• Tidak ada hasil yang ditemukan

Environmental management model of heavy equipment components industry based on public participation and collaboration

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Environmental management model of heavy equipment components industry based on public participation and collaboration"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PENGELOLAAN LINGKUNGAN

INDUSTRI KOMPONEN ALAT BERAT BERBASIS

PARTISIPASI DAN KEMITRAAN MASYARAKAT

BUDI SETYO UTOMO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengelolaan Lingkungan Industri Komponen Alat Berat Berbasis Partisipasi dan Kemitraan Masyarakat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Budi Setyo Utomo

(3)

ABSTRACT

BUDI SETYO UTOMO. Environmental Management Model of Heavy Equipment Components Industry Based on Public Participation and Collaboration. Supervised by M. SYAMSUL MAARIF, SURJONO H. SUTJAHJO, and SUMARDJO.

As a company engaged in the industrial sector by producing certain components and localized in an industrial area, there will be an impact on the environment. Data analysis was performed descriptively and with the Structural Equation Model (SEM). The results of SEM analysis showed that the developed model has a fairly high level of validity that is shown by the minimum fit chi-square value of 87.95 (P = 0.00100). Based on said model, it shows that the company's performance in waste management is largely determined by employee integrity and objectivity of the new employees followed later by the independence of the employees in waste management.

This research was conducted to support increasing effectiveness and efficiency of corporate management, by determining alternative forms of managing the heavy industrial equipment components environment (PLIKAB)-based on participation and society partnerships. The determination of alternative uses analytical hierarchy process (AHP) with the help of the Criterium Decision Plus v3.04 software.These results indicate that according of experts, the environmental management of industrial waste heavy equipment components must consider the technological aspects of its management. This can be seen from the weighting of each element that indicates the technology element has the greatest weight, which is 0.456. While the most influential actor in the management is the company (0.451),

The best alternative for the management of industrial waste components of the heavy equipment is to form managers based on partnerships by different stock ownership (0.791). It is considered much better than by forming managers based on partnerships by the same stock (0.209).

(4)

RINGKASAN

BUDI SETYO UTOMO. Model Pengelolaan Lingkungan Industri Komponen Alat Berat Berbasis Partisipasi dan Kemitraan Masyarakat. Dibimbing oleh M. SYAMSUL MAARIF, SURJONO H. SUTJAHJO, dan SUMARDJO.

Industri alat berat merupakan salah satu industri penggerak roda perekonomian (driving sector), yang dirumuskan dalam perjanjian kerja sama ekonomi Indonesia Jepang (Indonesian Jepan economic partnership agreement)

tahun 2007, disamping industri automotif, elektronika, tekstil dan galangan kapal. Kebutuhan akan alat berat akan terus meningkat dari sekitar 5.200 unit pada tahun 2007 menjadi 15.000 unit pada tahun 2011 dan akan meningkat menjadi 25.000 unit pada tahun 2015. Kelangkaan bahan baku (masih tergantung dari import), yang disebabkan industri baja lokal belum mampu memproduksinya. Terdapat konflik kepentingan masalah limbah sisa potongan baja yang banyak diminati masyarakat sekitar pabrik, lembaga swadaya masyarakat, aparat pemerintahan dan karyawan industri komponen alat berat itu sendiri. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji upaya peningkatan penggunaan bahan baku secara optimal dengan memanfaatkan limbah melalui perumusan model pengelolaan lingkungan industri alat berat berbasis partisipasi dan kemitraan masyarakat. Tujuan umum penelitian adalah merumuskan model pengelolaan lingkungan industri komponen alat berat berbasis partisipasi dan kemitraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa kegiatan yang perlu dilakukan, yaitu menganalisis kinerja manajemen perusahaan industri komponen alat berat terkait dengan produktivitas sumberdaya manusia dalam pengelolaan lingkungan, menganalisis kinerja perusahaan industri komponen alat berat dalam pengelolaan limbah, menganalisis partisipasi karyawan dalam pengelolaan limbah industri komponen alat berat, merumuskan alternatif bentuk kemitraan dalam pengelolaan limbah industri komponen alat berat yang tepat bagi para pihak terkait, dan merumuskan model pengelolaan lingkungan industri komponen alat berat berbasis partisipasi dan kemitraan masyarakat.

(5)

sangat ditentukan oleh faktor independensi, objektivitas dan integritas karyawan. Studi tingkat partisipasi karyawan dalam pengelolaan limbah industri komponen alat berat melalui analisis persepsi karyawan bertujuan untuk mengetahui persepsi karyawan terhadap kegiatan industri komponen alat berat, juga untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut secara analisis statistika deskriptif. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kemitraan yang sesuai dalam pengelolaan limbah pada industri komponen alat berat, maka dilaksanakan diskusi secara terfokus (FGD). Struktur hirarki yang dihasilkan dalam FGD, dianalisis dengan metode AHP (analitycal hierarchy process). Hasil-hasil analisis tersebut menjadi bahan masukan dalam membangun model dinamik pengelolaan lingkungan industri komponen alat berat berbasis partisipasi dan kemitraan masyarakat. Seluruh hasil analisis dan pemodelan disintesa menjadi sebuah model konseptual kebijakan yang bisa diimplementasikan dalam pengelolaan lingkungan industri komponen alat berat berbasis partisipasi dan kemitraan masyarakat.

(6)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

MODEL PENGELOLAAN LINGKUNGAN

INDUSTRI KOMPONEN ALAT BERAT BERBASIS

PARTISIPASI DAN KEMITRAAN MASYARAKAT

BUDI SETYO UTOMO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : 17 Desember 2011 1. Dr. Ir. Etty Riani, MS.

2. Dr. Ir. Widiatmaka, DEA.

(9)

Judul Disertasi : Model Pengelolaan Lingkungan Industri Komponen Alat

Berat Berbasis Partisipasi dan Kemitraan Masyarakat

Nama : Budi Setyo Utomo

NIM : P062024294

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Maarif, M.Eng. Ketua

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S . Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S. Anggota Anggota

Ketua Program Studi PSL Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc. Agr.

(10)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, disertasi yang berjudul “Model Pengelolaan Lingkungan Industri Komponen Alat Berat Berbasis Partisipasi dan Kemitraan Masyarakat” dapat diselesaikan dengan baik. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulisan disertasi dilakukan bertujuan untuk dapat memberikan manfaat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan pengelolaan lingkungan dan sebagai sumber informasi bagi investor di bidang industri komponen alat berat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir, M. Syamsul Maarif, M.Eng, sebagai ketua komisi pembimbing, serta Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. dan Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S., sebagai anggota komisi, atas bimbingan dan pengarahannya. Demikian juga kepada Dr. Ir. Etty Riani, M.S., sebagai penguji luar komisi pada prelim dan ujian tertutup. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Widiatmaka, DEA., sebagai penguji pada sidang ujian tertutup yang telah memberikan banyak masukan dan perbaikan pada disertasi ini. Selain itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Manajemen PT Katsushiro Indonesia yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam rangka mengikuti program S3 SPs IPB ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan bagi instansi badan pengelola limbah daerah, dan seluruh pakar yang telah berpartisipasi selama proses penelitian dan penyusunan disertasi ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak lainnya yang telah membantu atas saran, masukan, dan bantuan dalam penyusunan disertasi ini. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada istri dan anak-anak yang sangat mendukung dalam mengikuti program S3 SPs IPB ini.

Semoga disertasi ini bisa bermanfaat.

Bogor, Januari 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri, pada tanggal 28 Mei 1948, merupakan anak ke-empat dari lima bersaudara dari pasangan R. Islan Slamet dan Rr. Martini. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada Jurusan Manajemen, Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen pada tahun 1992 Pada tahun 2001 penulis menyelesaikan studi program S2 pada Jurusan Magister Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2003 diterima sebagai mahasiswa S3 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis saat ini bekerja sebagai Wakil Presiden Direktur PT Katsushiro Indonesia. Selama mengikuti program S3, penulis aktif menjadi Pengurus asosiasi industri alat berat (HINABI).

