• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUSAT PELATIHAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI BANGLI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PUSAT PELATIHAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI BANGLI."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Periode Februari 2016

PUSAT PELATIHAN ANAK BERKEBUTUHAN

KHUSUS DI BANGLI

Oleh:

IDA AYU DIAN KURNIANTARI

1204205009

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN ARSITEKTUR (REGULAR)

(2)

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Periode Februari 2016

PUSAT PELATIHAN ANAK BERKEBUTUHAN

KHUSUS DI BANGLI

Oleh:

IDA AYU DIAN KURNIANTARI 1204205009

Dosen Pembimbing :

Ir. NENGAH KEDDY SETIADA, MT. Ir. I NENGAH LANUS, MT.

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN ARSITEKTUR (REGULAR)

(3)
(4)
(5)
(6)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKULTAS TEKNIK- JURUSAN ARSITEKTUR

Kampus Bukit Jimbaran – Bali

 (0361)701806,703320,703384 Fax: 701806,703384 www.ft.unud.ac.id

PERNYATAAN

Mahasiswa : Ida Ayu Dian Kurniantari

NIM : 1204205009

Jurusan : Teknik Arsitektur (Reguler)

Judul Seminar Tugas Akhir : Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus Di Bangli

Dengan ini, saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Denpasar, April 2016

(7)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli i

Abstrak

Pendidikan merupakan suatu sarana yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, hal ini disebabkan karena pendidikan adalah sektor yang dapat menciptakan kecerdasan manusia dalam melangsungkan kehidupannya. Namun pendidikan di Indonesia masih belum merata terutama pendidikan untuk anak-anak bekebutuhan khusus (ABK). Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, untuk dapat meningkatkan keterampilan bakat dan kemampuan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus ini maka dibuat suatu tempat pelatihan khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus.

Pada awal proses desain dilakukan pengumpulan data dengan wawancara, studi literatur dan observasi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis sehingga mendapatkan spesifikasi rancangan berupa spesifikasi umum dan spesifikasi khusus. Dari spesifikasi tersebut akan didapat data berupa program fungsional, program performansi, program arsitektural, dan program tapak. Setelah itu proses perancangan dilanjutkan dengan proses konsep perancangan.

Kata kunci : pendidikan, desain.

Abstract

Education is very important for human beings, because it is a sector of human intelligence which concerns on their life survival. Yet the education in Indonesia is still not evenly distributed, especially education for the diffable children. This is caused by the lack of public awareness about the importance of education for diffable children. Therefore, in order to improve the skills, talent and capabilities of diffable children, a special training place for diffable children is necessary. In the beginning of the design process, data collection was done by interview, literature review and observation. The data obtained will be analyzed to get the design specifications, in the form of common specifications and special specifications. The specification will be obtained from the collected data are the functional programs, performance programs, architectural programs, and site programs. Then, the design process will be continued with the process of design concepts.

(8)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli iii

Kata Pengantar

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) karena berkat karunia-Nya penyusunan Landasan Konsepsual Perancangan Tugas Akhir dengan judul “Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Landasan Konsepsual Perancangan Tugas Akhir ini mencakup mengenai pendahuluan dari latar belakang pemilihan judul, pemahaman mengenai teori, dan aturan-aturan sampai dengan pra desain rancangan yang berupa pemrograman baik dari program ruang, program tapak, konsep perancangan, serta hasil desain dari perancangan pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli. Semua data-data yang diperoleh merupakan hasil dari studi literatur dan studi objek ke beberapa sekolah SLB yang ada di Bali.

Dalam penyusunan Landasan Konsepsual Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, petunjuk dan informasi dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Yang terhormat Bapak Ir. Ngakan Putu Gede Suardana, MT., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana

2. Bapak Ir. I Made Suarya, MT. (Periode 2011-2015) dan Ibu Dr. Ir. Anak Agung Ayu Oka Saraswati, MT. (Periode 2015-2019), selaku Ketua Jurusan Program Studi Arsitektur Universitas Udayana.

3. Bapak Dr. Ir. Syamsul Alam Patusuri, MSP., selaku Koordinator Seminar Tugas Akhir.

4. Bapak Ir. Nengah Keddy Setiada, MT., selaku Pembimbing I. 5. Bapak Ir. I Nengah Lanus, MT., selaku Pembimbing II. 6. Ibu Dr. Ir. Widiastuti, MT., selaku Penguji I

(9)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli iv

10.Orang tua, saudara dan teman-teman yang telah mendukung dengan sepenuh hati dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan landasan konsepsual tugas akhir ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa landasan konsepsual perancangan tugas akhir ini jauh dari sempurna dan masih banyak memiliki kekurangan. Oleh sebab itu, diharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca demi tercapainya suatu hasil yang lebih sempurna. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih dan mohon maaf apabila terdapat kesalahan maupun kekeliruan yang sengaja maupun yang tidak disengaja dalam penyusunan landasan konsepual perancangan tugas akhir ini.

Denpasar, 02 Oktober 2015 Penyusun,

(10)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli v

DAFTAR ISI

Abstrak i

Kata Pengantar iii

Daftar Isi v

Daftar Gambar ix

Daftar Tabel xii

BAB I Pendahuluan

1.1Latar Belakang 1

1.2Rumusan Masalah 3

1.3Tujuan 4

1.4Metode Penelitian 4

1.4.1 Teknik Pengumpulan Data 4

1.4.2 Teknik Pengolahan Data 5

1.4.3 Teknik Penyimpulan Data 6

BAB II Pemahaman Terhadap Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus

2.1Pemahaman Pusat Pelatihan 7

2.1.1 Pengertian Pusat 7

2.1.2 Pengertian Pelatihan 8

2.1.3 Jenis-Jenis dan Isi Pendidikan Nonformal 8

2.1.4 Sasaran Pendidikan Nonformal 9

2.2Pemahaman Anap Berkebutuhan Khusus 9

2.2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus 9 2.2.2 Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus 10 2.2.3 Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus 11

2.3Pemahaman Terhadap Aturan dan Standar 18

2.3.1 Standar dan Aturan Kebutuhan Lahan 19

2.3.2 Standar dan Aturan Bangunan 20

2.3.3 Kelengkapan Sarana dan Prasarana 20

(11)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli vi

2.3.5 Ruang Pembelajaran Khusus 22

2.3.6 Ruang Penunjang 24

2.4Pemahaman Terhadap Proyek Sejenis 28

2.4.1 SLB B Negeri Pembina Tingkat Nasional Jimbaran 28

2.4.2 SLB B Sidakarya 30

2.4.3 Yayasan Cinta Harapan Indonesia (YCHI Autism Center) 32 2.4.4 Kesimpulan Studi Banding Objek Sejenis 35

2.5Spesifikasi Umum 36

2.5.1 Pengertian 36

2.5.2 Tujuan 36

2.5.3 Fungsi 36

2.5.4 Sarana dan Prasarana 37

2.5.5 Pelaku Kegiatan 37

BAB III Studi Pengadaan Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli

3.1Kondisi Umum Kabupaten Bangli 38

3.1.1 Kondisi Fisik Kabupaten Bangli 38

3.1.2 Kondisi Nonfisik Kabupaten Bangli 40

3.1.3 Penderita Cacat di Bali 43

3.1.4 Regulasi 44

3.2Pengadaan Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 44

3.2.1 Analisa SWOT 44

3.2.2 Simpulan Analisa SWOT 46

3.3Spesifikasi Khusus Pusat Peatihan Anak Berkebutuhan Khusus 47

3.3.1 Pengertian 47

3.3.2 Fungsi 47

3.3.3 Tujuan 48

3.3.4 Pengelolaan 48

(12)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli vii

BAB IV Tema dan Pemrograman Ruang

4.1Tema Rancangan 52

4.1.1 Pendekatan Tema 53

4.1.2 Pemilihan Tema 54

4.1.3 Penerapan Tema 54

4.2Program Fungsional 55

4.3Program Performansi 68

4.4Program Arsitektural 75

4.4.1 Studi Kapasitas Ruang 75

4.4.2 Studi Kegiatan 78

4.4.3 Studi Besaran Ruang 79

4.4.4 Pengelompokan Ruang 85

4.4.5 Hubungan Ruang 86

4.4.6 Sirkulasi Antar Ruang 89

4.4.7 Organisasi Ruang 91

4.5Program Tapak 92

4.5.1 Kebutuhan Luas Site 92

4.5.2 Pemilihan Lokasi 92

4.5.3 Pemilihan Tapak 93

4.5.4 Analisa Site Terpilih 97

BAB V Konsep Perancangan Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus Di Bangli

