C. Gula
2. Proses Pengolahan Gula
Proses pengolahan gula kristal dari tanaman tebu bertujuan untuk mendapatkan kadar sukrosa yang tinggi dengan mutu yang baik sehingga diperoleh gula kristal yang mempunyai nilai komersial yang tinggi dengan biaya yang rendah.
Tahapan-tahapan pembuatan gula dari tebu sampai menjadi gula kristal yang siap dipasarkan sebagai berikut : ekstraksi nira (gilingan), membuang atau menghilangkan zat bukan gula dari nira yang disebut pemurnian (purifikasi), penguapan (evaporasi), kristalisasi (masakan), pemisahan kristal dan molase (putaran), pengeringan dan sortasi. Diagram alir proses produksi gula kristal putih disajikan pada Lampiran 2.
Bagian dari pabrik gula yang bertugas mengubah nira tebu menjadi gula kristal adalah bagian pabrikasi. Bagian pabrikasi ini terbagi atas lima stasiun yaitu:
a. Stasiun Gilingan
Stasiun gilingan adalah unit yang berfungsi mengekstrak nira dari tebu, memisahkan ampas dari nira agar diperoleh nira mentah sebanyak-banyaknya sehingga diperoleh kandungan gula yang maksimal dengan menekan kehilangan gula yang terbawa bersama ampas. Untuk menyempurnakan ekstraksi nira diperlukan penambahan air imbibisi pada ampas (bagasse) sebelum rol gilingan terakhir sehingga sukrosa yang terkandung dalam ampas kurang dari 2% dan nira yang terekstraksi dari tebu mencapai 96 – 98% gula. Air yang ditambahkan sebagai air imbibisi umumnya sebanyak 15 – 30% dari berat tebu. Air imbibisi adalah air panas yang berasal dari air jatuhan kondensor dengan suhu 60 – 70OC. Bagan alir proses stasiun gilingan disajikan pada Lampiran 3.
b. Stasiun Pemurnian
Nira yang diperoleh dari hasil pengilingan berupa cairan yang berwarna coklat kehijauan, merupakan suatu larutan yang mengandung gula dan air sebagai komponen utamanya, disamping juga mengandung zat lain penyusun tebu (kotoran). Tujuan dari pemurnian adalah untuk menghilangkan kotoran yang terkandung dalam nira sebanyak-banyaknya dan menekan kehilangan atau
kerusakan sekecil-kecilnya. Bagan alir proses pada stasiun pemurnian disajikan pada Lampiran 4.
Tahap-tahap perlakuan terhadap nira kotor dalam pemurnian nira adalah:
1) Penyaringan
Penyaringan bertujuan untuk memisahkan partikel-partikel padat dari nira. Untuk menyaring nira dari penggilingan digunakan saringan datar (flat screen). Jumlah kotoran yang tersaring tergantung hasil penggilingan dan jenis tebu yang umumnya berkisar antara 1 – 10 mg/liter nira. Kotoran sebagai hasil pengendapan dengan bahan kimia disaring dengan filter press.
Bahan yang disaring ialah serat halus, tanah liat, pasir yang tersuspensi dan bahan bukan gula yang mengandung nitrogen. 2) Pemanasan
Pemanasan nira bertujuan untuk menggumpalkan zat-zat bukan gula sehingga dapat dibuang dari nira dengan cara penyaringan atau sentrifuse. Suhu pemanasan berkisar 75 – 100OC selama beberapa menit. Bila terlalu lama akan terjadi hidrolisa sukrosa menjadi gula invert sehingga kadar sukrosa menurun. Bahan bukan gula yang menggumpal akibat pemanasan terdiri dari bahan nitrogen bukan gula, sedikit Iipida, sesquioksida dan asam silika.
3) Klarifikasi atau penambahan zat kimia
Tujuannya untuk memurnikan nira, mencegah terjadi inversi, menghilangkan koloid dan bukan gula serta menghasilkan nira jernih. Untuk mendapatkan sukrosa yang murni pada prinsipnya dikenal tiga cara yang digunakan yaitu:
a) Cara Defekasi
Menurut Lyle (1957), Jenkins (1966), Rosidah (1995) dan Soejardi (2006) pemurnian dilakukan dengan menambahkan kapur tohor yang diperoleh dengan cara mencampurkan kapur tohor dengan air panas sehingga terbentuk susu kapur. CaO + H2O Ca (OH)2 ...(1) Penambahan susu kapur yang bersifat basa sebanyak 5 – 10 ltr ke dalam nira mentah akan meningkatkan pH mencapai
7.3 – 7.8 sehingga semua zat bukan gula yang bersifat asam yang terdapat dalam nira akan dinetralkan dan membentuk garam.
