1. Perkembangan Jaringan Syaraf
Semakin berkembangnya teknologi komputer menyebabkan pemanfaatan teknologi jaringan syaraf untuk mempermudah manusia dalam memecahkan masalah tertentu semakin banyak diterapkan. Tetapi banyak masalah yang kelihatan mudah bagi manusia cukup sulit dilakukan oleh komputer, misalnya dalam pengenalan suatu tanda tangan yang telah dikenal sebelumnya. Kemudahan yang dirasakan oleh manusia tersebut disebabkan otak manusia memproses informasi yang didapat dengan menggunakan elemen-elemen yang saling terkoneksi dalam suatu jaringan yang disebut neuron. Sebaliknya jika masalah- masalah tersebut dipecahkan komputer, maka menimbulkan berbagai kesulitan (Marimin, 2002).
Didasarkan pada kemudahan otak manusia melakukan hal-hal tersebut, para ahli merancang suatu jaringan yang memiliki konsep menyerupai jaringan otak manusia dengan neuron-neuron dan hubungan- hubungannya. Jaringan tersebut dapat dilatih sehingga dapat berpikir dan mengambil keputusan seperti yang dilakukan oleh otak manusia. Jaringan tersebut disebut jaringan syaraf tiruan (JST).
2. Jaringan Syaraf Biologi
Menurut Fausett (1994), Setiawan (2003) dan Siang (2005) jaringan syaraf manusia terdiri atas sel-sel yang disebut neuron. Ada tiga komponen utama neuron yang fungsinya dapat dianalogikan dengan yang terjadi pada jaringan syaraf tiruan yaitu dendrit, soma dan akson.
Dendrit akan menerima sinyal-sinyal dari neuron lain. Sinyal tersebut merupakan impuls listrik yang dikirimkan melalui synaptic gap melalui
proses kimia. Sinyal tersebut dimodifikasi (diperkuat atau diperlemah) di
synaptic gap. Kemudian soma atau badan sel akan menjumlahkan sinyal-sinyal input yang masuk. Jika ada input yang masuk maka sel akan aktif dan mengirimkan sinyal ke sel lain melalui akson dan synaptic gap. Untuk lebih jelasnya, susunan neuron biologis ini dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
Gambar 3. Susunan Neuron Biologis
Menurut Medsker dan Liebowitz dalam Septiani (2005) perbedaan terminologis antara jaringan syaraf biologis dan tiruan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbedaan Jaringan Syaraf Biologis dengan JST
JARINGAN SYARAF BIOLOGIS JARINGAN SYARAF TIRUAN
Soma Node atau neuron
Dendrit Input
Axon Output
Synapse Weight ataubobot
Kecepatan rendah Kecepatan tinggi
Neuron banyak (109) Neuron beberapa (± 100)
Sumber : Septiani (2005)
3. Struktur Dasar Jaringan Syaraf Tiruan
Menurut Marimin (2002), Setiawan (2003), Setiyawan (2003) dan Hermawan (2006) JST merupakan suatu sistem pemrosesan atau pengolah informasi dengan kemampuan belajar, mengingat dan menyelesaikan masalah berdasarkan proses belajar yang diberikan dan mengambil keputusan dengan menirukan cara kerja otak manusia (pakar atau ahli). JST mampu mengenali kegiatan dengan berbasis pada data masa lalu. Data masa lalu akan dipelajari oleh JST sehingga mempunyai kemampuan untuk memberikan keputusan terhadap data yang belum pernah dipelajari. Sistem ini memiliki karakteristik-karakteristik yang
menyerupai jaringan syaraf biologi yang berupa hubungan antar neuron
(arsitektur), metode penentuan bobot pada saluran penghubung (training/learning algorithm) dan fungsi aktivasi yang digunakan.
Menurut Siang (2005) dan Fausett (1994) JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi dengan asumsi bahwa :
• Pemrosesan atau pengolahan informasi terjadi pada banyak elemen/unsur sederhana (neuron).
• Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui rantai koneksi/penghubung.
• Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal. Bobot ini mempresentasikan informasi yang digunakan jaringan untuk memecahkan masalah.
• Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi (biasanya non-linier) yang dikenakan pada jumlahan input
yang diterima. Besarnya output ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang.
Gambar 4. Gambaran JST
Pada Gambar 4, secara visual JST digambarkan terdiri dari tiga
neuron pada layer input dan satu neuron pada layer output. Neuron Y menerima input dari neuron-neuron X1, X2, X3. Nilai aktivasi (sinyal
output) neuron-neuron tersebut adalah x1, x2, x3. Bobot saluran penghubung dari X1, X2, X3 ke neuron Y adalah w1, w2, w3. Input jaringan, y_in ke neuron Y adalah jumlah dari bobot sinyal x dari neuron-neuron X1, X2, X3.