(12)

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

AHP : Analitycal Hierarchy Proces

ANDAL : Analisis Dampak Lingkungan

AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

CDP : Criterium Decision Plus

CSR : Company social Responsibility

dBA : Tingkat Kebisingan

FGD : Focus Group Discussion

HINABI : Himpunan Industri Alat Berat Indonesia

PT : Perseroan Terbatas

SDM : Sumberdaya Manusia

SEM : Structural Equation Model

SPL : Tingkat Tekanan Kebisingan UKL : Upaya Pengelolaan Lingkungan UNDP : United Nation Development Program

UPL : Upaya Pemantauan Lingkungan PPLI : Perusahaan Pengolah Limbah Industri

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Kerangka Pemikiran ... 3

1.4. Perumusan Masalah ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

1.6. Novelty (Kebaruan) ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Pengelolaan Lingkungan ... 10

2.2. Kinerja Manajemen Perusahaan Dalam Pengelolaan Limbah ... 13

2.3. Partisipasi dan Kemitraan Dalam Pengelolaan Limbah ... 14

2.4. Manajemen Strategi ... 27

III. METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

3.2 Rancangan Penelitian ... 32

3.3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.4.BatasanPenelitian ... 424 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1. Gambaran Umum ... 45

4.2. Kinerja Manajemen Perusahaan Komponen Alat Berat ... 47

4.3. Kinerja Perusahaan Komponen Alat Berat Dalam Pengelolaan Limbah .... 68

4.4. Tingkat Partisipasi Karyawan Dalam PLIKAB ... 69

4.5. Bentuk Kemitraan Dalam PLIKAB ... 76

(14)

5.1. Landasan Kebijakan PLIKAB ... 91

5.2. Konsep Kebijakan PLIKAB ... 94

5.3. Verifikasi & Validasi Model Kebijakan ... 100

5.4. Implikasi Kebijakan ... 100

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

6.1. Kesimpulan ... 101

6.2. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 105

LAMPIRAN...105

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Skala penilaian kepentingan relatif ... 42 Tabel 2. Komposisi Fisik-Kimia Limbah yang dihasilkan PT. Katsushiro ... 51 Tabel 3. Komposisi Fisik-Kimia Limbah yang dihasilkan PT. United Tractors

Pandu Engineering ... 57 Tabel 4. Komposisi Fisik-Kimia Limbah yang dihasilkan PT. Hanken

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian. ... 5

2. Skema perumusan masalah... 7

3. Hubungan antara kegiatan manusia dengan dampaknya terhadap lingkungan. ... 11

4. Hubungan tiga jenis studi kelayakan. ... 12

5. Rancangan pengembangan struktur organisasi (Alikodra, 2006) ... 26

6. Model analisis SEM kinerja perusahaan komponen alat berat dalam pengelolaan limbah. ... 34

7. Struktur hierarki pengembangan Sistem Manajemen Lingkungan Industri Komponen Alat Berat ... 41

8. Tahap-tahap analisis AHP. ... 41

9. Gambaran lokasi penelitian ... ... 44

10. Tingkat pendidikan karyawan perusahaan komponen alat berat. ... 64

11. Lama bekerja karyawan di perusahaan dan divisi. ... 64

12. Tingkat pendapatan karyawan. ... 65

13. Bentuk pelayanan perusahaan terhadap karyawan yang mengalami gangguan kesehatan. ... 65

15. Model SEM pengelolaan limbah industri komponen alat berat ... 68

16. Sikap terhadap penanganan limbah padat bernilai ekonomi ... 69

17. Sikap terhadap pemanfaatan limbah secara langsung ... 70

18. Sikap terhadap penjualan limbah. ... 70

19. Sikap terhadap aturan perusahaandalam pengelolaan limbah. ... 71

20. Sikap terhadap minimisasi limbah. ... 72

21. Sikap terhadap penanganan limbah. ... 72

22. Sikap terhadap aturan perusahaan dalam pengelolaan limbah. ... 73

(17)

24. Sikap terhadap pemanfaatan limbah secara langsung. ... 74

25. Sikap terhadap penjualan limbah. ... 74

26. Sikap terhadap aturan perusahaan dalam pengelolaan limbah. ... 75

27. Sikap terhadap penanganan limbah cair tidak bernilai ekonomi. ... 75

28. Sikap terhadap aturan perusahaan dalam pengelolaan limbah ... .74

29. Situasi Pelaksanaan FGD di PT Katsushiro Indonesia .. ...76

30. Analisis stakeholder... ... 77

31. Causal loop ... 77

32. Stock Flow Diagram ... 93

33. Grafik simulasi produksi alat berat pertahun dari periode Januari 2010 s/d Januari 2030 ... 78

34. Grafik simulasi penggunaan bahan baku periode Januari 2010 s/d Januari 2030 ... 79

35. Grafik simulasi limbah total, limbah diolah, limbah slag masyarakat periode Januari 2010 s/d Januari 2030 ... 80

36. Grafik simulasi nilai ekonomi limbah ... 80

37. Grafik simulasi biaya sosial masyarakat (CSR, lembaga pendidikan, BLK, TUK) periode Januari 2010 s/d Januari 2030 ... 80

38. Grafik simulasi indeks penurunan limbah, peningkatan nilai ekonomi,peningkatan stabilitas sosial periode Januari 2010 s/d Januari 2030 ... 80

39. Bentuk kemitraan menurut AHP ... 81

40. Sistem manajemen lingkungan (SML) dalam PLIKAB ... 84

41. Keuntungan PLIKAB melalui Partisipasi dan Kemitraan ... 85

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Partisipasi Karyawan Divisi Painting ... 109

2 Partisipasi Karyawan Divisi Persiapan Bahan ... 110

3 Partisipasi Karyawan Divisi Manufaktur ... 111

4 Partisipasi Karyawan Divisi PPC ... 112

5 Partisipasi Karyawan Divisi Cutting ... 113

6 Partisipasi Karyawan Divisi Fabrikasi ... 114

7 Partisipasi Karyawan Divisi Machining ... 115

8 Aspek Integritas dalam SEM ... 116

9 Aspek Independensi dalam SEM ... 120

10 Aspek Objektivitas dalam SEM ... 124

11 Tampilan Model Dinamik PLIKAB ... 128

12 Hasil Simulasi Model Dinamik ... 129

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak terjadi krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997, kondisi dunia usaha di Indonesia mengalami ketidakpastian (uncertaint) yang diperburuk dengan kondisi politik yang tidak stabil, restrukturisasi perbankan yang tidak berjalan secara optimal dan sektor riil yang tidak berkembang. Kondisi tersebut menuntut kemampuan manajemen perusahaan untuk dapat mengelola sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien agar keberlangsungan usaha dapat terjamin. Kemampuan untuk mengelola dan mengalokasikan sumberdaya sesuai dengan visi dan misi perusahaan, beradaptasi dengan lingkungan bisnis yang selalu berubah, dan kepuasan pelanggan merupakan tuntutan perusahaan dalam berbagai industri jasa dan perdagangan maupun industri manufaktur termasuk industri komponen alat berat. Industri alat berat merupakan salah satu industri penggerak roda perekonomia (driving sector), yang dirumuskan dalam perjanjian kerja sama ekonomi Indonesia Jepang (Indonesian Jepan economic partnership

agreement) tahun 2007, disamping industri automotif, elektronika, tekstil dan

galangan kapal. Kebutuhan akan alat berat terus meningkat dari sekitar 5.200 unit pada tahun 2007 menjadi 15.000 unit pada tahun 2011 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 25.000 unit pada tahun 2015 (HINABI 2011). Kelangkaan bahan baku (masih tergantung dari import) masih terjadi, yang disebabkan industri baja lokal belum mampu untuk memproduksinya. Adanya konflik kepentingan masalah limbah sisa potongan baja yang banyak diminati masyarakat sekitar, lembaga swadaya masyarakat, aparat pemerintahan dan karyawan industri komponen alat berat itu sendiri.

(20)

Untuk memenuhi produksi komponen alat berat sebagian besar bahan baku dipenuhi dari hasil impor yang berharga mahal. Bahan baku sisa produksi masih bernilai ekonomis dan diminati oleh banyak pihak. Hal ini, bisa menimbulkan konflik kepentingan dan bisa mengganggu kontinuitas aktifitas industri. Sebagai contoh maraknya terjadi demonstrasi oleh pihak-pihak tertentu akibat konflik kepentingan tersebut. Salah satu penyebabnya adalah adanya kesenjangan ekonomi antar pihak yang memanfaatkan bahan baku tersebut, serta kapasitas sumberdaya manusia (masyarakat) sekitar industri komponen alat berat tersebut. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang tepat untuk menyelesaikan berbagai permasalahan kompleks akibat pemanfaatan limbah industri komponen alat berat tersebut.

Rancangan pengelolaan limbah yang tepat bisa dilakukan berdasarkan penelitian yang komprehensif terhadap efektivitas dan efisiensi pengelolaan lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya pada industri komponen alat berat. Pengelolaan ini juga harus berbasis partisipasi dan kemitraan masyarakat guna mengurangi konflik kepentingan dan mendukung keberlanjutan aktifitas industri itu sendiri.

(21)

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah merumuskan model pengelolaan lingkungan industri alat berat berbasis partisipasi dan kemitraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut maka ada beberapa kegiatan yang perlu dilakukan sebagai tujuan khusus, yaitu :

1. Menganalisis kinerja manajemen perusahaan industri komponen alat berat terkait dengan produktivitas sumberdaya manusia dalam pengelolaan lingkungan.

2. Menganalisis kinerja perusahaan industri komponen alat berat dalam pengelolaan limbah

3. Menganalisis partisipasi karyawan dalam pengelolaan limbah industri komponen alat berat.

4. Merumuskan alternatif bentuk kemitraan dalam pengelolaan limbah industri komponen alat berat yang tepat bagi para pihak terkait.

