• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jasa Kena Pajak & Bukan PKP

Dalam dokumen Bahan Ajar Akuntansi Pajak (Halaman 63-72)

2 Tujuan Instruksional Khusus

C. Akuntansi Pemotongan PPh Pasal 23 & PPn Jasa

2. Jasa Kena Pajak & Bukan PKP

Ekualisasi dan rekonsiliasi objek pemotongan, PPh Pasal 23, antara SPT Tahunan PPh Badan dengan Jasa Kena Pajak (JKP).

54 | P a g e

SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 4(2) dilakukan perbulan dan tidak ada SPT Tahunannya. Pemotongan PPh-pihak lain terutang pada bulan terutang atau dibayarkannya obyek pemotongan, mana yang lebih dulu (PP.138/2000). Biaya yang dilaporkan dalam SPT PPh Badan atau yang terdapat dalam Laporan Rugi-Laba yang dilampirkan dalam SPT PPh Badan, ada yang merupakan obyek pemotongan PPh-pihak lain. Pembayaran dividen merupakan obyek PPh Ps.23/26. Biaya jasa yang dibayarkan ke orang Pribadi yang bukan pegawai, pada umumnya dipotong PPh Pasal 21 dimasukkan dalam Formulir 1721 B.

Biaya jasa ke WPDN dibedakan antara yang terutang PPN dan tidak terutang PPN serta yang merupakan objek pemotongan/pemungutan PPh Pihak lain (PPh Ps. 21, PPh Ps. 23, PPh Ps. 4 (2) Final) dan yang bukan. Walaupun jasanya merupakan Jasa Kena Pajak (JKP) kalau pemberi jasa masih termasuk pengusaha kecil tidak terutang PPN. Objek PPh Pasal 23 tidak ada batas minimal yang tidak dipotong PPh Berdasarkan Pasal 4 huruf c jo Pasal 1 angka 14 dan angka 15 UU PPN 1984, suatu kegiatan penyerahan jasa dapat dikenakan PPN sepanjang memenuhi unsur-unsur:

a. Penyerahan JKP;

b. Di dalam Daerah Pabean;

c. Dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;

d. Penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Berdasarkan Pasal 4A ayat (3) UU PPN 1984 jo Pasal 5 PP Nomor 144 Tahun 2000, jenis jasa yang tidak dikenakan PPN adalah jasa dibidang:

a. Pelayanan kesehatan medik; b. Pelayanan sosial;

c. Pengiriman surat dengan perangko;

d. Perbankan, asuransi, sewa guna usaha dengan hak opsi; e. Keagamaan;

f. Pendidikan;

g. Kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan; h. Penyiaran yang bukan bersifat iklan;

i. Angkutan umum didarat dan diair; j. Tenaga kerja;

55 | P a g e

l. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

Rincian jenis jasa tidak kena PPN, lihat Penjelasan UU No.42. Tahun 2009. Contoh 1:

PT. ABC (PKP)

Jasa konsultan tahun 2009: Fee Rp. 100.000.000 PPN (PK) 10.000.000 Rp. 110.000.000 PPh Dibayar Muka (2.000.000 diterima Rp. 108.000.000 PT. DEF (PKP) B. Konsultan D Rp.100.000.000,- PM – DDK D 10.000.000,- PPh23 = 2% K 2.000.000,- Dibayar K 108.000.000,- Jurnal PT. ABC.

Pada waktu menyampaikan tagihan dan sudah membuat Faktur Pajak.

Piutang Jasa D Rp.110.000.000,-

Penghasilan Jasa K Rp.100.000.000,-

PPN (PK) K 10.000.000,-

Pada waktu menerima pembayaran.

Bank D Rp.108.000.000,-

PPh Dibayar Dimuka D 2.000.000,-

Piutang Jasa K Rp.110.000.000,-

Jurnal PT. DEF

Pada waktu menerima tagihan dan menerima Faktur Pajak.

Biaya Jasa D Rp.100.000.000,-

PPN (PM-DDK) D 10.000.000,-

Utang Jasa K Rp.110.000.000,-

Pada waktu pembayaran, memotong PPh Pasal 23 dan memberikan Bukti Potong PPh Pasal 23 kepada PT. ABC.

