• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus

PEMAHAMAN TERHADAP PUSAT PELATIHAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

2.2 Pemahaman Anak Berkebutuhan Khusus .1Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

2.2.2 Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 pasal 129 ayat 3 menjelaskan bahwa peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang : a. Tunanetra b. Tunarungu c. Tunawicara d. Tunagrahita e. Tunadaksa f. Tunalaras g. Berkesulitan Belajar h. Lamban belajar i. Autis

j. Memiliki gangguan motorik

k. Menjadi korban penyalah gunaan narkotika, obat terlarang, dan zat aditif lain.

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 11 2.2.3 Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus

Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda begitu pula dengan anak berkebutuhan khusus. Karakteristik tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut.

a. Anak dengan gangguan penglihatan (Tunanetra)

Tunanetra adalah individu yang mengalami hambatan dalam penglihatannya. Menurut Kaufman dan Hallahan tunanetra disebut sebagai individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan (Murtie, 2014:283). Menurut Direktorat PK dan PKL Dikmen, ada empat klasifikasi penyandang tunanetra, yaitu sebagai berikut (Murtie, 2014:283).

1) Berdasarkan daya penglihatan.

a) Total blind (buta total). Tunanetra jenis ini dikatakan sebagai buta total / sama sekali tidak memiliki persepsi visual. Didalam medis total blind dikatakan hanya memiliki ketajaman penglihatan/visus 1/8 seperti jarak lambaian tangan sekitar satu meter saja.

b) Partially sighted (tunanetra setengah berat). Tunanetra jenis ini memiliki kemampuan untuk melihat namun tidak seutuhnya/sebagian saja.

c) Low vision (tunanetra ringan). Tunanetra jenis ini diatakan sebagai tunanetra dengan klasifikasi ringan dan biasanya masih dapat beraktifitas mengguakan fungsi penglihatannya.

2) Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan. a) Terjadi semenjak didalam kandungan b) Terjadi saat masih kanak-kanak c) Terjadi saat usia sekolah/remaja d) Terjadi saat dewasa

e) Terjadi saat lanjut usia 3) Berdasarkan pemeriksaan klinis.

a) Ketajaman penglihatan kurang dari 20/200. Sudah termasuk permanen dan sulit diperbaiki fungsi penglihatannya.

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 12 b) Ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200. Masih

bisa diperbaiki fungsi penglihatannya. 4) Berdasarkan kelainan pada mata.

a) Myopia, adalah gangguan peglihatan ketika seseorang sulit melihat dari jarak dekat.

b) Hyiperopia, adalah gangguan penglihatan ketika seseorang sulit melihat dari jarak jauh.

c) Astigmatisme, adalah gangguan penglihatan ketika penglihatan menjadi kabur akibat adanya sesuatu yang tidak beres pada bola matanya.

Menurut Yulia dan Hidayat (2010), ciri-ciri anak tunanetra yaitu sebagai berikut.

a) Secara kognitif mengalami gangguan karena memiliki keterbatasan dalam variasi dan rentang pengalaman yang didapatkan, mobilitas dan interaksi dengan lingkungan menjadi terhambat.

b) Secara akademis apabila ia tidak mengalami keterbatasan secara kognitif maka ia dapat memperlihatkan hasil belajar yang baik asalkan lingkungan sekitar memberikan dukungan yang penuh dengan alat-alat bantu yang memadai.

c) Secara sosial dan emosional anak dengan kehilangan kemampuan penglihatan dapat mengalami kesulitan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan sosial karena ia sulit untuk dapat mengamati, menirukan dan menunjukkan tingkah laku sosial yang tepat.

d) Dalam berperilaku seringkali terlihat kurang matang, merasa terisolasi dan kurang asertif terutama jika lingkungan kurang kondusif. Selain itu ada perilaku stereotip yang dimunculkan seperti mengejapkan mata, menjentikan jari, menggoyangkan badan atau kepala, atau menggeliatkan badan. Hal ini sering muncul dikarenakan mereka kehilangan stimulasi sensori, terbatasnya gerakan dan aktivitas mereka dilingkungan, kurangnya interaksi sosial.

Menurut Murtie (2014), penyebab terjadinya tunanetra yaitu sebagai berikut.

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 13 1) Faktor keturunan/genetis

2) Faktor penyakit saat didalam kandungan 3) Kurangnya nutrisi pada saat ibu hamil 4) Faktor gangguan pada saat persalinan 5) Faktor penyakit tertentu

6) Faktor kecelakaan.

Penanganan yang dapat dilakukan bagi penyandang tunanetra yaitu sebagai berikut (Murtie, 2014).

