• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis-jenis Ikan dan Klasifikas

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Hulu Sungai Asahan Porsea, didapatkan 12 jenis ikan yang termasuk kedalam kelas Osteicthyies, seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Klasifikasi dan Jenis Ikan yang didapat pada Stasiun Penelitian

KELAS ORDO FAMILI GENUS SPESIES NAMA

DAERAH Osteicthyies Cypriniformes Cyprinidontiformes Perciformes Siluriformes Cyprinidae Aplocheilidae Poeciliidae Osphronemida Cichlidae Channidae Eleotrididae Clariidae Cyprinus Mystacoleucus Osteochilus Puntius Aplocheilus Gambusia Trichogaster Trichopsis Tilapia Channa Oxyeleotris Clarias Cyprinus. carpio Mystacoleucus padangensis Osteochilus sp. Puntius sp. Aplocheilus panchax Gambusia sp. Trichogaster sp. Trichopsis sp. Tilapia. mossambica Channa sp. Oxyeleotris marmorata Clarias batrachus Ikan mas Pora-pora Nilem Tawes Kepala timah Gobi Sepat Cupang Mujair Gabus pasir Begu Lele

Deskripsi umum dari jenis ikan yang diperoleh dari penelitian berdasarkan buku Kottelat (1993), Sterrer (1986) dan Saanin (1968) adalah sebagai berikut:

1. Cyprinus carpio

Ikan mas (goldfish) mempunyai ciri-ciri badan agak pipih dan memanjang, ukuran dan warna badan sangat beragam. Bagian belakang jari-jari terakhir, sirip dubur mengeras dan bergerigi, 4 buah sungut atau tidak ada, sirip punggung mempunyai 16-19,5 jari-jari bercabang (gambar 1). Ikan ini bersifat omnivora.

Gambar 1: Cyprinus carpio

2. Mystacoleucus padangensis

Ikan dewasa berukuran panjang 65 sampai 80 mm, atau seukuran jari telunjuk orang dewasa. Ikan ini berwarna keperakan dan mengkilap. Terdapat duri keras mendatar di depan sirip punggung yang kadang-kadang tertutupi oleh sisik, sirip dubur dengan 8-9 jari-jari lemah bercabang, 2 sungut atau tidak ada (gambar 2).

Gambar 2: Mystacoleucus padangensis

3. Osteochilus sp.

Merupakan ikan sungai yang lincah. Warna sisik kelabu kehijauan dengan bintik- bintik merah pada sisik perut bagian samping. Sisik perut berwarna seperti perak, mulutnya dikelilingi suatu hiasan yang berbentuk telapak kuda. Terdapat 5,5 sisik antara awal sirip punggung dan gurat sisi, tidak ada tubuh keras pada moncong. 6- 9 baris bintik-bintik berwarna sepanjang barisan sisik (walaupun tidak selalu jelas), terdapat bintik bulat besar pada batang ekor yang dikelilingi 16 sisik dan bagian depan sirip punggung dikelilingi 26 sisik, 12-8,5 jari-jari bercabang pada sirip punggung (gambar 3).

Gambar 3: Osteochilus sp.

4. Puntius sp.

Bentuk badan hampir segi tiga dan pipih, sisik relatif besar dengan warna keperakan atau warna putih keabu-abuan. Pada sisik terdapat proyeksi dari pusat ke pinggir seperti jari-jari pada roda yang mengarah ke samping tidak melengkung ke arah belakang terdiri dari tonjolan keras. Tidak ada sungut pada moncong, gurat sisi tidak sempurna dengan 6-7 sisik berpori, jari-jari terakhir sirip punggung halus di bagian belakang, batang ekor di kelilingi 8 sisik (gambar 4).

Gambar 4: Puntius sp.

