• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Cacat Penyok

Dalam dokumen BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 36-41)

Tabel 4.6 FMEA Untuk Jenis Cacat Penyok

Nilai Modus kegagalan

Potensial

Efek Potensial Modus Kegagalan

O S D

RPN Sebab Potensial

Modus Kegagalan Pengendalian

Operator kurang konsentrasi

Pada saat meletakan material operator kurang kehati-hatian/salah meletakan. 8 4 6 192 Kurangnya pengawasan Sistem kerja yang monoton dan mengejar target Kesalahan setting awal dan kurangnya pengecekan pada mesin Meningkatkan pengawasan Dilakukan rotasi pekerjaan Menyeting ulang dan perawatan mesin dengan teratur Material Buruk

Material terlalu tipis serta material mengalami rijeck yang secara otomatis harus mengalami proses pengulang dengan demikian ketebalan material menjadi berkurang 6 3 5 90

Kurang telitinya pihak QC dalam melakukan inspeksi Membuat standar inspeksi dan menempatkan pegawai yang bertanggung jawab tinggi,kontrol kualitas ditingkatkan. Mold Mold yang di gunakan tidak sesuai. 6 3 4 72 Lupa dibersihkan /mold sudah lama.

Sebelum mold digunakan harus selalu

dibersihkan

Apabila dilihat dari tabel FMEA diatas, maka prioritas terbesar terhadap risiko ada pada mode kegagalan berupaoperator kurang konsentrasi, hal ini dapat dilihat pada

192 ada pada mode kegagalan tersebut. Dimana cacat penyok ini akibat operator kurang konsentrasi dan hati – hati meletakkan lembaran panel.

Usulan perbaikan untuk cacat Penyok

Karena itu jenis mode kegagalan ini harus menjadi perhatian manajemen khususnya bagian HRD,karena operator juga manusia.Untuk itu perlu adanya kegiatan liburan untuk melepas lelah serta kepenatan didalam bekerja minimal setahun 2-3 kali,serta dengan membeikan reward agar pekerja menjadi lebih bersemangat lagi.

4.2.4.2 Analisa Usulan Perbaikan Untuk Mengurangi Cacat dalam Proses

Agar lebih maksimal dalam pengurangan jumlah cacat pada produk hingga ke taraf zero defect, secara kontinu dapat dilakukan beberapa usulan sebagai berikut :

¾ Faktor Manusia

1. Melakukan briefing tentang instruksi kerja sebelum produksi dimulai dan melakukan review hasil kerja setelah produksi selesai, dengan tujuan agar proses produksi dapat terus dipantau secara kontinu sehingga jika terjadi keabnormalan proses, dapat diketahui secepatnya. 2. SOP atau Job Desk wajib terpasang pada stasiun kerja masing-masing. 3. Selama proses berlangsung, para supervisor wajib melakukan

pengawasan dan pemeriksaan secara ketat dan kontinu terhadap stasiun-stasiun kerja yang menjadi tanggung jawabnya.

4. Memberikan sanksi-sanksi yang berat bagi operator yang tidak disiplin pada saat bekerja dan juga bagi operator yang sering tidak masuk kerja dan sebaliknya memberikan penghargaan serta imbalan pada operator yang berprestasi.

5. Teknikal/mekanik harus selalu siap dalam mengamati jalannya mesin dan selalu siap dalam menyediakan spare part cadangan untuk disimpan apabila terjadi kekurangan spare part.

6. Selain preventive maintanance yang dilakukan sebulan sekali, setiap waktu selama proses berlangsung, mekanik juga wajib berkeliling mengecek bagian-bagian rentan dari mesin yang sudah rusak atau aus. 7. Manager produksi dilarang memperbolehkan penundaan preventive

maintanance walaupun dengan alasan mengejar target produksi, karena target produksi akan sesuai jadwal jika diramalkan terlebih dahulu.

8. Menganalisa dan mendokumentasikan suatu produk cacat, penyebabnya, cara penganggulangannya dan masalah-masalah lainnya pada proses guna dilakukan tindakan perbaikan sehingga masalah tersebut dapat dicegah agar tidak terulang kembali.

9. Dokumen-dokumen yang telah berisi mengenai masalah-masalah, cara pencegahan dan perbaikan itu kemudian dibuat SOP sebagai upaya tindak lanjut.

10. Mengadakan gugus kendali mutu yaitu operator aktif memberikan usulan-usulan perbaikan pada proses.

11. Melakukan rotasi pekerjaan untuk operator produksi.

12. Mengadakan jalan wisata, minimal dua kali setahun untuk saling mengenal dan mempererat hubungan antar pekerjaan sehingga diharapkan dapat meningkatkan semangat kekeluargaan dan menimbulkan baik koordinasi maupun kerja sama yang baik antar pekerja dan antar departemen.

13. Mewajibkan setiap karyawan khususnya inspektor untuk memakai masker agar bahan – bahan kimia tidak selalu dihirup

14. Mengadakan training-training untuk meningkatkan keterampilan pekerja secara kontinu sehingga pada akhirnya tercapai SDM yang berkualitas.

15. Melakukan koordinasi yang baik antara bagian proses dan bagian QC agar senantiasa dapat saling bekerjasama/cross check mengenai proses yang sedang berjalan.

¾ Faktor Mesin

1. Mesin-mesin wajib mendapatkan preventive maintanance tanpa pengecualian dan penundaan.

2. Mekanik wajib mengecek spare part dan peralatan apa saja yang dibutuhkan untuk melakukan pencegahan masalah pada mesin dan

perbaikan mesin dan melakukan pengadaan barang 3 bulan sebelum barang tersebut akan digunakan, guna mengantisipasi adanya penundaan pembelian barang oleh perusahaan.

3. Baik operator maupun mekanik wajib memeriksa kelengkapan proses sebelum proses berjalan. seperti besar tekanan angin, minyak oli pada mesin, mata bor , dan sebagainya.

4. Memastikan setting awal mesin baik.

5. Memasang sensor elektronik untuk mendeteksi secara awal adanya kerusakan mesin, sehingga tidak menimbulkan dampak buruk bagi bahan sewaktu dalam proses.

¾ Faktor Material

1. Bahan baku harus selalu diawasi kebersihannya,ketebalan harus sesuai dengan standar yang ditentukan

2. Bahan baku ( material ) khususnya chemical harus selalu terlindungi agar tidak terkontaminasi serta digunakan dalam tenggang waktu yang sudah distandartkan.

¾ Faktor Metode

1. Melakukan perbaikan dan penambahan SOP (Standart Operating Procedure), di PT. Isopanel Dunia Mengadakan briefing khusus mengenai SOP sebagai acuan kerja yang melibatkan seluruh pihak mulai dari kepala produksi sampai operator.

2. Menempatkan SOP pada lokasi yang mudah dibaca di area proses produksi agar operator selalu senantiasa mengikuti SOP yang telah dibuat.

3. Memasang papan atau dokumen khusus untuk mencatat banyaknya produk yang cacat dalam jangka waktu tertentu untuk mengantisipasi kerusakan lanjutan yang mungkin terjadi. Usulan dokumen khusus untuk produk cacat adalah terlampir.

4.2.5 Control

Fase sesudah Improve adalah fase Control. Fase ini merupakan fase terakhir dalam proyek peningkatan Six Sigma. Dalam fase ini seluruh usaha-usaha peningkatan yang ada di kendalikan (simulasi) atau dicapai secara teknis dan seluruh usaha tersebut kemudian di dokumentasikan dan di sebarluaskan atau di sosialisasikan ke segenap karyawan perusahaan.

Dalam dokumen BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 36-41)

Dokumen terkait