5.1Konsep Perancangan Tapak 103

5.1.1 Konsep Entrance 103

5.1.2 Konsep Zoning 105

5.1.3 Konsep Orientasi, Bentuk dan Pola Massa 107

5.1.4 Konsep Sirkulasi dan Parkir 108

5.1.5 Konsep Ruang Luar 110

5.2Konsep Perancangan Bangunan 112

5.2.1 Konsep Entrance Banguan 112

(13)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli viii

5.2.3 Konsep Sirkulasi Bangunan 115

5.2.4 Konsep Tampilan Bangunan 116

5.2.5 Konsep Ruang Dalam 117

5.2.6 Konsep Struktur Bangunan 119

5.3Konsep Utilitas Tapak dan Bangunan 119

5.3.1 Konsep Sistem Air Bersih dan Air Kotor 119

5.3.2 Konsep Sistem Penanganan Sampah 120

5.3.3 Konsep Distribusi Listrik 121

5.3.4 Konsep Pemadam Kebakaran 122

5.3.5 Konsep Sistem Komunikasi 123

5.3.6 Konsep Pencahayaan 123

5.3.7 Konsep Penghawaan 124

Daftar Pustaka xiv

(14)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Lokasi SLB B Negeri PTN Jimbaran 28 Gambar 2.2 Fasilitas SLB B Negeri PPTN Jimbaran 30

Gambar 2.3 Peta Lokasi SLB B Sidakarya 30

Gambar 2.4 Fasilitas SLB B Sidakarya 32

Gambar 2.5 Peta Lokasi YCHI Auitism Centre 32

Gambar 2.6 Struktur Organisasi YCHI 33

Gambar 2.7 a Kegiatan Seminar YCHI 35

Gambar 2.8 b Kegiatan Anak dan Orang Tua 35

Gambar 3.1 Kabupaten Bangli 39

Gambar 3.2 Pembagian Blok Wilayah Kecamatan 41 Gambar 4.1 Proses Kegiatan Fungsi Pelatihan 60 Gambar 4.2 Proses Kegiatan Fungsi Pelayanan Terapi 64

Gambar 4.3 Proses Kegiatan Fungsi Hunian 65

Gambar 4.4 Proses Kegiatan Fungsi Penyelenggaraan Pameran dan Pentas

Karya Seni 66

Gambar 4.5 Struktur Organisasi Pengelola Pusat Pelatihan 66 Gambar 4.6 Proses Kegiatan Fungsi Pengelolaan 67

Gambar 4.7 Proses Kegiatan Fungsi Servis 68

Gambar 4.8 Hubungan Ruang Makro 86

Gambar 4.9 Hubungan Ruang Fungsi Pelatihan 87 Gambar 4.10 Hubungan Ruang Fungsi Pelayanan Terapi 87

Gambar 4.11 Hubungan Ruang Fungsi Hunian 88

Gambar 4.12 Hubungan Ruag Fungsi Pengelolaan 88

Gambar 4.13 Hubungan Ruang Fungsi Servis 88

Gambar 4.14 Hubungan Ruang Fungsi Penunjang 89 Gambar 4.15 Sirkulasi Ruang Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di

Bangli 90

Gambar 4.16 Organisasi Ruang Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di

Bangli 92

(15)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli x

Gambar 4.18 Alternatif Site 2 95

Gambar 4.19 Alternatif Site 3 96

Gambar 4.20 Peta Lokasi Site 97

Gambar 4.21 Eksisting dan Bentuk Site 97

Gambar 4.22 Kondisi Iklim 98

Gambar 4.23 View Site 99

Gambar 4.24 Kontur dan Pola Drainase 100

Gambar 4.25 Sirkulasi dan Kebisingan 101

Gambar 4.26 Utilitas 102

Gambar 4.27 Sempadan 102

Gambar 5.1 Analisis Jumlah Entrance 104

Gambar 5.2 Entrance Tapak 105

Gambar 5.3 Analisis Zona Tapak 106

Gambar 5.4 Analisis Zoning Tapak Berdasarkan Sifat Ruang 106 Gambar 5.5 Zoning Tapak Berdasarkan Kelompok Ruang 107 Gambar 5.6 Analisis Orientasi, Bentuk dan Pola Massa Bangunan 108

Gambar 5.7 Analisa Sirkulasi dan Parkir 109

Gambar 5.8 Konsep Sirkulasi dan Parkir 110

Gambar 5.9 Analisa Penataan Ruang Luar 111

Gambar 5.10 Konsep Penataan Area Parkir 111

Gambar 5.11 Konsep Penataan Area Jalan 112

Gambar 5.12 Konsep Penataan Area Taman 112

Gambar 5.13 Konsep Entrance Bangunan 113

Gambar 5.14 Analisa Zoning Bangunan 115

Gambar 5.15 Konsep Zoning Bangunan 115

Gambar 5.16 Konsep Sirkulasi Bangunan 116

Gambar 5.17 Konsep Tampilan Bangunan 117

Gambar 5.18 Konsep Ruang Dalam 118

Gambar 5.19 Konsep Sub Struktur 120

Gambar 5.20 Konsep Super Struktur 120

Gambar 5.21 Konsep Upper Struktur 120

(16)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli xi

Gambar 5.23 Sistem Distribusi Listrik 122

Gambar 5.24 Sistem Zona Evakuasi 122

Gambar 5.25 Sistem Komunikasi 123

Gambar 5.26 Sistem Pencahayaan Alami 124

(17)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Luas Lahan Minimum SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB yang

Bergabung 19

Tabel 2.2 Luas Lantai Bangunan Minimum SDLB, SMPLB, dan/atau

SMALB yang bergabung 20

Tabel 2.3 Kelengkapan Sarana dan Prasarana SDLB, SMPLB, dan SMALB 21

Tabel 2.4 Perbandingan Proyek Sejenis 35

Tabel 3.1 Jarak Setiap Kabupaten di Bangli Menuju Kabupaten Bangli 39 Tabel 3.2 Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid di Kabupaten Menurut

Kecamatan. 42

Tabel 3.3 Jumlah Sekolah Luar Biasa, Guru, dan Murid di Kabupaten

Menurut Kecamatan 42

Tabel 3.4 Jumlah Fasilitas Kesehatan, Apotek, dan Toko Obat di Kabupaten

Bangli Menurut Kecamatan 43

Tabel 3.5 Jumlah Penderita Cacat Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Cacatannya di Provinsi Bali tahun 2013 43 Tabel 3.6 Jumlah Sekolah, Murid, dan Guru Sekolah Luar Biasa Menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2012/2013 43

Tabel 3.7 Struktur Kurikulum Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus 49 Tabel 4.1 Kebutuhan Ruang Berdasarkan Jenis Kegiatan Menurut Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus 55 Tabel 4.2 Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi

Pelatihan 56

Tabel 4.3 Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi

Pelayanan Terapi 61

Tabel 4.4 Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi

Hunian 64

Tabel 4.5 Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi Penyelenggaraan Pameren dan Pentas Karya Seni 65 Tabel 4.6 Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi

(18)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli xiii

Tabel 4.7 Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi

Sarana Servis 68

Tabel 4.8 Kelompok Ruang, Persyaratan Dan Tuntutan Ruang 68 Tabel 4.9 Jumlah Penderita Cacat Dalam Rentang Usia 5-19 Tahun di Bali

Pada Tahun 2013 76

Tabel 4.10 Jumlah Pengelola Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di

Bangli 77

Tabel 4.11 Jadwal Kegiatan Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus 78 Tabel 4.12 Studi Besaran Ruang Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus

di Bangli 79

Tabel 4.13 Rekapitulasi Luas Ruang Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan

Khusus di Bangli 85

Tabel 4.14 Pengelompokan Ruang 85

Tabel 4.15 Pembobotan Kriteria Pemilihan Lokasi Site 93

Tabel 4.16 Studi Alternatif Lokasi Site 93

Tabel 4.17 Pembobotan Kriteria Pemilihan Tapak 94

(19)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan yang menjadi acuan dari penulisan laporan ini. Dari latar belakang permasalahan tersebut maka dapat diuraikan pokok-pokok dari rumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini.

1.1 Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak-anak yang termasuk berkebutuhan khusus adalah tunanetra, tunarunguwicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, autisme, kesulitan belajar, gangguan belajar, anak berbakat, hiperaktif, ADHD, dan indigo. Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, anak tersebut memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka (Yulia dan Hidayat, 2010:5).

(20)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 2

potensi yang ada dalam dirinya melalui pendidikan. Kemudian dalam pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, pasal 5 ayat (2) menyebutkan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus, dan pasal 5 ayat (3) menyebutkan bahwa warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus (UU RI No. 20 Th. 2003).

