BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
2.1 Keterlambatan Proyek
2.1.1 Jenis-jenis Keterlambatan Proyek
Jenis-jenis utama (main) keterlambatan proyek yang telah dilakukan oleh
peneliti-peneliti sebelumnya yaitu Vidalis et al. dalam Al-Najjar (2008) antara lain:
1. Keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay), yakni
keterlambatan proyek yang disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar kendali baik oleh pemilik maupun kontraktor.
2. Keterlambatan proyek yang tidak dapat dimaafkan (non excusable
delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan kontraktor.
3. Keterlambatan proyek yang layak mendapat ganti rugi (compensable
delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan pemilik.
4. Keterlambatan proyek yang tidak layak mendapat ganti rugi (non compensable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan kontraktor.
5. Critical atau non critical, keterlambatan proyek ini adalah akibat dari waktu progress pelaksanaan proyek. Keterlambatan proyek yang tidak kritis (non critical delays), maka tidak berdampak pada skedul project. Terjadi efeknya pada kegiatan critical path pada skedul.
6. Pelaksanaan progress atau terjadinya pada waktu bersamaan
(concurrent) atau non concurrent. Hal ini terjadi ketika pemilik dan kontraktor yang bertanggung jawab atas penyebab keterlambatan pekerjaan proyek.
2.1.1.1 Keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay)
Keterlambatan proyek terjadi diluar kontrol dan jika keterlambatan proyek ini
terjadi, maka kontraktor mendapat biaya tambahan pelaksanaan proyek. Sedangkan
menurut Al-Najjar (2008) bahwa keterlambatan proyek ini adalah suatu kejadian
pelaksanaan proyek diluar prediksi dan diluar kontrol siapapun. Excusable delays
dikenal dengan keterlambatan force majeure dan umumnya disebut Acts of God.
Oleh karena itu yang terjadi ini bukan tanggung jawab dari pihak-pihak terlibat.
Umumnya pada kontrak mengizinkan kontraktor mendapat tambahan waktu untuk
penyelesaian proyek, akan tetapi tidak untuk tambahan uang (Alaghbari et al. dalam
Menurut Wei (2010) bahwa standar umumnya berkaitan dengan general provisions suatu badan agensi spesifikasi publik. Wei juga mengatakan bahwa keterlambatan proyek dapat dimaafkan yang penyebab terjadinya antara lain:
1. Pemogokan pekerja.
2. Kebakaran.
3. Banjir.
4. Keterlambatan yang tidak terduga (acts of God).
5. Perubahan regulasi, seperti spesifikasi dari pemilik.
6. Salah, kelalaian, tak dicantumkan didalam perencanaan tentang spesifikasi.
7. Perbedaan kondisi lokasi lapangan (site) dengan kondisi yang berbeda dari
perencanaan.
8. Keadaan cuaca yang tidak lazim (unsually severe weather).
9. Intervensi dari luar pemerintahan (government).
10. Kurangnya inspeksi, kontrol dari pemilik.
Terjadinya keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay)
dengan konsuekensi bahwa kontraktor menerima pembayaran tambahan untuk waktu
pelaksanaan proyek. Sehingga peristiwa ini terjadi jika pemilik telah menunda
perjanjian dalam dokumen kontrak yang telah disepakati pada pelaksanaan proyek
2.1.1.2 Keterlambatan proyek yang tidak dapat dimaafkan (non excusable delay)
Selama proyek berlangsung, kontraktor dapat mengikuti progress proyek yang
sudah dijadwalkan atau meleset progressnya, tergantung dari kontraktor tersebut.
Wei (2010) berpendapat bahwa keterlambatan ini terjadi, apakah kontraktor dapat
mengontrol pelaksanaan proyek atau sebaliknya. Karena keterlambatan pelaksanaan
proyek ini mengakibatkan kontraktor tidak memperoleh apapun tambahan waktu
pelaksanaan dan juga kompensasi (ganti rugi). Sedangkan menurut Ahmed et al.
(2002) bahwa kontraktor memperoleh sanksi akibat keterlambatan proyek tersebut.
2.1.1.3 Keterlambatan proyek yang layak mendapat ganti rugi (compensable delay)
Keterlambatan proyek terjadi yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan
pemilik proyek (owner). Adanya keterlambatan pekerjaan proyek tersebut, maka
pihak pelaksana (kontraktor) mendapat tambahan waktu pelaksanaan proyek. Selain
itu memperoleh juga kompensasi (ganti rugi). Sedangkan Wei (2010) menyatakan
bahwa apakah keterlambatan proyek itu mendapat ganti rugi, tergantung kontrak awal
yang terjadi. Umumnya dengan adanya kontrak proyek, maka dapat memberikan
2.1.1.4 Keterlambatan proyek yang tidak layak mendapat ganti rugi (non compensable delay)
Keterlambatan proyek yang tidak layak mendapat ganti rugi (non
compensable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan kontraktor.
