• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Ektoparasit Pengganggu pada Tikus Putih (R norvegicus)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Jenis Ektoparasit Pengganggu pada Tikus Putih (R norvegicus)

Penyakit yang dapat diderita oleh tikus salah satunya diakibatkan oleh parasit luar. Ektoparasit yang dapat menginfestasi pada tikus ini meliputiPolyplax spinulosa, Laelaps echidninus, Bdellonyssus bacoti, Notoedres cati, Otodectes cyanotis, Echidnophaga gallinacea,danXenopsylla cheopis(Sirois 2005).

Polyplax spinulosa merupakan kutu yang termasuk dalam ordo Phthiraptera dan famili polyplacidae. Kutu ini memiliki ukuran kecil, yaitu berukuran mulai 1-10 mm, bermetamorfosis tak sempurna (hemimetabola), tipe mulut untuk menusuk dan menghisap, serta tidak memiliki sayap. Kutu dapat menyebabkan hewan tidak bisa tidur (gatal-gatal), kehilangan berat badan, produksi berkurang, dan anemia (Levine 1990). Selain itu, kutu juga dapat sebagai vektor penyebaran penyakit pada tikus. Penyebaran penyakit ini dapat ditularkan melalui gigitan dari kutu yang membawa virus, bakteri, rikketsia, dan penyakit parasitik lainnya (Omudu & Ati 2010).

Laelaps echidninusmerupakan jenis tungau yang biasa terdapat pada tikus (Gambar 1). Tungau ini memiliki ukuran yang sangat kecil dan aktif menghisap darah. L. echidninussendiri merupakan vektor alami dari Hepatozoon murisdan dapat juga mentransmisikan agen tularemia (Francisella tularensis) di antara rodentia lain. Infestasi tungau pada tubuh tikus dapat menyebabkan iritasi dan kegatalan. L. echidninus menyebabkan lesio pada telapak kaki tikus (Flynn 1973).

7

Gambar 1 MorfologiLaelaps echidninus(ventral). (a) Kelisera, (b) Pedipalpus, (c) Peritreme, (d) Anus, (e) Keping anal, (f) Seta.

Bdellonyssus bacoti atau biasa dikenal dengan Ornithonyssus bacoti, termasuk ke dalam famili Macronyssidae dan merupakan tungau yang biasa hidup pada tikus. Bdellonyssus bacoti dapat menyebabkan dermatitis dan menularkan penyakit tifus pada manusia. Tungau ini memiliki kelisera yang lebih kuat dari pada Dermanyssus sp. dan lebih mudah terlihat di bawah mikroskop. Morfologi lain dari tungau yaitu memiliki satu keping dorsal dan anus terletak di tengah anterior keping anal. B. bacoti merupakan inang antara dari Litmosoides carinii

(Bowmanet al. 2003). Selain itu,B. bacotisebagai vektor mekanikTrypanosoma cruzi(Jimenezet al.1994).

Notoedres catimerupakan parasit pada kucing, tikus, kelinci, dan manusia (bersifat sementara). Tungau ini memiliki ukuran dewasa mencapai 230-275m

dan memiliki empat kaki yang pendek (Gambar 2). Bagian dorsal tubuh tungau terdapat sisik, namun tidak terdapat duri. AnusN. cati terletak pada bagian dorsal antara kaki ketiga dan keempat (Flynn 1973). Tungau ini menginfestasi kucing, dan dapat berpindah ke hewan lain atau manusia, tetapi hanya dapat bertahan hidup tidak lebih dari tiga hari. Hal ini disebabkan karena tungau memiliki induk semang (inang) yang spesifik (Nahm & Corwin 1997). Peradangan dan

a b c d e f

keratinisasi pada kulit menyebabkan kulit menjadi tebal dan berkerut (Soulsby 1982).

Gambar 2 MorfologiNotoedres cati. (a) Alat penghisap, (b) sisik, (c) anus, (d) Flagela (Urquhartet al.1987).

Otodectes cynotis merupakan tungau yang termasuk ke dalam famili Psoroptidae. TubuhO. cynotismemiliki tarsi yang pendek, pedikulus pertama dan kedua tidak memiliki segmen pada betina, serta di seluruh pedikulus pada jantan. Tungau ini menginfestasi telinga bagian luar dan kulit anjing, kucing, musang, dan rubah yang dapat menyebabkan iritasi. Karakteristik dari penyakit yang ditimbulkan oleh O. cynotis adalah produk serumen yang berwarna gelap (Bowmanet al.2003).