Populasi anak berkebutuhan khusus di seluruh dunia mencapai 10%. Diperkirakan 85% anak berkebutuhan khusus diseluruh dunia yang berusia dibawah 15 tahun terdapat di negara berkembang. Lebih dari dua pertiga populasi tersebut terdapat di Asia (Chamidah, 2014:1). Jumlah anak yang berkebutuhan khusus di Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak (21,42%) berada dalam rentang usia 5-18 tahun (Mudjito,2015). Di Bali, menurut data yang dimuat dalam Badan Pusat Statistik banyaknya penderita cacat pada tahun 2013 yaitu sebanyak 16.157 orang dengan rincian penderita tunanetra sebanyak 14%, tunawicara sebanyak 23%, cacat anggota badan sebanyak 48%, dan cacat mental sebanyak 15% (Bali Dalam Angka, 2014). Selain itu penderita tunarungu pada tahun 2013 ada sekitar 0,1% dari jumlah penduduk Indonesia (Hendarmin, 2011). Sedangkan jumlah penderita autis di Indonesia pada tahun 2013 dalam rentang usia 5-19 tahun ada sekitar 112.000 anak (https://id.wikipedia.org/wiki/Autisme, diakses tanggal 18 November 2015).

Bentuk perhatian pemerintah terhadap anak-anak berkebutuhan khusus agar mereka mendapatkan pendidikan yang layak serta pelatihan secara khusus yaitu dengan didirikannya sekolah SLB dan program inklusi untuk di sekolah umum. Selain itu, ada juga beberapa yayasan yang didirikan oleh pihak swasta untuk melayani anak-anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Bali tahun 2012/2013, terdapat 16 sekolah SLB yang tersebar di sembilan kabupaten/kota dengan jumlah siswa 1.734 siswa dan jumlah tenaga pengajar sebanyak 289 guru.

(21)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 3

sekolah inklusi (Mudjito, 2015). Sedangkan di Bali, dari seluruh anak ABK yang terdaftar kedalam sekolah SLB, ternyata telah tercatat ada sekitar 3,48% dalam rentang usia 7-18 tahun yang masih belum mengenyam pendidikan maupun pelatihan secara khusus (Susenas, 2012). Hal ini tentu sangat memperihatinkan karena anak-anak yang seharusnya dapat mengenyam pendidikan tidak bisa ikut serta dikarenakan hal-hal yang membuat mereka berbeda dengan anak-anak lainnya yang seusia mereka.

Terkait dengan kondisi anak-anak berkebutuhan khusus yang masih belum mendapatkan pendidikan baik di sekolah khusus maupun sekolah inklusif tersebut, maka penulis berkeinginan untuk merancang sebuah pusat pelatihan untuk anak-anak berkebutuhan khusus yang akan berlokasi di Bangli. Bangli merupakan lokasi yang cukup strategis karena jumlah anak berkebutuhan khusus di Bali bagian timur dan selatan cukup banyak yaitu mencapai 62% dari 7133 anak ABK, sedangkan fasilitas yang disediakan cukup sedikit. Selain itu, menurut Permendiknas No. 33 tahun 2008 menyatakan bahwa lahan (site) terletak di lokasi yang memungkinkan akses yang mudah ke fasilitas kesehatan.

Layanan yang diberikan pada pusat pelatihan yang akan dirancang berorientasi pada prinsip kesamaan dan perbedaan yang ada pada masing-masing tipe anak berkebutuhan khusus, mengedepankan potensi anak, dan memandang bahwa kebutuhan khusus bukanlah hambatan melainkan kurangnya kesempatan anak untuk melakukan sesuatu yang orang lain pada umumnya mampu lakukan. Dengan adanya pusat pelatihan ini diharapkan mampu menjembatani hambatan yang dialami anak dan memanfaatkan potensi anak untuk dapat mengakses kesempatan hidup sebesar-besarnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diungkapkan permasalahan yang ada dalam perencanaan “Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli” yang dirumuskan sebagai berikut.

(22)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 4

2. Bagaimana perencanaan program ruang dan program tapak dari pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli?

3. Bagaimana konsep perancangan dari pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli?

1.3 Tujuan

Tujuan dari perencanaan“Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus” yaitu sebagai berikut.

1. Menentukan fasilitas-fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan dan kegiatan pada pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli.

2. Menentukan perencanaan program ruang dan program tapak yang sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan ruang pada pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli.

3. Menentukan konsep perancangan yang dapat mencerminkan karakteristik anak berkebutuhan khusus serta tema perancangan dari pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli.

1.4 Metode Penelitian

Metode yang digunakan terdiri dari teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data dan teknik penyimpulan. Sesuai dengan tahap-tahap tersebut maka dapat diuraikan sebagai berikut.

1.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data terdiri dari dua macam yaitu sebagai berikut. 1. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik sebagai berikut.

a. Teknik Observasi, yaitu suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis yang terdiri dari proses pengamatan dan ingatan. (Sugiono, 2014). Adapun lokasi observasinya yaitu:

1) SLB B Negeri PTN Jimbaran yang berlokasi di Jl. By Pass Ngurah Rai, Kecamatan Kuta Selatan.

(23)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 5

b. Teknik Wawancara, digunakan sebagai teknik pengumpulan data oleh peneliti yang ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan mengetahui hal-hal dari narasumber yang lebih mendalam (Sugiono, 2014). Adapun narasumbernya yaitu:

1) Bapak Edi Prajitno sebagai narasumber di SLB B N PTN Jimbaran dalam studi proyek sejenis untuk perancangan pusat pelatihan khusus di Bangli. 2) Kepala Sekolah SLB B Sidakarya sebagai narasumber di SLB B

Sidakarya dalam studi proyek sejenis untuk perancangan pusat pelatihan khusus di Bangli.

2. Data Sekunder

Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik sebagai berikut. a. Studi Literatur

Pengumpulan data penunjang sebagai bahan pertimbangan proses perencanaan dan perancangan yang terdiri dari buku-buku, jurnal, dan lainnya yang terkait dengan pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus. b. Data Internet

Yaitu memperoleh suatu data dengan mencari data tersebut melalui browsing ataupun searching pada media internet.

c. Studi Instansional

Studi instansional dilakukan dengan mencari data yang diperlukan dalam perencanaan dan perancangan pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus. Data-data tersebut dapat berupa data yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti data-data di bidang pendidikan dan jumlah anak berkebutuhan khusus yang di dapat dari Badan Pusat Statistik (BPS), peraturan-peraturan yang dimuat dalam RTRW, RDTR Bangli, dan lain sebagainya

1.4.2 Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang digunakan adalah teknik analisis, yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi (Sugiyono, 2010: 89)

(24)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 6

1. Analisis Kualitatif

Menganalisis data mengenai pengertian, fungsi, tujuan, kegiatan serta fasilitas yang ada pada Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli. Selain itu, analisis juga dilakukan terhadap lingkup pelayanan maupun sistem pengelolaanya dengan cara mendeskripsikan data yang berkaitan.

2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menganalisis kebutuhan ruang yang menyangkut dimensi dan luasan ruang yang diperlukan dalam Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli. Hal ini didasarkan atas dan standar yang berlaku dan perbandingan terhadap proyek sejenis.

1.4.3 Teknik Penyimpulan Data

(25)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 7

BAB II

PEMAHAMAN TERHADAP PUSAT PELATIHAN

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Pada bab ini akan membahas tentang pemahaman teori pusat pelatihan, pemahaman teori anak berkebutuhan khusus, pemahaman proyek sejenis dan spesifikasi umum pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus.

2.1 Pemahaman Pusat Pelatihan 2.1.1 Pengertian Pusat

(26)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 8 2.1.2 Pengertian Pelatihan

Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 4, menyatakan bahwa lembaga pelatihan merupakan satuan pendidikan nonformal disamping satuan pendidikan lainnya seperti kursus, majelis ta’lim, kelompok belajar, kelompok bermain, taman penitipan anak, pusat kegiatan belajar masyarakat dan satuan pendidikan sejenis. Dalam ayat 5 juga menyatakan kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Menurut Ahmad S. Ruky (dalam Marbun, 2009:2), pelatihan adalah suatu usaha untuk meningkatkan atau memperbaikki kinerja karyawan dalam pekerjaannya sekarang dan dalam pekerjaan lain yang terkait dengan yang sekarang dijabatnya, baik secara individu maupun sebagai bagian dari sebuah tim kerja. Menurut Nitisemito (dalam Marbun, 2009:2), pelatihan adalah suatu kegiatan dari perusahaan yang bermaksut untuk dapat memperbaiki dan memperkembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan diri dari para karyawannya sesuai dengan keinginan dari perusahaan yang bersangkutan.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah pendidikan nonformal yang bertujuan untuk mengasah pengetahuan, keterampilan dan kecakapan hidup seseorang.

2.1.3 Jenis-Jenis dan Isi Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal memiliki beberapa jenis yaitu sebagai berikut (Rohmah, 2014:16).

1. Jenis pendidikan nonformal berdasarkan fungsinya yaitu:

a. Pendidikan Keaksaraan, berhubungan dengan populasi sasaran yang belum dapat membaca dan menulis.