5. Merumuskan model pengelolaan lingkungan industri komponen alat berat berbasis partisipasi dan kemitraan masyarakat.

1.3. Kerangka Pemikiran

Kegiatan industri komponen alat berat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu kinerja lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang baik menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mematuhi peraturan perundangan di bidang lingkungan hidup, juga mencerminkan budaya perusahaan yang memiliki perhatian, kepedulian, dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Perusahaan yang dapat mengalokasikan penggunaan sumberdaya yang dimiliki, baik untuk menghasilkan produk maupun mengelola lingkungan akan meningkatkan produktivitas perusahaan.

(22)

lingkungan pada industri komponen alat berat, yaitu komponen fisik-kimia; komponen sosial, ekonomi, budaya; komponen kesehatan lingkungan masyarakat, keamanan dan ketertiban masyarakat. Hasil pemantauan dampak dapat menunjukkan ketaatan dan keakuratan hasil analisis prakiraan dampak yang diperkirakan sebelumnya dalam dokumen kelayakan lingkungan yang dimiliki perusahaan.

Kinerja lingkungan perusahaan dapat ditingkatkan melalui model pengelolaan lingkungan yang berbasis partisipasi dan kemitraan masyarakat. Untuk meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan, ada potensi masyarakat yang dapat diberdayakan dalam pengelolaan limbah. Pemberdayaan masyarakat tersebut dapat terwujud melalui kerjasama yang saling menguntungkan (kemitraan) antara perusahaan dengan masyarakat yang terkait, antara lain pedagang besi bekas, pelaku industri kecil alat pertanian, dan industri kecil logam lainnya dalam pengelolaan limbah melalui reuse atau recycle. Kemitraan dapat terbentuk dengan baik jika terjadi kebergantungan sumberdaya, komitmen yang simetris antara pelaku, tujuan umum bersama, komunikasi yang efektif, dan budaya kerja yang saling terkait (Samii et al., 2002). Hagen (2002) menekankan pentingnya kompatibilitas, kapabilitas, komitmen, dan kontrol sebagai aspek penentu keberhasilan kemitraan. Kinerja lingkungan dapat juga ditingkatkan melalui kerjasama dengan stakeholder yang terkait, antara lain manajemen dan karyawan industri alat berat, pemerintah, asosiasi, dan konsumen. Kerjasama tersebut dapat bersifat konsultatif, kolaboratif, atau kolegial tergantung pada segmen stakeholder yang berperan.

(23)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian.

1.4. Perumusan Masalah

Industri komponen alat berat merupakan salah satu sektor industri padat modal dengan menggunakan bahan baku utama lembaran baja canai panas impor. Ketergantungan terhadap bahan baku impor tersebut menyebabkan daya saing perusahaan menjadi berkurang. Keadaan ini diperburuk dengan kondisi perekonomian yang belum pulih sehingga menyebabkan berbagai proyek pembangunan tidak sepesat sebelum krisis terjadi. Permintaan terhadap komponen alat berat menjadi berkurang karena permintaan terhadap alat berat juga berkurang. Hal ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan adanya peningkatan masuknya alat berat bekas.

Perhatian dan kepedulian industri, termasuk industri komponen alat berat terhadap kualitas lingkungan harus ditingkatkan untuk menjaga kelestarian lingkungan (fisik, kimia, biologi dan sosial). Sementara itu dokumen pengelolaan

Kinerja Lingkungan Industri

Budaya Lingkungan Produktivitas

perusahaan

Model Pengelolaan Lingkungan Industri Komponen Alat Berat Berbasis Partisipasi dan Kemitraan

(24)

lingkungan yang menjadi acuan dalam pengelolaan dampak lingkungan perusahaan belum dilaksanakan secara efektif dan efisien. Apabila upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang terdapat di dalam dokumen dilaksanakan, maka kinerja perusahaan akan meningkat, juga dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan karena adanya kepercayaan masyarakat dan pemerintah terhadap perusahaan yang peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Oleh karena itu penelitian tentang model pengelolaan lingkungan industri komponen alat berat berbasis partisipasi dan kemitraan masyarakat dilakukan. Penelitian difokuskan pada limbah padat yang masih bernilai ekonomi agar supaya limbah yang dihasilkan tersebut dapat digunakan kembali untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pengelolaan lingkungan sering dianggap sebagai beban bagi perusahaan karena berhubungan dengan peningkatan pembiayaan tetapi tidak berhubungan langsung dengan peningkatan produktivitas. Sementara itu sistem pengelolaan lingkungan industri komponen alat berat berbasis partisipasi dan kemitraan masyarakat yang tidak menurunkan produktivitas perusahaan belum ada. Berdasarkan hal tersebut, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kinerja manajemen perusahaan industri komponen alat berat terkait dengan produktivitas sumberdaya manusia dalam pengelolaan lingkungan.

2. Bagaimana kinerja perusahaan industri komponen alat berat dalam pengelolaan limbah.

3. Bagaimana partisipasi karyawan dalam pengelolaan limbah industri komponen alat berat.

4. Bagaimana bentuk kemitraan dalam pengelolaan limbah industri komponen alat berat.

5. Bagaimana model konseptual pengelolaan lingkungan industri komponen alat berat berbasis partisipasi dan kemitraan masyarakat.

(25)

Gambar 2. Skema perumusan masalah.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pengembangan ilmu pengetahunan dan teknologi, peningkatan pengelolaan lingkungan, dan sebagai sumber informasi bagi investor yang akan berusaha di bidang industri komponen alat berat. Manfaat yang diharapkan tersebut secara lebih rinci adalah sebagai berikut:

Industri komponen alat berat

Bahan baku lembaran

baja canai panas Impor

Limbah

Penurunan kualitas lingkungan industri

Pengelolaan belum optimal

Penurunan sumberdaya perusahaan

Konflik kepentingan

Partisipasi dan kemitraan

Kinerja manajemen perusahaan terkait dengan produktivitas SDM dalam pengelolaan lingkungan

Kinerja perusahaan dalam pengelolaan

lingkungan

(26)

1. Memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan sistem pengelolaan lingkungan pada industri komponen alat berat.

2. Sebagai masukan bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan pada industri komponen alat berat.

3. Sebagai masukan bagi pihak pengusaha industri komponen alat berat dalam upaya pengelolaan lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya agar keberlanjutan usaha dapat terjamin.

1.6. Novelty (Kebaruan)

Novelty (kebaruan) dari penelitian ini didasarkan atas ada tidaknya

penelitian serupa yang telah dilakukan sebelumnya. Kebaruan ditelusuri dari penelitian terdahulu pada: (1) industri komponen alat berat; (2) pendekatan partisipasi dan kemitraan masyarakat; serta (3) metodologi yang dilakukan dalam penelitiannya. Hasil penelusuran lengkap dibahas pada bagian tinjauan pustaka, sementara resume penelusuran disajikan pada paparan berikut.

Upaya pengelolaan lingkungan dengan berbagai pendekatan partisipasi masyarakat telah dikaji di Amerika oleh Glicken (2000), serta Baral dan Engellken (2002). Sementara di Eropa hal yang sama telah diteliti oleh Soneryd (2004) dan Tippett et al. (2005). Penelitian berbasis partisipasi dan produksi bersih pada industri gula telah diteliti Sudrajat (2011) di Indonesia. Kemitraan juga menjadi fokus dalam beberapa penelitian, antara lain mengenai kebijakan kemitraan lingkungan dan pengelolaan adaptif dalam pengelolaan pesisir di California oleh Kallis et al. (2009), Lejano dan Ingram (2009), serta Shilling et al. (2009).

(27)

1. Kebaruan pada objek penelitian di industri komponen alat berat yang memiliki karakteristik tersendiri dan belum diteliti sebelumnya, melalui kombinasi pendekatan proses partisipasi dan kemitraan masyarakat dalam pengelolaan limbahnya;

2. Kebaruan penerapan metode pendekatan sistem yang bersifat komprehensif dalam mengkaji pengelolaan limbah industri komponen alat berat dari berbagai perspektif pembangunan berkelanjutan, yaitu aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek lingkungan;

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengelolaan Lingkungan

Suratmo (1992), menyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan segala benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilaku yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta lingkungan hidup. Lingkungan hidup dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

1. Lingkungan fisik-kimia; 2. Lingkungan biologi;

3. Lingkungan manusia yang meliputi bentuk sosial-ekonomi dan sosial-budaya. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), menjelaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Menurut Nuswardani (1989), pengelolaan lingkungan hidup tersebut pada dasarnya bertujuan untuk

1. Menjamin kesehatan dan kesejahteraan manusia.

2. Melindungi alam (lingkungan) seperti tanah, udara, air, tumbuhan, dan hewan dari gangguan alam dan manusia yang sifatnya merusak.

3. Menghilangkan, menghapus atau memberantas bahaya, kerusakan, kerugian dan bahan-bahan lain yang disebabkan oleh perilaku manusia.

