raden Betoro Katong (Putra Brawijaya V). Dalam legenda sering disebutkan bahwa Ki Ageng Buwana Keling ini adalah seorang yang sakti mandraguna. Beliau tidak bisa mati messki dibunuh berkali-kali berkat ajian yang beliau miliki yakni “Pancasona”. Akhirnya ditemukan juga kelemahan beliau. Ki Ageng Buwono Keling dibunuh kemudian dipotong menjadi tiga bagain kemudian jenazahnya dimakamkan di tiga lokasi yang berbeda dimana masing-masing dipisahkan oleh sungai.

c. Berdirinya Pondok Pesantren

Sejak terbunuhnya Ki Ageng Buwono Keling itulah maka daerah Wengker Kidul dapat dikuasai oleh Ki Ageng Petung, Ki Ageng Posong dan Syeikh Maulana Maghribi, sehingga dengan mudah dapat menyiarkan agama Islam secara menyeluruh kepada rakyat sampai dengan wafatnya, dan kemudian dimakamkan di daerah Pacitan.

(27)

nama menjadi KH. Abdul Manan) kembali dari perantauannya mencari dan mendalami ilmu agama Islam di pondok pesantren Tegalsari Ponorogo di bawah asuhan Kyai Hasan Besari.

Sekembalinya beliau dari pondok tersebut di bawah bimbingan ayahnya R. Ngabehi Dipomenggolo mulai mendirikan pondok di desa Semanten ( 2 Km arah utara kota Pacitan ). Setelah kurang lebih satu tahun kemudian pindah ke daerah Tremas, Arjosari yang kemudian dikenal dengan nama Pondok Pesantren Tremas sekarang ini.

Asal mula Nama pacitan

Terdapat minimal dua versi mengenai asal usul nama Pacitan. Versi pertama, Pacitan berasal dari kata “Pace Sak Pengetan” yang diberikan oleh Pangeran Mangkubumi saat menyingkir ke daerah Wengker Kidul karena terdesak musuh. Saat itu sedang terjadi perang gerilya 1747-1749 (Perang Palihan Nagari (1746-1755) ) melawan VOC Belanda, Pangeran Mangkubumi mengalami kekalahan, beliau disertai 12 orang pengikutnya mundur keselatan sambil mencari dukungan untuk membantu perjuangan. Tanggal 25 Desember 1749 rombongan tersebut lemah lunglai, dan atas bantuan setroketipo beliau diberi sebuah minuman yaitu buah pace yang telah direndam dengan legen buah kelapa, dan seketika itu juga kekuatan Pangeran Mangkubumi pulih kembali. Daerah itu diingat dengan pace sapengetan dan dalam pembicaraan keseharian sering disingkat dengan pace-tan lalu menjadilah sebuah nama kabupaten Pacitan (Drs. Ronggosaputro;1980)

(28)

1750 setelah beliau banyak membantu Pangeran Mangkubumi ketika bergerilya didaerah pacitan. Ketika itu Ngabehi Suromarto menjabat demang Nanggungan dan ketika diangkat bupati bergelar Raden Ngabehi Tumenggung Notoprojo.

Versi yang lain mengatakan bahwa Pacitan berasal dari kata pacitan yg berarti makanan kecil, camilan, snack yang tidak mengenyangkan. Ada yang mengkaitkan ini dengan kondisi Pacitan saat itu sebagai daerah minus sehingga sumber daya alam yang ada tidak mencukupi atau tidak mengenyangkan warga yang tinggal di tempat tersebut.

Ada fakta yang menarik bahwa nama Pacitan ternyata telah muncul jauh sebelum terjadi perang gerilya Pangeran Mangkubumi. Nama Pacitan telah disebut-sebut dalam Babad Momana yang dibuat pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645).

Nama-nama Pejabat Bupati Pacitan

 1745-1750 : R.T.Notopoero (Raden Ngabehi Tumenggung Notoprojo).

 1750-1757 : R.T.Notopoero (Raden Ngabehi Tumenggung Notoprojo).

