• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan dengan metode survei dengan cara pengamatan langsung di lapangan terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di lokasi

penelitian. Pengumpulan data kinerja manajemen perusahaan yang terdiri dari data kualitas lingkungan industri komponen alat berat (jenis dan kuantitas limbah padat dan cair, debu, kebisingan, kebauan, dan gas) dilakukan melalui pengukuran langsung di lokasi penelitian dengan cara survei. Data kelembagaan (jabatan, pemahaman tentang limbah, pendapatan, kegiatan koperasi); data kinerja perusahaan dalam pengelolaan limbah (integritas, independensi, obyektivitas, dan profesionalisme, serta SOP penanganan limbah); data tingkat partisipasi

stakeholder dalam pengelolaan limbah padat diperoleh dengan cara survei dan

wawancara. Wawancara dilakukan terhadap karyawan dengan menggunakan kuisioner.

Penentuan responden dilakukan secara purposive random sampling (Walpole, 1995), dengan jumlah responden karyawan sebanyak 94 orang

Purposive sampling untuk menentukan responden karyawan dari divisi produksi

di perusahaan industri komponen alat berat dan random sampling untuk menentukan jumlah responden. Untuk analisis AHP, responden ditentukan berdasarkan keahlian dan pengetahuan mereka tentang pengelolaan limbah industri komponen alat berat, khususnya limbah padat. Pakar yang dipilih sebagai responden sebanyak 15 orang yang mewakili perusahaan (Direksi PT. Katsushiro Indonesia, PT Hanken Indonesia, dan PT United Tractors Pandu Engineering), Ketua Bapedalda Bekasi, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bekasi, Asosiasi Industri Alat Berat Indonesia (HINABI), Dosen Teknik Industri Universitas Indonesia, dan Tokoh Masyarakat di sekitar lokasi industri. Pakar yang terpilih diharapkan dapat mewakili semua unsur birokrasi, akademisi (perguruan tinggi), dan masyarakat.

Data gambaran umum lokasi penelitian, daftar tingkat baku mutu lingkungan, dan kondisi lingkungan sosial ekonomi karyawan dikumpulkan dari sumber bahan dokumentasi dan hasil-hasil penelitian terdahulu serta sumber kepustakaan lainnya yang berkaitan dengan tujuan-tujuan penelitian.

Model pengelolaan lingkungan industri komponen alat berat dirumurkan berbasis partisipasi dan kemitraan masyarakat. Menurut Manetsch and Park (1997) model adalah penggambaran abstrak dari sistem dunia nyata (riil), sehingga untuk aspek-aspek tertentu, model akan bertindak seperti dunia nyata.

Oleh karena itu maka model yang baik akan memberikan gambaran perilaku dunia nyata sesuai dengan permasalahan dan akan meminimalkan perilaku yang tidak signifikan dari sistem yang dimodelkan. Menurut Forrester (1968), model adalah pengganti dari suatu obyek atau sistem.

Dalam model yang akan dibangun pertama-tama dirumuskan stakeholder

yang paling berpengaruh dengan menggunakan analisis stakeholder, setelah itu dirumuskan bagaimana hubungan partisipasi dan kemitraan antara pihak-pihak yang terkait. Hal ini mendasari perumusan kebijakan pengelolaan industri komponen alat berat termasuk tahapan inventarisasi, penyusunan kebijakan, serta regulasi teknisnya. Selain itu disusun rumusan kinerja yang menyangkut teknologi dan sumberdaya manusianya. Rumusan kebijakan ini juga meliputi aspek pengembangan UKM lingkungan industri komponen alat berat terkait dengan pemberdayaan masyarakat, pemanfaatan limbah dan peningkatan nilai ekonomis. Pelestarian lingkungan dengan minimalisasi limbah dan minimalisasi pencemaran menjadi salah satu fokus dalam model tersebut. Hal terakhir dan sangat mempengaruhi kelangsungan industri komponen alat berat yang dirumuskan adalah stabilisasi sosial masyarakat dengan cara minimalisasi konflik.