4. Memperbaiki mutu atau kualitas lingkungan.

(29)

semakin lama menimbulkan banyak perubahan pada sumberdaya alam dan lingkungan. Perubahan tersebut seringkali masih dapat ditoleransi oleh manusia karena dianggap tidak menimbulkan kerugian pada manusia secara langsung. Tetapi perubahan yang makin besar akhirnya akan berdampak positif maupun negatif bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Hal ini menyebabkan manusia mulai meninjau kembali semua kegiatannya dan berusaha untuk menghindari kegiatan yang dapat menimbulkan dampak negatif, serta mencari cara untuk mencegah timbulnya dampak tersebut agar kesejahteraan dan kehidupannya tidak terancam. Gambar 3 menunjukkan bahwa kegiatan manusia untuk mencapai kesejahteraannya akan menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap lingkungan.

Gambar 3. Hubungan antara kegiatan manusia dengan dampaknya terhadap lingkungan.

Studi kelayakan merupakan salah satu syarat sebuah rencana kegiatan pembangunan untuk mendapatkan perizinan. Studi kelayakan tersebut meliputi kelayakan teknis, kelayakan ekonomis dan kelayakan lingkungan (Gambar 4). Kelayakan teknis bertujuan untuk melihat apakah secara teknis kegiatan yang direncanakan dapat dilakukan. Kelayakan ekonomis bertujuan untuk melihat apakah secara ekonomi kegiatan yang direncanakan akan menguntungkan atau tidak. Sedangkan kelayakan lingkungan menekankan pada apakah kegiatan yang direncanakan akan memberi dampak negatif terhadap ekosistem; lingkungan fisik, kimia, biologi, dan sosial budaya; serta kesehatan lingkungan dan masyarakat.

Kegiatan Manusia

Pembangunan Ekonomi

Kesejahteraan Manusia

(30)

Studi Kelayakan

Teknis

Studi Kelayakan

Ekonomis

Studi Kelayakan

Lingkungan

Proyek

Berjalan

Dampak

Lingkungan

Pengelolaan

Lingkungan Studi Kelayakan

Gambar 4. Hubungan tiga jenis studi kelayakan.

Hasil studi kelayakan lingkungan yang dilakukan oleh pihak pemrakarsa akan menjadi dasar bagi pemerintah dalam mengambil keputusan tentang kelayakan suatu rencana kegiatan dari aspek lingkungan. Ada tiga alternatif keputusan yang akan diambil oleh pemerintah, yaitu

1. Proyek tidak layak untuk dibangun;

2. Proyek layak untuk dibangun sesuai dengan usulan (tanpa prasyarat);

3. Proyek layak untuk dibangun tetapi dengan saran-saran tertentu yang harus diikuti pemilik proyek (dengan syarat).

Pada saat proyek sudah berjalan, laporan studi kelayakan lingkungan merupakan alat untuk memberikan penilaian dan keputusan yaitu membandingkan hasil pemantauan dengan apa yang telah tertulis di dalam dokumen pengelolaan lingkungan. Dokumen utama dari studi kelayakan lingkungan adalah dokumen analisis dampak lingkungan yang memuat analisis prakiraan dampak yang dikaji secara cermat dan mendalam (Sutjahjo, 2003). Secara garis besar langkah-langkah dalam melakukan analisis prakiraan dampak adalah sebagai berikut:

(31)

proyek yang akan menimbulkan dampak dapat menggunakan berbagai matriks identifikasi dampak atau skema aliran dampak.

2. Menghitung besaran dampak yang akan terjadi, sehingga dapat disajikan secara kuantitatif. Apabila besaran tidak mungkin disajikan secara kuantitatif dapat disajikan secara kualitatif. Perhitungan dapat dilakukan dengan berbagai model matematika, kecuali untuk bidang biologi, sosial-ekonomi-budaya sering belum memiliki bentuk model matematika, kecuali untuk prevalensi penyakit, tingkat pendapatan, dan jumlah penduduk yang terkena dampak, sehingga seringkali hanya mempercayakan kepada professional judgment dari anggota tim ahli yang membidanginya.

3. Evaluasi atau analisis serta pembahasan dari dampak yang diperkirakan akan timbul. Dalam langkah ini anggota tim menggunakan ilmu pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya untuk melakukan analisis dan evaluasi dampak. 4. Menyusun upaya-upaya yang akan diusulkan untuk pengendalian dampak

negatif dan meningkatkan dampak positif yang akan disusun secara rinci dalam dokumen rencana pengelolaan lingkungan serta rencana pemantauannya dalam dokumen rencana pemantauan lingkungan.

Dampak lingkungan dalam dokumen kelayakan lingkungan harus disajikan secara jelas dan tersusun dengan baik sehingga mereka yang mengevaluasi dapat secara cepat mendapat gambaran dari dampak yang akan timbul dan bagaimana sifat dampak tersebut. Dampak yang terjadi pada setiap komponen lingkungan dan dampak pada proyek harus dibahas satu per satu secara kuantitatif dan kualitatif, yang meliputi uraian dampak langsung dan tidak langsung, upaya-upaya menghindari atau mengurangi dampak negatif, termasuk upaya-upaya untuk meningkatkan dampak positif.

2.2. Kinerja Manajemen Perusahaan Dalam Pengelolaan Limbah

(32)

perusahaan.

Tujuan perusahaan dapat berupa memproduksi barang atau jasa tertentu yang akan dihasilkan dalam satuan waktu, perusahaan juga memiliki tujuan untuk memperoleh pendapatan bersih yang maksimal. Bahkan tidak tertutup kemungkinan perusahaan memiliki tujuan lain, seperti jumlah maksimal limbah yang dihasilkan, tingkat minimal gaji karyawan, dan lain sebagainya. Untuk mencapai tujuan yang berbeda-beda tersebut dalam waktu bersamaan diperlukan suatu pengalokasian sumberdaya dengan menggunakan konsep optimasi melalui pendekatan keberlanjutan yang mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.

2.3. Partisipasi dan Kemitraan Dalam Pengelolaan Limbah

2.3.1. Partisipasi

Arenstein (1969) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah “A categorical terms for citizen power. It is the redistribution of power that enables the have not citizens, presently excluded from the political and economic processes, to deliberately include in the future.

Definisi ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat sebenarnya merupakan suatu kategori istilah kekuasaan masyarakat. Partisipasi sesungguhnya adalah pendistribusian kembali kekuasaan dari kekangan proses politik dan ekonomi untuk kemudian bebas menentukan masa depannya.

(33)

pengambilan keputusan, mengimplementasikan program-program, pembagian keuntungan dalam program pembangunan dan keterlibatan masyarakat dalam upaya-upaya mengevaluasi program.

Suatu proses yang melibatkan masyarakat umum dikenal sebagai peran serta masyarakat, yaitu proses komunikasi dua arah yang berlangsung terus-menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat secara penuh atas suatu proses kegiatan, dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan dianalisa oleh badan yang berwenang. Secara sederhana Canter (1996) mendefinisikan partisipasi sebagai komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang suatu kebijakan (feed-forward information) dan komunikasi dari masyarakat ke pemerintah atas kebijakan tentang kebutuhan (feedback information).

Dari sudut terminologi, peran serta masyarakat dapat diartikan sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua kelompok, yaitu kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan (non-elite) dan kelompok yang selama ini melakukan pengambilan keputusan (elite). Lebih khusus peran serta masyarakat merupakan suatu cara untuk membahas insentif material yang mereka butuhkan. Peran serta masyarakat merupakan insentif moral untuk mempengaruhi lingkup-makro yang lebih tinggi, tempat dibuatnya suatu keputusan-keputusan yang sangat menentukan kesejahteraan mereka.

Cormick (1979) dalam Ananta (2000) membedakan peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan sifatnya, yaitu yang bersifat konsultatif dan bersifat kemitraan. Peran serta masyarakat yang bersifat konsultatif, antara pihak pejabat pengambil keputusan dengan kelompok masyarakat yang berkepentingan, anggota-anggota masyarakatnya mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan untuk diberi tahu. Keputusan terakhir tetap berada di tangan pejabat pembuat keputusan tersebut. Untuk peran serta masyarakat yang bersifat kemitraan, pejabat pembuat keputusan dan anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar kedudukannya. Mereka bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif pemecahan masalah dan membahas keputusan.

(34)

public relation agar proyek tersebut dapat berjalan tanpa hambatan. Oleh karena itu, peran serta masyarakat tidak hanya digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, tetapi juga digunakan sebagai tujuan (participation is an end itself).

Dalam teori politik terdapat dua paham teori, yaitu teori Participatory

Democracy, yang menggugat paham teori Elite Democracy. Paham Elite

Democracy melihat hakekat manusia sebagai makhluk yang mementingkan diri

sendiri, pemburu kepuasan diri pribadi dan menjadi tidak rasional terutama jika mereka dalam kelompok. Ini menyebabkan apabila terjadi konflik kepentingan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat, maka pengambilan keputusan sepenuhnya merupakan kewenangan dari kelompok elite yang menjalankan pemerintahan. Kalaupun ada peran serta masyarakat, pelaksanaannya hanya terjadi pada saat pemilihan orang-orang yang duduk dalam pemerintahan.