 1757- : R.T.Soerjonegoro I

 1757-1812 : R.T.Setrowidjojo I (Setroketipo)

 1812- : R.T.Setrowidjojo II ((3 bulan) R.M Lantjoer)  1812-1826 : M.T.Djogokarjo I (Jayaniman)

 1826- : M.T.Djogonegoro (Mas Sumadiwiryo)  1826-1850 : M.T.Djogokarjo II (Mas Karyodipuro)  1850-1864 : R.T. Djogokarjo III (Mas Purbohadikaryo)  1866-1879 : R.Adipati Martohadinegoro (Raden Mas

Cokrodipuro)

(29)

 1906-1933 : R.Adipati Harjo Tjokronegoro I (R.T. Cokrohadijoyo)

 1933-1937 : kosong (pemerintahan sehari-hari oleh Patih Raden Prawirohadiwiryo)

 1937-1942 : R.T.Soerjo Hadijokro (bupati terakhir masa pemerintahan Belanda)

 1956-1960 : R. Soekijoen Sastro Hadisewojo(bupati)  1957-1958 : R.Broto Miseno (Kepala Daerah Swantara II)  1958-1960 : Ali Moertadlo (Kepala Daerah)

 1960-1964 : R.Katamsi Pringgodigdo

 2005-2010: H. Sujono (meninggal sebelum selesai masa jabatan digantikan wakilnya: H.G. Soedibjo yang memerintah 34 hari)  2011- sekarang: Drs. H. Indartato, MM

2.3.2 Berdasarkan Menurut Catatan Musafir dan Arekeologi Pacitan jaman Pra Sejarah

(30)

tersebut diduga merupakan alat-alat kerja tingkat sederhana jaman Prasejarah yang digunakan pada masa berburu dan mengumpulkan makan. Dikenalnya Pacitan sebagai situs arkeologi dimulai sekitar tahun 1935 saat Gustav Heinrich Ralph von Keningswald, seorang paleontology dan geology dari jerman serta M.W.F. Tweedie menemukan situs Kali Bak Sooka di Kecamatan Punung. Situs ini merupakan Bengkel Manusia Purba Terbesar dari kebudayaan Paleolitik atau lebih dikenal sebagai budaya Pacitanian. Selanjutnya ditemukan kurang lebih 261 lokasi situs prasejarah dengan 3000 temuan artefak.

Temuan artefak di pacitan ada berbagai macam diantaranya Kapak Perimbas yang mempunyai multi fungsi, selain alat untuk mencari ubi juga untuk berburu. Dalam kegiatan berburu, terutama mulai pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut manusia juga menciptakan ujung anak panah dari batu. Temuan-temuan lainnya diantaranya adalah Kapak Genggam, Kapak penetak, mata anak panah, serut, alat-alat dari tulang, dsb. Pernah ditemukan juga manik-manik sebagai sarana yang dipakai sebagai perhiasan dan juga biasanya dipakai sebagai bekal kubur. Manik-manik semacam ini mulai ada sejak masa bercocok tanam yang pada saat itu juga berkembang kebudayaan Megalithicum/batu-batu seperti dolmen, kubur batu, dan sebagainya.

(31)

Gb.15 Gambar Kapak Perimbas

Alat-alat itu berasal dari manusia jenis Sinanthropus pekinensis. Padahal dapat diketahui dengan pasti bahwa fosil Sinanthropus pekinensis seumur dengan fosil Pithecanthropus erectus. Maka dari itu, dapat dipastikan bahwa alat-alat kebudayaan Pacitan digalang oleh Pithecanthropus erectus. Selain di Pacitan, alat-alat serupa juga diketemukan di Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan daerah Lahat (Sumatera Selatan).

Di daerah Ngandong dan Sidorejo, dekat Ngawi, Jawa Timur, di samping kapak genggam, ditemukan alat-alat yang terbuat dan tulang binatang. Alat macam ini berfungsi sebagai menjadi alat penusuk (belati). Alat ini digunakan dalam usaha mencari makan, seperti berburu binatang, atau menggali ubi-ubian. Selain itu,ditemukan juga alat-alat serpih (flakes), yang terbuat dari batu-batu dalam bentuk yang khas. Kemungkinan besar, alat-alat tersebut dibuat oleh Homo soloensis clan Homo wajakensis.

(32)

tegak). dengan begitu, kebudayaanya juga bersifat purba, misalnya telah mengenal kapak batu, pisau batu semacam tombak untuk berburu dan peralatan untuk menggali tanah, serta perhiasan manik-manik yang terbuat dari tulang hewan dan batu kecil yang eksotik.