3.4. Batasan Penelitian

Masyarakat dan stakeholder yang menjadi topik utama dalam penelitian ini adalah semua karyawan pada perusahaan industri komponen alat berat, dan pihak- pihak terkait termasuk masyarakat sekitar industri yang terlibat dalam pengelolaan limbah industri komponen alat berat.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum

Objek studi merupakan perusahaan-perusahan industri komponen alat berat yang berlokasi di Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Perusahan-perusahaan tersebut antara lain; PT. Katsushiro Indonesia, PT. United Tractors Pandu Engineering (UTPE), dan PT. Hanken Indonesia. Ketiga perusahaan ini memiliki lokasi yang berdekatan satu sama lain. Lokasi ketiga perusahaan ini disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Lokasi studi.

4.1.1. PT. Katsushiro Indonesia

PT. Katsushiro Indonesia adalah perusahaan patungan yang didirikan pada tahun 1995 dengan modal awal US $ 7.400.000 dan merupakan perusahaan PMA yang berkedudukan di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat yang menempati lahan seluas 30.384 m2 dengan melakukan operasional kerjanya di dalam bangunan pabrik

lokasi studi

Kawasan Industri Cikarang

seluas 15.631 m2. Semua kegiatan dan proses produksi di pabrik ini menggunakan mesin-mesin modern berteknologi canggih serta didukung oleh tenaga terampil dan profesional.

Untuk menjaga mutu dan kualitas yang dihasilkan, maka perusahaan ini telah menerapkan sistem manajemen mutu terpadu dari mulai proses produksi hingga pengawasan akhirnya. Adapun visi dari perusahaan ini adalah “Menjadi perusahaan penghasil produk dari plat baja yang terbesar di Asia dengan mengoperasikan mesin dan peralatan berteknologi tinggi dan pelayanan bertaraf internaisonal”. Sedangkan misi dari perusahaan ini adalah:

• Menghasilkan produk dari baja lembaran untuk alat-alat berat, pekerjaan sipil dan industri permesinan umum.

• Mampu bersaing secara global berdasarkan kompetensi seperti pengadaan bahan baku, menghasilkan produk dengan mempergunkana peralatan yang canggih, pasar global, dan pelayanan dengan standar internasional.

• Berdasarkan pada QCDSM, ramah lingkungan, pengembangan berkelanjutan dan tidak berkompromi dengan MUDA, MURA dan MURI.

• Berorientasi kepada laba yang wajar dengan maksimalisasi stakeholder

• Meningkatkan tanggung jawab dan turut serata dalam meningkatakan kesejahteraan bangsa.

4.1.2. PT. United Tractors Pandu Engineering

PT. United Tractors Pandu Engineering (UTPE) merupakan anak perusahaan PT. United Tractors Tbk. PT. United Tractors Tbk. sendiri merupakan distributor tunggal alat berat Komatsu di Indonesia. Perusahaan ini berdiri pada tanggal 13 Oktober 1972 dan mencatatkan saham perdana pada tanggal 19 September 1989 di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya dengan kode perdagangan UNTR, dimana PT Astra International menjadi pemegang saham mayoritas. Selain dikenal sebagai distributor alat berat terkemuka di Indonesia, Perseroan juga aktif bergerak di bidang kontraktor penambangan dan bidang pertambangan batu bara.

PT. UTPE merupakan anak perusahaan PT. United Tractors Tbk. yang khusus bergerak dalam bidang industri komponen alat berat. Perusahaan ini

berlokasi di Jl. Jababeka XI Blok H 30 – 40, Kawasan Industri Jababeka, Cikarang – Kabupaten Bekasi.