Y_in = w1x1 + w2x2 + w3x3
Neuron-neuron dalam JST disusun dalam suatu layer yang membentuk suatu arsitektur JST. Umumnya layers tersebut terdiri dari
Secara garis besar ada 2 jenis arsitektur JST yaitu jaringan
feedforward dan feedback. Jaringan feedforward adalah jaringan yang arah sinyalnya dalam arah maju saja dimana suatu layer tidak memiliki hubungan dengan layer sebelumnya. Pada jaringan feedback arah sinyalnya adalah maju dan mundur yang berasal dari hubungan umpan balik dan arsitektur jaringannya bersifat dinamis.
Jaringan syaraf tiruan memiliki 2 macam metode penentuan bobot, yaitu :
a. Supervised training merupakan suatu metode penentuan bobot yang menggunakan sepasang kumpulan vektor yaitu vektor pelatihan dan vektor target. Penentuan bobot didasarkan pada perbandingan antara vektor pelatihan dan target sampai output JST sesuai dengan targetnya.
b. Unsupervised training merupakan self-organizing JST, artinya menggunakan vektor pelatihan tanpa vektor target. JST memodifikasi bobot sehingga vektor-vektor input yang serupa diklasifikasikan ke suatu unit output yang sama (cluster) dan konsisten. Jadi, penerapan salah satu vektor pelatihan atau suatu vektor yang serupa akan menghasilkan pola output yang sama.
Fungsi aktivasi merupakan karakteristik ketiga JST. Aktivasi suatu
neuron pada layer yang sama akan memiliki fungsi aktivasi yang sama. Fungsi ini mentransformasikan total input JST pada suatu neuron untuk menghasilkan sinyal keluaran (outgoing activity).
Menurut Kosko dalam Kristanto (2004) JST diklasifikasikan dalam 2 definisi, yaitu :
• Bagaimana JST menyimpan pengetahuan (encode). Berdasarkan encode, dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :
¾ Supervised atau dibimbing.
¾ Unsupervised atau tidak dibimbing.
• Bagaimana JST menanggapi dan memproses data yang masuk (decode).
Berdasarkan decode, dibedakan menjadi :
¾ Feedforward atau lurus.
4. Metode Pembelajaran JST
JST dapat memodifikasikan dirinya sendiri dari hasil pengalaman yang diperolehnya untuk menghasilkan pola tingkah laku yang lebih tepat. Kemampuan belajar ini direpresentasikan dalam mekanisme pembelajaran JST yang merupakan suatu metode perubahan bobot pada saluran penghubung sehingga dihasilkan output JST yang sesuai (Kusumadewi, 2004).
Dalam perkembangannya ada berbagai macam mekanisme pembelajaran JST, tetapi dalam penelitian ini hanya akan dibahas metode
Backpropagation dan Learning Vector Quantization (LVQ).
a) Backpropagation (BP)
Backpropagation merupakan metode pendekatan nilai hasil
output JST terhadap nilai pembanding (teacher pattern) yang diberikan dari luar sistem. Arsitektur JST backpropagation terdiri dari satu layer input, satu atau lebih hidden layer dan satu layer output dan metode penentuan bobot menggunakan supervised training. JST
backpropagation tidak memiliki hubungan umpan balik (feed back), artinya suatu layer tidak memiliki hubungan dengan layer sebelumnya dan hanya bersifat umpan maju (feed forward). Namun error yang dihasilkan diumpankan kembali ke layer sebelumnya selama pelatihan kemudian dilakukan penyesuaian bobot.
Menurut Kusumadewi (2004) fungsi kinerja yang sering digunakan untuk backpropagation adalah means square error (MSE). Fungsi ini akan menghasilkan MSE.
Fungsi sigmoid biner direpresentasikan secara matematik sebagai berikut :
f(x) = 1/(1 + exp(-x)) Yang memiliki turunan :
f’(x) = f(x)[1 – f(x)]
Sedangkan fungsi sigmoid bipolar direpresentasikan secara matematik :
F(x) = (2/(1 + exp(-x))) – 1 Yang memiliki turunan :
[
][
]
2 ) ( 1 ) ( 1 ) ( ' f x f x x f = + −b) Learning Vector Quantization (LVQ)
Menurut Jang, et al. (1997) LVQ merupakan metode klasifikasi data adaptif berdasarkan pada data pelatihan dengan informasi kelas yang diinginkan. Walaupun merupakan suatu metoda pelatihan
supervised tetapi LVQ menggunakan teknik data clustering unsupervised untuk pra proses set data dan penentuan cluster centernya. Arsitektur jaringan LVQ hampir menyerupai suatu jaringan pelatihan kompetitif kecuali pada masing-masing unit outputnya yang dihubungkan dengan suatu kelas tertentu.
Kusumadewi dan Hartai (2006) menyatakan LVQ merupakan metoda untuk melakukan pelatihan terhadap lapisan-lapisan kompetitif supervised. Lapisan kompetitif akan belajar secara otomatis untuk melakukan klasifikasi terhadap vektor input yang diberikan. Apabila beberapa vektor input memiliki jarak yang sangat berdekatan, maka vektor-vektor input tersebut akan dikelompokkan dalam kelas yang sama.