• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) diadaptasi dari kinerja aliran syaraf otak, dilakukan pertama kali oleh Mc-Culloch dan Pitts (1940-an) yang merancang model perhitungan dasar unit. Setelah penemuan itu mulai berkembang penelitian-penelitian berbasis Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Arif (2003) melakukan pendugaan outflow volume untuk penjadwalan pasokan larutan nutrisi sistem hidroponik substrat tanaman mentimun pada fase vegetatif dengan koefisien determinasi pelatihan 0.9895. Soedibyo et al.

(2006) melakukan pemutuan edamame dengan JST yang terintegrasi pada program pengolahan citra dengan target Root Mean Square Error (RMSE) 0.28, Sofi’i et al. (2005) juga mengaplikasikan JST yang terintegrasi dengan program pengolahan citra untuk penentuan jenis biji kopi dengan penyusunan dua model JST yang didasarkan pada jumlah parameter inputnya.

Perbandingan antara penggunaan JST dan model matematika sebagai teknik pendugaan kekerasan dan total padatan terlarut dilakukan oleh Bachtiar dan Widuri (2004), hasil menunjukkan bahwa teknik pendugaan dengan JST lebih mendekati hasil pengukuran daripada teknik dengan model matematika.

JST menurut Puspitaningrum (2006) adalah salah satu cabang ilmu dari bidang ilmu kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan merupakan alat untuk memecahkan masalah terutama di bidang-bidang yang melibatkan pengelompokan dan pengenalan pola (pattern recognition). JST bisa dianalogikan sebagai kumpulan unit-unit (sel syaraf) yang terdapat di jaringan syaraf biologis yang saling terkoneksi membentuk suatu aliran penerimaan, pengolahan dan pengiriman informasi. Setiap unit tersusun atas badan sel (soma), dendrit dan akson. Informasi (sinyal) diterima oleh dendrit melalui celah sinapsis berupa impuls sinyal dari unit lain yang diteruskan ke badan sel untuk diolah. Selanjutnya sinyal yang dibangkitkan dari badan sel diteruskan ke unit lain melalui akson dengan cara mengirimkan impuls melalui sinapsis.

Kekuatan sinapsis bisa menurun atau meningkat tergantung dari besar tingkat propagasi (penyiaran) sinyal yang diterimanya.

Seperti halnya dengan jaringan syaraf biologi, Kusumadewi (2003), Puspitaningrum (2006) dan Siang (2007) mendeskripsikan cara kerja JST sebagai berikut: sejumlah sinyal input diterima oleh node (unit) input melalui celah sinapsis kemudian dibangkitkan sejumlah nilai bobot secara acak.

Pembobot inilah yang menunjukkan kekuatan hubungan atau sinyal antar node pada JST. Selanjutnya dilakukan penjumlahan bobot (Persamaan 1) dan diaktivasi menggunakan fungsi aktivasi sigmoid (Persamaan 2). Jika nilai hasil aktivasi lebih dari nilai ambang batas (threshold) maka nilai ini dibangkitkan sebagai sinyal output dan dikirim ke lapisan di atasnya. Cara kerja model aliran ini dapat dengan mudah dipahami melalui Gambar 2.

Sumber: www.dacs.dtic.mil

Gambar 2 Model sederhana JST Keterangan simbol Gambar 2:

X : Set data setiap unit ke-n di lapisan input (sinyal input) vi : Nilai pembobot setiap sinyal input

∑ : Summing function (Persamaan 1)

Menurut Siang (2007), kemampuan dasar JST adalah mampu mempelajari contoh input dan output yang diberikan (memorisasi), kemudian belajar beradaptasi dengan lingkungan (generalisasi), sehingga dapat memecahkan masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan metode

Xo v0i

Summing Function vko: bias

Yk

X1 vi

Xn vi

Fungsi Aktivasi

Threshold

Output

komputasi konvensional. Selain itu JST mampu memecahkan permasalahan di mana hubungan antara input dan output tidak diketahui dengan jelas. Kinerja JST ditentukan oleh tiga hal yaitu pola hubungan antar unit (arsitektur jaringan), metode untuk menentukan bobot penghubung (metode learning/

algoritma) dan fungsi aktivasi.