4.1.3. PT. Hanken Indonesia

PT. Hanken Indonesia juga merupakan PMA yang bergerak dalam industri komponen alat berat yang menjadi rekanan PT. Komatsu Indonesia. Perusahaan yang memiliki kantor seluas 600 ㎡ dan pabrik seluas 10,560㎡ ini menempati lahan seluas 30.010 m2

4.2. Kinerja Lingkungan Manajemen Perusahaan Komponen Alat Berat

di Kawasan Industri MM2100 Blok DD-8, Cikarang Barat, Bekasi, Jawa Barat, Indonesia.

Perusahaan ini selama 10 tahun terakhir lebih banyak memproduksi komponen alat berat untuk pasaran luar negeri (ekspor). Sejak tahun 1996 PT. Hanken memiliki kecenderungan mengekspor komponen alat berat secara meningkat dari jumlah di bawah 1.000.000 unit hingga mencapai angka di atas 8.000.000 unit pada tahun 2006. Sementara produksi untuk pasaran dalam negeri baru menembus angka di atas 2.000.000 unit pada tahun 2004, serta bertahan pada angka tersebut hingga tahun 2006.

4.2.1. Parameter Fisik dan Kimia Lingkungan Industri

Limbah yang dihasilkan dari berbagai kegiatan di industri komponen alat berat terdiri dari limbah padat, cair, gas dan debu. Limbah padat dikelompokkan menjadi dua, yaitu limbah padat pabrik dan limbah padat domestik. Limbah padat pabrik terdiri dari bermacam-macam jenis yaitu sisa potongan baja yang berbentuk scrap yang dihasilkan dari proses cutting dan bersifat baja inert. Bentuk limbah padat pabrik yang lainnya adalah cone tembaga, gram, kerak cat, bekas kaleng cat, bekas kaleng thiner, kain majun dan sarung tangan, debu blasting yang semua limbahnya berbentuk padat. Limbah padat pabrik yang dihasilkan ada yang berbahaya dan ada yang tidak berbahaya.

A. PT. Katsushiro Indonesia

Limbah padat pabrik yang pertama adalah jenis limbah bekas kemasan non B-3 berbentuk pellet kayu dengan kapasitas 3,9 m/bulan, karton, kardus dan

stripping plastik rusak dengan kapasitas 2,2 ton/bulan yang semuanya berasal dari bekas kemasan bahan baku dan penolong. Disamping itu juga dihasilkan bekas kemasan non B-3 berbentuk drum wire dan bobbin wire yang berasal dari kemasan wire. Limbah pabrik bekas kemasan non B-3 ini termasuk jenis limbah yang tidak membahayakan dan di PT Katsushiro telah dikelola sejak bulan Maret 1997 dengan cara dikumpulkan lalu diambil pihak ketiga. Tidak banyak dampak yang ditimbulkan dari limbah padat pabrik jenis ini, dampak yang ditimbulkan hanya sebatas menurunkan estetika.

Selanjutnya limbah padat pabrik yang kedua adalah jenis limbah bekas kemasan B-3 berupa drum, kaleng/jerigen yang berasal dari bekas kemasan bahan penolong dengan kapasitas produksi limbah 46 drum 26 kaleng setiap bulan. Pengelolaan limbah telah dilakukan sejak bulan maret tahun 1997 dengan cara dikumpulkan selanjutnya digunakan sebagai kemasan oli bekas atau dikembalikan

ke supplier. Dampak yang ditimbulkan dari limbah ini adalah bisa menurunkan

kualitas air tanah.

Jenis limbah padat pabrik lainnya adalah scrap besi berbentuk potongan baja yang dihasilkan dari proses produksi tahap stamping dengan kapasitas limbah 41,9 ton/bulan. Limbah yang pengelolaannya telah dilakukan sejak bulan maret 1997 ini tidak memberikan dampak yang membahayakan hanya saja menurunkan estetika. Setelah dikumpulkan limbah ini diambil oleh pengumpul besi bekas. Limbah padat pabrik yang keempat adalah debu dari dust collectorsand blasting

berbentuk gumpalan/ hablur yang berasal dari proses produksi melting (peleburan logam), RCS dengan kapasitas produksi limbah 18,5 ton/bulan. Walaupun tidak berbahaya, limbah ini bisa menurunkan kualitas air tanah. Pengelolaannya telah dilakukan sejak bulan maret 1997 dengan cara dikumpulkan lalu dikirim ke pihak ketiga.