Menurut Wei (2010) bahwa kontrak awal memberikan kategori spesifikasi,
apakah keterlambatan proyek tersebut layak mendapat ganti rugi atau sebaliknya.
Tentu saja hal ini tergantung dari kontrak awal. Jika terjadi keterlambatan proyek
kategori non compensable delay, maka pihak yang terlibat adalah kontraktor.
Kontraktor tidak menerima apapun tambahan uang. Akan tetapi kemungkinan
diizinkan untuk mendapatkan tambahan waktu penyelesaian pekerjaan proyek.
2.1.1.5 Keterlambatan proyek yang kritis (critical delays)
Menurut Wei (2010), keterlambatan proyek yang berakibat pada perubahan
waktu pelaksanaan proyek. Hal ini mengakibatkan terjadinya perpanjangan waktu
pelaksanaan dalam milestone, dan ini umumnya disebut dengan critical delays.
Sedangkan keterlambatan proyek yang tidak mempunyai pengaruh adanya perubahan
pelaksanaan atau milestone dan disebut non critical delays. Sementara itu jika
kegiatan pelaksanaan proyek mengalami keterlambatan, maka kegiatan ini dapat
dikontrol dengan adanya perpanjangan waktu pelaksanaannya antara lain dengan
1. Permasalahan yang terjadi pada proyek tersebut.
2. Perencanaan pekerjaan kontraktor dan skedulnya (critical path).
3. Persyaratan kontrak selanjutnya.
4. Kendala dalam proyek seperti bagaimana merealisasi pelaksanaan
penyebab keterlambatan proyek.
5. Adanya input untuk pekerjaan penyelesaian pelaksanaan proyek dari
pandangan praktisi ahli.
2.1.1.6 Pelaksanaan progress atau terjadinya pada waktu bersamaan
(concurrent delay)
Al-Najjar (2008) mengatakan bahwa hal ini terjadi jika ada satu faktor
penyebab keterlambatan pelaksanaan proyek. Umumnya diantara kedua faktor
tersebut adalah waktu dan uang. Akan tetapi yang lebih kompleks kemajuan progress
skedul critical path method (CPM). Penyebab keterlambatan waktu pelaksanaan
proyek khususnya lebih spesifik adalah lebih dari satu faktor penyebab keterlambatan
proyek sekaligus terjadi pada waktu bersamaan atau tumpang tindih (overlapping)
pada kemajuan progress skedul critical path method (CPM). Ini mengakibatkan
pemilik (owner) dan kontraktor yang bertanggung jawab pada keterlambatan proyek
ini. Jika keterlambatan pekerjaan proyek tersebut sulit diselesaikan dan tidak juga
dapat di perbaiki (recover), maka ini ada kaitannya dengan pihak yang terlibat yaitu
antara pemilik dan kontraktor. Tetapi hanya kontraktor mendapat efeknya terhadap
perbedaan progress skedul critical path method (CPM).
Jika ditinjau penjelasan diatas, keterlambatan pelaksanaan proyek concurrent
delay terjadi dengan adanya kedua belah pihak terkait yang bertanggung jawab,
kontraktor dan pemilik (owner). Hal kemungkinan terjadi jika keterlambatan proyek
tersebut sulit diselesaikan, yang disebabkan adanya kemungkinan terjadi pergantian
progress critical path method.
Dengan adanya concurrent delaymenurut Abdullah et al. (2010) berpendapat
bahwa keterlambatan ini kemungkinan dapat mengakibatkan terjadinya perselisihan
antara kontraktor dan pemilik, sehingga kontraktor hanya mendapat tambahan waktu
pelaksanaan pekerjaan atau kompensasi pada keterlambatan proyek kategori
excusable delay. Akan tetapi penalti atau denda pada kategori non excusable delay.
Untuk lebih jelasnya penjelasan diatas tentang jenis-jenis keterlambatan
proyek dapat di gambarkan secara skematik pada Gambar 2.1:
Non excusable delay
Non concurrent Concurrent Non critical Critical Non compensable Compensable Excusable delay
Gambar 2.1 Kategori keterlambatan Proyek (Vitalis et al. dalam Al- Najjar, 2008)
2.2 Klasifikasi Penyebab Keterlambatan Proyek ditinjau dari Aspek