Echidnophaga gallinacea (sticktight flea), umumnya terdapat pada ayam namun dapat menyerang hewan domestik. Pinjal ini biasanya menyerang pada bagian kepala, terutama pial pada ayam. Beberapa hewan yang dapat dijadikan inang olehE. gallinaceaantara lain burung-burung lokal (kalkun, burung puyuh), tikus, anjing, kucing, dan terkadang manusia. Bentuk dewasa dari pinjal ini dapat dikenali dari bentuk kepala dan tidak adanya pronatal serta genal ktenidia (Mullen

et al.2009).

a

b c

9

Xenopsylla cheopismerupakan genus pinjal yang terdapat pada tikus serta dapat menyerang ke manusia. Ukuran tubuh pinjal kurang lebih 2,5 mm. Tubuh pinjal terdiri dari kepala, thoraks, dan abdomen. Bagian kepala dan toraks memiliki dua segmen dan abdomen memiliki delapan segmen. X. Cheopis

memiliki tiga pasang kaki (Gambar 3). Kaki belakang pinjal memiliki tungkai yang panjang sehingga pinjal dapat melompat jauh. Ciri morfologi yang membedakan X. cheopisdengan genus lainnya adalah tidak memiliki rambut dan bentuk kepala yang lebih bulat. Pinjal ini berperan penting dalam penyebaran penyakit pes di Indonesia maupun di dunia (Gage & Kosoy 2005).

(a) (b)

Gambar 3 Xenopsylla cheopis; (a) jantan; (b) betina

2.3.1 Gambaran Diferensiasi Sel Darah Putih pada Tikus Putih (R. norvegicus)

Darah merupakan jaringan sirkulasi yang menyalurkan oksigen dan nutrisi serta membuang karbondioksida dan beberapa materi yang tidak diperlukan oleh tubuh melalui pertukaran gas, aktivitas seluler, dan pertahanan tubuh. Darah tersusun dari komponen-komponen darah, yaitu sel darah dan plasma darah. Sel darah terdiri atas sel darah merah (red blood cell), sel darah putih (white blood cell), dan keping darah (platelete) (Samuelson 2007).

2.3.1 Sel Darah Putih (Leucocyte)

Sel darah putih dikenal sebagai leukosit merupakan unit pertahanan tubuh yang dibentuk di sumsum tulang belakang dan sebagian dibentuk di jaringan limfoid. Granulosit dan monosit merupakan sel darah putih yang dibentuk di sumsum tulang belakang, sedangkan limfosit dan sel-sel plasma dibentuk di jaringan limfoid. Granulosit merupakan sel-sel polimorfonuklear yang memiliki granular, seperti neutrofil, eosinofil, dan basofil. Granulosit memiliki masa hidup empat sampai delapan jam dalam sirkulasi darah dan empat sampai lima hari berikutnya pada jaringan yang membutuhkan. Namun, pada infeksi yang berat, masa hidup keseluruhan dapat berkurang lebih cepat karena granulosit bekerja lebih cepat pada daerah yang terinfeksi, melakukan fungsinya, dan masuk ke dalam proses ketika sel-sel tersebut dimusnahkan. Monosit memiliki masa edar yang singkat, yaitu 10-20 jam dalam darah, sedangkan limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu atau berbulan-bulan tergantung dari kebutuhan tubuh terhadap limfosit (Guyton & Hall 2008)

Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral. Neutrofil, eosinofil, basofil, dan monosit berfungsi sebagai pelindung tubuh terhadap zat asing dengan cara fagositosis (seluler). Fungsi limfosit dan sel plasma berkaitan dengan sistem imun (humoral). Diferensiasi sel darah putih dapat menjadi acuan untuk mengetahui sistem kekebalan tubuh pada tikus jika terserang suatu penyakit (Guyton & Hall 2008)

2.3.2 Neutrofil

Neutrofil merupakan sel darah putih yang tergolong ke dalam sel polimorfonuklear (PMN). Neutrofil dibentuk dalam sumsum tulang dan dikeluarkan dalam sistem sirkulasi. Jumlah neutrofil normal berkisar antara 12- 37% dari leukosit yang beredar, garis tengah sekitar 12 m, dan terdapat dua sampai lima segmen (Gambar 4a). Sitoplasma banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0,3-0,8 m) dan berwarna merah muda (Thrallet al.2004).