5. Aplocheilus panchax

Semua jenis anggota ikan ini berwarna cerah dan populasi berbeda dicirikan oleh perbedaan pola warna. Dikatakan sebagai predator larva nyamuk yang efisien dan terdapat melimpah di parit-parit perkotaan. Satu bintik hitam pada sirip punggung dan bintik hitam mengkilap pada kepala. Sirip punggung hitam dan sirip analis kuning dengan pinggiran oranye (gambar 5).

Gambar 5: Aplocheilus panchax

6. Gambusia sp.

Bersifat melahirkan anak, sirip dubur pada jantan mengalami perubahan menjadi gonopodium yang berfungsi untuk mengeluarkan sperma yang kemudian masuk ke dalam tubuh betina. Mata, mulut dan gigi kecil. Sirip dorsal terletak di tengah punggung serta sirip pektoral pendek, dan tubuh berbintik-bintik hitam (gambar 6). Memakan larva nyamuk, serangga dan udang-udangan. Dapat ditemukan di sungai-sungai dan danau-danau bahkan di kawasan beriklim sedang.

Gambar 6: Gambusia sp. 7. Trichogaster sp.

Badan memanjang dan pipih, bermulut kecil dengan bibir yang tipis, satu jari-jari sirip perut yang terdepan berubah menjadi semacam benang yang dapat digerak- gerakkan, punggung berwarna hijau kehitaman, tetapi warna pada bagian perut lebih terang dan sisiknya kecil-kecil. Kehijauan sampai kebiruan dengan beberapa pita warna miring berwarna gelap dan sebuah bercak di tengah sisi pada pangkal sirip ekor. Sirip perut mempunyai jari-jari seperti filamen yang panjangnya hampir sama dengan panjang badan. Sirip ekor berbentuk sabit sedikit cekung (gambar 7).

Gambar 7: Trichogaster sp.

8. Trichopsis sp.

Ujung-ujung sirip ekor, sirip punggung dan sirip dada meruncing, mempunyai tiga garis warna gelap memanjang (kadang-kadang 2 atau 4). Sirip punggung berjari- jari keras 2-4. bagian yang lemah dari sirip punggung, sirip dubur dan sirip ekor memanjang. Hidung lebih pendek daripada mata (gambar 8).

Gambar 8: Trichopsis sp.

9. Tilapia mossambica

Badan abu-abu atau kuning, 2-5 bercak gelap di samping badan dan beberapa bercak lebih dekat bagian punggung, pada saat berbiak yang jantan menjadi hitam dengan pinggiran sirip ekor dan sirip punggung merah, serta bagian bawah kepala berwarna putih (gambar 9). Warna jenis ikan ini berubah-ubah tergantung lingkungan dan jenis kegiatannya. Merupakan ikan konsumsi yang utama, terkenal dengan nama Mujair.

Gambar 9: Tilapia mossambica

10.Channa sp.

Bentuk badan bulat di depan dan pipih di belakang. Punggungnya berwarna coklat tua kehitaman, perutnya putih kecoklatan. Pinggiran sirip punggung, sirip dubur dan sirip ekor putih, 3-3,5 sisik antara gurat sisi dan bagian depan jari-jari sirip punggung, pita warna gelap melintang di badan tetapi makin menghilang pada ikan dewasa (gambar 10).

Gambar 10: Channa sp.

11.Oxyeleotris marmorata

Terdiri dari 80-90 deret sisik sepanjang badan, sisik di depan sirip punggung 60- 65, tidak ada bercak pada batang ekor. Merupakan jenis terbesar dari ikan-ikan belosoh. Deretan gigi pada luar rahang atas membesar 60-102 deret sisik sepanjang sisi badan. Mata besar menonjol ke luar dan dapat digerak-gerakkan, bentuk mukanya cekung dengan ujung kepala gepeng, mulut lebar, tebal dengan gigi-gigi kecil tetapi tajam (gambar 11).