2.4 Aspek Sosial

2.4.1. Mata Pencaharian/Aktivitas Penduduk Pacitan. a. Mata pencaharian masyarakat di daerah pantai :

1) Nelayan

Pekerjaan sehari-hari seorang nelayan adalah menangkap ikan dilaut. Biasnya nelayan mulai berangkat menangkap ikan pada malam hari. Pagi hari mereka pulang dengan membawa ikan.Ikan-ikan tersebut akan dijual ditempat pelelangan ikan. Ada 2 macam nelayan, yakni nelayan pengusaha dan nelayan penyewa atau buruh. Nelayan pengusaha mempunyai kapal/perahu untuk menangkap ikan. Nelayan penyewa/ buruh tidak mempunyai kapal/perahu. Nelayan penyewa/buruh tergantung pada anelayan pengusaha.

2) Petani tambak

Petani tambak ialah orang yang bekerja pada pengusaha tambak. Petani tambak mendapatkan upah dari pengusaha tambak. Jumlah mereka lebih banyak dari pada pengusaha tambak. 3) Pengusaha tambak

Pengusaha tambambak ialah pemilik modal dalam usaha tambak. Biasanya ia memiliki lahan tambak. Biasanya tambak digunakan untuk memelihara udang dan ikan bandeng.

4) Pengrajin

(33)

b. Mata Pencaharian Masyarakat Daerah Daratan Rendah : 1) Petani

Ada dua macam petani, yakni petani pemilik lahan dan petani penggarap. Petani pemilik lahan mengolah lahan pertaniannya sendiri. Petani penggarap mengerjakan sawah/ladang yang bukan miliknya sendiri. mereka mengolah sawah/ladang tuan tanah atau petani lain.

2) Buruh tani

Buruh mengerjakan tanah pertanian sebagai tenaga harian lepas. Penghasilan buruh tani biasanya rendah. Mereka diberi upah oleh para tuan tanah.

3) Pedagang hasil bumi

Pedagang hasil bumi menjual barang-barang hasil bumi kepasar dikota. Biasanya merek datang kedesa-desa untuk membeli hasil pertanian. Mereka membeli padi,jagung, sayur- mayur, buah-buahan dsb.

4) Pengrajin alat-alat rumah tangga dan alat-alat pertanian

Para pengrajin ini biasanya membuat alat-alat rumah tangga dan alat-alat pertanian. Alat-alat rumah tangga misalnya kompor, panci, rak piring dsb. Alat-alat pertanian misalnya cangkul, bajak dan sabit.

5) Peternak

(34)

jumlah besar. Mereka biasanya memelihara sapi perah, ayam potong, ayam petelor, dan ikan air tawar.

6) Buruh musiman

Buruh musiman adalah orang-orang dipekerjakan pada musim tanam dan musim panen. Buruh tani mencari kegiatan pekerjaan yang lain bila mereka sudah selesai mengerjakan sawah.

c. Mata pencaharian masyarakat di dataran tinggi : 1) Peternak

Daerah dataran tinggi mempunyai iklim yang cukup dingin. Kondisi demikian cocok untuk memelihara ternak. misalnya sapi perah, kambing, kelinci, ayam pedaging dan ayam petelur. 2) Petani

Banyak juga penduduk dataran tinggi yang menjadi petani, namun jenis tanamannya berbeda dengan dataran rendah. Petani di dataran tinggi biasanya menanam palawija, sayur-mayur dan bunga. selain itu, ada juga petani yang bertanana berupa perkebunan, misalnya teh, kopi, cengkeh, pala dan buah-buahan. 3) Pekerja/buruh perkebunan

Di daerah dataran tinggi biasanya terdapat perkebunan besar. Banyak penduduk dataran tinggi yang bekerja sebagai buruh perkebunan. Misalnya buruh di perkebunan kopi dan cengkeh. 4) Pekerja pertukangan

Pekerja pertukangan ialah orang-orang yang bekerja membuat rumah. Ada dua macam tukang yaitu tukang batu dan tukang kayu. peerjaan tukang batu anatara lain membuat tembok, pendasi, dan memasang tekel. tukang kayu membuat pintu dan jendela.