1) Mengasuh sendiri dan memilihkan sekolah terbaik.

2) Menerima kenyataan bahwa anak lemah penglihatan dan memberikan pemahaman kepada mereka.

3) Kesabaran untuk membangun kemandirian kepada penyandang tuna netra 4) Menumbuhkan kemampuan untuk berinteraksi secara sosial.

5) Rehabilitasi medis dan sosial.

b. Anak dengan gangguan pendengaran (Tunarungu)

Tunarungu adalah individu yang mengalami gangguan pada pendengarannya. Tunarungu biasanya diikuiti dengan tunawicara karena mereka sulit belajar tentang kata dan suara sehingga sulit pula untuk mengeluarkan kata dan suara tersebut (Murtie, 2014:290).

Menurut Yulia dan Hidayat (2010), tunarungu diklasifikasikan kedalam empat kategori yaitu:

1) Ketunarunguan ringan, yaitu kondisi dimana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB.

2) Ketunarunguan sedang, yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB.

3) Ketunarunguan berat, yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB.

4) Ketunarunguan parah , yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras.

Ciri-ciri anak tunarungu yaitu sebagai berikut: a) Tidak mampu dengar.

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 14 c) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.

d) Kurang / tidak tanggap bila diajak bicara. e) Ucapan kata tidak jelas.

f) Kualitas suara aneh/monoton.

g) Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar. h) Banyak perhatian terhadap getaran.

i) Keluar nanah dari kedua telinga. j) Terdapat kelainan organis telinga.

Menurut Murtie (2014), penyebab terjadinya tunarungu yaitu sebagai berikut.

1) Fakor genetis.

2) Faktor penyakit pada saat ibu hamil. 3) Faktor infeksi pada saat kelahiran bayi. 4) Faktor penyakit radang telinga.

5) Faktor penyakit meningitis/radang selaput otak.

Penanganan yang dapat dilakukan pada penyandang tunarungu yaitu sebagai berikut (Murtie, 2014).

1) Sabar dan iklas menghadapi amanah anak penyandang tunarungu.

2) Memeriksakan anak dengan seksama dan memeberikan sarana penunjang untuk mendengar.

3) Terapi visual 4) Terapi musik 5) Terapi bermain 6) Terapi wicara

7) Terapi terpadu (terapi visual, terapi mendengar, dan terapi wicara). c. Anak redartasi mental (Tunagrahita)

Tunagrahita merupakan anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan jauh dibawah anak-anak dengan tingkat kecerdasan normal sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan khusus. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 72 tahun 1991, anak berkebutuhan khusus yang mengalami retardasi mental disebut sebagai tunagrahita (Murtie, 2014:261). Tunagrahita dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelompok :

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 15 2) Kelompok mampu latih, IQ 52-55

3) Kelompok mampu rawat, IQ 30-40

Menurut Yulia dan Hidayat (2010), ciri-ciri anak tunagrahita yaitu sebagai berikut:

a) Secara kognitif anak tersebut sangat berbeda dengan anak normal yang dapat dilihat dari penggolongan IQ mereka yaitu, keterbelakangan mental ringan (IQ=55–69), keterbelakangan mental sedang (IQ=40-54), keterbelakangan mental berat (IQ=25–39), keterbelakangan mental sangat berat (IQ = di bawah 25).

b) Secara sosial, banyak anak dengan keterbelakangan mental mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

c) Tingkah laku adaptifnya mengalami gangguan terutama dalam hal komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kehidupan sehari-hari, menikmati waktu senggang, kesehatan dan keselamatan, kemampuan mengarahkan diri, fungsi akademis, dan keterlibatan dimasyarakat.

d) Secara emosional, mereka seringkali terperosok dalam kondisi kesepian, depresi.

e) Secara fisik dan medis, biasanya tidak ada kondisi fisik dan medis yang sangat berbeda dengan anak kebanyakan.

Menurut Murtie (2014), faktor penyebab terjadinya tunagrahita yaitu. 1) Faktor prenatal/saat dalam kandungan

2) Faktor natal/saat proses kelahiran 3) Faktor posnatal/setelah kelahiran

Untuk dapat melatih anak tunagrahita maka perlu dilakukan sebuah terapi. Terapi yang dapat dilakukan untuk anak tunagrahita yaitu sebagai berikut (Murtie, 2014).

1) Terapi bermain/play therapy 2) Terapi okupasi/terapi gerak

• Terapi psikososial, meliputi terapi perilaku, object relation, kognitif, dan perilaku okupasi

• Terapi sesomotorik-multisensori, meliputi neuro development treatment, sensori inttegrasi, dan terapi gerak.