Cara pemberian kapur pada proses defekasi terdiri dari :
¾ Cold Liming
Nira mentah disaring kemudian dimasukkan ke tangki pengapuran dan ditambah susu kapur 15O Be sampai mencapai pH 7.2 – 8.6 selanjutnya dipanaskan sampai
suhu 100 – 102OC dalam tangki pemanas dan
diendapkan dalam tangki pengendap (1 – 1.5 jam)
¾ Hot Liming
Nira mentah disaring kemudian dimasukkan ke juice heater dan dipanaskan hingga mencapai suhu 100 – 200OC selanjutnya dimasukkan ke tangki pengapuran dan ditambah susu kapur 15O Be sampai mencapai pH 7.2 – 8.6. Jumlah kapur yang digunakan pada hot liming
lebih sedikit jika dibandingkan pada cold liming tetapi jumlah endapan yang dihasilkan akan lebih banyak.
¾ Fraktional Liming
Nira mentah ditambah susu kapur sampai mencapai pH 6 – 6.4 untuk mencegah terjadi inversi, kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 100 – 200OC dan ditambah susu kapur hingga mencapai pH 7.6 – 7.8 dan akhirnya diendapkan.
¾ Fraktional Liming dan Double Heating
Nira mentah ditambah susu kapur mencapai pH 6 – 6.4 kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 93OC dan ditambah susu kapur hingga mencapai pH 7.6 – 7.8. Kemudian dipanaskan lagi hingga mencapai suhu 100 – 102OC dan akhirnya diendapkan.
¾ Heat Lime Heat Methods
Nira mentah dipanaskan sampai mendidih kemudian ditambah susu kapur, selanjutnya diendapkan dan disaring, Kemudian didihkan lagi lalu disaring.
b) Cara Sulfitasi
Pada proses ini dilakukan penambahan susu kapur dalam jumlah yang besar sekaligus gas SO2 ke dalam nira sehingga membentuk endapan yang tidak larut. Penambahan gas SO2 dilakukan untuk menetralkan pH akibat kelebihan susu kapur. Gula yang dihasilkan adalah gula yang putih. Reaksi kimia yang terjadi secara umum sebagai berikut :
SO2 + H2O (dalam nira) H2SO3 ...(2)
H2SO3 H+ + HSO3-...(3)
Ca2+ + 2HSO3- Ca(HSO3)2...(4) Ca(HSO3)2 adalah Ca Sulfit primer, pH 4.5
HSO3- H+ + SO3-...(5)
Ca2+ + SO3- CaSO3 ...(6) CaSO3 adalah Ca Sulfit sekunder, pH 7.2
Suhu terbaik untuk proses sulfitasi adalah 65 – 85OC, karena jika lebih dari 90OC kelarutan CaSO3 meningkat sehingga pH akan mengalami penurunan dan apabila mencapai kondisi asam maka gula akan berubah menjadi gula invert.
Jenis-jenis proses sulfitasi :
¾ Sulfitasi dengan sistem alkalis/basa
• Penambahan susu kapur dan gas SO2 diberikan bersamaan.
• Pada waktu akhir diperbanyak susu kapur sampai pH 9.5 –10.
• Pemberian gas SO2 diteruskan sampai reaksi akhir mempunyai pH 7.4.
¾ Sulfitasi dengan sistem netral
Pada waktu akhir, pemberian susu kapur hingga mencapai pH 8.5.
¾ Sulfitasi dengan sistem asam
• Nira mentah ditambah SO2 sampai mencapai pH 4 kemudian ditambah susu kapur, sedangkan SO2 tetap mengalir.