(35)

Pedagang dataran tinggi membeli hasil daerah dataran tinggi seperti sayur sayuran, buah-buahan, kopi, cengkeh dan pala. Selain itu mereka menyediakan beras dan barang-barang kebutuhan yang tidak dihasilkan daerah dataran tinggi.

d. Mata pencaharian masyarakat kota :

Jumlah golongan ini sangat besar didaerah perkotaan. mereka bekerja pada kantor-kntor swasta, instansi yang bukan milik pemerintah. Para karyawan ini mendapat penghasilan yang tetap setiap bulan dengan beberapa jaminan sosial yang lainnya. Contoh : karyawan bank-bank swasta, karyawan perusahaan asing,dll.

3) Wiraswasta

Wiraswasta adalah golongan penduduk yang mempunyai tekad kuat, jujur, pekerja keras. Contoh wiraswasta ialah orang yang membuka usaha bengkel, oarang yang membuka toko dll. 2.4.2. Pola perkampungan masyarakat Pacitan.

(36)

tempat tinggal masyarakat pacitan terdiri dari rumah berbentuk limas atau Joglo yang berjajar menghadap ke jalan dari kedua sisinya, sehingga jalan desa berada diantara dua deretan rumah yang berhadapan. Bentuk rumah tersebut terbuat dari dinding tembok yang tebal dan ada juga yang dari kayu. Setiap perkampungan memiliki masjid, sekolah, kantor pemerintahan desa setempat.

2.4.3. Sistem Kekerabatan.

Sistem kekerabatan masyarakat Pacitan pada umunya sama dengan sistem kekerabatan orang Jawa. Hubungan kekerabatan adalah salah satu prinsip mendasar untuk mengelompokkan tiap orang ke dalam kelompok sosial, peran, kategori, dan silsilah. Hubungan keluarga dapat dihadirkan secara nyata (ibu, saudara, kakek) atau secara abstrak menurut tingkatan kekerabatan. Sebuah hubungan dapat memiliki syarat relatif atau mewakili secara absolut. Tingkatan kekerabatan tidak identik dengan pewarisan maupun suksesi legal. Banyak kode etik yang menganggap bahwa ikatan kekerabatan menciptakan kewajiban di antara orang-orang terkait yang lebih kuat daripada di antara orang asing, seperti bakti anak.

Dalam masyarakat jawa sistem kekerabatan orang jawa berdasarkan prinsip keturunan bilateral (garis keturunan diperhitungkan dari dua belah pihak, ayah dan ibu). Dengan prinsip bilateral atau parental ini maka ego mengenal hubungannya dengan sanak saudara dari pihak ibu maupun dari pihak ayah, dari satu nenek moyang sampai generasi ketiga. Dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang system kekerabatan yang ada di jawa.

Sistem Perkawinan

(37)

telah menemukan pasangan yang cocok dan ideal untuk dijadikan suami/istrinya. Secara tradisional, pertimbangan penerimaan seorang calon menantu berdasarkan kepada bibit, bebet dan bobot.

1. Bibit : mempunyai latar kehidupan keluarga yang baik

2. Bebet : calon pengantin terutama pria harus mampu memenuhi kebutuhan keluarganya

3. Bobot : kedua calon pengantin adalah orang yang berkualitas, bermental baik dan berpendidikan cukup.

Peristilahan Dalam Keluarga Jawa

Seperti yang sudah dipaparkan diatas tadi sistem kekerabatan orang Jawa berdasarkan prinsip keturunan bilateral atau parental (garis keturunan diperhitungkan dari dua belah pihak, ayah dan ibu). Dengan prinsip bilateral atau parental ini mengenal hubungan dengan keluarga dari pihak ibu maupun dari pihak ayah, dari satu nenek moyang sampai generasi ketiga, yang disebut sanak sedulur (kindred).

Adapun peristilah untuk saudara sedarah yaitu:

 Mbah : kakek/nenek yaitu sanak saudara siapa saja yang ada pada taraf generasi sama dengan kakek/nenek, suami/istri mereka itu.

 Bapak : ayah atau setiap anggota laki-laki dari generasi orang tua, atau suami seorang wanita yang dipanggil Ibu.

