• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.3. Model Teoretik

2.3.4. Jenis-Jenis Hubungan

Menurut Pogrebin (1987) aquitance adalah orang-orang yang kita kenali nama atau wajahnya, orang asing yang familiar (familiar stranger) yang kita temui dan saling bertukar senyum ketika bertemu di jalan, ataupun orang-orang yang berurusan dengan kita ketika kita berada di tempat-tempat umum: misalnya tukang pos, pengantar koran, dan lain-lain (Devito, 2008).

Pada interaksi dengan orang-orang ini kita biasanya mulai merespon dengan lebih terbuka dan dengan lebih ekspresif dibandingkan dengan orang- orang yang pertama kali baru kita temui, namun masih berhati-hati dalam melakukan interaksi. Komunikasi yang terbentuk masih bersifat tidak pribadi. Terdapat kecenderungan yang rendah untuk membicarakan masalah pribadi, fantasi, harapan yang tidak tercapai, masalah keluarga, ataupun kondisi keuangan. Empati dan rasa kebersamaan pun sulit untuk terbentuk, dikarenakan terbatasnya pengetahuan yang kita miliki mengenai orang tersebut.

Maka dapat disimpulkan bahwa aquitance adalah orang-orang yang hanya kita kenali nama atau wajahnya saja yang merupakan orang asing yang familiar (familiar stranger) yang sering kita temui namun tidak ada komunikasi yang intens yang terjadi dan tidak saling mengenal lebih jauh.

2.3.4.2 Teman

2.3.4.2.1 Defenisi Teman

Sejak masa kanak-kanak, sebagian besar orang mulai membangun hubungan pertemanan dengan teman-teman sebaya yang memiliki minat yang sama. Hubungan pertemanan ini cenderung terdiri dari rasa saling suka yang didasarkan pada afek positif. Secara umum, memiliki teman merupakan hal yang positif, sebab teman dapat mendorong self-esteem dan menolong dalam mengatasi stress, tetapi teman juga dapat memberikan efek negatif jika teman bersifat antisosial, menarik diri, tidak suportif, argumentatif, atau tidak stabil.

Menurut Kenney & Kashy, ketika suatu hubungan akrab sudah terbentuk, maka akan membuat individu menghabiskan waktu untuk bersama lebih banyak, berinteraksi satu sama lain pada situasi yang lebih bervariasi, menjadi self-

disclosing, saling memberikan dukungan emosional, dan membedakan antara teman dekat dengan teman yang lain (Baron, 2005).

Menurut Yager (2006) teman adalah seseorang yang kita sukai dan menyukai kita, dan orang tersebut memiliki hubungan yang hangat dengan kita.

2.3.4.2.2 Pertemanan

Pertemanan adalah salah satu bentuk hubungan interpersonal diantara adua individu, yang dibentuk dan dipertahankan melalui suatu pilihan yang bebas, dan dikarakteristikkan dengan hubungan yang saling menghargai.

Menurut Ahmadi (2007) pertemanan merupakan suatu hubungan antarpribadi yang akrab atau intim yang melibatkan individu sebagai suatu kesatuan.

2.3.4.2.3 Tipe-tipe pertemanan

John M. Reisman menyatakan bahwa terdapat 3 tipe pertemanan, yaitu (Devito, 1986) :

a. Reciprocity

Reisman menyatakan bahwa tipe pertemanan reciprocity ini merupakan

tipe pertemanan yang ideal yang memiliki karakteristik kesetiaan, pengorbanan yang meliputi kasih sayang dan murah hati. Pertemanan yang tercipta berdasarkan pada keseimbangan, dimana tiap individu berbagi secara adil dalam hal memberi dan menerima keuntungan yang ada dalam sebuah hubungan.

b. Receptivity

Pada tipe pertemanan yang kedua yaitu receptivity, adalah pertemanan yang dikaraktreristikkan dengan adanya ketidak seimbangan yang terjadi dalam hal memberi dan menerima dalam sebuah hubungan yang terjadi, karena dalam pertemanan ini salah satu pihak menjadi pemberi primer dan pihak lain sebagai penerima primer. Hal ini terjadi karena kedua belah pihak memiliki perbedaan kebutuhan. Ketidakseimbangan yang terjadi bersifat positif, karena setiap pihak memperoleh suatu hal dari hubungan yang tercipta. Pertemanan seperti ini misalnya bisa terjadi antara guru dan murid.

Pada tipe pertemanan yang ketiga yaitu association, adalah sebuah hubungan yang digambarkan sebagai sebuah hubungan yang bersahabat namun bukan sebuah hubungan pertemanan yang sesungguhnya. Tidak terdapat rasa percaya, memberi atau menerima yang cukup besar dalam tipe pertemanan ini, terdapat keramahan tetapi tidak intens.

2.3.4.2.4 Karakteristik pertemanan

Keith Davis menyatakan terdapat 8 karakteristik hal penting dalam sutau pertemanan (Devito, 1986) yaitu :

1. Enjoyment

Teman menikmati kebersamaan yang terjalin 2. Acceptance

Teman menerima satu sama lain apa adanya, seorang teman tidak memiliki kecenderungan untuk mengubah temannya menjadi orang lain.