(27)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 9 c. Pendidikan Kader, berhubungan dengan populasi sasaran yang sedang atau

bakal memangku jabatan kepemimpinan atau pengelola dari suatu bidang usaha di masyarakat.

d. Pendidikan Umum dan Penyuluhan, berhubungan dengan berbagai variable populasi sasaran, target pendidikannya terbatas pada pemahaman dan menjadi lebih sadar terhadap sesuatu hal.

e. Pendidikan Penyegaran Jiwaraga, berhubungan dengan pengisian waktu luang, pengembangan minat atau bakat serta hobi.

2. Isi program pendidikan nonformal yang berkaitan dengan peningkatan mutu kehidupan yaitu:

a. Pengembangan nilai-nilai etis, religi, estetis, social, dan budaya. b. Pengembangan wawasan dan tata cara berfikir.

c. Peningkatan kesehatan pribadi, keluarga dan lingkungan.

d. Peningkatan dan pengembangan pengetahuan di dalam arti luas (sosial, ekonomi, politik, ilmu-ilmu kealaman, bahasa, sejarah, dan sebagainya). e. Apresiasi seni-budaya ( sastra, teater, lukis, tari, pahat dan lain sebagainya). 2.1.4 Sasaran Pendidikan Nonformal

Menurut Rohmah (2014), sesuai dengan rancangan Peraturan Pemerintah sasaran pendidikan nonformal meliputi:

1. Usia Pra-Sekolah (0-6 tahun), pelatihan menjelang pendidikan formal.

2. Usia Pendidikan Dasar (7-12 tahun), penyelenggaraan program kejar paket A dan kepramukaan yang diselenggarakan secara terpadu.

3. Usia Pendidikan Menengah (13-18 tahun), pelatihan tambahan pendidikan sebagai pelengkap dan penambah program pendidikan bagi mereka.

4. Usia Pendidikan Tinggi (19-24 tahun), pelatihan keterampilan untuk siap menjadi tenaga kerja yang produktif, siap kerja, dan siap untuk usaha mandiri.

2.2 Pemahaman Anak Berkebutuhan Khusus 2.2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

(28)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 10 perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas.

Sementara itu, menurut Suran dan Rizzo (dalam Wikasanti, 2014:8), anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan (kebutuhan) dan potensinya secara maksimal. Meliputi mereka yang tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, dan juga gangguan emosional. Juga anak-anak yang berbakat dengan inteligensi yang tinggi, dapat dikategorikan sebagai anak khusus karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional.

Menurut Wikasanti (2014), ada beberapa faktor penyebab timbulnya kebutuhan khusus pada seorang anak yang dapat dikelompokkan menjadi:

1. Faktor internal, kebutuhan khusus timbul karena kondisi yang ada pada diri anak tersebut seperti tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa.

2. Faktor eksternal, kebutuhan khusus timbul karena sesuatu yang berasal dari luar diri anak, yang mengakibatkan anak memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar.

3. Kombinasi faktor eksternal dan internal, kebutuhan khusus yang disebabkan oleh kombinasi faktor eksternal dan internal diperkirakan akan membuat anak memiliki kebutuhan khusus yang lebih kompleks.

2.2.2 Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 pasal 129 ayat 3 menjelaskan bahwa peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang : a. Tunanetra

j. Memiliki gangguan motorik

k. Menjadi korban penyalah gunaan narkotika, obat terlarang, dan zat aditif lain.

(29)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 11 2.2.3 Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus

Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda begitu pula dengan anak berkebutuhan khusus. Karakteristik tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut.

a. Anak dengan gangguan penglihatan (Tunanetra)

Tunanetra adalah individu yang mengalami hambatan dalam penglihatannya. Menurut Kaufman dan Hallahan tunanetra disebut sebagai individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan (Murtie, 2014:283). Menurut Direktorat PK dan PKL Dikmen, ada empat klasifikasi penyandang tunanetra, yaitu sebagai berikut (Murtie, 2014:283).

1) Berdasarkan daya penglihatan.

a) Total blind (buta total). Tunanetra jenis ini dikatakan sebagai buta total / sama sekali tidak memiliki persepsi visual. Didalam medis total blind dikatakan hanya memiliki ketajaman penglihatan/visus 1/8 seperti jarak lambaian tangan sekitar satu meter saja.

b) Partially sighted (tunanetra setengah berat). Tunanetra jenis ini memiliki kemampuan untuk melihat namun tidak seutuhnya/sebagian saja.

c) Low vision (tunanetra ringan). Tunanetra jenis ini diatakan sebagai tunanetra dengan klasifikasi ringan dan biasanya masih dapat beraktifitas mengguakan fungsi penglihatannya.

2) Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan. a) Terjadi semenjak didalam kandungan b) Terjadi saat masih kanak-kanak c) Terjadi saat usia sekolah/remaja d) Terjadi saat dewasa

e) Terjadi saat lanjut usia 3) Berdasarkan pemeriksaan klinis.

(30)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 12 b) Ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200. Masih

bisa diperbaiki fungsi penglihatannya. 4) Berdasarkan kelainan pada mata.

a) Myopia, adalah gangguan peglihatan ketika seseorang sulit melihat dari jarak dekat.

b) Hyiperopia, adalah gangguan penglihatan ketika seseorang sulit melihat dari jarak jauh.

c) Astigmatisme, adalah gangguan penglihatan ketika penglihatan menjadi kabur akibat adanya sesuatu yang tidak beres pada bola matanya.

Menurut Yulia dan Hidayat (2010), ciri-ciri anak tunanetra yaitu sebagai berikut.

a) Secara kognitif mengalami gangguan karena memiliki keterbatasan dalam variasi dan rentang pengalaman yang didapatkan, mobilitas dan interaksi dengan lingkungan menjadi terhambat.

b) Secara akademis apabila ia tidak mengalami keterbatasan secara kognitif maka ia dapat memperlihatkan hasil belajar yang baik asalkan lingkungan sekitar memberikan dukungan yang penuh dengan alat-alat bantu yang memadai.

c) Secara sosial dan emosional anak dengan kehilangan kemampuan penglihatan dapat mengalami kesulitan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan sosial karena ia sulit untuk dapat mengamati, menirukan dan menunjukkan tingkah laku sosial yang tepat.

d) Dalam berperilaku seringkali terlihat kurang matang, merasa terisolasi dan kurang asertif terutama jika lingkungan kurang kondusif. Selain itu ada perilaku stereotip yang dimunculkan seperti mengejapkan mata, menjentikan jari, menggoyangkan badan atau kepala, atau menggeliatkan badan. Hal ini sering muncul dikarenakan mereka kehilangan stimulasi sensori, terbatasnya gerakan dan aktivitas mereka dilingkungan, kurangnya interaksi sosial.

(31)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 13 1) Faktor keturunan/genetis

2) Faktor penyakit saat didalam kandungan 3) Kurangnya nutrisi pada saat ibu hamil 4) Faktor gangguan pada saat persalinan 5) Faktor penyakit tertentu

6) Faktor kecelakaan.

Penanganan yang dapat dilakukan bagi penyandang tunanetra yaitu sebagai berikut (Murtie, 2014).

1) Mengasuh sendiri dan memilihkan sekolah terbaik.

2) Menerima kenyataan bahwa anak lemah penglihatan dan memberikan pemahaman kepada mereka.

3) Kesabaran untuk membangun kemandirian kepada penyandang tuna netra 4) Menumbuhkan kemampuan untuk berinteraksi secara sosial.

5) Rehabilitasi medis dan sosial.

b. Anak dengan gangguan pendengaran (Tunarungu)

Tunarungu adalah individu yang mengalami gangguan pada pendengarannya. Tunarungu biasanya diikuiti dengan tunawicara karena mereka sulit belajar tentang kata dan suara sehingga sulit pula untuk mengeluarkan kata dan suara tersebut (Murtie, 2014:290).

Menurut Yulia dan Hidayat (2010), tunarungu diklasifikasikan kedalam empat kategori yaitu:

1) Ketunarunguan ringan, yaitu kondisi dimana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB.

2) Ketunarunguan sedang, yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB.

3) Ketunarunguan berat, yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB.

4) Ketunarunguan parah , yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras.

Ciri-ciri anak tunarungu yaitu sebagai berikut: a) Tidak mampu dengar.

(32)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 14 c) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.

d) Kurang / tidak tanggap bila diajak bicara. e) Ucapan kata tidak jelas.

f) Kualitas suara aneh/monoton.

g) Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar. h) Banyak perhatian terhadap getaran.

i) Keluar nanah dari kedua telinga. j) Terdapat kelainan organis telinga.

Menurut Murtie (2014), penyebab terjadinya tunarungu yaitu sebagai berikut.

1) Fakor genetis.

2) Faktor penyakit pada saat ibu hamil. 3) Faktor infeksi pada saat kelahiran bayi. 4) Faktor penyakit radang telinga.

5) Faktor penyakit meningitis/radang selaput otak.

Penanganan yang dapat dilakukan pada penyandang tunarungu yaitu sebagai berikut (Murtie, 2014).