11

Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit mitokondria, aparatus golgi rudimenter, dan sedikit granula glikogen. Neutrofil merupakan garis depan pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, memfagosit partikel kecil dengan aktif. Neutrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis baik secara aerob maupun anaerob. Kemampuan neutrofil untuk hidup dalam lingkungan anaerob sangat menguntungkan karena mereka dapat membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik (Effendi 2003).

2.3.3 Eosinofil

Eosinofil merupakan sel darah putih yang termasuk ke dalam granulosit. Jumlah eosinofil hanya 0-6% dari leukosit dan mempunyai garis tengah 9m, sedikit lebih kecil dari neutrofil (Mitruka & Rawnsley 1981). Inti memiliki dua segmen, retikulum endoplasma, mitokondria, dan apparatus Golgi kurang berkembang (Gambar 4b). Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid dan mampu melakukan fagositosis terhadap komplek antigen dan antibodi (Effendi 2003). Pada infeksi parasit, eosinofil diproduksi dalam jumlah yang besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi. Selain itu, eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan tempat terjadinya reaksi alergi dan diduga mampu mendetoksifikasi beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil (Guyton & Hall 2008).

2.3.4 Basofil

Basofil merupakan sel darah putih yang memiliki jumlah kecil di dalam darah tikus. Jumlah basofil di dalam darah berkisar antara 0-3% (Thrall et al. 2004). Basofil umumnya berbentuk seperti huruf S (Gambar 4c). Sitoplasma basofil berisi granul yang lebih besar dan seringkali menutupi inti. Granul basofil memiliki bentuk ireguler berwarna metakromatik. Basofil merupakan sel utama yang paling banyak ditemukan pada tempat peradangan atau alergi (Carolineet al.

permukaan yang dapat mengikat IgE (Imunoglobulin yang berperan dalam pertahanan terhadap alergi) (Guyton & Hall 2008).

2.3.5 Limfosit

Limfosit merupakan sel yang sferis, memiliki garis tengah 6-8 m, dengan jumlah 63-84% dari leukosit darah (Mitruka & Rawnsley 1981). Secara normal, sel limfosit mempunyai inti relatif besar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, inti kromatin padat, anak inti baru terlihat dengan menggunakan mikroskop elektron (Gambar 4d). Limfosit memiliki sitoplasma yang sangat sedikit, sedikit basofilik, dan mengandung granula-granula azurofilik. Limfosit dalam sirkulasi darah normal dapat berukuran 10-12m. Ukuran yang lebih besar disebabkan sitoplasmanya yang lebih banyak. Sel limfosit berada dalam kelenjar getah bening dan akan tampak dalam darah dalam keadaan patologis. Secara fungsional, limfosit dikelompokkan menjadi dua, yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T dan B dibentuk dalam sumsum tulang. Limfosit T memiliki jangka waktu hidup lama dan berperan dalam reaksi kekebalan yang diperantarai oleh sel. Limfosit B memiliki jangka waktu hidup yang bervariasi dan berperan dalam produksi antibodi (Guyton & Hall 2008).

2.3.6 Monosit

Monosit merupakan sel leukosit yang berukuran besar dan terdapat sebanyak 0 sampai 5% dari jumlah leukosit normal (Mitruka & Rawnsley 1981). Monosit memiliki diameter 9-10 m, tetapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20m atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda dan kromatin kurang padat (Gambar 4e). Retikulum endoplasma yang ditemui pada monosit sedikit. Monosit banyak ditemukan dalam darah dan terdapat di dalam darah selama beberapa jam (Guyton & Hall 2008).

Monosit tergolong fagositik mononuklear (sistem retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler masuk ke dalam jaringan

13

penghubung, dan berdiferensiasi menjadi makrofag. Di dalam jaringan bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel dengan antigen (Samuelson 2007).

Gambar 4 Sel darah putih (leucocyte) dan sel darah merah (erytrocyte) ; (a) Neutrofil, (b) Eosinofil, (c) Basofil, (d) Limfosit, (e) Monosit

a b

c d

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Insektarium, Laboratorium Entomologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai April 2010 dan dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu pengambilan sampel, pembuatan preparat, dan identifikasi.