Gambar 11: Oxyeleotris marmorata

12.Clarias batracus

Ikan berkumis yang terdapat di perairan tawar Afrika, Syria, India dan Asia Tenggara. Bentuk badannya memanjang menyerupai belut dengan badan silindris, kepalanya datar, lebar dan keras, mulutnya lebar dengan 4 pasang sungut panjang di sekelilingnya, warna badan kecoklatan atau kehitaman serta memiliki sebuah sirip punggung yang panjang tetapi tidak berduri. Mempunyai organ nafas tambahan yang memungkinkan mereka hidup di perairan yang miskin oksigen bahkan di luar air (gambar 12).

Rosida Ambarita : Keanekaragaman Dan Distribusi Ikan Di Hulu Sungai Asahan Porsea, 2010.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian diperoleh Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %) dan Frekuensi Kehadiran (FK %) ikan seperti pada tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %) da Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan Pada Setiap Stasiun Penelelitian

Spesies Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5

K KR FK K KR FK K KR FK K KR FK K KR FK Aplocheilus panchax 4,589 26,867 23,333 4,261 26,136 26,667 3,278 20,21 2 20,000 4,916 27,095 20,000 3,933 28,170 13,333 Channa sp. - - - 4,261 26,136 26,667 3,278 20,21 2 20,000 5,900 32,514 23,333 3,278 23,475 20,000 Clarias batrachus 1,967 11,977 16,667 0,983 6,031 10,000 1,639 0,983 10,000 1,311 7,225 16,667 0,983 7,043 10,000 Cyprinus carpio 0,028 0,172 20,000 0,028 0,174 16,667 - - - 0,189 1,352 10,000 Gambusia sp. 9,505 57,891 40,000 6,227 38,198 20,000 8,522 52,55 2 26,667 5,900 32,514 23,333 4,589 32,865 20,000 Osteochilus sp. 0,014 0,086 10,000 0,019 0,116 13,333 - - - 0,236 1,690 16,667 Oxyeleotris marmorata - - - 0,019 0,116 13,333 0,014 0,087 10,000 0,033 0,182 20,000 0,189 1,352 13,333 Puntius sp. 0,028 0,172 16,667 0,028 0,174 16,667 0,019 0,116 13,333 - - - - Mystacoleucus padangensis 0,047 0,287 26,667 0,061 0,376 26,667 0,033 0,204 16,667 0,033 0,182 16,667 0,330 2,365 16,667 Tilapia mossambica 0,033 0,201 16,667 0,033 0,203 16,667 0,033 0,204 20,000 0,024 0,130 13,333 0,236 1,690 13,333 Trichogaster sp. 0,094 0,575 26,667 0,259 1,592 26,667 0,057 0,349 26,667 0,028 1,156 16,667 - - - Trichopsis sp. 0,113 0,690 33,333 0,123 0,752 26,667 - - - - Total 16,419 99,999 230,000 16,303 100,003 240,000 16,216 100,0 00 176,667 18,145 99,999 143,333 13,962 100,002 136,667 Keterangan: a. Stasiun 1 : Kontrol

b. Stasiun 2 : Pemukiman dan Pertambakan Ikan c. Stasiun 3 : Pertanian

d. Stasiun 4 : Limbah pabrik TPL

Rosida Ambarita : Keanekaragaman Dan Distribusi Ikan Di Hulu Sungai Asahan Porsea, 2010.

57,891% dan 40%. Tingginya K, KR dan FK dari Gambusia sp. pada stasiun tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan atau faktor fisik, kimia dan biologis yang mendukung pertumbuhan dari ikan jenis Gambusia sp seperti pH, suhu dan tumbuhan air pada stasiun 1 tersebut. Menurut Kottelat (1993, hal: 127), keberhasilan dari perkembangbiakan dari ikan yang termasuk Poecilidae ini karena makanannya bermacam-macam berupa larva nyamuk, serangga dan udang. Dalam http://ofish.com/Spesies/aplocheilus_panchax.php- 22k –, diakses tanggal 22 Mei 2009 menyatakan bahwa Gambusia sp. ditemukan di kolam, saluran irigasi, kanal, reservoir, atau bahkan daerah manggrove. Lebih suka hidup pada perairan jernih dengan tanaman terapung padat. Hidup pada selang pH 6-8, suhu 20-25C.