Selanjutnya jenis limbah padat pabrik lainnya yang berbahaya dan juga dapat menurunkan kualitas air tanah adalah sludge painting berbentuk gumpalan cat yang dihasilkan dari proses produksi spray booth painting dan limbah padat pabrik APD bekas majun dan sarung tangan bekas yang juga dihasilkan dari proses produksi. Berbeda dengan limbah APD yang pengelolaannya telah lama dilakukan sejak maret 1997, limbah padat sludge painting pengelolaannya baru

dilakukan sejak 2007 yang lalu. Kedua jenis limbah tersebut penanganannya dilakukan dengan cara dikumpulkan dan selanjutnya dikirim ke PPLI.

Jenis limbah padat lainnya adalah limbah domestik yang berbentuk limbah organik; kertas plastik yang semuanya berasal dari kegiatan di kantor, kantin dan pemeliharaan taman. Limbah yang dihasilkan sebesar 42 ton/bulan. Penanganan limbah padat domestik ini telah dilakukan sejak bulan Maret 1997 dengan cara dikumpulkan dan dibuang ke TPA oleh pengelola kawasan. Meskipun tidak berbahaya, tetapi keberadaan limbah ini bisa menurunkan estetika, menimbulkan bau yang tidak sedap sehingga menyebabkan banyak lalat.

Limbah berikutnya yang dihasilkan dari kegiatan pabrik adalah jenis limbah cair. Sama halnya dengan limbah padat, limbah cair juga dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu limbah cair pabrik dan limbah cair domestik. Ada tiga jenis limbah cair pabrik, yaitu: (1) oli bekas (23 drum/bulan) yang berasal dari kegiatan

maintenance compressor dan genset, pengelolaannya telah dilakukan sejak bulan

maret 1997. Meskipun limbah ini menimbulkan dampak dapat menurunkan kualitas air tanah, namun dengan penanganan yang baik limbah jenis ini masih bisa dimanfaatkan lagi sebagai pelumas mesin yang lain atau dikumpulkan dan dikirim ke pengumpul oli bekas. (2) coolant (2,33 m³/bulan) yang berasal dari proses produksi stamping. Limbah ini pengelolaannya baru saja dilakukan mulai tahun 2007 dengan cara dikirimkan ke PPLI. Dampak yang ditimbulkan adalah bisa menurunkan kualitas air tanah. (3) jenis limbah cair yang berasal dari seluruh kegiatan produksi seperti pada proses pencucian, blown down cooling tower. Pengelolaannya telah dilakukan sejak Maret 2007 dengan cara pemisahan kandungan minyak dengan oil trap, sedimentasi dan dialirkan ke WWTP kawasan. Keberadaan limbah ini dapat menimbulkan dampak yaitu menambah beban WWTP kawasan.

Limbah cair domestik berasal dari kegiatan pabrik dan kantor, yaitu : berasal dari pencucian alat kantin dan sanitasi dengan kapasitas limbah yang dihasilkan sebesar 100 m³/hari. Penanganannya telah dilakukan sejak Maret 1997 dengan cara menambah beban WWTP kawasan. Hal yang penting dari semua jenis limbah cair yang dihasilkan pabrik adalah sifatnya yang berbahaya sehingga penangananya perlu dilakukan dengan baik.