1) Sabar dan iklas menghadapi amanah anak penyandang tunarungu.

2) Memeriksakan anak dengan seksama dan memeberikan sarana penunjang untuk mendengar.

3) Terapi visual 4) Terapi musik 5) Terapi bermain 6) Terapi wicara

7) Terapi terpadu (terapi visual, terapi mendengar, dan terapi wicara). c. Anak redartasi mental (Tunagrahita)

Tunagrahita merupakan anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan jauh dibawah anak-anak dengan tingkat kecerdasan normal sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan khusus. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 72 tahun 1991, anak berkebutuhan khusus yang mengalami retardasi mental disebut sebagai tunagrahita (Murtie, 2014:261). Tunagrahita dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelompok :

(33)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 15 2) Kelompok mampu latih, IQ 52-55

3) Kelompok mampu rawat, IQ 30-40

Menurut Yulia dan Hidayat (2010), ciri-ciri anak tunagrahita yaitu sebagai berikut:

a) Secara kognitif anak tersebut sangat berbeda dengan anak normal yang dapat dilihat dari penggolongan IQ mereka yaitu, keterbelakangan mental ringan (IQ=55–69), keterbelakangan mental sedang (IQ=40-54), keterbelakangan mental berat (IQ=25–39), keterbelakangan mental sangat berat (IQ = di bawah 25).

b) Secara sosial, banyak anak dengan keterbelakangan mental mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

c) Tingkah laku adaptifnya mengalami gangguan terutama dalam hal komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kehidupan sehari-hari, menikmati waktu senggang, kesehatan dan keselamatan, kemampuan mengarahkan diri, fungsi akademis, dan keterlibatan dimasyarakat.

d) Secara emosional, mereka seringkali terperosok dalam kondisi kesepian, depresi.

e) Secara fisik dan medis, biasanya tidak ada kondisi fisik dan medis yang sangat berbeda dengan anak kebanyakan.

Menurut Murtie (2014), faktor penyebab terjadinya tunagrahita yaitu. 1) Faktor prenatal/saat dalam kandungan

2) Faktor natal/saat proses kelahiran 3) Faktor posnatal/setelah kelahiran

Untuk dapat melatih anak tunagrahita maka perlu dilakukan sebuah terapi. Terapi yang dapat dilakukan untuk anak tunagrahita yaitu sebagai berikut (Murtie, 2014).

1) Terapi bermain/play therapy 2) Terapi okupasi/terapi gerak

• Terapi psikososial, meliputi terapi perilaku, object relation, kognitif, dan perilaku okupasi

(34)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 16 3) Terapi ADL/ Activity Daily Living

4) Terapi bekerja/ vocational therapy 5) Terapi life skill/keterampilan hidup d. Anak dengan kelainan fisik (Tunadaksa)

Menurut Halahan dan Kauffman (1991) (dalam Kosasih 2012:130) anak dengan kelainan fisik (tunadaksa) diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu.

1) Tunadaksa ortopedi (orthopedically handicapped), merupakan penyandang tunadaksa yang mengalami kecatatan tertentu di bagian tulang, otot tubuh ataupun daerah persendian.

2) Tunadaksa saraf (neurologically handicapped) merupakan penyandang tunadaksa yang mengalami kelemahan dalam gerak dan fungsi salah satu atau beberapa anggota tubuhnya karena adanya kelainan pada syaraf diotak.

Menurut Yulia dan Hidayat (2010), ciri-ciri anak tunadaksa yaitu sebagai berikut:

a) Secara kognitif dan akademik, anak dengan gangguan fisik akan memiliki fungsi kognitif dengan rentang dari yang rendah hingga yang tinggi. b) Secara perilaku, anak dapat terganggu apabila gangguan yang dimilikinya

itu menghambat gerakan, interaksi dengan orang lain.

c) Secara emosional, pada umumnya anak dengan gangguan fisik ini akan memiliki konsep diri yang rendah

d) Secara sosial, anak dengan gangguan fisik sangat memerlukan bantuan orang lain untuk dapat berinteraksi dengan teman sebayanya.

e) Secara fisik dan medis, anak dengan gangguan ini akan memiliki kondisi fisik dan medis yang berbeda dengan anak secara umum dan memerlukan perhatian yang khusus.

Menurut Murtie (2014), penyebab terjadinya tunadaksa yaitu. 1) Faktor kelahiran

2) Faktor kecelakaan 3) Terkena virus

(35)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 17 1) Orang tua perlu menyadari dan menerima sepenuhnya keadaan anak. 2) Mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang hal yang berkaitan dengan

penanganan terhadap bagi tubuh anak yang terbatas geraknya. 3) Memberikan ruang gerak dan sekolah yang sesuai bagi anak.

4) Stimulasi kemampuan anak dalam bidang yang disukai dan dikuasainya. e. Anak dengan gangguan spektruk autis

Menurut Yulia dan Hidayat (2010), anak dengan gangguan spektrum autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang dimanifestasikan dalam hambatan komunikasi verbal dan non verbal, masalah pada interaksi sosial, gerakan yang berulang dan stereotip, sangat terganggu dengan perubahan dari suatu rutinitas, memberikan respon yang yang tidak sesuai terhadap rangsangan sensoris.

Ciri-ciri anak autis yaitu sebagai berikut (Yulia dan Hidayat, 2010), 1) Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal :

a) Terlambat bicara atau tidak dapat berkomunikasi

b) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain (bahasa Planet)

c) Tidak mengerti dan tidak mengeluarkan kata-kata dalam konteks yang sesuai (Gangguan bahasa ekspresif dan reseptif)

d) Bicara tidak digunakan untuk komunikasi

e) Meniru atau membeo (ekolalia). Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada maupun kata-katanya, tanpa mengerti artinya

f) Kadang bicaranya monoton (seperti robot) g) Mimik datar.

2) Gangguan dalam bidang interaksi sosial

a) Menolak atau menghindar untuk bertatap mata

b) Tidak menoleh bila dipanggil. Karena hal ini, sering diduga bahwa anak mengalami ketulian.

c) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk

(36)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 18 e) Bila ingin sesuatu, ia menarik tangan orang yang terdekat dan

mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya f) Bila didekati untuk bermain justru menjauh

g) Tidak berbagi kesenangan untuk orang lain. 3) Gangguan dalam bidang perilaku dan bermain :

a) Umumnya ia seperti tidak mengerti cara bermain. b) Bermain sangat monoton, stereotipik

c) Ada keterpakuan pada mainan atau benda-benda tertentu (seperti rod/sesuatu yang berputar)

Menurut Murtie (2014), terapi yang dapat dilakukan pada anak autis yaitu sebagai berikut.

1) ABA (Aplied Behavioral Analysis) 2) Terapi wicara

3) Terapi okupasi dan fisik 4) Terapi sosial dan bermain

5) Terapi perilaku dan perkembangan 6) Terapi visual dan auditori

7) Terapi biomedis 8) Terapi nutrisi

2.3 Pemahaman Terhadap Aturan dan Standar

(37)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 19 2.3.1 Standar dan Aturan Kebutuhan Lahan

Standar kebutuhan lahan minimum yang dibutuhkan dalam perencanaan pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus yang berpedoman pada standar SDLB, SMPLB, dan SMALB yaitu sebagai berikut.

1. Lahan SDLB, SMPLB, dan SMALB yang bergabung memenuhi ketentuan luas lahan minimum seperti tercantum pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Luas Lahan Minimum SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB yang Bergabung

No. Jenjang pendidikan

Banyak

(Sumber: Permendiknas No. 33 Tahun 2008)

2. Luas lahan yang dimaksud dalam tabel-tabel diatas adalah luas lahan efektif yang dapat digunakan untuk mendirikan bangunan dan tempat bermain/berolahraga.

3. Lahan terletak di lokasi yang memungkinkan akses yang mudah ke fasilitas kesehatan.

4. Lahan terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat dengan kendaraan roda empat.

5. Kemiringan lahan rata-rata kurang dari 15%, tidak berada di dalam garis sempadan sungai dan jalur kereta api.

6. Lahan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota atau rencana lain yang lebih rinci dan mengikat, dan mendapat izin pemanfaatan tanah dari Pemerintah Daerah setempat.

(38)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 20 2.3.2 Standar dan Aturan Bangunan

Standar bangunan minimum yang dibutuhkan dalam perencanaan pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus yang berpedoman pada standar SDLB, SMPLB, dan SMALB yaitu sebagai berikut.