• Sistem ini dipakai untuk nira mentah yang banyak mengandung besi alumina dan sedikit fosfat.
c) Cara Karbonatasi
Menurut Lyle (1957), Pancoast dan Junk (1980) proses ini dilakukan dengan pemberian susu kapur dan gas CO2. Pemberian CO2 atau asam H2CO3 digunakan untuk menetralkan susu kapur yang berlebih dan gula yang dihasilkan ialah gula putih. Secara umum proses kimia yang terjadi yaitu : CO2 + H2O (dalam nira) H2CO3 ...(7) H2CO3 H+ + HCO3-...(8) Ca2+ + 2HCO3- Ca(HCO3)2 ...(9) HCO3- H+ + CO3- ...(10) Ca2+ + CO3 CaCO3 ...(11)
Dalam proses karbonatasi ini penyaringan bisa langsung dilakukan tanpa diendapkan terlebih dahulu. Proses-proses karbonatasi :
¾ Single Carbonatasi
Nira pada tangki karbonatasi ditambah susu kapur dan
gas CO2 sampai terbentuk endapan kemudian
diendapkan dan disaring (pada suhu 55OC, berhenti pada pH 8.3 – 8.6).
¾ Double Carbonatasi
Nira mengalami 2 kali pemberian CO2 sehingga diperlukan 2 kali penyaringan. Nira dipanaskan sampai dengan suhu 50 – 55OC dan ditambah susu kapur 100 – 120 ltr/1000 nira kemudian ditambah CO2 sehingga reaksi dalam tangki karbonatasi berjalan pada pH 9.5 tetapi akhir reaksi dihentikan pada pH 10.5. Nira yang masih kotor disaring sehingga menghasilkan filtrat I dan blotong I. Blotong I dibuang dan filtrat I dimasukkan ke bak karbonatasi II. Tujuan utama karbonatasi II adalah mengendap sisa kapur yang masih dapat diendapkan (CaCO3) dengan cara mengalirkan gas CO2. Penambahan gas CO2 dilakukan sampai pH 8.2 – 8.7, nira dipompakan melalui alat pemanas dengan suhu 70OC ke filtrasi. Kemudian dikerjakan penyaringan
kedua yang menghasilkan filtrat II dan blotong II. Untuk mencegah kerusakan filtrat II maka pHnya diturunkan sampai netral atau kurang lebih 6.8 dengan mengalirkan gas SO2. Karbonatasi dilakukan pada suhu 55OC agar penghilangan bukan gula optimum, kerusakan gula yang rendah, senyawa komplek dari sukrosa-kalsium-karbonat- CaO tidak terbentuk serta dapat mengurangi terbentuknya busa.
¾ Middle Carbonatasi
Dilakukan pada nira setengah kental. Nira mentah (brix 15) dipanaskan sampai suhu 100 – 102OC dan kemudian ditambah susu kapur sampai pH 7.0 – 7.2. Nira dikentalkan ke evaporator sampai brix 30 – 40 dan suhu akhir 55OC. Setelah itu dimasukkan ke tangki karbonatasi I dan ditambahkan susu kapur dan gas CO2 sampai pH 9.8 – 10.3. Nira lalu disaring dan nira jernih dimasukkan ke karbonatasi II untuk menghilangkan sisa CaO yang dirubah menjadi CaCO3 sampai pH 8.2 – 8.5. Nira dipanaskan sampai suhu 75 – 80OC kemudian disaring. Dari ketiga cara diatas masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian, yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Keuntungan dan kerugian dari 3 Metode Pemurnian
PROSES KEUNTUNGAN KERUGIAN
Defekasi • Biaya produksi murah
• Kehilangan gula akibat reaksi kimia kecil (1,3%pol)
• Korosi peralatan praktis nol
• Proses pabrikasi cepat dan mudah
• Hasil gula kurang putih (berwarna kekuningan)
• Pemasaran terbatas Sulfitasi • Biaya produksi masih lebih murah
dibandingkan karbonatasi
• Gula kristal yang dihasilkan termasuk SHS I berwarna putih
• Penanganan proses lebih sederhana dibandingkan karbonatasi
• Banyak membuang bahan bukan gula (anorganik dan koloid)
• Korosi peralatan banyak ditemui
• Kehilangan gula akibat reaksi kimia lebih besar dari defekasi (1,5% pol) nira mentah
• SO2 dalam gula cukup tinggi, tidak disukai untuk industri gula Karbonatasi • Gula kristal yang dihasilkan SHS I
mutu tinggi
• Korosi peralatan praktis tidak ada
• Kehilangan gula akibat reaksi kimia rendah (1,4% pol) NM
• Kemurnian gula tinggi sehingga cocok untuk industri
• Biaya produksi tinggi (peralatan)
• Pelaksanaan proses ekstra teliti
• Tenaga kerja lebih banyak
c. Stasiun Penguapan
Proses penguapan bertujuan untuk : (1) mengubah nira jernih menjadi nira kental atau menguapkan air yang terkandung didalam nira sehingga tercapai konsentrasi mendekati jenuh atau hingga mencapai batas kekentalan 30 - 32°Be dan Brix 60 – 64 sebelum diproses di dalam vacuum pan untuk dikristalkan; (2) memudahkan proses pengkristalan pada stasiun kristalisasi. Bagan alir proses pada stasiun penguapan disajikan pada Lampiran 5.