Jenis limbah terakhir yang dihasilkan pabrik adalah gas dan debu, yang dihasilkan dengan kapasitas/satuan waktu adalah selama 24 jam/hari, 6 hari/minggu. Gas dihasilkan dari kegiatan proses produksi di pabrib, demikian juga dengan debu dihasilkan dari berbagai kegiatan proses produksi baik pada wilayah ruang kerja plant I, ruang kerja plant II serta pada emisi painting. Gas dan debu yang dihasilkan sifatnya berbahaya sehingga diperlukan penanganan khusus seperti dengan cara pemakaian masker, pemasangan exhaust fan, ventilasi yang cukup, scrubber, dust collector serta dengan mengalirkan buangan emisi lewat cerobong yang dilengkapi bagian filter. Penanganan ini telah dilakukan oleh pabrik ini sejak bulan maret 1997. Dampak yang ditimbulkan dari gas dan debu yang dihasilkan dapat menurunkan kualitas udara ruang kerja juga lingkungan pabrik, menyebabkan iritasi mata dan saluran pernafasan.

Selain menghasilkan limbah, kegiatan di pabrik juga menimbulkan kebisingan dan kebauan. Kebisingan ditimbulkan dari operasional mesin produksi. Tentu saja kebisingan ini membahayakan karena mengganggu pendengaran apalagi kebisingan yang ditimbulkan berlangsung selama 24 jam/hari, 6 hari/minggu. Namun demikian pihak pengelola pabrik telah melakukan penanganan sejak bulan Maret 1997, dengan cara mengisolasi sumber bising dan dengan pemakaian ear plug. Dampak yang ditimbulkan dari kebisingan adalah menimbulkan bising di ruang kerja dan mengganggu pendengaran karyawan. Sementara itu kebauan yang dihasilkan berasal dari proses produksi painting

dengan kapasitas kebauan selama 24 jam/hari, 6 hari/minggu. Kebauan ini sifatnya berbahaya karena menimbulkan dampak dapat menurunkan kualitas udara ruang kerja, menyebabkan iritasi mata dan saluran pernafasan. Pengelolaan terhadap kebauan telah dilakukan sejak bulan Maret 1997 dengan cara pemakaian masker, exhaust fan, ventilasi yang cukup, dan scrubber. Adapun komposisi limbah yang dihasilkan dari operasional industri komponen alat berat pada PT. Katsushiro seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. ... Komposisi Fisik-Kimia Limbah yang dihasilkan PT. Katsushiro

No Jenis Limbah Bentuk Fisik Kapasitas per satuan waktu

Baku mutu yang digunakan

Sistem pengelolaan yang dilakukan

Kualitas Parameter yang > BML 1. Padat

a. Limbah Pabrik

• Bekas kemasan non B-3

• Bekas kemasan B-3

• Scrap besi

• Debu dari dust collector sand blasting

• Sludge/ painting

• ADP bekas majun dan sarung tangan bekas b. Limbah domestik

• Pellet kayu

• Kartoon, kardus & stripping plastik rusak

• Drum wire & Bobbin wire • Drum • Kaleng/ Jerigen Potongan baja Gumpalan/ hablur Gumpalan cat

Majun sarung tangan bekas

Limbah organik, kertas, plastik 3,9 m/ bulan 2,2 ton/ bulan 46 drum/ bulan 20 kaleng/ bulan 41,9 ton/ bulan 18,5 ton/ bulan 42 ton/ bulan Tidak ada Tidak ada Tidak ada PP No. 18/ 1999 PP No. 85/ 1999 Tidak ada Tidak ada PP No. 18/ 1999 PP No. 85/ 1999 PP No. 18/ 1999 PP No. 85/ 1999 Tidak ada

Dikumpulkan dan diambil pihak ketiga

Dikumpulkan dan diambil pihak ketiga

Dikumpulkan dan diambil pihak ketiga

Dikumpulkan dan dipakai untuk kemasan oli bekas/ dikembalikan ke supplier

Dikumpulkan dan diambil pengumpul besi bekas

Dikumpulkan dan dikirim ke pihak ketiga

Dikumpulkan dan dikirim ke PPLI

Dikumpulkan dan dikirim ke PPLI

Dikumpulkan dan dibuang ke TPA oleh pengelola kawasan

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

No Jenis Limbah Bentuk Fisik Kapasitas per satuan waktu

Baku mutu yang digunakan

Sistem pengelolaan yang dilakukan Kualitas Parameter yang > BML 2. Cair a. Limbah Pabrik b. Limbah domestik • Oli bekas • Coolant