Nilai K, KR dan FK terendah pada stasiun 1 terdapat pada Osteochilus sp. yaitu 0,014 ind/m2, 0,086% dan 10%. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan Osteochilus sp. seperti arus dan kanopi yang kurang pada stasiun 1 tersebut. Menurut Evy (2001, hal: 30-31), ikan nilem (Osteochilus sp.) menyukai tempat yang terlindung dari sinar matahari oleh tumbuhan air atau daun-daunan dan menyukai air jernih dan airnya harus bergerak.

Dari data yang terdapat pada tabel 4.2 dapat kita lihat bahwa pada stasiun 2 yang memiliki nilai K dan KR tertinggi terdapat pada Gambusia sp. Dengan nilai masing-masing sebesar 6,277 ind/m2 dan 38,198%. Tingginya K dan KR dari

Gambusia sp. pada stasiun tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan atau faktor fisik-kimia yang mendukung pertumbuhan dari ikan jenis Gambusia sp. seperti suhu, pH dan banyaknya tumbuhan air berupa eceng gondok pada stasiun 2 tersebut. Menurut Kottelat (1993, hal: 127), keberhasilan dari perkembangbiakan dari ikan yang termasuk Poecilidae ini karena makanannya bermacam-macam berupa larva nyamuk, serangga dan udang. Dalam http://ofish.com/Spesies/aplocheilus_panchax.p hp- 22k –,diakses tanggal 22 Mei 2009 menyatakan bahwa Gambusia sp. ditemukan di kolam, saluran irigasi, kanal, reservoir, atau bahkan daerah manggrove. Lebih suka hidup pada perairan jernih dengan tanaman terapung padat. Hidup pada selang pH 6-8, suhu 20-25C. Frekuensi Kumulatif (FK) tertinggi terdapat pada jenis Aplocheilus

panchax, Channa sp., Mystacoleucus padangensis, Trichogaster sp. dan Trichopsis

sp. yaitu 26,667%. Tingginya FK dari jenis ikan tersebut pada stasiun tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhannya.

Nilai K, KR dan FK terendah untuk stasiun 2 terdapat pada Osteochilus sp. dan Oxyeleotris marmorata yaitu 0,019 ind/m2, 0,116% dan 13,33%. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan Osteochilus

sp. dan Oxyeleotris marmorata seperti tutupan vegetasi yang kurang dan kandungan organik substrat yang rendah pada stasiun 2 ini . Menurut Evy (2001, hal: 30-31), ikan nilem (Osteochilus sp.) menyukai tempat yang terlindung dari sinar matahari oleh tumbuhan air atau daun-daunan dan menyukai air jernih dan airnya harus bergerak. Menurut Komarudin (2000, hal: 6), Oxyeleotris marmorata hidup baik pada perairan tawar, biasanya pada tempat yang berarus tenang, berlumpur, pada kedalaman kira- kira 40 cm. Ikan ini hidup di dasar perairan, hanya sekali-sekali saja menyembul ke permukaan. Tempat agak gelap, terlindung di balik batu-batuan atau tumbuhan air sangat disukainya sebagai tempat mengintip mangsa.