Untuk menguapkan air yang masih terdapat dalam nira encer tersebut maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:
a. Kecepatan penguapan tinggi (waktunya pendek). b. Tidak terjadi kerusakan gula (karamelisasi).
c. Tidak akan menimbulkan kerusakan baru dalam pengerjaan selanjutnya.
Menurut Baikow (1982) proses penguapan dilakukan dalam satu rangkaian beberapa evaporator dan disebut “penguapan bertahap”. Nira jernih diproses dari evaporator satu ke evaporator berikutnya karena peningkatan bertahap pada vacuum evaporator. Evaporator
terakhir dari penguapan bertahap tersebut memiliki vacuum maximum yaitu 0.86 – 0.93 kgcm-2. Uap pemanas dihasilkan di dalam setiap
evaporator untuk memanaskan nira dan untuk menguapkan air di dalam evaporator berikutnya. Penguapan bertahap yang terdiri dari 3
evaporator disebut triple effect, empat evaporator disebut quadruple effect dan lima badan evaporator disebut quintupleeffect.
Proses-proses yang terjadi dalam quadruple effect sebagai berikut :
¾ NonVacuum
• Proses di Evaporator I
Nira encer yang telah dipanaskan hingga suhu 105OC pada tahap sebelumnya, dimasukkan ke dalam evaporator I untuk menguapkan sebagian besar kandungan airnya. Proses penguapan di evaporator I akan menghasilkan uap nira I (UNI I) dan nira I. Uap pemanas dengan temperatur 120OC yang semula masuk dalam bentuk uap (steam) akan keluar dalam bentuk cairan berupa kondensat dengan suhu yang sama. Kondensat yang dihasilkan akan ditampung untuk digunakan
lagi sebagai air umpan boiler. Nira yang dihasilkan dari
evaporator I memiliki brix = 15 dan belum cukup kental sehingga harus diuapkan kembali pada evaporator II sedangkan uap nira I yang dihasilkan digunakan sebagai uap pemanas pada evaporator II.
• Proses di Evaporator II
Nira dari evaporator I mengalir ke evaporator II karena adanya perbedaan tekanan. Pada evaporator II ini dihasilkan uap nira II (UNI II) dan nira II. Nira II memiliki brix 21 dan masih perlu dipekatkan lagi di evaporator III sedangkan UNI II akan digunakan sebagai uap pemanas pada proses penguapan di evaporator III.
¾ Vacuum
• Proses di Evaporator III
Nira II dengan brix 21 dipekatkan lagi di evaporator III dan uap pemanas yang digunakan adalah UNI II hingga mencapai nilai brix 35. Dari evaporator III akan dihasilkan nira III dan uap nira III (UNI III). Nira ini akan dipekatkan kembali pada badan penguap IV.
Evaporator III memakai tekanan vacuum sehingga kondensatnya tidak dapat digunakan sebagai air umpan
boiler karena mengandung zat gula. Air umpan boiler tidak boleh mengandung zat gula karena dapat mengakibatkan kerak pada pipa-pipa boiler dan hal ini akan sangat berbahaya.
• Proses di Evaporator IV
Nira III (brix 35) dipekatkan lagi di evaporator IV. Penguapan dilakukan dengan proses vacuum dengan tujuan diperoleh nira kental dengan kandungan air sekecil mungkin. Uap pemanas yang digunakan adalah UNI III. Dari evaporator IV akan dihasilkan nira dengan brix 60 dan suhu 61.5OC. UNI IV akan diembunkan menggunakan kondensor sehingga akan keluar sebagai air jatuhan. Nira kental yang keluar dari
evaporator IV akan dialirkan ke sulfitor II untuk mengalami pemucatan (bleaching).
d. Stasiun Masakan (Kristalisasi)
Menurut Hugot (1986) proses kristalisasi merupakan proses untuk mendapatkan bahan murni dalam bentuk padat (kristal) yang sesuai dengan ukuran yang diinginkan (0.9 – 1 mm), teratur dan tingkat kejenuhan yang merata.