• Limbah cair dari seluruh kegiatan produksi

Limbah cair domestik dari pabrik dan kantor

23 drum/ bulan 2,33 m³/ bulan 80 m³/ hari 100 m³/ hari PP No. 18/ 1999 PP No. 85/ 1999 PP No. 18/ 1999 PP No. 85/ 1999 Estate Regulation pH : 6 – 9 TSS : 400 mg/ lt NO2 : 2 mg/ lt NO3 : 30 mg/ lt NH3 : 10 mg/ lt F : 2 mg/ lt CL2 : 20 mg/ lt H2S : 0,1 mg/ lt BOD : 500 mg/ lt COD : 800 mg/ lt Fe : 5 mg/ lt Mn : 2 mg/ lt Pb : 0,1 mg/ lt Cd : 0,05 mg/ lt Estate regulation kawasan Jababeka

Digunakan untuk pelumas mesin lain/ dikumpulkan dan dikirim ke pengumpul oli bekas

Dikirim ke PPLI

Pemisahan kandungan minyak dengan oil trap, sedimentasi dan dialirkan ke WWTP kawasan Dialirkan ke WWTP kawasan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

No Jenis Limbah Bentuk Fisik Kapasitas per satuan waktu

Baku mutu yang digunakan

Sistem pengelolaan yang dilakukan Kualitas Parameter yang > BML 3. Udara a. Kebisingan b. Gas c. Kebauan d. Debu

• Ruang kerja plant I

• Ruang kerja plant II

• Emisi painting Bising Gas Gas Partikel debu Partikel debu Partikel debu Selama 24 jam/ hari, 6 hari/ minggu Selama 24 jam/ hari, 6 hari/ minggu Selama 24 jam/ hari, 6 hari/ minggu Selama 24 jam/ hari, 6 hari/ minggu Selama 24 jam/ hari, 6 hari/ minggu Selama 24 jam/ hari, 6 hari/ minggu SK Menaker No. KEP-51/MEN/99 Bising : 85 dBA SE Menaker No. SE- 01/Men/97 NO2: 5600µg/m³

SO2: 5200µg/m³ CO: 10000 µg/m³ SE Menaker No. SE- 01/MEN/97

Benzen: 32mg/m³ Toluen:188mg/m³ Xylen:434m g/m³

SE Menaker No. SE- 01/MEN/97

Debu : 10 mg/ m³ Pb : 0,05 mg/ m³ SE Menaker No. SE- 01/MEN/97

Debu : 10 mg/ m³ Pb : 0,05 mg/ m³ SE Menaker No. SE- 01/MEN/97

Debu: 350 mg/ m³ Pb : 0,05 mg/ m³

• Isolasi sumber bising

• Pemakaian ear plug

• Pemakaian masker

• Exhaust Van

• Ventilasi yang cukup

• Scrubber

• Pemakaian masker

• Exhaust fan

• Ventilasi yang cukup

• Scrubber

•Pemasangan exhaust fan, dust collector

•Pemakaian masker

•Pemasangan exhaust fan, dust collector

•Pemakaian masker

Mengalirkan buangan emisi lewat cerobong yang dilengkapi bagian filter Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

B. PT. United Tractors Pandu Engineering

Limbah padat cone tembaga dihasilkan dari kegiatan fabrikasi, limbah padat jenis gram, kain majun dan sarung tangan dihasilkan dari proses machining, sedangkan limbah padat jenis kerak cat, bekas kaleng cat, bekas kaleng thiner dan debu blasting dihasilkan dari proses pengecatan. Sifat dari limbah cone tembaga dan gram tidaklah berbahaya dan limbah padat pabrik lainnya (limbah kerak cat, bekas kaleng cat, bekas kaleng thiner, kain majun dan sarung tangan, debu

blasting) merupakan limbah yang bersifat limbah B3. Kapasitas limbah yang

dihasilkan persatuan waktu adalah sisa-sisa potongan baja: 20 ton/bulan, cone

tembaga: 200 pcs/bulan, gram: 2 m²/bulan, kerak cat: 1 kg/bulan, bekas kaleng cat: 30 kaleng/bulan, bekas kaleng thiner 15 jerigen/bulan, kain majun dan sarung tangan: 2 kg/hari, debu blasting: 3 drum/bulan.