Dari tabel 4.2 dapat kita lihat bahwa pada stasiun 3 dimana K dan KR tertinggi terdapat pada Gambusia sp. Dengan nilai masing-masing sebesar 8,522 ind/m2 dan 52,552%. Sedangkan FK tertinggi terdapat pada Gambusia sp. dan Trichogaster sp. yaitu 26,667%. Tingginya K dan KR dari Gambusia sp. pada stasiun tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan dari ikan jenis

Gambusia sp. seperti pH, suhu dan tumbuhan air pada stasiun 3. Dan ikan ini juga mempunyai kisaran toleransi yang tinggi terhadap lingkungan tersebut. Menurut Kottelat (1993, hal: 127), keberhasilan dari perkembangbiakan dari ikan yang termasuk Poecilidae ini karena makanannya bermacam-macam berupa larva nyamuk, serangga dan udang. Dalam http://ofish.com/Spesies/aplocheilus_panchax.p hp- 22k –,diakses tanggal 22 Mei 2009 menyatakan bahwa Gambusia sp. ditemukan di kolam, saluran irigasi, kanal, reservoir, atau bahkan daerah manggrove. Lebih suka hidup pada perairan jernih dengan tanaman terapung padat. Hidup pada selang pH 6-8, suhu 20-25C.

Nilai K dan KR terendah pada stasiun 3 terdapat pada Oxyeleotris marmorata

yaitu 0,014 ind/m2, 0,087% dan FK terendah terdapat pada Oxyeleotris marmorata

dan Clarias batrachus yaitu 10,000%. Rendahnya nilai K, KR dan FK ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan jenis ikan tersebut karena pada daerah ini memiliki kandungan organik substrat yang sedikit atau relatif tidak berlumpur. Padahal ikan jenis Oxyeleotris marmorata dan Clarias batrachus

menyukai tempat yang berlumpur. Menurut Komarudin (2000, hal: 6), Oxyeleotris marmorata hidup baik pada perairan tawar, biasanya pada tempat yang berarus tenang, berlumpur, pada kedalaman kira-kira 40 cm. Ikan ini hidup di dasar perairan, hanya sekali-sekali saja menyembul ke permukaan. Tempat agak gelap, terlindung di balik batu-batuan atau tumbuhan air sangat disukainya sebagai tempat mengintip mangsa. Menurut Evy (2001, hal: 39), bahwa daerah asal ikan lele adalah rawa-rawa air tawar dan sungai. Makanan utama ikan lele adalah cacing, udang-udangan, larva serangga, ikan-ikan kecil dan berbagai bahan organik di dasar perairan.

Dari data yang terdapat pada tabel 4.2 dapat kita lihat bahwa pada stasiun 4 K, KR dan FK tertinggi terdapat pada Gambusia sp. dan Channa sp. dengan nilai masing-masing sebesar 5,900 ind/m2, 32,514% dan 23,333%. Tingginya K, KR dan FK dari ikan jenis ini pada stasiun 4 disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan dari ikan jenis ini. Menurut Kottelat (1993, hal: 127), ikan yang termasuk Poecilidae ini karena makanannya bermacam-macam berupa larva nyamuk, serangga dan udang. Dalam ofish.com/Spesies/aplocheilus_panchax.php- 22k –, diakses tanggal 22 Mei 2009 menyatakan bahwa Gambusia sp. ditemukan di kolam, saluran irigasi, kanal, reservoir, atau bahkan daerah manggrove. Lebih suka hidup pada perairan jernih dengan tanaman terapung padat. Hidup pada selang pH 6-8, suhu 20-25C. Menurut

menyatakan bahwa ikan gabus(Channa sp.) biasa didapati d

dan saluran-saluran air hingga ke kecil, memiliki kemampuan bernapas langsung dari udara, dengan menggunakan semacam lumpur berpasir.