3.2 Pengambilan Sampel Ektoparasit

Sampel ektoparasit diambil dari empat belas ekor tikus putih (R. norvegicus) galur Sprague Dawley. Pengambilan ektoparasit pada tikus ini dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan kapas yang dibasahi dengan alkohol 70% dan pinset. Kapas yang sudah dibasahi dengan alkohol ini kemudian ditempelkan ke bagian tubuh tikus yang terdapat ektoparasit. Hal ini dimaksudkan supaya ektoparasit pada tubuh tikus mudah untuk didapatkan dan dikoleksi sedangkan pinset digunakan sebagai alat bantu untuk mengambil ektoparasit yang menempel pada badan tikus.

Teknik pengambilan sampel dilakukan selama sepuluh menit dan dilakukan pengulangan sebanyak dua kali. Sampel yang telah didapatkan kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi alkohol 70%. Tiap-tiap sampel ektoparasit yang telah terkumpul kemudian dipisahkan dengan kotoran yang terikut di dalam cawan petri dan dipindahkan ke dalam tabung koleksi yang juga berisi alkohol 70% dan diberi label.

3.3 Pembuatan Preparat Ektoparasit

Pembuatan preparat dilakukan setelah sampel semua terkumpul. Spesimen yang berasal dari alkohol dikeluarkan dari botol, kemudian dicuci dengan menggunakan air dan spesimen direndam dengan menggunakan laktofenol dalam temperatur kamar selama kurang lebih tujuh hari. Setelah tujuh hari direndam

15

dengan larutan laktofenol, spesimen kemudian dicuci sebanyak tiga sampai empat kali sampai air tidak berkabut. Larutan Hoyer diteteskan kurang lebih satu sampai dua tetes di atas gelas objek yang akan dipakai. Lalu satu sampai dua spesimen diletakkan ke dalam larutan Hoyer dengan cara menenggelamkan ke dalam larutan. Preparat kemudian ditutup dengan gelas penutup dan jangan sampai ada gelembung udara yang masuk. Namun, jika ada gelembung udara yang masuk maka gelas objek dipanaskan di atas api secara perlahan-lahan sehingga gelembung udara ini akan menghilang. Setelah itu, slide disimpan ke dalam slide warmer selama empat sampai lima hari atau di dalam temperatur kamar selama tujuh sampai sepuluh hari. Jika preparat tersebut sudah kering, pada sekeliling gelas penutup diberikan lapisan kuteks secara merata.

3.4 Identifikasi Ektoparasit

Proses identifikasi sampel ektoparasit yang dikumpulkan dilakukan dengan pengamatan di bawah mikroskop yang kemudian dicocokkan dengan kunci identifikasi ektoparasit Baker & Canin (1958).

3.5 Pengamatan Tikus yang Terinfestasi Ektoparasit

3.5.1 Kondisi Umum

Pengamatan kondisi umum tikus dilakukan selama sebelum diberikan perlakuan dengan melihat kondisi normal serta perilaku (behaviour) tikus tersebut.

3.5.2 Gambaran Darah

Gambaran darah tikus yang terinfeksi ektoparasit dilihat diferensiasinya berdasarkan jumlah sel-sel darah putih, yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit. Pengambilan darah dilakukan pada empat belas ekor tikus. Sebanyak satu sampai dua tetes darah diambil dari ekor tikus, kemudian diletakkan di gelas objek. Kemudian dilakukan pengulasan darah dengan mengunakan gelas objek lainnya sehingga terbentuk ulasan darah yang tipis. Lalu ulasan tersebut didiamkan selama beberapa menit agar kering dan siap untuk dilakukan pewarnaan.

Pewarnaan dilakukan dengan cara mencelupkan preparat ulasan darah ke dalam metil alkohol selama kurang lebih tiga sampai lima menit lalu dikeringkan. Setelah kering, preparat dimasukkan ke dalam larutan Giemsa selama kurang lebih tigah puluh menit kemudian dibilas dengan air yang mengalir dan dikeringkan. Hal ini bertujuan agar seluruh preparat dapat terwarnai dengan baik. Pengamatan terhadap preparat ulas darah dilakukan dibawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x. Metode yang digunakan adalah metode jalur sejajar, yaitu dengan menelusuri daerah yang terpilih pada lapang pandang yang digeser satu arah sehingga tidak terjadi perhitungan ulang. Setiap leukosit yang ditemukan dideferensiasi ke dalam kelompok basofil, eosinofil, neutrofil, monosit, dan limfosit sampai berjumlah 100 leukosit.

3.6 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabulasi dan gambar.

Dokumen terkait