Pengelolaan limbah jenis sisa-sisa potongan baja, cone tembaga, gram telah dilakukan sejak Januari 1996 dengan cara dikumpulkan untuk kemudian dijual ke Bapak Haji Abdul Gofur. Sementara itu untuk kerak cat dikumpulkan lalu kemudian dikirim ke PPLI. Limbah yang lainnya seperti bekas kaleng cat, bekas kaleng thiner, kain majun dan sarung tangan, debu blasting pengelolaannya baru dimulai sejak oktober 2005 dengan cara dikembalikan ke suplier dan kerja sama dengan PPLI. Apabila tidak dilakukan pengelolaan yang baik maka bisa menimbulkan beberapa dampak yang merugikan seperti mengurangi estetika, menurunkan kualitas air tanah, mengganggu saluran pernafasan

Jenis limbah padat yang lainnya adalah limbah padat domestik. Limbah padat domestik pabrik ini berupa sisa kertas HVS dengan kapasitas 20 kg/ hari yang berasal dari kegiatan kantor. Limbah ini termasuk jenis limbah yang tidak berbahaya namun tetap memerlukan pengelolaan karena akan mengganggu estetika. Pengelolalaanya telah dilakukan sejak januari 1996 dengan cara dikumpulkan lalu dibuang ke TPA.

Selanjutnya jenis limbah yang kedua adalah limbah cair. Limbah cair yang pertama berupa limbah cair pabrik yang berasal dari proses pendinginan dan proses painting dengan kapasitas 5 m³/ bulan – 10 m³/ bulan. Limbah cair yang kedua adalah limbah cair domestik yang berasal dari proses kegiatan kantor dan kantin dengan kapasitas 13,5 m³/ hari. Kedua jenis limbah ini tidak berbahaya

namun telah dilakukan pengelolaan sejak januari 1996 dengan cara dibuang ke jalur WWT kawasan Jababeka sehingga sebagai dampaknya otomatis akan menambah beban WWT kawasan Jababeka. Limbah cair yang ketiga adalah olie yang dihasilkan dari kegiatan maint dan assembling dengan kapasitas 3 liter setiap bulannnya. Pengelolaan limbah telah dilakukan sejak Januarai 1996 dengan cara dikumpulkan dan selanjutnya dijual ke PT Tipar Nirmala. Sesama, karena jika tidak dilakukan pengelolaan dengan baik maka dampak yang ditimbulkan adalah bisa menurunkan kualitas air tanah. Limbah cair yang terakhir adalah collant yang berasal dari kegiatan machining dengan kapasitas 2 liter setiap bulannya. Pengelolaannya telah dilakukan sejak bulan Desember 2005 melalui kerja sama dengan PPLI. Limbah olie dan collant termasuk golongan B3.

Limbah sampingan lainnya yang dihasilkan adalah debu dan gas. Debu yang dihasilkan berada di dalam maupun di luar ruangan produksi berupa partikel debu. Di dalam ruang produksi debu dihasilkan dari proses cutting dan fabrikasi dengan kapasitas terus menerus selama 16 jam/ hari, 6 hari/ minggu. Penanggulangan partikel debu dalam ruang produksi ini telah dilakukan sejak bulan januari tahun 1996 dengan cara mewajibkan setiap karyawan pabrik untuk memakai masker dan memperbaiki proses produksi, karena jika tidak dilakukan penanganan yang baik

Dokumen terkait