1. Bangunan SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB yang bergabung memenuhi ketentuan luas lantai bangunan minimum seperti tercantum pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Luas Lantai Bangunan Minimum SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB yang bergabung

No. Jenjang pendidikan

Banyak

(Sumber: Permendiknas No. 33 Tahun 2008)

2. Bangunan memenuhi ketentuan tata bangunan yang terdiri dari: a. Koefisien dasar bangunan maksimum 30 %;

b. Koefisien lantai bangunan dan ketinggian maksimum bangunan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah;

c. Jarak bebas bangunan yang meliputi garis sempadan bangunan dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi, jarak antara bangunan dengan batas-batas persil, dan jarak antara as jalan dan pagar halaman yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

3. Bangunan dilengkapi instalasi listrik dengan daya minimum 900 watt.

4. Pembangunan gedung atau ruang baru harus dirancang, dilaksanakan, dan diawasi secara profesional.

5. Kualitas bangunan minimum permanen kelas B, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 45, dan mengacu pada Standar Pekerjaan Umum.

2.3.3 Kelengkapan Sarana dan Prasarana

(39)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 21 Tabel 2.3 Kelengkapan Sarana dan Prasarana SDLB, SMPLB, dan SMALB

No.

A. R. Pembelajaran Umum

1. Ruang kelas √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

2. Ruang perpustakaan* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

B. Ruang pembelajaran khusus

1. Ruang OM** √ √

C. Ruang penunjang

1. Ruang pimpinan* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

2. Ruang guru* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

3. Ruang tata usaha* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

4. Tempat beribadah* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

5. Ruang UKS* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

6. Ruang konseling

asesmen* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

7. Ruang organisasi

kesiswaan* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

8. Jamban* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

9. Gudang* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

10. Ruang sirkulasi* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

11. Tempat bermain/

berolahraga* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

(sumber: Permendiknas No. 33 tahun 2008)

Keterangan:

* satu ruang dapat digunakan bersama untuk lebih dari satu jenis ketunaan dan lebih dari satu

jenjang pendidikan

** satu ruang dapat digunakan bersama untuk lebih dari satu jenjang pendidikan

2.3.4 Ruang Pembelajaran Umum 1. Ruang Kelas

a. Fungsi ruang kelas adalah tempat kegiatan pembelajaran teori dan praktik dengan alat sederhana yang mudah dihadirkan.

b. Jumlah minimum ruang kelas sama dengan banyak rombongan belajar. c. Kapasitas maksimum ruang kelas adalah 5 peserta didik untuk ruang kelas

(40)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 22 d. Rasio minimum luas ruang kelas adalah 3 m2/peserta didik. Untuk

rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 5 orang, luas minimum ruang kelas adalah 15 m2.

e. Lebar minimum ruang kelas adalah 3 m.

f. Ruang kelas memiliki jendela yang memungkinkan pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar ruangan.

g. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan.

h. Salah satu dinding ruang kelas dapat berupa dinding semi permanen agar pada suatu saat dua ruang kelas yang bersebelahan dapat digabung menjadi satu ruangan.

2. Ruang Perpustakaan

a. Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat kegiatan peserta didik, guru dan orangtua peserta didik memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka dengan membaca, mengamati dan mendengar, dan sekaligus tempat petugas mengelola perpustakaan.

b. Luas minimum ruang perpustakaan adalah 30 m2. Lebar minimum ruang perpustakaan adalah 5 m.

c. Ruang perpustakaan dilengkapi jendela untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk membaca buku.

d. Ruang perpustakaan terletak di bagian sekolah yang mudah dicapai. 2.3.5 Ruang Pembelajaran Khusus

1. Ruang Orientasi dan Mobilitas (OM) untuk Tunanetra (A)

a. Ruang Orientasi dan Mobilitas (OM) merupakan tempat latihan keterampilan gerak, pembentukan postur tubuh, gaya jalan dan olahraga, serta dapat berfungsi sebagai ruang serbaguna.

b. Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunanetra memiliki minimum satu buah ruang OM dengan luas minimum 15 m2. 2. Ruang Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI) untuk Tunarungu

(41)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 23 a. Ruang Bina Wicara

1) Ruang Bina Wicara berfungsi sebagai tempat latihan wicara perseorangan.

2) Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunarungu memiliki minimum satu buah ruang Bina Wicara dengan luas minimum 4 m2.

b. Ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama

1) Ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama berfungsi sebagai tempat mengembangkan kemampuan memanfaatkan sisa pendengaran dan/atau perasaan vibrasi untuk menghayati bunyi dan rangsang getar di sekitarnya, serta mengembangkan kemampuan berbahasa khususnya bahasa irama.

2) Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunarungu memiliki minimum satu buah ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama yang dapat menampung satu rombongan belajar dengan luas minimum 30 m2.

3. Ruang Bina Diri untuk Tunagrahita

a. Ruang Bina Diri berfungsi sebagai tempat kegiatan pembelajaran Bina Diri yang meliputi :

1) Merawat diri: Makan, minum, menjaga kebersihan badan, buang air 2) Mengurus diri: Berpakaian dan berhias diri

3) Okupasi: Melakukan kegiatan sehari-hari yang meliputi mencuci dan menyeterika baju, menyemir sepatu, membuat minuman, memasang sprei, dan membersihkan lantai.

b. Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunagrahita memiliki minimum satu buah ruang Bina Diri dengan luas minimum 24 m2.

c. Ruang Bina Diri dilengkapi dengan kamar mandi dan/atau jamban khusus untuk latihan atau dapat memanfaatkan jamban yang ada.

(42)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 24 a. Ruang Bina Diri dan Bina Gerak berfungsi sebagai tempat latihan

koordinasi, layanan perbaikan disfungsi organ tubuh, terapi wicara dan terapi okupasional, serta sekaligus berfungsi sebagai ruang asesmen.

b. Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunadaksa memiliki minimum satu buah ruang Bina Diri dan Bina Gerak yang dapat menampung satu rombongan belajar dengan luas minimum 30 m2.

c. Ruang Bina Diri dan Bina Gerak dilengkapi dengan kamar mandi dan/atau jamban khusus untuk latihan atau dapat memanfaatkan jamban yang ada. 5. Ruang Bina Pribadi dan Sosial untuk Tunalaras (E)

a. Ruang Bina Pribadi dan Sosial berfungsi sebagai tempat penanganan dan pemberian tindakan kepada peserta didik dalam usaha perubahan perilaku, pribadi dan sosial.

b. Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunalaras memiliki minimum satu ruang Bina Pribadi dan Sosial dengan luas minimum 9 m2.

c. Ruang Bina Pribadi dan Sosial dapat memberikan kenyamanan suasana bagi peserta didik.

6. Ruang Keterampilan

a. Ruang keterampilan berfungsi sebagai tempat kegiatan pembelajaran keterampilan sesuai dengan program keterampilan yang dipilih oleh tiap sekolah.

b. Pada setiap sekolah yang menyelenggarakan jenjang pendidikan SMPLB dan/atau SMALB minimum terdapat dua buah ruang keterampilan. Ruang tersebut digunakan untuk kegiatan pembelajaran pada jenis keterampilan yang dapat dipilih dari tiga kelompok keterampilan: keterampilan rekayasa, keterampilan jasa atau keterampilan perkantoran.

c. Ruang keterampilan memiliki luas minimum 24 m2 dan lebar minimum 4 m.

2.3.6 Ruang Penunjang 1. Ruang Pimpinan

(43)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 25 sejumlah kecil guru, orang tua murid, unsur komite sekolah, petugas dinas pendidikan, atau tamu lainnya.

b. Luas minimum ruang pimpinan adalah 12 m2 dan lebar minimum adalah 3 m.

c. Ruang pimpinan mudah diakses oleh guru dan tamu sekolah, serta dapat dikunci dengan baik.

2. Ruang Guru

a. Ruang guru berfungsi sebagai tempat guru bekerja dan istirahat serta menerima tamu, baik peserta didik maupun tamu lainnya.

b. Rasio minimum luas ruang guru adalah 4 m2/pendidik dan luas minimum adalah 32 m2.

c. Ruang guru mudah dicapai dari halaman SDLB, SMPLB dan/atau SMALB ataupun dari luar lingkungan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB, serta dekat dengan ruang pimpinan.

3. Ruang Tata Usaha

a. Ruang tata usaha berfungsi sebagai tempat kerja petugas untuk mengerjakan administrasi SDLB, SMPLB dan/atau SMALB.

b. Rasio minimum luas ruang tata usaha adalah 4 m2/petugas dan luas minimum adalah 16 m2.

c. Ruang tata usaha mudah dicapai dari halaman SDLB, SMPLB dan/atau SMALB ataupun dari luar lingkungan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB, serta dekat dengan ruang pimpinan.

4. Tempat Beribadah

a. Tempat beribadah berfungsi sebagai tempat warga SDLB, SMLPB dan/atau SMALB melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama masing-masing pada waktu sekolah.

b. Banyak tempat beribadah sesuai dengan kebutuhan tiap SDLB, SMPLB dan/atau SMALB, dengan luas minimum adalah 12 m2.