Menurut Soejardi (2006) kandungan air di dalam nira kental sengaja diatur mendekati jenuh agar proses kristalisasi dapat diatur saat mulai terbentuknya kristal. Terbentuknya kristal terjadi pada kondisi di atas jenuh (1.20). Tingkat kejenuhan gula tergantung pada :
• Suhu.
Semakin tinggi suhu larutan maka semakin tinggi tingkat kejenuhannya sehingga semakin banyak gula yang dapat dilarutkan.
• Kandungan bahan bukan gula.
Bahan bukan gula dapat menurunkan tingkat kejenuhan larutan gula maka makin banyak bahan ini akan memperendah tingkat kejenuhan gula dibandingkan larutan murni.
Ukuran atau tingkat kejenuhan biasanya dinyatakan dengan Koefisien Kejenuhan (KK), yang dihitung dengan rumus :
Tingkat kejenuhan larutan berdasarkan nilai KK terbagi atas :
C t suhu R kemurnian dengan jenuh laru air Sukrosa C t suhu R kemurnian dengan laru air Sukrosa KK o o , tan % , tan % =
• Larutan dengan KK < 1.00 menunjukkan bahwa larutan encer (belum jenuh). Pada daerah ini masih dapat melarutkan kristal- kristal gula.
• Larutan dengan KK = 1.00 menunjukkan bahwa larutan tepat jenuh. Pada daerah ini terjadi keseimbangan antara jumlah sukrosa yang mengkristal dengan jumlah sukrosa yang larut sehingga tidak akan terjadi pelarutan kristal sukrosa.
• Larutan dengan KK > 1.00 menunjukkan bahwa larutan tersebut di atas jenuh. Daerah ini meliputi :
¾ Daerah metastabil, merupakan daerah lewat jenuh yang paling dekat dengan daerah tetap jenuh. Pada daerah ini molekul-molekul sukrosa hanya dapat menempelkan diri pada kristal yang telah ada sehingga ukuran kristal semakin
besar tetapi tidak mampu membentuk kristal baru.
¾ Daerah intermediate (pertengahan), merupakan daerah dimana molekul sukrosa dapat membentuk inti kristal baru apabila dalam larutan telah terdapat inti kristal.
¾ Daerah labil/goyah, merupakan daerah dimana molekul sukrosa dapat membentuk inti kristal sendiri tanpa adanya penambahan inti kristal.
Cara kerja stasiun masakan hampir sama dengan stasiun penguapan yaitu menggunakan sistem vacuum agar mempercepat pencapaian suhu yang diinginkan (tidak terlalu tinggi) tetapi mampu untuk menguapkan sisa air dalam nira kental hingga mencapai tingkat kejenuhan tertentu. Jika digunakan suhu terlalu tinggi maka akan menyebabkan nira kental menjadi rusak (karamelisasi). Bagan alir proses pada stasiun masakan atau kristalisasi disajikan pada Lampiran 6. Proses pengkristalan dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:
• Menarik Hampa
Awal proses kristalisasi dimulai dengan membuat kondisi hampa pada pan masakan dengan cara menutup semua katup yang berhubungan dengan udara luar kemudian dibuka katup pancingan yang menghubungkan pan masakan dengan pompa
vacuum sehingga pan masakan menjadi hampa. Jika kondisi hampa tercapai (60 cmHg) maka katup induk yang menghubungkan pan masakan dengan pompa vacuum dibuka penuh diikuti dengan dibukanya katup uap pemanas untuk pemanasan tangki.
• Menarik Larutan
Larutan sukrosa yang akan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kristal disimpan dalam peti-peti larutan yaitu peti nira kental, peti stroop, peti klare. Larutan dalam peti dipanasi kemudian diencerkan. Pemanasan bertujuan agar larutan memiliki suhu yang sama dengan pan masakan dan pengenceran bertujuan untuk menurunkan kejenuhan larutan sehingga kristal- kristal palsu yang terbentuk dapat berubah. Penarikan larutan dilakukan dengan membuka katup larutan sampai sejumlah
tertentu. Kejenuhan larutan yang ditarik untuk digunakan sebagai inti kristal berkisar pada daerah metastabil.