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 16 3) Terapi ADL/ Activity Daily Living

4) Terapi bekerja/ vocational therapy 5) Terapi life skill/keterampilan hidup d. Anak dengan kelainan fisik (Tunadaksa)

Menurut Halahan dan Kauffman (1991) (dalam Kosasih 2012:130) anak dengan kelainan fisik (tunadaksa) diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu.

1) Tunadaksa ortopedi (orthopedically handicapped), merupakan penyandang tunadaksa yang mengalami kecatatan tertentu di bagian tulang, otot tubuh ataupun daerah persendian.

2) Tunadaksa saraf (neurologically handicapped) merupakan penyandang tunadaksa yang mengalami kelemahan dalam gerak dan fungsi salah satu atau beberapa anggota tubuhnya karena adanya kelainan pada syaraf diotak.

Menurut Yulia dan Hidayat (2010), ciri-ciri anak tunadaksa yaitu sebagai berikut:

a) Secara kognitif dan akademik, anak dengan gangguan fisik akan memiliki fungsi kognitif dengan rentang dari yang rendah hingga yang tinggi. b) Secara perilaku, anak dapat terganggu apabila gangguan yang dimilikinya

itu menghambat gerakan, interaksi dengan orang lain.

c) Secara emosional, pada umumnya anak dengan gangguan fisik ini akan memiliki konsep diri yang rendah

d) Secara sosial, anak dengan gangguan fisik sangat memerlukan bantuan orang lain untuk dapat berinteraksi dengan teman sebayanya.

e) Secara fisik dan medis, anak dengan gangguan ini akan memiliki kondisi fisik dan medis yang berbeda dengan anak secara umum dan memerlukan perhatian yang khusus.

Menurut Murtie (2014), penyebab terjadinya tunadaksa yaitu. 1) Faktor kelahiran

2) Faktor kecelakaan 3) Terkena virus

Penanganan yang dapat dilakukan untuk anak tunadaksa yaitu (Murtie, 2014).

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 17 1) Orang tua perlu menyadari dan menerima sepenuhnya keadaan anak. 2) Mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang hal yang berkaitan dengan

penanganan terhadap bagi tubuh anak yang terbatas geraknya. 3) Memberikan ruang gerak dan sekolah yang sesuai bagi anak.

4) Stimulasi kemampuan anak dalam bidang yang disukai dan dikuasainya. e. Anak dengan gangguan spektruk autis

Menurut Yulia dan Hidayat (2010), anak dengan gangguan spektrum autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang dimanifestasikan dalam hambatan komunikasi verbal dan non verbal, masalah pada interaksi sosial, gerakan yang berulang dan stereotip, sangat terganggu dengan perubahan dari suatu rutinitas, memberikan respon yang yang tidak sesuai terhadap rangsangan sensoris.

Ciri-ciri anak autis yaitu sebagai berikut (Yulia dan Hidayat, 2010), 1) Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal :

a) Terlambat bicara atau tidak dapat berkomunikasi

b) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain (bahasa Planet)

c) Tidak mengerti dan tidak mengeluarkan kata-kata dalam konteks yang sesuai (Gangguan bahasa ekspresif dan reseptif)

d) Bicara tidak digunakan untuk komunikasi

e) Meniru atau membeo (ekolalia). Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada maupun kata-katanya, tanpa mengerti artinya

f) Kadang bicaranya monoton (seperti robot) g) Mimik datar.

2) Gangguan dalam bidang interaksi sosial

a) Menolak atau menghindar untuk bertatap mata

b) Tidak menoleh bila dipanggil. Karena hal ini, sering diduga bahwa anak mengalami ketulian.

c) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 18 e) Bila ingin sesuatu, ia menarik tangan orang yang terdekat dan

mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya f) Bila didekati untuk bermain justru menjauh

g) Tidak berbagi kesenangan untuk orang lain. 3) Gangguan dalam bidang perilaku dan bermain :

a) Umumnya ia seperti tidak mengerti cara bermain. b) Bermain sangat monoton, stereotipik

c) Ada keterpakuan pada mainan atau benda-benda tertentu (seperti rod/sesuatu yang berputar)

Menurut Murtie (2014), terapi yang dapat dilakukan pada anak autis yaitu sebagai berikut.

1) ABA (Aplied Behavioral Analysis) 2) Terapi wicara

3) Terapi okupasi dan fisik 4) Terapi sosial dan bermain

5) Terapi perilaku dan perkembangan 6) Terapi visual dan auditori

7) Terapi biomedis 8) Terapi nutrisi

Dokumen terkait