5. Ruang UKS

(44)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 26 6. Ruang Konseling/Asesmen

a. Ruang konseling/asesmen berfungsi sebagai tempat peserta didik mendapatkan layanan konseling dari konselor berkaitan dengan pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir, serta berfungsi sebagai tempat kegiatan dalam menggali data kemampuan awal peserta didik sebagai dasar layanan pendidikan selanjutnya.

b. Luas minimum ruang konseling/asesmen adalah 9 m2.

c. Ruang konseling/asesmen dapat memberikan kenyamanan suasana dan menjamin privasi peserta didik.

7. Ruang Organisasi Kesiswaan

a. Ruang organisasi kesiswaan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan kesekretariatan pengelolaan organisasi kesiswaan.

b. Luas minimum ruang organisasi kesiswaan adalah 9 m2. 8. Jamban

a. Jamban berfungsi sebagai tempat buang air besar dan/atau kecil.

b. Minimum terdapat 2 unit jamban. Pada SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB untuk tunagrahita dan/atau tunadaksa, minimum salah satu unit jamban merupakan unit yang dapat digunakan oleh anak berkebutuhan khusus, termasuk pengguna kursi roda.

c. Jamban dilengkapi dengan peralatan yang mempermudah peserta didik berkebutuhan khusus untuk menggunakan jamban.

d. Luas minimum 1 unit jamban adalah 2 m2.

e. Jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci, dan mudah dibersihkan. f. Tersedia air bersih di setiap unit jamban.

9. Gudang

a. Gudang berfungsi sebagai tempat menyimpan peralatan pembelajaran di luar kelas, tempat menyimpan sementara peralatan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB yang tidak/belum berfungsi, dan tempat menyimpan arsip SDLB, SMPLB dan/atau SMALB yang telah berusia lebih dari 5 tahun.

(45)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 27 10. Ruang Sirkulasi

a. Ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat penghubung antar ruang dalam bangunan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB dan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan bermain dan interaksi sosial peserta didik di luar jam pelajaran, terutama pada saat hujan ketika tidak memungkinkan kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung di halaman SDLB, SMPLB dan/atau SMALB.

b. Ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang menghubungkan ruang-ruang di dalam bangunan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB dengan luas minimum adalah 30% dari luas total seluruh ruang pada bangunan, lebar minimum adalah 1,8 m, dan tinggi minimum adalah 2,5 m.

c. Ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan ruang-ruang dengan baik, beratap, serta mendapat pencahayaan dan penghawaan yang cukup. d. Koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan bertingkat dilengkapi

pagar pengaman dengan tinggi 90 -110 cm. e. Bangunan bertingkat dilengkapi tangga dan ramp.

f. Bangunan bertingkat dengan panjang lebih dari 30 m dilengkapi minimum dua buah tangga.

g. Jarak tempuh terjauh untuk mencapai tangga pada bangunan bertingkat tidak lebih dari 25 m.

h. Lebar minimum tangga adalah 1,5 m, tinggi maksimum anak tangga adalah 17 cm, lebar anak tangga adalah 25-30 cm, dan dilengkapi pegangan tangan yang kokoh dengan tinggi 85-90 cm.

i. Tangga yang memiliki lebih dari 16 anak tangga harus dilengkapi bordes dengan lebar minimum sama dengan lebar tangga.

j. Kelandaian ramp tidak lebih terjal dari 1:12.

k. Ruang sirkulasi vertikal dilengkapi pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

11. Tempat Beribadah/Berolahraga

(46)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 28 tempat latihan orientasi dan mobilitas bagi peserta didik tunanetra dan latihan mobilitas bagi peserta didik tunadaksa.

b. Minimum terdapat tempat bermain/berolahraga berukuran 20 m x 10 m yang memiliki permukaan datar, drainase baik, dan tidak terdapat pohon, saluran air, serta benda-benda lain yang mengganggu kegiatan berolahraga. c. Sebagian lahan di luar tempat bermain/berolahraga ditanami pohon yang

berfungsi sebagai peneduh.

d. Lokasi tempat bermain/berolahraga diatur sedemikian rupa sehingga tidak banyak mengganggu proses pembelajaran di kelas.

e. Tempat bermain/berolahraga tidak digunakan untuk tempat parkir.

2.4 Pemahaman Terhadap Proyek Sejenis

2.4.1 SLB B Negeri Pembina Tingkat Nasional Jimbaran

SLB B Negeri PTN Jimbaran merupakan sekolah yang menampung anak ABK yang tergolong tunarungu, tunagrahita, dan autis. SLB B Negeri PTN Jimbaran ini berlokasi di Jl. By Pass Ngurah Rai, Kecamatan Kuta Selatan (dapat dilihat pada Gambar 2.1). SLB B N PTN Jimbaran ini didirikan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0304/O/1982, tanggal 9 Oktober 1998. SLB ini merupakan Unit Pelaksana Teknis

Gambar 2.1. Peta Lokasi SLB B Negeri PTN Jimbaran

(47)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 29 (UPT) Pusat yang pada saat itu dibawah koordinasi Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Bali.

Jumlah siswa yang terdaftar dalam sekolah ini yaitu 247 siswa yang terdiri dari siswa TK, SD, SMP, dan SMA. Jumlah tenaga pengajar/guru dan pegawai di sekolah ini sebanyak 57 orang yang terdiri dari 43 guru dan 14 pegawai. SLB B PTN Jimbaran memiliki luas lahan sekitar 5 hektar dengan beberapa fasilitas yaitu 10 workshop, ruang program khusus, ruang kelas, dan asrama. Workshop yang terdapat disekolah ini terdiri dari:

a. Ruang Seni Musik b. Ruang Tata Boga

c. Ruang Kecantikan Dan Spa d. Ruang Otomotif

e. Ruang Akupresur

f. Ruang ICT

g. Ruang Tata Busana h. Ruang Kriya Keramik i. Ruang Kriya Kayu j. Ruang Fitnes Ruang program khusus terdiri dari:

1. Ruang BKPB 2. Ruang Bina Diri 3. Ruang Asesment 4. Ruang Bina Wicara

5. Ruang Perpustakaan Bermain

6. UKS

7. Ruang Komite, 8. Ruang Terapi, 9. Ruang Penginapan, 10.Ruang Dinas Kepsek.

Berikut merupakan foto-foto dari beberapa fasilitas yang terdapat di SLB B N PTN Jimbaran yang dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(48)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 30

2.4.2 SLB B Sidakarya

Gambar 2.3. Peta Lokasi SLB B Sidakarya

Sumber. https://www.google.co.id/maps/place/

Ruang Kelas Ruang Laboratorium

Taman Bermain Workshop belakang

Lapangan Olahraga Ruang Perpustakaan

Gambar 2.2 Fasilitas SLB B Negeri PTN Jimbaran

(49)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 31 SLB B Sidakarya merupakan sekolah yang menampung anak ABK yang tergolong tunarungu/tunawicara. SLB B Sidakarya ini berlokasi di Jl. Pendidikan No. 26, Denpasar (dapat dilihat pada Gambar 2.3). Sekolah ini merupakan sekolah milik pemerintah yang ditujukan untuk anak-anak tunarungu. Jumlah siswa yang terdaftar dalam sekolah ini yaitu 138 siswa yang terdiri dari siswa 80 siswa SD, 36 siswa SMP, dan 22 siswa SMA. Jumlah tenaga pengajar/guru dan pegawai di sekolah ini sebanyak 27 orang yang terdiri dari 22 guru, 3 instruktur dan 2 pegawai.

SLB B Sidakarya memiliki luas lahan sekitar 2000m2 dengan beberapa fasilitas yang disediakan yaitu:

1. Ruang guru 2. Ruang kelas

a. Ruang Kelas SD b. Ruang Kelas SMP c. Ruang Kelas SMA

3. Ruang perpustakaan 4. Ruang keterampilan 5. Ruang tari

6. Ruang kepala sekolah 7. Lapangan olahraga

Proses pembelajaran SLB B Sidakarya ini menggunakan pendekatan perpaduan antara bahasa oral dengan bahasa isyarat. Di sekolah ini juga menyediakan beberapa fasilitas seperti hearing group yaitu alat yang digunakan untuk latihan bina wicara, cermin, dan alat bunyi-bunyian seperti garpu tala, gong, dan lain sebagainya.

Berikut merupakan foto-foto dari beberapa fasilitas yang terdapat di SLB B Sidakarya yang dapat dilihat pada Gambar 2.4.