• Membuat Inti Kristal
Beberapa cara untuk membuat inti kristal antara lain :
¾ Pembibitan cara spontan yaitu dengan cara memekatkan larutan gula hingga sampai pada daerah stabil sehingga terbentuk inti-inti kristal secara serentak.
¾ Pembibitan kejutan yaitu dengan cara membawa larutan ke daerah pertengahan kemudian inti kristal dimasukkan sehingga dalam larutan akan terbentuk kristal.
¾ Pembibitan dengan inti penuh yaitu dengan memekatkan larutan gula sampai ke daerah metastabil kemudian bubuk gula yang berupa fondan atau gula D2 dimasukkan, kristal palsu dibersihkan dan selanjutnya diuapkan pada daerah metastabil
• Membesarkan Kristal
Jika daerah yang digunakan pada pembuatan inti kristal adalah daerah metastabil maka inti kristal dapat dibesarkan dengan menempelkan molekul-molekul sukrosa yang terdapat dalam larutan. Usaha ini dilakukan dengan tetap menjaga kejenuhan larutan dalam daerah pembesaran kristal. Hal ini biasanya dilakukan dengan menggantikan sukrosa yang telah mengkristal dengan yang baru (menambahkan larutan baru). Penarikan larutan untuk pembesaran kristal akan dihentikan jika besarnya kristal sudah mencapai standar. Hal penting dilakukan adalah mengawasi terjadinya kenaikan kejenuhan karena penguapan. • Memasak Tua
Memasak tua adalah melanjutkan penguapan dalam pan tanpa menambah larutan baru. Pada langkah ini diusahakan agar kepekatan seoptimum mungkin dan air yang tertinggal sedikit serta sukrosa yang terlarut rendah.
• Menurunkan Masakan dan Pendinginan
Masakan yang telah tua memiliki diameter 0.9 – 1.1 mm akan diturunkan ke palung pendingin yang terdapat di bawah pan masakan.
e. Stasiun Putaran
Tujuan dari stasiun putaran untuk memisahkan kristal gula dari molasse melalui gaya sentrifugal. Bagan alir proses pada stasiun putaran disajikan pada Lampiran 6.
f. Stasiun Penyelesaian.
Bagan alir proses pada stasiun penyelesaian disajikan pada Lampiran 7. Stasiun penyelesaian merupakan tahapan akhir untuk mendapatkan kristal gula, yang terdiri dari :
1) Tahap Pengeringan
Gula yang keluar dari stasiun putaran masih agak basah, lengket dan menggumpal dengan suhu sekitar 70oC dan kadar air antara 0,5 - 1,5 %. Untuk menguapkan air yang masih terikut dalam kristal gula dilakukan pemanasan dengan menggunakan udara panas bersuhu 80 – 100oCdan tekanan 3 kg/cm2. Kemudian gula didinginkan kembali dengan udara dingin hingga suhu gula yang dihasilkan sekitar 37 – 40oCdankandungan air maksimal 0,1 %. 2) Tahap Penyaringan
KristaI gula hasil pengeringan tidak mempunyai ukuran yang seragam sehingga diperlukan penyaringan. Penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan gula produk dari gula kasar dan gula halus. Saringan gula yang digunakan yaitu Vibrating Screen
(saringan getar) yang terdiri dari tiga tingkat susunan saringan. Gula yang tidak lolos dari saringan pertama merupakan kristal kasar yang melampaui ukuran kristal standar sedangkan yang lolos dari saringan pertama akan tersaring pada saringan kedua merupakan gula kualitas utama (gula produk). Gula yang lolos dari saringan kedua dan saringan ketiga adalah gula halus, dicampur dengan gula kasar lalu dilebur untuk dijadikan bahan masakan.
3) Tahap Pengemasan
Gula produk yang dihasilkan dikemas dalam karung yang dilapisi dengan plastic (inner bag) dengan berat @ 50 kg. Setelah ditimbang kemudian dikemas dan siap dibawa ke gudang.
4) Tahap Penyimpanan.
Produk gula yang telah dikemas sebelum dipasarkan, disimpan daIam gudang produk. Sebagai tempat penyimpanan gula, gudang harus memenuhi syarat antara lain ventilasi cukup, atap tidak bocor, lantai kering dan bebas hama. Kondisi penyimpanan dengan kelembaban udara yang tinggi dapat menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.