Paham Participatory Democracy berpendapat bahwa manusia pada hakekatnya mampu menyelaraskan kepentingan pribadi dengan kepentingan sosial. Penyelarasan kedua macam kepentingan tersebut dapat terwujud jika proses pengambilan keputusan menyediakan kesempatan seluas-luasnya kepada mereka untuk mengungkapkan kepentingan dan pandangan mereka. Proses pengambilan keputusan yang menyediakan kelompok kepentingan untuk berperan serta di dalamnya, dapat mengantarkan kelompok-kelompok yang berbeda kepentingan satu sama lain. Dengan demikian, perbedaan kepentingan dapat dijembatani. Arnstein (1969) dalam Ananta (2000) menformulasikan peran serta masyarakat sebagai bentuk dari kekuatan rakyat (citizen participation is citizen

power). Dimana terjadi pembagian kekuatan (power) yang memungkinkan

masyarakat yang tidak berpunya (the have-not citizens) yang sekarang dikucilkan dari proses politik dan ekonomi untuk terlibat. Peran serta masyarakat adalah bagaimana masyarakat dapat terlibat dalam perubahan sosial yang memungkinkan mereka mendapatkan bagian keuntungan dari kelompok yang berpengaruh. Hal ini dikenal lewat tipologinya yang sebut dengan “Delapan Tangga Peran Serta Masyarakat (Eight Rungs on the Ladder of Citizen Participation)”.

(35)

penasehat (advising board). Pada tingkatan ini, partisipasi masyarakat sebenarnya diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh pihak penguasa dengan tujuan publik mengetahui bahwa masyarakat juga terlibat dalam proses pembangunan, bahkan sebagai badan penasehat.

Kedua, partisipasi masyarakat pada tingkatan terapi (therapy). Tingkat

partisipasi ini sebenarnya hanyalah kedok dengan melibatkan peran masyarakat dalam perencanaan. Para perencana atau perancang sebenarnya memperlakukan anggota masyarakat seperti dalam proses penyembuhan pasien penyakit jiwa dalam group therapy. Meskipun masyarakat terlibat dalam berbagai kegiatan, pada kenyataannya kegiatan tersebut lebih banyak untuk mengubah pola atau cara pikir masyarakat yang bersangkutan daripada mendapatkan masukan atau usulan-usulan mereka.

Ketiga, partisipasi masyarakat pada tingkatan pemberian informasi

(informing). Pada tingkat ini pihak pelaksana pembangunan memberikan

informasi kepada masyarakat tentang hak-haknya, tanggung jawabnya, dan berbagai pilihan yang dapat menjadi langkah pertama yang sangat penting dalam pelaksanaan peran masyarakat. Meskipun demikian, yang sering terjadi penekanannya lebih pada pemberian informasi satu arah dari pihak pemegang kuasa pelaksana pembangunan kepada masyarakat tanpa adanya kemungkinan untuk memberikan umpan balik atau kekuatan untuk negosiasi dari masyarakat. Dalam keadaan semacam itu, terutama bila informasi diberikan pada saat-saat terakhir perencanaan, masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi rencana program tersebut agar dapat menguntungkan mereka. Alat-alat yang sering dipergunakan untuk komunikasi satu arah adalah media berita, pamflet, poster dan tanggapan atas pertanyaan-pertanyaan. Pada tingkatan ini, tidak tercipta komunikasi dialogis atau komunikasi dua arah sehingga aspirasi dari bawah tidak tersalurkan dengan baik.

(36)

kepedulian dan ide masyarakat akan diperhatikan. Metode yang sering dipergunakan adalah attitude surveys atau survai tentang arah pikira masyarakat,

neighbourhood meeting atau pertemuan lingkungan masyarakat dan public

hearing atau dengar pendapat dengan masyarakat.

Kelima, partisipasi masyarakat pada tingkatan perujukan (placation). Pada tingkat ini, masyarakat mulai mempunyai beberapa pengaruh meskipun beberapa hal masih tetap ditentukan oleh pihak yang mempunyai kekuasaan. Dalam pelaksanaannya beberapa anggota masyarakatyang dianggap mampu dimasukkan sebagai anggota dalam badan-badan kerja sama pengembangan kelompok masyarakat yang anggota-anggota lainnya wakil-wakil dan berbagai instansi pemerintah. Dengan sistem ini usul-usul atau keinginan dari masyarakat terutama lapis bawah dapat diungkapkan. Namun demikian, seringkali suara dari masyarakat tersebut tidak diperhitungkan karena kemampuan dan kedudukannya yang relatif lebih rendah, atau jumlah mereka terlalu sedikit dibanding dengan anggota-anggota instansi pemerintah lain. Biasanya masyarakat pada tingkatan ini akan mengalami berbagai kekalahan dalam memperjuangkan keinginan dan aspirasi komunitasnya.

Keenam, partisipasi masyarakat pada tingkat kemitraan (partnership). Pada tingkat ini, atas kesepakatan bersama, kekuasaan dalam berbagai hal dibagi antara pihak masyarakat dengan pihak pemegang kekuasaan. Dalam hal ini disepakati bersama untuk saling membagi tanggung jawab dalam perencanaan, pengendalian keputusan, penyusunan kebijakan dan pemecahan baerbagai masalah yang dihadapi. Setelah adanya kesepakatan tentang peraturan dasar tersebut, maka tidak dibenarkan adanya perubahan-perubahan yang dilakukan secara sepihak oleh pihak manapun. Pada tingkat ini posisi antara masyarakat dan pemegang kekuasaan dalam penyelenggaraan pembangunan relatif egaliter (setara).

Ketujuh, partisipasi masyarakat pada tingkat pendelegasian kekuasaan

(delegated power). Pada tingkat ini, masyarakat diberi limpahan kewenangan

(37)

mereka. Untuk memecahkan perbedaan yang muncul, pemilik kekuasaan yang dalam hal ini adalah pemerintah harus mengadakan tawar-menawar dengan masyarakat dan tidak dapat memberikan tekanan-tekanan dari atas. Proses-proses pemberdayaan tampaknya semakin diaplikasikan pada tingkatan ini.

Kedelapan, partisipasi peran masyarakat pada tingkat masyarakat yang

mengontrol (citizen control). Pada tingkat ini, masyarakat memiliki kekuatan untuk mengatur program atau kelembagaan yang berkaitan dengan kepentingan mereka. Mereka mempunyai kewenangan penuh di bidang kebijaksanaan, aspek-aspek pengelolaan dan dapat mengadakan negosiasi dengan pihak-pihak luar yang hendak melakukan perubahan. Dalam hal ini usaha bersama warga atau

neighbourhood corporation dapat langsung berhubungan dengan sumber-sumber

dana untuk mendapatkan bantuan atau pinjaman dana tanpa melewati pihak-pihak ketiga. Pada tingkat ini peran masyarakat dipandang tinggi karena mereka benar-benar memiliki posisi untuk melakukan bargaining dengan pihak kedua tanpa harus melalui apalagi meminta bantuan dari pihak ketiga.

Arnstein (1969) dalam Ananta (2000) menjabarkan peran serta masyarakat yang didasarkan pada kekuatan masyarakat untuk menentukan suatu produk akhir, terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara bentuk peran serta yang bersifat upacara semu (empty ritual) dengan bentuk peran serta yang mempunyai kekuatan nyata (real power) yang diperlukan untuk mempengaruhi hasil akhir dari suatu proses.

Menurut Pound et al. (2003) hubungan antara pelaku (stakeholder) dan partisipasinya dibedakan menjadi:

1. Partisipasi kontraktual: seorang pelaku sosial dapat dianggap sebagai ”pemilik” penelitian karena ia melakukan pengambilan keputusan dalam proses inovasi, pelaku-pelaku lain berperan dalam kegiatan yang secara resmi atau tidak resmi dikontrak oleh pelaku pertama.

(38)

3. Partisipasi kolaboratif: berbagai pelaku bekerjasama dalam peringkat yang setara, tekanan hubungan diantara mereka adalah pertukaran pengetahuan dan berbagai kekuasaan pengambilan keputusan selama proses inovasi.

4. Partisipasi kolegial: berbagai pelaku bekerjasama sebagai rekan atau mitra, kepemilikan dan tanggung jawab secara merata terbagi diantara mereka, dan pengambilan keputusan dilakukan dengan persetujuan atau konsensus.

Arenstein (1969) mengelompokkan delapan tingkatan partisipasi masyarakat menjadi tiga tingkatan menurut pembagian kekuasaan, yaitu:

1. Nonparticipation(tidak ada partisipasi / tingkatan partisipasi masyarakat itu rendah). Tingkatan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah:

manipulation dan therapy).