(38)

 Pak De : saudara laki-laki orang tua yang lebih tua dari orangtua, atau suami seorang perempuan yang dipanggil Bu De.

 Bu De : saudara perempuan orang tua yang lebih dari orang tua itu, atau istri seorang laki-laki yang dipanggil Pak De.

 Pak Lik : saudara laki-laki orang tua yang lebih muda dari orang tua itu, atau suami seorang perempuan yang dipanggil Bu Lik.

 Bu Lik : adik perempuan orang tua, atau istri seorang yang dipanggil Pak Lik.

 Mas : kakak laki-laki, anak laki-laki kakak orang tua, atau suami seorang wanita yang disebut dengan Mbakyu.

 Mbakyu : kakak perempuan, anak perempuan dari kakak orang tua, atau istri seorang laki-laki yang disebut dengan Mas.

 Adik : saudara muda, anak dari saudara muda orang tua, suami/istri dari seseorang yang disapa dengan Dik.

 Putu : cucu.

 Buyut : cicit.

 Bojo : istri/suami.

 Maratua : orang tua suami atau orangtua istri.

 Anak mantu : menantu.

 Besan : orang tuanya suami/istri si anak.

(39)
(40)

2.4.4. Sistem Kemasyarakatan

Struktur masyarakat di Kabupaten Pacitan berupa Pemerintahan yang terdiri dari :

2.5 Aspek Budaya

Masyarakat Pacitan mayoritas beragama Islam. Namun juga tidak sedikit yang non muslim seperti Kristen, Katolik dan Konghucu. Untuk tempat ibah sendiri, masjid tersebar di seluruh wilayah kabupaten Pacitan dan untuk Gereja dan Kelenteng hanya dibangun di Pusat kota.

Untuk bahasa yang digunakan masyarakat Pacitan adalah bahasa Jawa yang terdiri dari :

1. Basa Ngoko : Ngoko Lugu, Ngoko Andap

2. Basa Madya: Madya Ngoko, Madya Krama, Madyantara

BUPATI

(Tingkat Kabupaten)

CAMAT

(Tingkat Kecamatan)

KEPALA DESA/LURAH (Tingkat Kelurahan/Desa)

KEPALA DUSUN (Tingkat Dusun)

KETUA RUKUN TETANGGA (RT)

KETUA RUKUN WARGA (RW)

(41)

3. Basa Krama : Krama Lugu, Krama Inggil, Mudha Krama, Krama Desa, Wedhakrama, Basa Kedhaton.

Namun dalam acara formal masyarakat biasanya menggunakan bahasa Indonesia.

Selain agama dan bahasa, kabupaten Pacitan juga memiliki beberapa kesenian asli yang terdiri dari:

 Seni Tari :

 Tari Methik Pari

Tari Methik Pari biasa dilakukan oleh masyarakat Desa Jeruk yang terletak di puncak pegunungan Kecamatan Bandar, Kabupaten Pacitan yang mayoritas penduduknya adalah petani. Tari ini dimulai sebelum zaman penjajahan, yakni pada zaman nenek moyang kita mengenal bercocok tanam padi.

Tari Methik Pari merupakan upacara permohonan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas pemberian limpahan rejeki berupa panen padi. Tari ini dilakukan menjelang panen tiba tepatnya sehari sebelum panen raya, dan biasanya dilakukan pada malam hari.

 Tari Eklek dari kecamatan Pringkuku.

 Tari Kethek Ogleng dari kecamatan Nawangan.

 Seni Musik :

 Karawitan  Kotekan Lesung

(42)

Di Pacitan, Kotekan lesung diawali dari Ammos, yang merupakan cikal bakal seni kothekan lesung di Pacitan. Ammos telah berkembang di seluruh kecamatan di Pacitan. Kesenian tradisional kothekan lesung tumbuh dan berkembang ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Dulu masyarakat pedesaan apabila menumbuk padi dalam jumlah besar dilakukan secara gotong royong atau sambatan. Sambil menumbuk padi mereka bermain musik dengan lesung yang disebut kothekan. Kothekan lesung dimainkan dengan dengan alat pertanian yang bernama lesung. Lesung adalah alat penumbuk padi tradisional yang terbuat dari kayu dan tengahnya dilubangi, dengan alat tumbuknya berupa alu/ antan. Aktivitas menumbuk padi dilakukan oleh kaum perempuan atau ibu-ibu pada umumnya. Ketika padi telah dituai, masyarakat melakukan proses penumbukan padi, kemudian dimasak untuk dimakan bersama keluarga.