56 | P a g e

Utang PPh Pasal 23 K Rp. 2.000.000,-

Bank K 108.000.000,-

Objek PPh-Pasal 23 sebesar Rp.100.000.000,- sama dengan DPP-PPN sebesar Rp.100.000.000,-. Pasal 33 UU. No.16 Tahun 2000 tentang tanggung renteng PPN, dihapus pada UU. No.28 Tahun 2000; oleh karena itu bagi pengguna JKP atau pembeli BKP tidak dapat dikenakan PPN apabila pemberi JKP atau penjual BKP tidak memungut PPN sampai dengan 31 Maret 2010; mulai 1 April 2010 berlaku bagi tanggung-renteng PPN berdasarkan Pasal 16F UU No.42 Th.2009.

Walaupun jasanya termasuk JKP tetapi dilakukan oleh Pengusaha Kecil tidak terutang PPN.

Contoh 2:

PT. Bunga Rampai menerima tagihan dan membayar jasa konsultan (pengusaha kecil).

Jasa konsultan (NPWP) = Rp. 10.000.000,-

PN – JASA – tidak terutang -

Jumlah tagihan Rp. 10.000.000,-

PPh-Pasal 23 = 2% 200.000,-

Dibayar Rp. 9.800.000,-

Jurnal PT. Bunga Rampai. Pada waktu terima tagihan:

Biaya Jasa D Rp. 10.000.000,-

Utang Jasa K Rp. 10.000.000,-

Pada waktu pembayaran, melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dan memberi Bukti Potong PPh Pasal 23.

Utang Jasa D Rp.10.000.000,-

Bank K Rp. 9.800.000,-

Utang PPh Pasal 23 K Rp. 200.000,-

Berdasarkan Peraturan MKRI No.68/PMK.03/2010, Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang menyerahkan BKP dan atau JKP dalam satu tahun buku memperoleh jumlah peredaran bruto atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), tidak berubah sejak tahun 2004.

57 | P a g e

Jasa yang merupakan objek PPh Pasal 23 tapi bukan JKP atau tidak terutang PPN, misalnya jasa penyedia tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut.

D. Akuntansi Pemotongan PPh Pasal 26. 1. Pasal 26 UU No.36 Tahun 2008:

a. Perusahaan yang merupakan WPDN (orang pribadi atau badan) atau BUT

yang melakukan pembayaran ke WPLN wajib memotong PPh Ps.26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto kecuali diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara RI dengan Negara yang bersangkutan, atas:

1) dividen;

2) bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;

3) royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 4) imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;

5) hadiah dan penghargaan;

6) pensiun dan pembayaran berkala lainnya;

7) premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau 8) keuntungan karena pembebasan utang.

b. Negara domisili dari WPLN selain yang menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan usaha melalui BUT di Indonesia adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan WPLN yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

c. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali

yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh WPLN selain BUT di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri, dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto; pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan MKRI No.82/PMK.03/2009.

d. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto; pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan MK NO.258/PMK.03/2008.

58 | P a g e

e. Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di

Indonesia dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen) atau sesuai tariff P3B kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan NO.257/PMK.03/2008.

f. PPh Pasal 26 bersifat final, kecuali:

1) Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia.

2) Penghasilan lain sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.

3) Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang Pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi WPDN atau BUT di Indonesia.

g. Equalisasi dan Rekonsiliasi Objek PPh Pasal 26, PPN Jasa Luar Negeri dan

SPT Tahunan PPh WP Badan.

Biaya Jasa yang dibayarkan ke WPLN dibedakan antara WPLN yang berasal dari negara yang sudah ada P3B dengan Indonesia dan yang belum ada P3B, serta dibedakan antara jasa yang terutang PPN dan yang tidak terutang PPN.

1) Biaya jasa ke WPLN dari WPLN yang belum ada P3B dengan Indonesia, dipotong PPh Ps. 26 sebesar 20% dari jumlah bruto, walaupun seluruh pekerjaan di lakukan di L.N.

2) SE.03/PJ.101/1996, SE-05/PJ.10/2000, SE-04/PJ.34/2005, berlaku s.d. 31 Des. 2009.