2. Tokenism (tingkatan partisipasi masyarakat sedang). Termasuk dalam

kelompok ini adalah: informing, consultation dan placation.

3. Citizen power, (tingkatan partisipasi masyarakat tinggi). Termasuk dalam

kelompok ini adalah: partnership, delegated power, citizen control.

Dari berbagai definisi dan konsep yang telah dikemukakan, nampaknya semua mengarah kepada keterlibatan masyarakat di dalam proses pengambilan keputusan, bahkan menurut Arenstein (1969) tidak hanya terlibat saja namun tingkatannya sampai dengan pendelegasian kekuasaan dan pengawasan. Satu hal yang perlu diingat bahwa efektif tidaknya program-program partisipasi masyarakat ditentukan oleh kepercayaan, komunikasi, kesempatan, dan fleksibilitas (Mitchell dan Setiawan, 2000).

Upaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh tentang kondisi partisipasi masyarakat adalah dengan memaparkan mekanisme, derajat dan efektifitas partisipasi masyarakat. Mekanisme partisipasi merupakan media atau saluran yang dapat digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk menjalankan aktifitas partisipasinya. Sementara itu, derajat partisipasi merupakan upaya membandingkan mekanisme partisipasi yang berjalan tersebut dengan tangga partisipasi. Selanjutnya efektifitas partisipasi digunakan untuk menjelaskan apakah mekanisme dan aktivitas yang sudah berjalan telah mampu memuaskan

(39)

2.3.2. Kemitraan

Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Sebagai suatu strategi bisnis, keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis (Hafsah, 1999). Kemitraan akan selalu memberikan nilai tambah bagi pihak yang bermitra dari berbagai aspek seperti manajemen, pemasaran, teknologi, permodalan, dan keuntungan.

Kemitraan adalah suatu proses yang dimulai dengan perencanaan, kemudian rencana tersebut diimplementasikan dan selanjutnya dimonitor serta dievaluasi terus menerus oleh pihak yang bermitra, sehingga terjadi alur tahapan pekerjaan yang jelas dan teratur sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Karena kemitraan merupakan suatu proses maka keberhasilannya secara optimal tidak selalu dapat dicapai dalam waktu yang singkat. Keberhasilannya diukur dengan pencapaian nilai tambah yang didapat oleh pihak yang bermitra baik dari segi material maupun non-material.

Pemerintah berperan besar dalam memacu keberhasilan kemitraan terutama dalam menciptakan iklim yang kondusif serta meregulasi peraturan-peraturan yang menghambat, baik langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan upaya-upaya mengembangkan kemitraan. Pemerintah harus berpihak kepada pengusaha kecil, petani, nelayan dan pengrajin dalam mempermudah arus investasi, permodalan, manajemen dan teknologi. Hal tersebut dapat menghasilkan keseimbangan dengan pengusaha besar yang padat modal, teknologi tinggi, dan manajemen yang efisien. Keseimbangan tersebut merupakan faktor kunci untuk memacu percepatan kemitraan yang pada gilirannya berdampak positif pada percepatan pencapaian nilai tambah bagi pihak yang bermitra.

(40)

Development Program (UNDP) (1999) dalam Dharmawan (2005) sebagai berikut

1. Consultation: pada level ini memerlukan dua jalur komunikasi dimana

stakeholder memiliki kesempatan untuk menyatakan pendapat dan perhatian,

tetapi tidak menjamin bahwa pendapatnya akan diterima untuk semua atau sebagai tujuannya;

2. Consessus-building: stakeholder berinteraksi dalam upaya memahami

sesamanya dan mencapai posisi yang disepakati terhadap semua kelompok. Kelemahannya biasanya pada individu dan kelompok yang menerima kritikan tetap diam (persetujuan pasif);

3 . Decision-making: ketika konsensus dibuat atas keputusan bersama, ketentuan ini diawali dari pembagian tanggung jawab untuk memperoleh hasil yang bisa dicapai;

4. Risk-sharing: level ini dibangun terhadap suatu pendahuluan tapi meluas di

luar keputusan yang mencakup pengaruh dari hasil, suatu gabungan dari pemanfaatan, penuh resiko, dan konsekuensi alami;

5. Partnership (kemitraan): kerjasama yang memerlukan perubahan diantara

kegiatan yang sama terhadap suatu tujuan yang sama. Sebagai catatan bahwa istilah sama yang digunakan bukan dalam pengertian bentuk, struktur, atau fungsi, tapi dalam istilah keseimbangan respek. Ketika kemitraan dibangun atas level pendahuluan, dapat diasumsikan memiliki tanggung jawab yang sama dan berbagi resiko;

6. Self management: merupakan derajat tertinggi dari upaya partisipatori, di

mana stakeholder berinteraksi dalam proses pembelajaran yang optimal dari seluruh perhatian.

Pongsiri (2002) menyatakan pentingnya transparansi dan kerangka kerjasama (kelembagaan) dalam mendorong terbentuknya kemitraan yang baik. Kelembagaan tersebut memberikan jaminan bagi mitra bahwa sistem yang dibangun akan menangkal berbagai bentuk penyelewengan dan commercial

disputes, menghargai kontrak kerja yang disepakati, merupakan legitimasi

(41)

1. Terdapat kebergantungan sumberdaya diantara stakeholder dalam kemitraan dan pemahaman bersama bahwa keberhasilan hanya dapat dicapai melalui kerjasama;

2. Ada komitmen bersama yang diwujudkan dalam bentuk alokasi waktu dan sumberdaya;

3. Ada tujuan umum yang ingin dicapai bersama, dan tujuan individu mitra tidak lain merupakan bagian dari tujuan bersama;

4. Ada komunikasi intensif secara berkala melalui berbagai cara dan media; 5. Saling berbagi informasi dan pengetahuan sesama mitra untuk menghindari

kesenjangan informasi, pengetahuan, ketrampilan dan kecepatan kemajuan; 6. Ada keselarasan dalam budaya kerja.

Kemitraan usaha merupakan solusi untuk mengurangi masalah ketimpangan yang dihadapi oleh sebagian lapisan masyarakat saat ini. Kemitraan dijadikan solusi karena keberadaan, fungsi dan perannya diperlukan untuk memberdayakan semua lapisan masyarakat.

Masalah kurangnya distribusi pembangunan pada sebagian masyarakat dapat diminimalisasi dengan sinergi yang dihasilkan dari kemitraan, karena dalam proses kemitraan terjadi komitmen untuk mengembangkan teknologi, manajemen, modal bahan baku dengan tujuan untuk memperoleh nilai tambah bagi semua pihak. Nilai tambah yang didapat merupakan akumulasi dari efisiensi dan produktifitas.

Produktifitas akan meningkat apabila dengan input yang sama dapat diperoleh hasil yang lebih tinggi atau sebaliknya dengan tingkat hasil sama hanya membutuhkan input yang lebih rendah. Melalui pendekatan kemitraan, maka peningkatan produktifitas diharapkan dapat dirasakan oleh pihak-pihak yang bermitra. Bagi perusahaan kecil secara individu, peningkatan produktifitas biasanya dicapai secara simultan yaitu dengan cara menambah unsur input baik kualitas maupun kuantitasnya dalam jumlah tertentu tetapi akan diperoleh output dalam jumlah dan kualitas yang berlipat.

(42)

Efektifitas didefinisikan dengan doing the rights things atau mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan. Dari pengertian tersebut efisiensi dan produktifitas sama seperti mata uang dengan sisi yang berbeda, keduanya dapat ditingkatkan dengan meminimalkan pengorbanan (input).

Dalam hal efisiensi, input tersebut dapat berbentuk waktu dan tenaga. Penerapannya dalam kemitraan perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan yang kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, umumnya relatif lemah dalam teknologi dan sarana produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar.

Menurut Budiharsono et al. (2006) ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam membangun dan mengembangkan kemitraan, yaitu :

1. Dalam membangun kemitraan, perlu ada pemahaman bersama antara kelompok yang bermitra dengan mengedepankan aspek kesukarelaan dalam menjalankan kemitraan, tujuan bersama, manfaat bersama, nilai-nilai yang sama dan hak berbeda pendapat. Dalam hal ini bukan berarti mengutamakan kepentingan individual dengan selalu menghargai kerjasama yang dilakukan. 2. Adanya pengakuan dan penghargaan akan keberadaan dan kemandirian

masing-masing pelaku kemitraan. Ini berarti bahwa perlu pemahaman bersama mengenai kekuatan dan kelemahan masing-masing kelompok mitra, dan melakukan analisa mengenai kesempatan dan ancaman yang akan dihadapi kelompok mitra, serta pengakuan keberadaan dan peranan masing-masing pelaku mitra.

3. Mengelola manajemen kemitraan dengan baik yaitu dengan mengedepankan sifat demokrasi atau partisipasi semua kelompok mitra dengan memberikan masing-masing kontribusi secara optimal. Dalam hal ini sangat diperlukan komunikasi yang baik dan intensif dari kelompok mitra serta saling memelihara alasan kemitraan.