Ini merupakan sebuah hiburan bagi kaum perempuan, agar supaya tidak terlalu terasa lelahnya pada saat menumbuk padi. Kothek adalah pukulan alu terhadap lesung yang menghasilkan suara atau bunyi yang merdu, sehingga terciptalah seni dari kothekan yang disebut dengan kothekan lesung.

 Upacara Adat

 Kesenian Wayang Beber

(43)

wayang baik Mahabharata maupun Ramayana. Wayang beber muncul dan berkembang di Pulau Jawa pada masa kerajaan Majapahit. Gambar-gambar tokoh pewayangan dilukiskan pada selembar kain atau kertas, kemudian disusun adegan demi adegan berurutan sesuai dengan urutan cerita. Gambar-gambar ini dimainkan dengan cara dibeber.

Gb.16 Wayang Beber

(44)

Pada suatu hari Permaisuri Raja Brawijaya menderita suatu penyakit, dan kemudian Raja Brawijaya mengadakan sayembara untuk menyembuhkan penyakit permaisuri. Dan yang berhasil menyembuhkan penyakit permaisuri adalah seorang dukun (tabib) yang bernama Mbah Nolodermo (yang merupakan leluhur dari Mbah Mardi). Sebagai ungkapan terimakasih, Raja Brawijaya memberikan hadiah berupa jabatan lurah Kediri, namun hadiah jabatanitu ditolak oleh Mbah Nolodermo, karena Mbah Nolodermo tidak bisa membaca ataupun menulis. Kemudian Raja Brawijaya menawarkan hadiah berupa uang. Hadiah uang itu juga ditolak oleh Mbah Nolodermo dengan alasan bahwa jika diberi uang maka hadiah itu akan cepat habis. Maka Raja Brawijaya memberikan hadiah berupa Wayang Beber bagi Mbah Nolodermo dengan harapan bahwa Wayang Beber tersebut dapat menjadi sumber penghasilan secara turun-temurun.

Dalang sekaligus pemilik Wayang Beber yang sekarang dikenal dengan nama Mbah Mardi tersebut menjadi dalang sejak tahun 1982, dan masih aktif hingga kini. Wayang Beber cukup populer di mancanegara, misalnya di Jepang, Belanda, Perancis, bahkan di Perancis terdapat duplikat Wayang Beber ini. Seorang ilmuwan Perancis juga pernah meneliti bahan yang dipakai untuk mewarnai gulungan kertas Wayang Beber, yang ternyata berasal dari getah-getahan.

(45)

PEMBAHASAN

1. Jaranan Pegon Sentherewe Sebagai Sarana Bersih Desa Mangunharjo

Desa Mangunharjo merupakan sebuah Desa yang sudah tua dan memiliki sejarah tersendiri dan unik sejak jaman dahulu. Desa Mangunharjo pada saat jaman Kerajaan Majapahit sampai Mataram adalah sebuah Tanah Perdikan atau Bumi Merdeka yang bernama Karang Sudha, yang memiliki wilayah : Desa Gading, Desa Ngawu, Desa Karang (Jetis Kidul), Kedungbendo, Ngasem, Banyuanget, Gegeran, Sono (Kali Kuning sebelah Utara), Trenggono, Kebondalem, Gedangan dan Pager Gunung dan Nangka (Petung Sinarang sebelah Selatan). Yang di bagi menjadi 3 (tiga) Kademangan, yaitu Kademangan Gading dengan wilayah Gading, Ngawu, Sono, Pager Gunung, Nangka, Karang, Kademangan Kedungbendo dengan wilayah Kedungbendo, Ngasem, Banyuanget, Gegeran, Jati. dan Kademangan Gedangan dengan wilayah Gedangan, Kebondalem, Trenggono sampai Krebet, Ngumbul Wetan.