Proses pembelajaran JST menurut Kusumadewi (2003) dan Puspitaningrum (2006) terbagi menjadi dua metode yaitu metode pembelajaran terawasi (supervised learning), metode pembelajaran tidak terawasi (unsupervised learning) dan metode pembelajaran hibrida (hybrid).

Metode pembelajaran disebut terawasi jika output yang diharapkan telah diketahui sebelumnya. Sedangkan metode pembelajaran disebut tidak terawasi jika tidak memerlukan target output. Metode pembelajaran hibrida merupakan kombinasi dari metode pembelajaran terawasi dan tidak terawasi. Salah satu metode pembelajaran terawasi adalah algoritma propagasi balik (backpropagation) yang memiliki lapisan tersembunyi di antara lapisan input dan output. Tujuan utama penggunaan propagasi balik adalah mendapatkan keseimbangan antara pengenalan pola pelatihan (data pelatihan) secara benar dan respon yang baik untuk pola lain yang sejenis (data pengujian). Arsitektur jaringan propagasi balik disajikan di Gambar 3.

Merujuk pada Kusumadewi (2003), algoritma propagasi balik yang berlangsung selama proses pengolahan sinyal adalah sebagai berikut:

1. Inisialisasi pembobot

Mula-mula pembobot dipilih secara acak kemudian setiap sinyal dikirim ke dalam unit pada lapisan input lalu sistem akan mengirim sinyal ke unit pada lapisan di atasnya.

2. Feedforward

Tiap unit tersembunyi menerima sinyal dari lapisan input (i = 1, 2, .., n) yang selanjutnya dilakukan penjumlahan dengan Persamaan 1.

………. (1)

Nilai z_inj yang masuk ke lapisan tersembunyi selanjutnya diaktifasi menggunakan fungsi aktivasi sigmoid (Persamaan 2) untuk menghasilkan sinyal output dari lapisan ini.

………. (2)

Sinyal output teraktifasi dikirim ke semua unit di lapisan atasnya (lapisan output). Di setiap unit lapisan output (Yk (k = 1, 2, 3, …, m)) kembali dilakukan pengolahan sinyal dengan Persamaan 3.

………..………(3)

Nilai y_ink yang masuk ke lapisan output selanjutnya diaktifasi menggunakan fungsi aktivasi sigmoid (Persamaan 4) untuk menghasilkan sinyal output dari lapisan ini.

……….(4)

Sinyal output lapisan terluar teraktifasi ini dikirim kembali ke semua unit di lapisan tersembunyi.

3. Backforward

Tiap-tiap unit output (Yk, k = 1, 2, ., m) menerima target pola yang berhubungan dengan pola input pembelajaran, informasi error dihitung dengan Persamaan 5.

………..………(5) Informasi error ini selanjutnya digunakan sebagai faktor pengali untuk perhitungan koreksi bobot yang nantinya digunakan memperbaiki nilai wjk.

Koreksi pembobot di lapisan tersembunyi dihitung dengan Persamaan 6.

……….(6)

Koreksi bias untuk memperbaiki nilai wok dihitung dengan Persamaan 7.

……….(7)

Tiap-tiap unit di lapisan tersembunyi (Zj, j = 1, 2, …., p) menerima sinyal input dari lapisan terluar berupa nilai pembobot dengan Persamaan 8.

……….(8)

Informasi error dihitung dengan Persamaan 9.

……..………(9)

Koreksi pembobot untuk memperbaiki nilai vij (Persamaan 10).

………..(10)

Koreksi bias untuk memperbaiki nilai voj (Persamaan 11).

……….(11)

Tiap-tiap unit output (Yk, k = 1, 2, …, m) memperbaiki nilai pembobot (wjk(baru) (j = 0, 1, 2, …, p)) dengan Persamaan 12.