Biaya jasa ke WPLN dari WPLN yang sudah ada P3B dengan Indonesia:

- Seluruh pekerjaan dilakukan di L.N. atau dilakukan di Indonesia kurang dari

time test (rata-rata minimal 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan), dengan surat keterangan Domisili dari Tax Office Negara yang bersangkutan dapat, tidak dipotong PPh Pasal 26 maupun PPh Ps. 23; untuk jelasnya supaya dilihat P3B dengan negara yang bersangkutan.

59 | P a g e

- Pekerjaan dilakukan di Indonesia sudah melebihi time test sudah merupakan

BUT, apabila sudah ada NPWP dipotong PPhPs.23 sesuai tarif yang berlaku, apabila belum ada NPWP dipotong PPh Ps.23 dua kali tarif yang berlaku. 3) KEP-05/PJ/1994 berlaku s.d. 31 Maret 2010, Biaya jasa ke WPLN yang jasanya

merupakan JKP, apabila dimanfaatkan di Indonesia termasuk dikawasan Berikat terutang PPN 10%, yang harus dibayar oleh perusahaan Indonesia; dalam SSP: NPWP ditulis: 0.000.000.XXX.000 (xxx-kode KPP dimana perusahaan berdomisili):

- Nama dan alamat WP ditulis nama dan alamat WPLN (perusahaan luar

negeri) yang memberikan jasa atau yang menerima penghasilan dari Indonesia.

- Merupakan PM-DDK (Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan pajak

keluaran) bagi perusahan yang merupakan PKP.

- Merupakan PM-TDDK (PM tidak dapat dikreditkan dengan PK), bagi

perusahaan yang bukan PKP, misalnya: Bank, Hotel, Asuransi, Rumah sakit dsb.

Pemanfaatan barang tidak berwujud dari luar negeri juga terutang PPN sebesar 10% yang tatacaranya seperti tersebut diatas.

4) Biaya jasa LN yang dibayar dalam valuta asing, dirupiahkan dengan Kurs Menteri Keuangan pada akhir bulan terutangnya atau kurs M.K pada tanggal pembayaran mana yang lebih dulu untuk pemotongan PPh Pasal 26; untuk PPN Kurs Menteri keuangan pada waktu pembayaran.

5) Pembayaran jasa keluar negeri atau pemanfaatan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean yang merupakan objek PPh Pasal 26 tetapi tidak terutang PPN, adalah: dividen, bunga dan branch profit tax.

Contoh 1:

BCA (Bukan PKP) membayar jasa Konsultan (JKP) ke XYZ-Corp. di Singapura, seluruh pekerjaan dikerjakan di Indonesia kurang dari time test, besarnya Fee SGD 20.000,- Kurs MK per SGD = Rp.5000,- XYZ-Corp. menyerahkan surat keterangan Domisili dari Tax Office Singapura, BCA tidak memotong PPh Pasal 26, BCA membayar PPN-Jasa LN sebesar 10% = Rp.10.000.000,-

60 | P a g e

Jurnal BCA (Pembukuan Rupiah ) Pada waktu terima tagihan.

Biaya Jasa D Rp.100.000.000,-

Utang Jasa K Rp.100.000.000,-

Pada waktu membayar jasa keluar negeri:

Utang Jasa D Rp.100.000.000,-

Bank K Rp.100.000.000,-

Pada waktu membayar PPN jasa luar negeri ke Bank Persepsi dengan menggunakan SSP, tidak dapat dikreditkan karena bukan PKP.

Biaya PPN Jasa LN D Rp.10.000.000,-

Bank K Rp.10.000.000,-

Contoh 2:

PT. KLM (PKP) membayar royalty (barang tidak berwujud) ke Jepang tahun 2004 sebesar USD. 100,000.- kurs Menteri Keuangan Rp.9.000,-, merupakan pemanfaatan barang tidak berwujud.

- PT. KLM memotong PPh Pasal 26 berdasarkan tarif dalam P3B sebesar = 10% = Rp. 90.000.000,-

- PT.KLM membayar PPN-Jasa LN sebesar 10% = Rp.90.000.000,-

merupakan PM yang dapat dikreditkan dengan PK. Jurnal PT. KLM (PKP)-Pembukuan Rupiah.