(46)

Dikarenakan asal mula Karang Sudha yang seperti itu maka untuk Kaonderan atau Kecamatan, dengan ibukota di Gading, sehingga pada jaman dahulu terkenal dengan sebutan Gading Karang sudha. Dikarenakan sesuatu hal, maka diadakan pemindahan Ibukota Kecamatan dari Karang Sudha ke Desa Arjosari dan Karang Sudha di bagi-bagi menjadi beberapa wilayah dan di ubah statusnya menjadi Desa-Desa. Desa Gading yang terdiri dari Desa Gading yang terdiri dari Dusun Gading/Krajan dan Tegal dan Ngawu yang terdiri dari Dusun Ngawu/Karanganyar dan Sepatan bergabung menjadi satu dengan nama Mangunharjo, tentang penamaan Mangunharjo tersebut dimaksudkan untuk mengenang nama dan jasa Onder Karang Sudha yang bernama Mangun Winata, karena pada jaman Onder Mangun Winata ini Kaonderan Karang Sudha mencapai jaman keemasan dan Onder Mangun Winata mampu memakmurkan masyarakat Karang Sudha pada umumnya. Sedangkan Onder terakhir di Karang Sudha adalah Tarmidjan yang selanjutnya menjadi Camat Arjosari pertama.

a. Tema :

(47)

penggabungan dari Tulungagung dan Kediri. Hingga saat ini tarian tersebut merupakan ritul yang wajib dilakukan oleh masyarakat setempat sebagai upacara bersih desa.

b. Tempat

Sebelum dimulainya ritual yang berupa tarian, sesepuh desa juga melakukan ritual kecil di lima sumber mata air di desa Mangunharjo. Kemudian untuk tariannya sendiri dilakukan di halaman balai desa Mangunharjo.

c. Waktu

Kegiatan ritual bersih desa dilaksanakan pada hari Rabu Pon bulan Longkang(kalender jawa). Dari pagi hari hingga malam. Untuk ritual tarian sendiri dilaksanakan setelah sholat Dhuhur, kemudian untuk malam harinya diakan sholawatan dan pagelaran wayang kulit tiga tahun sekali. d. Pelaku

Tarian ritual ini dalakukan oleh Gambuh atau orang yang dituakan sebagai juru kunci. Kemudian untuk penari adalah pemuda desa yang sudah akhir baligh. Untuk jumlah penari sendiri adalah enam orang penari kuda lumping, dua orang penari celengan, penari barongan dua orang dan seorang penari ganongan.

e. Pakaian

Untuk penari menggunakan celana panji, baju putih lengan panjang, jarik barong berstagen, sampur dan juga ikat kepala.

f. Perlengkapan

Perlengkapan penari sendiri adalah enam pecut/cambuk, enam kuda lumping, dua celengan, dua barongan berbentuk kepala naga, satu ganongan dan seperangkat alat musik gamelan Jawa.

g. Musik :

Alat musik yang digunakan dalam tarian ini adalah gamelan jawa, namun tidak semua. Yang terdiri dari gong, kenong, kendang, ricikan dan juga penyanyi atau sinden.

(48)

untuk melawan dan menghilangkan pageblug dan wabah penyakit hingga berhasil dan desa tersebut diberi nama Mangunharjo.

2. Norma Budaya Manifestasi Jaranan Pegon Sentherewe Sebagai Upacara Wajib Masyarakat Desa Mangunharjo

a. Jaranan Pegon Sentherewe sebagai identitas desa Mangunharjo.

Indonesia memiliki beraneka ragam budaya yang menjadi identitas nasional. Begitu juga di kabupaten Pacitan yang setiap kecamatan juga memiliki kebudayaan yang menjadi identitas dari masing-masing Mangunharjo juga telah diakui pemerintah Kabupaten Pacitan sebagai kesenian asli daerah Kabupaten Pacitan. Hal ini dibuktikan dengan eksistensi kesenian tersebut sebagai pengisi acara di hari jadi Kabupaten Pacitan setiap tahunnya.

b. Jaranan Pegon Sentherewe menurut sudut pandang agama

(49)

c. Pengaruh Jaranan Pegon Sentherewe terhadap kehidupan masyarakat Mangunharjo

Ritual yang menceritakan terbentuknya atau awal mula desa Mangunharjo ini menjadi sangat penting dan berpengaruh bagi masyarakat. Hal ini karena selain sebagai upacara bersih desa dari berbagai bencana dan hama penyakit, juga sebagai sarana mengingatkan kita betapa kerasnya perjuangan sesepuh dulu membangun dan menjadikan desa Mangunharjo ini menjadi seperti sekarang. Perilaku masayarakatnya pun juga diharapkan bisa melestarikan dan menjaga kebudayaan ini dan juga senantiasa menjaga alam desa. Karena kehidupan kita tidak bisa lepas dari alam, maka masyarakatpun harus merawat dan melestarikannya.

