• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Proyek Konstruksi Jembatan Di Sumatera Utara Dan Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Proyek Konstruksi Jembatan Di Sumatera Utara Dan Aceh"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN

PROYEK KONSTRUKSI JEMBATAN DI WILAYAH

SUMATERA UTARA DAN ACEH

TESIS

Oleh

DIANA SUITA 077016004/TS

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN

PROYEK KONSTRUKSI JEMBATAN DI WILAYAH

SUMATERA UTARA DAN ACEH

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik dalam Program Studi Magister Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

DIANA SUITA

077016004/TS

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI JEMBATAN DI SUMATERA UTARA DAN ACEH Nama Mahasiswa : DIANA SUITA

Nomor Pokok : 077016004/TS

Program Studi : Magister Teknik Sipil

Menyetujui, Komisi Pembimbing

( Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE ) Ketua

( Ir. Syahrizal, MT ) Anggota

( Ir. Medis Sejahtera Surbakti, MT ) Anggota

Ketua Program Studi

( Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE )

Dekan,

( Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME )

Tanggal Lulus : 13 Agustus 2012

Telah diuji pada :

(4)

ABSTRAK

Salah satu masalah yang terjadi pada proyek konstruksi jembatan adalah keterlambatan pelaksanaan proyek. Keterlambatan pelaksanaan proyek jembatan ini tidak diinginkan oleh semua pihak-pihak yang terlibat pelaksanaan proyek antara

lain: pemilik (owner) dan kontraktor. Keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi

jembatan dapat diidentifikasi sebagai adanya perbedaan waktu pelaksanaan pekerjaan dengan jadwal yang direncanakan pada dokumen kontrak. Dengan demikian ketika proyek konstruksi jembatan tersebut terlambat, artinya pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut tidak dapat diselesaikan sesuai kontrak.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek jembatan di wilayah Sumatera Utara dan Aceh. Analisis dilakukan dengan menyebarkan survei kuesioner. Tinjauan aspek manajemen pada kuesioner ditetapkan sebanyak 6 aspek kajian dengan 61 jenis penyebab keterlambatan proyek jembatan dalam penelitian ini khususnya di Sumatera Utara dan Aceh. Penetapan sebanyak 61 jenis penyebab keterlambatan proyek jembatan didasari penelitian-penelitian sebelumnya dan disetujui oleh pakar-pakar yang berasal dari instansi pemilik (owner) dengan posisi staff ahli perencanaan jalan dan jembatan, General Superintendent (GS) yang bekerja di kontraktor Non-BUMN dan staff komersial yang bekerja di kontraktor BUMN. Total kuesioner yang diperoleh

sebanyak 71 dari responden pemilik (owner) Departemen Pekerjaan Umum Balai

Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I (BBPJN I) di jalan Sakti Lubis, responden kontraktor Non-BUMN, BUMN di Sumatera Utara dan responden kontraktor Non-

BUMN di Aceh. Analisis data kuantitatif dengan asumsi menurut penelitian The

Ordance Department of US Army and Ballistic Research Laboratory (BRL) didalam formula ACE menetapkan korelasi, Non Parametrik, Variabel Ordinal, korelasi

Spearman, konkordansi korelasi Kendall dan rata-rata ( mean rank).

Analisis statistik dengan menggunakan metode mean rank, korelasi

konkordansi Kendall dan korelasi Spearman menunjukkan hasil akhir yang sama dalam menentukan faktor-faktor utama penyebab keterlambatan proyek jembatan di wilayah Sumatera Utara dan Aceh yaitu: peringkat pertama adalah pengaruh aspek

sistem inspeksi, kontrol dan evaluasi pekerjaan (X5). Peringkat kedua adalah

pengaruh aspek sistem organisasi, koordinasi dan komunikasi (X3). Peringkat ketiga

adalah pengaruh aspek kesiapan/penyiapan sumber daya (X4). Dan peringkat ke

empat adalah pengaruh aspek lain-lain/aspek di luar kemampuan pemilik dan kontraktor (X6).