Nilai K, KR dan FK terendah di stasiun 4 terdapat pada jenis Tilapia mossambica dengan nilai masing-masing sebesar 0,024 ind/m2 , 0,130% dan 13,333%. Rendahnya K, KR dan FK dari ikan jenis Tilapia mossambica disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan dari ikan jenis tersebut misalnya untuk berkembangbiak. Menurut toleransi yang besar terhadap kadar garam setelah dewasa kecepatannya ini akan menurun. Ikan ini mulai berbiak pada umur sekitar 3 bulan, dan setelah itu dapat berbiak setiap 1½ bulan sekali. Setiap kalinya, puluhan butir telur yang telah dibuahi akan dierami dalam mulut induk betina, yang memerlukan waktu sekitar seminggu hingga menetas. Dengan demikian dalam waktu beberapa bulan saja, cukup mudah beradaptasi dengan aneka lingkungan perairan dan kondisi ketersediaan makanan.

Dari tabel 4.2 dapat kita lihat bahwa pada stasiun 5 K dan KR tertinggi terdapat pada Gambusia sp. dengan nilai masing-masing sebesar 4,589 ind/m2 dan 32,865%. Frekuensi Kumulatif (FK) tertinggi terdapat pada jenis Gambusia sp. dan

Channa sp. yaitu 20 %. Tingginya K, KR dan FK dari ikan jenis tersebut pada stasiun 5 disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan dari ikan jenis tersebut . Menurut Kottelat (1993, hal: 127), ikan yang termasuk Poecilidae ini karena makanannya bermacam-macam berupa larva nyamuk, serangga dan udang. Dalam http://ofish.com/Spesies/aplocheilus_panchax.php- 22k –, diakses tanggal 22 Mei 2009 menyatakan bahwa Gambusia sp. ditemukan di kolam, saluran irigasi, kanal, reservoir, atau bahkan daerah manggrove. Lebih suka hidup pada perairan jernih dengan tanaman terapung padat. Hidup pada selang pH 6-8, suhu 20-25C. Menurut

(Channa sp.) biasa didapati di

hewan air lain termas

langsung dari udara, dengan menggunakan semacam

Nilai K dan KR terendah di stasiun 5 terdapat pada jenis Cyprinus carpio dan

Oxyeleotris marmorata dengan nilai masing-masing sebesar 0,189 ind/m2 dan 1,352%. Frekuensi Kumulatif (FK) terendah terdapat pada jenis Cyprinus carpio dan

Clarias batrachus yaitu 10,000%. Rendahnya K, KR dan FK dari ikan jenis tersebut pada stasiun 5 disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan dari ikan jenis tersebut seperti kedalaman, arus, suhu dan ketersediaan pakan. Menurut bahwa ikan mas menyukai tempat hidup (habitat) di perairan tawar yang airnya tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras, seperti di pinggiran sungai atau danau. Ikan mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 150-600 meter di atas permukaan air daerah asal ikan lele adalah rawa-rawa air tawar dan sungai. Makanan utama ikan lele adalah cacing, udang-udangan, larva serangga, ikan-ikan kecil dan berbagai bahan organik di dasar perairan. Menyukai tempat yang berlumpur.

Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa Aplocheilus panchax, Clarias batrachus, Gambusia sp., Mystacoleucus padangensis dan Tilapia mossambica terdapat pada seluruh stasiun penelitian. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan ikan tersebut dalam beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan perairan yang terjadi dan kisaran toleransi yang luas terhadap faktor-faktor fisik, kimia, biologi dan ketersediaan nutrisi yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan ikan tersebut. Misalnya untuk oksigen terlarut, Clarias batrachus memiliki organ pernapasan tambahan berupa labirin yang mampu mengambil oksigen langsung dari udara sehingga mampu hidup pada daerah yang memiliki kadar oksigen yang sedikit atau bahkan di luar air untuk beberapa lama.

Jenis ikan Channa sp.dan Oxyeleotris marmorata terdapat pada seluruh stasiun penelitian kecuali pada stasiun 1 sebagai kontrol yang dianggap memiliki pencemaran paling sedikit. Dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Channa sp. dan

Ikan Cyprinus carpio dan Osteochilus sp. terdapat pada stasiun 1, 2, 5 dan tidak terdapat pada stasiun 3 dan 4. Pada stasiun 3 dan 4 batas penetrasi cahaya merupakan batas yang paling rendah dari seluruh stasiun penelitian. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa Cyprinus carpio dan Osteochilus sp. Dapat hidup pada perairan yang jernih dengan batas penetrasi cahaya >2 meter.