(43)

kesesuaian kesepatakan dalam proses berjalannya kemitraan, dan kepercayaan yang telah dibangun bersama antar kelompok mitra.

5. Jangan takut untuk membubarkan diri kalau sudah tidak diperlukan lagi dalam kemitraan.

Lebih lanjut Budiharsono et al., (2006) menyatakan bahwa untuk menjalin komunikasi yang baik antara sesama anggota kelompok mitra, maka setiap anggota kelompok harus memiliki keterampilan komunikasi yang baik dalam membangun dan mengembangkan kemitraan, yaitu :

1. Memberikan Atensi

- Memperhatikan anggota lain - Menunjukkan sifat keterbukaan - Menatap muka/mata lawan bicara - Sedikit berkata

2. Mendengarkan pembicaraan anggota kelompok

- Mengulangi yang dikatakan orang lain untuk klarifikasi dan akuratisasi - Mengelompokkan dan mengurai point demi point

- Menunjukkan perilaku memahami perasaan 3. Menanyakan

- Mengajukan pertanyaan untuk klarifikasi - Menguji kembali dengan bertanya

- Menunjukkan ekspresi (tanpa kata) dalam bertanya 4. Menerima umpan balik

- Menjelaskan kembali secara deskriptif, tanpa menilai atau menghakimi - Umpan balik disampaikan secara konkrit, spesifik, dan terinci

- Umpan balik tersebut memang dibutuhkan atau diinginkan

- Disampaikan dengan hangat dengan waktu penyampaian yang tepat - Tepat guna bagi penerima

(44)

landasan bagi sebuah organisasi dalam mencapai tujuan. Proses pencapaian tujuan organisasi akan menjadi lebih mudah bila tujuan dari organisasi juga mengakomodir nilai-nilai norma sosial masyarakat, dalam penelitian ini masyarakat adalah karyawan.

Gambar 5. Rancangan pengembangan struktur organisasi (Alikodra, 2006).

2.3.3 Partisipasi dan Kemitraan Masyarakat Dalam Pengelolaan

Lingkungan

Saat ini publikasi mengenai studi pengelolaan lingkungan pada industri komponen alat berat belum banyak ditemukan. Hal ini mengindikasikan kurangnya penelitian akademis dalam bidang tersebut. Selain itu, kajian dan studi yang sama dengan meletakkan partisipasi dan kemitraan masyarakat sebagai dasar pengelolaannya lebih sulit untuk ditemukan publikasinya. Beberapa publikasi ilmiah yang bisa ditelusuri terkait tema tersebut dijelaskan dalam paparan berikut.

Glicken (2000) melakukan kajian tentang upaya memperoleh partisipasi

stakeholders secara tepat melalui proses partisipatori dan pilihan-pilihan yang mungkin pada penilaian resiko lingkungan (ecological risk assessment) di Amerika. Selanjutnya, upaya mereduksi emisi dari industri logam (krom) telah dikaji oleh Baral dan Engellken (2002) di Amerika dengan cara mempengaruhi kebijakan publik melalui pendekatan inisiatif kebersamaan (CSI, common sense initiative). Penelitian tentang keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan kajian dampak lingkungan telah dilakukan Soneryd (2004) di Swedia. Sementara pembelajaran sosial tentang partisipasi masyarakat dalam melakukan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) di Eropa telah dipublikasikan oleh Tippett et al. (2005). Selain itu, penelitian tentang model pengembangan industri gula berkelanjutan berbasis produksi bersih dan partisipasi masyarakat telah dilakukan Sudradjat (2011) di Indonesia.

Norma

Individu Organisasi

Peningkatan Komunikasi dan Kerjasama Terciptanya Koordinasi Perspektif dan

(45)

Kemitraan juga menjadi fokus dalam beberapa penelitian, salah satunya adalah kebijakan kemitraan lingkungan dan pengelolaan adaptif dalam pengelolaan pesisir di California (Kallis et al., 2009). Penelitian tentang jaringan kemitraan yang merupakan cara baru memperoleh pengetahuan (new ways of

knowing) dalam menentukan kebijakan secara inovatif pada pada isu seputar

pengeloaan perairan yang sama di Teluk California juga telah dipublikasikan pada tahun yang sama (Lejano dan Ingram, 2009). Kemitraan dan resolusi konflik juga telah menjadi pembahasan dalam penelitian di lokasi yang sama oleh Shilling et al. (2009).

2.4 Manajemen Strategi

Manajemen strategi merupakan arus keputusan dan tindakan yang mengarah pada perkembangan suatu strategi atau strategi yang efektif untuk mencapai sasaran perusahaan (Jauch dan Glueck, 1994). Oleh karena itu manajemen strategi besifat dinamis dan memerlukan komitmen untuk menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Wheelen dan Hinger (2001) memberikan penekanan pada pengamatan dan evaluasi peluang, serta ancaman lingkungan dengan melihat kekuatan dan kelemahan perusahaan.

Ada beberapa manfaat dari penerapan manajemen strategi dalam perusahaan, antara lain:

1. Memberikan arah jangka panjang yang akan dituju.

2. Membantu perusahaan beradaptasi pada perubahan-perubahan yang terjadi. 3. Menjadikan perusahaan lebih efektif.

4. Mengidentifikasikan keunggulan komparatif suatu perusahaan dalam lingkungan yang semakin beresiko.

5. Mempertinggi kemampuan perusahaan unutk mencegah munculnya masalah dimasa yang akan datang.

(46)

kapabilitas, dan kompetensi inti yang menjadi basis suatu perusahaan untuk tindakan-tindakan strategisnya. Strategi suatu perusahaan berhubungan erat dengan bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai tujuan perusahaan. Menurut Pearce dan Robinson (1991) arti penting strategi bagi perusahaan adalah

1. Strategi merupakan cara untuk mengantisipasi peluang dan ancaman di masa yang akan datang sebagai akibat dari cepatnya perubahan lingkungan.

2. Strategi dapat memberikan gambaran secara jelas kepada semua karyawan tentang arah dan tujuan perusahaan di masa yang akan datang.

3. Strategi bermanfaat unutk memonitor apa yang dikerjakan dan apa yang terjadi sehingga dapat diketahui permasalahan yang terjadi di dalam perusahaan.

Menurut David (1997) strategi terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu

1. Strategi tingkat perusahaan (corporate strategy), yaitu strategi yang biasanya dibuat sebagai acuan pokok berbagai strategi pada unit usaha dan strategi fungsional yang disusun. Strategi perusahaan ini akan menggambarkan arah yang menyeluruh bagi suatu perusahaan dalam pertumbuhan dan pengelolaan berbagai bidang usaha guna mencapai keseimbangan produk/jasa yang dihasilkan.

2. Strategi tingkat unit bisnis (bussiness strategy), yaitu strategi bisnis yang menekankan pada usaha peningkatan daya saing perusahaan dalam suatu industri atau segmen pasar.

3. Strategi tingkat fungsional (functional strategy), yaitu strategi yang digunakan untuk menciptakan kerangka kerja untuk manajemen fungsi, seperti produksi, pemasaran, keuangan, sumberdaya manusia, penelitian dan pengembangan.

2.7 Model

(47)

meminimalkan perilaku yang tidak signifikan dari sistem yang dimodelkan. Menurut Forrester (1968), model adalah pengganti dari suatu obyek atau sistem pemodelan adalah suatu gugus aktivitas pembuatan model. Jorgensen (1988) menyatakan model adalah pernyataan formal dari suatu sistem yang terdiri atas parameter penting suatu permasalahan dalam istilah fisik atau matematis, Pemodelan adalah proses membangun suatu sistem nyata dalam suatu bahasa tertentu misalnya dalam bahasa matematik Forrester (1980)

Murdick et al. (1984) dan Simatupang (1995) mengemukakan bahwa model sebagai suatu representasi atau formalisasi interaksi berbagai proses yang terjadi dalam suatu sistem nyata. Sistem nyata adalah sistem yang sedang berlangsung yang dijadikan perhatian dan dipermasalahkan, model juga dapat digunakan untuk keperluan optimasi, dimana suatu kriteria model dioptimalkan terhadap input atau struktur sistem alternative, karena itu, model dapat dibangun dengan basis data (data base) atau basis pengetahuan (knowledge base) Eriyatno (2003).

Dalam menyelesaikan permasalahan yang kompleks salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan konsep model simulasi. Penggunaan simulasi akan membuat model mengkomputasikan jalur waktu dari variabel model untuk tujuan tertentu dari input sistem dan parameter model. Hal ini menyebabkan model simulasi akan dapat memprediksi dunia riil yang kompleks.