(5)

ABSTRACT

One of the problems in bridge construction project is the delay in the project implementation. All parties involved in the project, such as the owner and the contractor, actually do not want this to occur. The delay in the implementation of the project can be identified as the difference between the time of the implementation and the schedule which has been planned in the contract. Therefore, the delay of the bridge construction project means that the project cannot be finished on time as it is embodied in the contract.

The aim of the research was too analyze some factors which caused the delay in the implementation of construction project in North Sumatera and Aceh. The data were gathered by distributing surveying questionnaires. The management aspects in the questionnaires comprised of six study aspects and 61 kinds which caused the delay in the implementation of the bridge construction project in North Sumatera and Aceh. These 61 kinds of the delay were based on previous studies and certified by the experts from the owner as expert staffs in road and bridge planning, General Superintendents (GS), who work for the contractor of Non-BUMN and the commercial staffs who work for the contractor of BUMN. There were 71 questionnaires from the owner’s respondents of the National Road Planning Center 1 of The Departments of Public Works, Jalan Sakti Lubis, the contractor respondents of Non-BUMN, BUMN in North Sumatera, and contractor respondents on Non-BUMN in Aceh. The data are analyzed quantitatively with the assumption according to the research of The Ordinance Department of US Army and Ballistic Research Laboratory (BRL) in the ACE Formula which promulgates correlation, Non Parametric, Ordinal Variable, Spearman Corelation, Concordance of Kendall Correlation and Mean Rank.

The statistical analysis, using Mean Rank Method, Kendall Correlation and Spearman Correlation indicated that the same last result in determining the main factors which caused the delay in the implementation of bridge construction project in North Sumatera and Aceh were as follows: the first rank is the influence of the system of work inspection, control and evaluation (X5). The second rank is the system of organization. Coordination and communication (X3). The third rank is the influence of the aspects of preparation/making ready resources (X4). The fourth rank is the influence of the other aspects/the aspects beyond the capacity of the owner and the contractor (X6).

(6)

KATA PENGANTAR

Berkat Ridho dan Karunia Allah SWT saya dapat menyelesaikan tesis yang

berjudul “Analisis Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Proyek Konstruksi

Jembatan di Wilayah Sumatera Utara dan Aceh” sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Magister Bidang Manajemen Prasarana Publik Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan pemahaman yang sangat diperlukan dalam penulisan tesis ini. Bapak Ir. Syahrizal, MT. sebagai anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan yang berharga dalam penulisan tesis ini. Bapak Ir. Medis Sejahtera Surbakti, MT sebagai anggota Komisi Pembimbing yang juga telah memberikan masukan yang berharga dalam penulisan tesis ini. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE. selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT. selaku Sekretaris Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Seluruh Mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Magister Teknik Sipil Unversitas Sumatera Utara khususnya teman-teman angkatan 2010 dan Staff administrasi. Kedua orang tua yang sangat saya hormati dan selalu memberi inspirasi dan doa Alm. H. Badjora Harahap dan Hj. Nursyam Nasution. Pihak Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I

(7)

tukar pikiran selama pembuatan tesis ini. Terimakasih sebesar besarnya juga kepada tim penyebar kuesioner yang telah begitu banyak membantu untuk menyelesaikan tesis ini. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah mendukung hingga terselesaikan penulisan tesis ini. Hanya Allah SWT yang dapat membalas segala bentuk bantuan yang telah diberikan dengan pahala yang berlipat ganda. Amin.. Amin.. Ya Robbal Alamin.

Sebagai manusia yang bersifat lemah, Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan masukan demi perbaikan sangat diharapkan, mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi kemajuan dan

perkembangan ilmu manajemen rekayasa konstruksi. ilmu pengetahuan ilmu

pengetahuan ilmu pengetahuan

Medan, Mei 2012

Penulis

Diana Suita

(8)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xi

Daftar Notasi ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Batasan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Hipotesis ... 6

1.7 Sistematika Penulisan... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keterlambatan Proyek………..8

2.1.1 Jenis-jenis Keterlambatan Proyek ... 13

2.1.1.1 Keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay) ... 14

2.1.1.2 Keterlambatan proyek yang tidak dapat dimaafkan (non excusable delay) ... 16

(9)