………(12) Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j = 1, 2, .., p) memperbaiki nilai pembobot (vij (baru)) dengan Persamaan 13.

………..(13) Root Mean Square Error (RMSE) dihitung dengan Persamaan 14:

………(14) Keterangan simbol:

z_inj : sinyal tiap unit di lapisan tersembunyi voj : pembobot bias unit di lapisan input xi : sinyal tiap unit di lapisan input

vij : pembobot penghubung antara lapisan input dengan lapisan tersembunyi

zj : sinyal aktivasi z_inj, sebagai output dari lapisan tersembunyi

y_ink : sinyal tiap unit di lapisan output

wok : pembobot bias unit di lapisan tersembunyi

wjk : pembobot penghubung antara lapisan tersembunyi dengan

=

lapisan output

yk : sinyal aktivasi y_ink, sebagai output dari lapisan output δk : informasi error di lapisan output

tk : nilai target (nilai aktual pengukuran)

∆wjk : perubahan pembobot di lapisan output dengan lapisan tersembunyi

α : laju pembelajaran

∆wok : perubahan pembobot bias di lapisan tersembunyi δ_inj : informasi error belum teraktivasi di lapisan tersembunyi δj : informasi error di lapisan tersembunyi

∆vjk : perubahan pembobot bias di lapisan tersembunyi dengan lapisan input

∆voj : perubahan pembobot bias di lapisan input µ : konstanta momentum

n : jumlah data yang diberikan

Gambar 3 Arsitektur propagasi balik Keterangan Gambar 3:

: feedforward

Kinerja jaringan dinilai berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2).

Hasil dari JST yang selanjutnya digunakan sebagai input ke algoritma genetik adalah nilai pembobot yang menghubungkan input dan output.

Dalam pengolahan data menggunakan JST belum terdapat prosedur standar untuk optimasi pendugaan variasi arsitektur dalam algoritma backpropagation. Algoritma ini belum bisa memberikan kepastian tentang berapa iterasi yang harus dilalui untuk mencapai kondisi yang diinginkan (Siang, 2002). Soedibyo et al. (2006) melakukan penentuan variasi JST terbaik dengan menentukan karakteristik struktur JST terlebih dahulu yaitu trial error variasi lapisan tersembunyi, trial error variasi normalisasi input, dan penentuan target Root Mean Square Error (RMSE): 0.28, learning rate:

0.2 dan momentum: 0.9. Sofi’i et al. (2005) melakukan pendugaan dengan trial error variasi iterasi 25 000 sampai dengan 40 000. Kinerja JST diketahui dari nilai akurasi validasi. Adrizal et al. (2007) menggunakan trial error variasi unit jumlah lapisan tersembunyi dan variasi iterasi. Kinerja JST hasil pelatihan diketahui melalui Standard Error of Calibration (SEC), sedangkan kinerja hasil validasi diketahui dari Standard Error of Prediction (SEP), Coefficient of Variation (CV) dan rasio antara standar deviasi dan SEP. Arif (2003) menggunakan nilai konstanta laju pembelajaran (learning rate) dan konstanta momentum 0.6. Kinerja JST diketahui dari koefisien determinasi (R2) antara data pengukuran aktual dengan data pendugaan JST.

Siang (2002) menunjukkan bahwa jaringan dengan satu layar tersembunyi sudah cukup bagi backpropagation untuk mengenali sembarang hubungan antara input dan output dengan tingkat ketelitian yang telah ditentukan. Tidak ada kepastian mengenai berapa jumlah pola yang digunakan agar jaringan memiliki tingkat akurasi mendekati 100%. Jika nilai RMSE terus menurun maka pelatihan terus dijalankan. Akan tetapi jika RMSE sudah meningkat, pelatihan harus dihentikan karena jaringan sudah mulai mengambil sifat yang dimiliki secara spesifik oleh data pelatihan tetapi tidak dimiliki oleh data pengujian dan sudah mulai kehilangan kemampuan generalisasi.

Dokumen terkait