Model dan manipulasinya melalui proses simulasi adalah alat yang sangat bermanfaat dalam sistem analisis, model dapat digunakan sebagai representasi sebuah sistem yang sedang dikerjakan atau menganalisis sistem yang sudah dilakukan. Dengan menggunakan model dapat dihasilkan desain atau keputusan operasional dalam waktu yang singkat dan biaya yang murah (Blanchord dan Fabrycky, 1981).

(48)

diatas, maka model secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk peniruan dan penyederhanaan dari suatu gejala, proses atau benda dalam skala yang lebih kecil skalanya.

Menurut Muhammadi et al. (2001), pemahaman struktur dan perilaku sistem akan membantu dalam pembentukan model dinamika kuantitatif formal, dengan menggunakan diagram sebab akibat (causal loop) dan diagram alir (flow

chart). Diagram sebab akibat akan dipergunakan sebagai dasar untuk mebuat

diagram alir yang akan disimulasikan dengan menggunakan program model yang ada dalam software atau program untuk analisis sistem, sehingga setelah dilakukan analisis akan didapatkan kesimpulan dan kebijakan apa yang harus dilaksanakan. Selanjutnya dikatakan bahwa tahapan-tahapan untuk melakukan simulasi model adalah sebagai berikut :

a. Penyusunan konsep

Pada tahap ini dilakukan identifikasi variabel-variabel yang berperan dalam menimbulkan gejala atau proses. Variabel-variabel tersebut saling berinteraksi, saling berhubungan, dan saling berketergantungan. Kondisi ini dijadikan sebagai dasar untuk menyusun gagasan atau konsep mengenai gejala atau proses yang akan disimulasikan.

b. Pembuatan model.

Gagasan atau konsep yang dihasilkan pada tahap pertama selanjutnya dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian, gambar atau rumus.

c. Simulasi.

Simulasi dilakukan dengan menggunakan model yang telah dibuat. Pada model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model, sedangkan pada model kualitatif, simulasi dilakukan dengan menelusuri dan melakukan analisis hubungan sebab akibat antar variabel dengan memasukkan data atau informasi yang dikumpulkan untuk memahami perilaku gejala atau proses model.

d. Verifikasi dan Validasi Model.

(49)

dengan tepat dan bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat dinyatakan baik jika kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang terjadi di dunia nyata relatif kecil. Hasil simulasi yang sudah divalidasi tersebut digunakan untuk memahami perilaku gejala atau proses serta kecenderungan di masa depan, yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengambil keputusan untuk merumuskan suatu kebijakan di masa mendatang.

Penyusunan model itu sendiri terdiri atas beberapa tahap yaitu pendefinisian atau pembatasan masalah, penyusunan model konseptual, penyusunan model matematik, verifikasi dan pengujian keabsahan model. Pembatasan masalah terdiri dari kegiatan penetapan gejala, identifikasi masalah, dan definisi masalah. Penyusunan model konseptual dengan menyusun suatu keterkaitan antar variabel dalam suatu sistem sehingga menghasilkan suatu rangkaian yang mengindikasikan gambaran performance dari apa yang ingin dicapai. Penyusunan model matematika adalah kumpulan keterkaitan variabel-variabel yang membentuk formulasi atau fungsi persamaan yang mengekspresikan sifat pokok dari suatu sistem atau proses fisik.

Pada dasarnya keberhasilan suatu model sangat ditentukan oleh kemampuan seorang pemodel dalam mendefinisikan sejumlah elemen yang terkait pada model tersebut pada sistem yang nyata. Hal penting dalam pengembangan model adalah mencari peubah-peubah utama dan peubah-peubah tersebut sangat erat hubungannya dengan pengkajian yang terdapat pada peubah-peubah.

(50)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di tiga perusahaan komponen alat berat, yaitu PT. Katsushiro Indonesia di Jalan Jababeka XII Blok I, Jababeka Industrial Estate, Cikarang, Bekasi; PT. Hanken Indonesia di Jalan Jababeka XII Blok I No. 16-27, Jababeka Industrial Estate, Cikarang, Bekasi; dan PT. United Tractors Pandu Engineering di Jalan Raya Bekasi Km 22 Cikarang, Bekasi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Agustus 2008, meliputi survei pendahuluan, pengumpulan data di lokasi penelitian, analisis dan pengolahan data.

3.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dirancang dalam lima tahap, yaitu: (1) Studi kinerja manajemen industri komponen alat berat terkait dengan produktivitas sumberdaya manusia dalam pengelolaan lingkungan, (2) Studi kinerja industri komponen alat berat dalam pengelolaan limbah, (3) Studi tingkat partisipasi karyawan dalam pengelolaan limbah industri komponen alat berat, (4) Rumusan alternatif bentuk kemitraan dalam pengelolaan limbah industri komponen alat berat yang tepat bagi pihak-pihak terkait, dan (5) Rumusan model pengelolaan lingkungan industri komponen alat berat berbasis partisipasi dan kemitraan masyarakat.

3.2.1. Kinerja Manajemen Industri Komponen Alat Berat Terkait Dengan Produktivitas Sumberdaya Manusia Dalam Pengelolaan Lingkungan

Data primer yang dibutuhkan adalah data kualitas lingkungan industri, yaitu data jenis dan kuantitas limbah padat dan cair, kualitas udara ambien (debu, kebisingan, kebauan dan gas); serta data kelembagaan, semuanya diperoleh dari pengukuran langsung di lokasi penelitian.

Untuk pengumpulan data kualitas udara ambien menggunakan alat ukur

ISC, SNI, Direct Reading Thermometer, Direct Reading Anenometer, dan Direct

reading Higrometer. Untuk data air limbah diambil menggunakan alat ukur

(51)

Thermometer dan Direct Reading Higrometer. Parameter kebisingan diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan untuk menentukan tingkat tekanan kebisingan (sound pressure level – SPL). Untuk menentukan tingkat tekanan kebisingan (SPL) dihitung dengan menggunakan rumus menurut Suratmo (1992) :

SPL = 2 log 10 (P/Po) ...(1)

Keterangan :

SPL = Tingkat tekanan kebisingan; dB P = Tekanan udara, u bars

Po

3.2.2. Kinerja Industri Komponen Alat Berat Dalam Pengelolaan Limbah

= Tingkat tekanan untuk manusia (reference level), 0,0002 u bars

Setelah itu dilakukan pembobotan (A-weighted sound level) karena telinga manusia tidak memberikan reaksi yang sama pada semua tingkat frekuensi. Pembobotan tersebut disebut derajat atau tingkat kebisingan (dBA).

Semua data yang dikumpulkan dibandingkan dengan baku mutu lingkungan (BML) secara deskriptif. Setelah itu dilakukan analisis korelasi dan regresi linier berganda untuk mengetahui hubungan kinerja lingkungan dengan kinerja perusahaan dalam pengelolaan limbah industri komponen alat berat.

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan dengan Structural Equation

Model (SEM). SEM adalah teknik statistik multivariat yang merupakan kombinasi

antara analisis faktor dan analisis regresi (korelasi), yang bertujuan untuk menguji hubungan-hubungan antara variabel yang ada pada sebuah model, baik antara indikator dengan konstruknya, atau hubungan antara konstruk. Gambar 6 menunjukkan model analisis SEM untuk mengetahui kinerja perusahaan komponen alat berat dalam pengelolaan limbah.

Gambar

Gambar 4.  Hubungan tiga jenis studi kelayakan.
Gambar 7. Struktur hierarki pengembangan sistem manajemen lingkungan
Tabel 1.  Skala penilaian kepentingan relatif
Tabel 2. ..........  Komposisi Fisik-Kimia Limbah yang dihasilkan PT. Katsushiro
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tapi cidahkenlah perbahanen si mehuli, si sen- tudu ras sekalak diberu si ngaku maka ia nembah man Dibata.” (1 Timotius 2:9, 10) Tentu, nasehat enda berlaku man keri- na umat

Villa merupakan salah satu alternatif tempat tinggal sementara yang berada jauh dari kejenuhan/kepenatan akan aktivitas di kota dan berada jauh dari kota-kota

Standar Grafis Manual merupakan buku yang berisi penjelasan mengenai logo, warna, tipografi, proporsi ukuran dan juga panduan dasar untuk dapat mengaplikasikan logo

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keanekaragaman makroinvertebrata sebagai bioindikator kualitas perairan waduk Wonorejo Kecamatan Pagerwojo Kabupaten Tulungagung

Urt NAMA MADRASAH KEC KODE Jenis Hari Hari Kelas Tempat. 1 Khilyatul Khoiriyah,

Sesungguhnya Allah subhaanahu wata'ala menutup penglihatan manusia dari hal tersebut, tujuaannya adalah sebagai ujian bagi mereka agar menjadi jelas siapakah yang beriman kepada

(4) Dalam hal arahan Anggota Dewan Pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan secara lisan, BAPEL harus menuangkan arahan dimaksud dalam satu risalah, yang juga

Dalam pembinaan teori Roe, faktor-faktor generik dan hierarki keperluan digabungkan untuk memperolehi pemilihan kerjaya sebagai salah satu kesan dalam corak