Pada waktu terima tagihan.

Biaya Royalti D Rp.90.000.000,-

Utang Biaya Royalti K Rp.90.000.000,-

Pada waktu membayar royalti ke luar negeri, memotong PPh Pasal 26 dan menghitung PPN Jasa Luar Negeri.

Utang Biaya Royalti D Rp.900.000.000,-

PPN (PM. DDK) D 90.000.000,-

Utang PPh Pasal 26 K 90.000.000,-

Utang PPN Jasa LN K 90.000.000,-

810.000.000,-61 | P a g e

Pada waktu membayar PPh Pasal 26 dan PPN Jasa LN ke Bank Persepsi.

Utang PPh Pasal 26 D Rp. 90.000.000,-

Utang PPN Jasa LN D 90.000.000,-

Bank K 180.000.000,-

6) SE-04/PJ.34/2005.

WPLN yang dapat menikmati penguranngan tarif PPh Pasal 26 apabila WPLN tersebut merupakan beneficial owner dari penghasilan berupa deviden, bunga dan royalti.

Beneficial owner adalah pemilik yang sebenarnya dari penghasilan berupa deviden, bunga, royalti baik WPOP maupun WP Badan, yang berhak sepenuhnya untuk menikmati secara langsung manfaat penghasilan tersebut.

Special purpose vehicles dalam bentuk conduit company, paper box company,

pass through company dan sejenisnya tidak termasuk pengertian beneficial owner, oleh karena itu dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen).

7) Mulai 1 Januari 2010 untuk Surat Keterangan Domisili berlaku Peraturan Dir. Jend. Pajak NO:

- PER-61/PJ/2009 Tatacara Penerapan P3B dan Perubahannya.

- PER-62/PJ/2009 Pencegahan Penyalahgunaan P3B.

8) Peraturan MKRI No.40/PMK.03/2010.

Tatacara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPN atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean. a) PPN sebesar 10% (Sepuluh persen) dikalikan jumlah yang dibayarkan atau

seharusnya dibayarkan, jika dalam jumlah tersebut tidak termasuk PPN; atau sebesar 10/110 (sepuluh per seratus sepuluh) jika dalam jumlah tersebut sudah termasuk PPN.

b) Saat terutangnya PPN pada saat dimulainya pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean; adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa:

- Secara nyata digunakan;

62 | P a g e

- Saat ditagih;

- Saat dibayar sebagian atau seluruhnya.

Apabila hal-hal tersebut tidak diketahui, adalah tanggal kontrak atau perjanjian ditanda tangani atau saat lain yang ditetapkan oleh Dir. Jend. Pajak.

c) PPN yang terutang wajib dipungut dan disetorkan ke Kas Negara dengan menggunakan SSP:

- Nama WP dan Alamat WP diisi nama dan alamat orang pribadi atau

badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan diluar Daerah Pabean yang menyerahkan BKP Tidak Berwujud/JKP;

- NPWP diisi dengan angka o (nol), kecuali untuk kode KPP diisi kode KPP dari Pihak yang memanfaatkan JKP/BKP Tidak Berwujud;

- WP/Penyetor diisi nama, NPWP Pihak yang memanfaatkan JKP/BKP

Tidak Berwujud.

d) Disetorkan ke Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lama tgl 15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya PPN, terlambat dikenai sanksi bunga.

e) Bagi PKP, PPN yang telah disetor dilaporkan dalam SPT Masa PPN diperlakukan sebagai Laporan Pemungutan PPN atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean.

f) Bagi Bukan PKP (misalnya Bank, Rumah Sakit, Persh. Asuransi, Hotel

dsb), wajib melaporkan PPN yang telah disetor tersebut dengan menggunakan SSP lembar ke 3 ke KPP paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya PPN.

Catatan:

Tarif PPh Pasal 26 berdasarkan P3B supaya dilihat pada Resume P3B.

Dalam dokumen Bahan Ajar Akuntansi Pajak (Halaman 63-72)