Ikan dari jenis Puntius sp. hanya diperoleh pada stasiun 1, 2 dan 3 sedangkan pada stasiun 4 dan 5 tidak diperoleh Puntius sp.. Hal ini disebabkan oleh nilai oksigen terlarut yang cukup rendah serta tingginya Chemical Oxygen Demand (COD) pada stasiun tersebut dibandingkan dengan stasiun lainnya. Dari data tersebut dapat kita ketahui bahwa Puntius sp. Hidup pada perairan yang memiliki nilai oksigen terlarut yang tinggi (>5,5 mg/l) dan nilai COD yang rendah. Untuk jenis ikan Trichogaster sp. terdapat pada stasiun 1, 2, 3, 4 dan tidak terdapat pada stasiun 5. Hal ini disebabkan oleh suhu dan kecepatan arus yang terendah meskipun kisarannnya tidak terlalu jauh dengan stasiun lain, namun untuk kandungan organik stasiun 5 merupakan yang tertinggi dan kisarannya cukup jauh dibandingkan dengan stasiun lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa Trichogaster sp. Tidak sesuai pada daerah yang memiliki kandungan organik substrat yang tinggi.

Jenis ikan Trichopsis sp. hanya terdapat pada stasiun 1 dan 2, sedangkan pada stasiun 3, 4 dan 5 tidak diperoleh ikan Trichopsis sp. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ikan Trichopsis sp. tidak sesuai hidup pada daerah yang terdapat aktivitas pertanian, pembuangan limbah cair pabrik dan bendungan. Nilai Indeks Similaritas juga menunjukkan bahwa stasiun 1 dan 2 termasuk kedalam kategori yang sangat mirip, dimana kategori tersebut dapat juga menunjukkan bahwa faktor fisik, kimia dan biologis stasiun ini tidak jauh berbeda khususnya untuk jumlah oksigen terlarut.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, stasiun yang dapat dikategorikan cocok dan sesuai untuk perkembangan jenis ikan tertentu adalah stasiun 1 untuk ikan

Gambusia sp. dengan KR 57,891% dan FK 40%, stasiun 2 Aplocheilus panchax dan

Channa sp., dengan KR 26,136% dan FK 26,667%, stasiun 3 Gambusia sp. dengan KR 52,552% dan FK 26,667%, stasiun 4 dan 5 tidak ada jenis ikan yang dapat sesuai

atau cocok untuk berkembang. Hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan limbah cair yang langsung dibuang ke badan perairan yang menyebabkan terjadinya perubahan faktor fisik-kimia perairan. Seperti yang diterangkan oleh Suin (2002, hal: 1) bahwa perubahan faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap kepadatan populasi suatu jenis organisme pada suatu daerah. Bila pada suatu daerah misalnya, kepadatan suatu organisme berlimpah, dan karena suatu sebab faktor lingkungannya berubah maka dapat terjadi penurunan kepadatan populasi secara drastis, umpamanya karena adanya pengaruh pencemaran yang berupa racun. Sebaliknya, bila pada suatu daerah kepadatan suatu jenis organisme rendah, karena adanya pencemaran dapat pula terjadi peningkatan kepadatan suatu jenis organisme rendah, karena adanya pencemaran dapat pula terjadi peningkatan kepadatan populasi yang tinggi, umpamanya pencemaran zat organik dapat menyebabkan kepadatan populasi bakteri pembusuk meningkat. Jelas ada suatu hubungan yang erat antara organisme dengan lingkungannya. Menurut Barus (2004, hal: 126), suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme apabila nilai KR >10% dan FK >25%.

4.3 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Pada Setiap

Dokumen terkait