d. Prosesi acara upacara bersih desa di Desa Mangunharjo

Tarian Jaranan Pegon Sentherewe tidak dapat dipisahkan dengan upacara bersih desa di Mangunharjo. Hal ini tentunya juga sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakatnya. Dimana awal terbentuknya desa Mangunharjo dari yang semula desa diserang hama penyakit dan pageblug berkat hadirnya sebuah ritual upacara yang didalamnya melibatkan sebuah tari Jaranan Pegon Sentherewe ini bisa lebih baik. Upacara yang dimulai dengan membersihkan lima sumber mata air yang dipercaya keramat oleh masyarakat setempat. Lalu sesepuh desa melakukan ritual kecil di kelima sumber mata air tersebut. Sebagai orang Jawa ritual ini tidak lepas dari bakar-bakar batu menyan dan mantra-mantra.

(50)

untuk melawan dan menghilangkan pageblug dan wabah penyakit hingga berhasil dan desa tersebut diberi nama Mangunharjo. Puncak tarian ini adalah ketika ada beberapa penari ataupun dari penonton kesurupan, selanjutnya adalah tugas juru kunci untuk mengeluarkan makhluk halus yang merasuki penari maupun penonton tersebut.

(51)

BAB IV PENUTUP Kesimpulan

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Martiara, Rina., 2014, Cangget Identitas Kultural Lampung Sebagai Bagian Dari Keragaman Budaya Indonesia, Yogyakarta: ISI Yogyakarta.

________________., 2012, Nilai Dan Norma Budaya Lampung: Dalam Sudut Pandang Strukturalisme, Yogyakarta : ISI Yogyakarta.

Sartono, Qomaruddin., 2004, Babad Tanah Pacitan & Perkembangannya, Pacitan: Pustaka.

http://pacitan-punya.blogspot.co.id/2015/03/sejarah-singkat-pacitan.html

http://pacitankab.go.id/selayang.php?jns=1

http://merahputih.com/post/read/ini-jawaban-asal-usul-kota-pacitan

http://trisuprastomonitihardjo.blogspot.co.id/2014/11/check-in-down_10.html

http://blog.unnes.ac.id/darmawanbudipurnomo/sistem-kekerabatan-di-masyarakat-jawa/

http://pacitanku.com/sejarah-pacitan/asal-nama-pacitan/

Referensi

Dokumen terkait

mempromosikan produk-produk herbalife. Hingga sekarang herbalife sangat di kenal oleh masyarakat karena brand nya. Kemudian perusahan herbalife dengan cara

Desain pembelajaran tematik terpadu dikembangkan dengan metode yang digunakan adalah Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development (R&amp;D).

Penelitian ini, difokuskan untuk menjawab permasalah tentang bagaimana gaya retorika dakwah Il dan Al yang meliputi gaya bahasa, gaya suara dan gaya gerak tubuh yang

Undang-undang No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta mengatur mengenai upaya penyelesaian apabila terjadi sengketa antara pemotret dengan orang yang dipotret. Ketentuan

Berdasarkan keterangan setelah melakukan penelitian, rata-rata responden menyatakan bahwa factor yang melatar belakangi larangan nikah tersebut adalah, pertama, dikhawatirkan

Dari aspek pendapatan dan pengeluaran rumahtangga usahatani kelapa dapat dinyatakan bahwa: Pertama , pendapatan rumahtangga dari luar usahatani kelapa tidak responsif

Penyinaran Ultraviolet Dalam Produksi Selulosa Mikrokristalin Dari Bahan Alam (Kaji Ulang Literatur)” dapat terselesaikan dengan baik.. Penyusunan skripsi ini

Karena rute yang dihasilkan dari metode (llarke-Wright &#34;Savings&#34; dianggap belum cukup memuaskan, maka dilakukan kombinasi dari rute-rute yang dihasilkan oleh