3. Trust

Teman saling percaya satu sama lain dalam melakukan hal yang disukainya.

4. Respect

Teman saling menghargai satu sama lain. 5. Mutual assistance

Teman dapat menjadi pendamping dan memberikan satu sama lain. 6. Confiding

Teman saling membagi perasaan dan pengalaman. 7. Understanding

Teman mengerti hal apa yang penting dan mengerti alasannya temannya berperilaku tertentu. Seorang teman merupakan prediktor yang baik dalam menentukan perilaku dan perasaan temannya.

Seorang teman tidak melakukan dalam self-monitoring, seorang teman dapat mengekspresikan perasaannya secara spontan, tanpa khawatir bahwa hal tersebut akan menyebabkan hambatan dalam pertemanannya

2.3.4.2.5 Faktor yang mempengaruhi keputusan membina pertemanan Ada empat faktor yang dapat mempengaruhi dua orang untuk memutuskan membina suatu pertemanan, yaitu :

1. Kedekatan mereka satu sama lain

2. Kesamaan akan kesukaan mereka terhadap sesuatu dan perilaku mereka 3. Penghargaan terhadap kepribadian yang mereka miliki

4. Daya tarik fisik diantara mereka

2.3.4.3 Hubungan Percintaan (Love)

Kedekatan dan kecocokan yang terjadi antara dua orang terkadang berlanjut menjadi hubungan percintaan. Banyak orang yang memutuskan untuk menjalin hubungan cinta dengan orang yang selama ini berada di lingkungan sekitarnya, mungkin itu teman ataupun sahabatnya. Hubungan percintaan ini terkadang lebih sukses dibandingkan hubungan percintaan yang tidak diawali dengan pertemanan. Kenyataan tersebut terjadi karena biasanya pasangan tersebut sudah lebih mengenal dan mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal ini juga didukung karena mereka sebelumnya telah memiliki kedekatan dan kecocokan satu sama lain. Meskipun demikian, beberapa hubungan percintaan seperti ini juga terkadang tidak sukses, karena ada saja pasangan yang merasa lebih cocok berteman daripada menjadi sepasang kekasih.

Berikut ini adalah beberapa jenis cinta yang diungkapkan Devito (2008) dalam bukunya Essential Of Human Communication :

a. Eros Love, yakni cinta yang mencari kecantikan dan sensualitas, seta berfokus pada ketertarikan secara fisik. Pencinta dalam jenis Eros Love ini terkadang memiliki idealisme yang tinggi dalam konsep kecantikan. Hal ini pada kenyataannya, jarang dan bahkan sangat tidak mungkin untuk dicapai. Konsekuensinya, pecinta jenis ini sering merasa tidak terpenuhi hasratnya.

b. Ludic Love, yakni cinta yang mementingkan hiburan dan kegembiraan. Pecinta jenis cinta ini melihat cinta sebagai sesuatu menyenangkan, seperti sebuah permainan. Mereka tidak serius dalam menjalin hubungan. Ketika pasangannya dirasa tidak lagi menarik dan menyenangkan, mereka memutuskan untuk mengakhirinya.

c. Storge Love, yakni cinta yang penuh kedamaian dan ketenangan. Pecinta jenis ini tidak mencari pasangan kekasih. Mereka membina hubungan yang bersahabat dengan seseorang yang mereka kenal, juga dengan orang yang bisa diajak untuk beraktivitas bersama dan berbagi ketertarikan. Mereka yang ada pada jenis percintaan seperti ini terkadang sulit untuk membedakan cinta dan persahabatan.

d. Pragma Love, cinta jenis ini praktis dan bersifat tradisional. Pragma Love mencari kecocokan dan hubungan dimana kebutuhan dan keinginan yang penting dapat terpenuhi. Pecinta jenis ini lebih mengkuatirkan kualifikasi sosial daripada kualitas personal pasangannya. Keluarga dan latar belakang pasangan adalah sesuatu yang luar biasa penting bagi pecinta jenis ini. Mereka lebih percaya pada logika daripada perasaan.

e. Manic Love, cinta jenis ini adalah cinta obsesif yang membutuhkan perhatian dan kasih yang bersifat konstan dalam memberi dan menerima. Ketika hal tersebut tidak diberi atau diterima, dan ketika tidak ada timbal balik dari pasangannya dalam meningkatkan komitmen, pecinta jenis ini sering merasa depresi, cemburu dan merasa ragu.

f. Agapic Love, cinta yang tidak egois. Pecinta jenis ini mengasihi semua orang, baik itu orang asing yang tidak dikenal atau tetangga yang menjengkelkan. Yesus, Buddha, Gandhi mempraktekkan dan mengajarkan cinta spiritual yang tidak mengenal perbedaan. Cinta ditawarkan tanpa menginginkan imbalan atau keuntungan juga harapan adanya balasan dari orang yang dicintai.

Dokumen terkait