(50)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 32

2.4.3 Yayasan Cinta Harapan Indonesia (YCHI Autism Center)

Gambar 2.5 Peta Lokasi YCHI Autism Centra

Sumber. https://www.google.co.id/maps/place/

Ruang Guru Lapangan Olahraga

Ruang Kepala Sekolah Ruang Perpustakaan

Gambar 2.4 Fasilitas SLB B Sidakarya

(51)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 33 YCHI Autism Center adalah lembaga nonprofit untuk membawa harapan yang lebih baik kepada Bangsa Indonesia dalam penanganan anak autisma

berbasis ABA (Applied Behavior Analysis)

( http://ychiautismcenter.org/id/ychi/sekilas-tentang-ychi, diakses tanggal 12 Oktober 2015). YCHI ini berlokasi di Jl. WR Supratman No. 18 Pondok Ranji, Ciputan Timur, Tanggerang Selatan (dapat dilihat pada Gambar 2.5). YCHI didirikan oleh Bapak Zulfikar Alimuddin dan Ibu Nila Susanti yang mendedikasikan pikiran, tenaga, dan financial mereka untuk membantu anak-anak berkebutuhan khusus dari keluarga kurang mampu. Selama lebih dari 5 tahun berdiri, YCHI telah memiliki 7 SNETS di 5 kota. Klinik ini memberikan penanganan kepada anak berkebutuhan khusus dari keluarga kurang mampu secara gratis. Dalam YCHI ini terdapat tim manajemen dan kepengurusan YCHI yang dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Struktur Organisasi YCHI Sumber. http://ychiautismcenter.org/id/ychi/tim-kami

Jumlah anak yang telah terdaftar dalam YCHI ini ada sekitar 159 anak. YCHI Autism Center ini memiliki beberapa jenis program yaitu :

1. Keterapisan, Klinik dan Pusat Pelatihan.

Program pusat klinik dan terapi ini merupakan program yang diberikan untuk anak berkebutuhan khusus dan untuk para orang tua. Proses terapi yang diberikan yaitu assesment anak, konseling kepada orang tua, pelayanan terapi kepada anak berkebutuhan khusus, day care program untuk melatih

kemandirian anak, training for parents.

( http://ychiautismcenter.org/id/program/klinik-pusat-pelatihan. Diakses tanggal 12 Oktober 2015)

Ketua Dewan Pembina

Kepala SNETS Kepala Klinik

dan Psikolog Terapis YCHI Staff Admin Staff Busdev

Staff Sekretaris Ketua Umum

(52)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 34 2. SNETS (Special Need Therapy Service)

SNETS merupakan program terapi gratis untuk anak-anak berkebutuhan khusus autisma dan anak berkebutuhan khusus dari keluarga tidak mampu. (http://ychiautismcenter.org/id/program/snets-special-need-therapy-services. Diakses tanggal 12 Oktober 2015)

3. Pelatihan dan Seminar

Program ini bertujuan untuk memberikan wawasan pengetahuan yang mendalam seputar anak penyandang autism dan anak berkebutuhan khusus serta penggunaan teknik ABA (Applied Behavior Analyse) dalam penanganan anak autism dan ABK. ( http://ychiautismcenter.org/id/program/pelatihan-dan-seminar. Diakses tanggal 12 Oktober 2015)

4. Softcampaign

Program softcampaign merupakan kegiatan YCHI dalam menyebar luaskan informasi tentang autis dan ABK kepada seluruh masyarakat yang bertujuan untuk membangun kepedulian dan pemahaman masyarakat kepada anak-anak penyandang autis dan ABK. (http://ychiautismcenter.org/id/program/softcampaign. Diakses tanggal 12 Oktober 2015)

5. YCHI goes to Campus

Program YCHI goes to Campus merupakan program YCHI Autism Center dalam rangka kerjasama YCHI dengan berbagai universitas sebagai bentuk komitmen dalam mewujudkan visi misi YCHI Autism Center. (http://ychiautismcenter.org/id/program/ychi-goes-to-campus. Diakses tanggal 12 Oktober 2015)

6. YCHI goes to School

(53)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 35

2.4.4 Kesimpulan Studi Banding Proyek Sejenis

Kesimplan dari studi banding ini menghasilkan beberapa pembanding yang dapat di lihat pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Perbandingan Proyek Sejenis

No Pembanding SLB B N PTN

Jimbaran SLB B Sidakarya YCHI

1. Lokasi

Jl. By Pass Ngurah Rai, Kecamatan Kuta Selatan

Jl. Pendidikan No. 26, Denpasar

Jl. WR Supratman No. 18 Pondok Ranji,

4. Civitas Siswa, kepala sekolah, guru, pegawai

Foto 2.7 a Kegiatan Seminar YCHI

Sumber: http://ychiautismcenter.org/id/seminar-ychi-autism-center

(54)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 36 Dari hasil survey yang telah dilakukan pada SLB B Negeri PTN Jimbaran, SLB B Sidakarya dan YCHI (Yayasan Cinta Harapan Indonesia) maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Fasilitas

Fasilitas yang diberikan kepada anak ABK yaitu berupa fasilitas terapi, dan fasilitas pendidikan yang dapat menunjang bakat dan keterampilan anak ABK. 2. Pelayanan

Pelayanan yang diberikan kepada anak ABK yaitu berupa layanan pendidikan dan layanan kesehatan.

2.5 Spesifikasi Umum 2.5.1 Pengertian

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus adalah suatu wadah yang menampung anak-anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pelatihan keterampilan serta pelayanan terapi.

Peran dari Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus ini antarlain untuk: 1. Meningkatkan keterampilan anak berkebutuhan khusus.

2. Memberikan pelayanan terapi dan pengobatan lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

3. Memfasilitasi kebutuhan pelatihan anak ABK agar menjadi tenaga ahli yang siap kerja di masyarakat.

2.5.2 Tujuan

Tujuan dari adanya Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus ini agar anak-anak berkebutuhan khusus yang belum mendapatkan pendidikan secara khusus dapat mengikuti pelatihan keterampilan serta mendapatkan pelayanan terapi untuk anak ABK.

2.5.3 Fungsi

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus ini merupakan fasilitas pendidikan nonformal yang diperuntukan untuk anak-anak ABK. Fungsi dari Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus ini adalah sebagai berikut.

(55)

Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 37 3. Sebagai wadah untuk anak-anak agar mampu bersosialisasi dengan orang lain. 2.5.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan hal yang paling utama dalam mewujudkan suatu fasilitas. Dengan adanya sarana dan prasarana ini maka segala kegiatan yang ada didalamnya akan berjalan dengan baik. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam mewujudkan fasilitas Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus ini adalah sebagai berikut.

1. Fasilitas Pelatihan

2. Fasilitas Pelayanan Terapi 3. Fasilitas Pengelola

4. Fasilitas Penunjang 5. Fasilitas Servis 2.5.5 Pelaku Kegiatan

Pelaku kegiatan dalam pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus ini yaitu: 1. Pengelola

Pengelola adalah kelompok tertentu yang mengelola pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus, baik dalam kegiatan pelatihan maupun dalam hal perawatan terhadap bangunan itu sendiri

2. Siswa

Siswa merupakan peserta didik dalam pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus ini yaitu anak-anak yang tergolong anak tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa dan anak autis.

3. Tenaga Pelatih

Tenaga pelatih merupakan orang yang bertugas sebagai pengajar atau instruktur dalam kegiatan pelatihan.

4. Tenaga medis

Gambar

Tabel 2.3 Kelengkapan Sarana dan Prasarana SDLB, SMPLB, dan SMALB
Gambar 2.1. Peta Lokasi SLB B Negeri PTN Jimbaran Sumber. https://www.google.co.id/maps/place/
Gambar 2.3. Peta Lokasi SLB B Sidakarya
Gambar 2.4 Fasilitas SLB B Sidakarya
+3

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen rantai pasok merupakan salah satu praktik bisnis dalam bidang manajemen operasi yang menekankan pada kesatuan dan koordinasi aliran barag dan informasi dari

Implementasi E-Learning Berbasis Model View Controller (MVC) Pada Man 1 Pangkalan Balai Dengan Metode Prototyping Berbasis Web yang dihasilkan dapat menjadi

Dalam persoalan Budaya, bahkan sejak sebelum peristiwa WTC umat Muslim di AS kesulitan menjalankan ibadah sesuai ajaran agama Islam, terutama dalam lingkungan pekerjaan

Penyusunan Metodologi dan Kerangka Kerja Persiapan teknis yang perlu dilakukan adalah penjelasan oleh Ketua Tim mengenai penyamaan persepsi dan standar yang dipakai antara Ketua

(A) Dinamika Temporal Kerapatan Nematoda Pemakan Akar Dari Pertananam Tomat Lokal Muna yang Ditanam pada Ultisol Berdasarkan Variasi Jumlah Individu Cacing Tanah Dengan

Peta penutup/Penggunaan Lahan Level 4 Klasifikasi Malingreau dengan Metode Klasifikasi Visual Pemilihan algiritma Maximum Likelihood dalam proses eksekusi klasifikasi

Masuknya sinar matahari sampai ke lapisan tajuk yang lebih dalam akan dapat meningkatkan makanan dari daun untuk perkembangan buah kakao (Sunanto, 1992). Dengan menentukan waktu

mengisyaratkan bahwa kita memiliki hasrat untuk menjadi bijaksana dalam setiap bicaranya, satu harapan mulia untuk mendedikasikan diri menjadi pribadi yang dewasa