2.1.1.4 Keterlambatan proyek yang tidak layak mendapat

ganti rugi (non compensable delay) ... 17

2.1.1.5 Keterlambatan proyek yang kritis (critical delays) 17

2.1.1.6 Pelaksanaan progress atau terjadinya pada waktu bersamaan (concurrent delay) ... 18

2.2 Klasifikasi Penyebab Keterlambatan Proyek ditinjau dari Aspek Manajemen dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi ... 20

2.3 Hal-hal yang berkaitan dengan Pelaksanaan Proyek Konstruksi Jembatan ... 25

2.3.1 Dampak Keterlambatan Proyek Konstruksi Jembatan ... 25

2.3.1 Pembuktian Keterlambatan Proyek ... 25

2.3.3 Penghentian Kontrak dan Pemutusan Kontrak ... 30

2.4 Penelitian sebelumnya berkaitan dengan Penyebab Keterlambatan Proyek ... 32

2.4.1 Beberapa Penelitian Terdahulu ... 32

2.4.2 Resume Penyebab Keterlambatan Proyek dari Peneliti sebelumnya ... 36

2.5 Statistik yang digunakan untuk menganalisis ... 39

2.5.1 Teori Analisis Data ... 39

2.5.2 Teori Metode Pengukuran ... 40

2.5.3 Teori Sampling ... 41

2.5.4 Teori tentang Metode Jenis dan Sumber Data ... 41

2.5.5 Teori Statistik Non Parametrik ... 42

2.6 Teori Analisis yang digunakan ... 44

2.6.1 Mean atau Rata-Rata ... 44

2.6.2 Teori Koefisien Korelasi Berdasarkan Rank ... 45

2.6.3 Teori tentang Korelasi ... 46

(10)

2.6.5 Teori tentang Koefisien Korelasi Rank Kendall ... 51

2.6.2 Teori tentang Uji Chi Kuadrat ... 54

2.7 Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Proyek dari Aspek Manajemen Proyek Konstruksi Jembatan di Sumatera Utara dan Aceh ... 55

2.7.1 Aspek perencanaan dan penjadwalan pekerjaan ... 56

2.7.2 Aspek lingkup dan dokumen pekerjaan (kontrak) ... 58

2.7.3 Aspek sistem organisasi, koordinasi dan komunikasi ... 59

2.7.4 Aspek kesiapan/penyiapan sumber daya ... 60

2.7.5 Aspek sistem inspeksi, control dan evaluasi pekerjaan ... 62

2.7.6 Aspek lain-lain ... 63

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan ... 64

3.2 Kerangka Penelitian ... 66

3.2.1 Metode Pengumpulan Data ... 69

3.2.2 Analisis Jumlah Populasi ... 70

3.2.3 Metode Prosedur Survei ... 71

3.2.4 Analisis Pengukuran ... 72

3.2.5 Perancangan Kuesioner Penelitian ... 72

3.2.6 Penetapan Kuesioner ... 76

3.2.7 Kompilasi Data... 92

3.3 Analisis Data ... 93

3.3.1 Analisis Kuantitatif ... 93

3.3.2 Analisis Faktor (Variabel) Penelitian ... 93

3.3.3 Analisis Data Penelitian ... 94

3.3.4 Metode Statistik ... 94

(11)

3.3.6 Penentuan Nilai Rata-Rata (Mean Score) oleh Peneliti ... 95

3.3.7 Ketentuan Analisis Konkordansi Kendall dan Koefisien Rangking Spearman oleh Peneliti………... 96

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perolehan Penelitian ... 97

4.2 Analisis Hasil Konkordansi Kendall ... 109

4.3 Analisis Hasil Korelasi Spearman ... 111

4.4 Faktor-Faktor Utama Penyebab Keterlambatan Proyek Jembatan ... 114

4.5 Hubungan Antara Responden terhadap Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Proyek Jembatan ... 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 119

5.2 Saran ... 120

DAFTAR PUSTAKA ... 121

(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Halaman

2.1 Kriteria Keterlambatan Proyek ... 28

2.2 Resume Penyebab Keterlambatan Proyek dari Peneliti sebelumnya ... 37

2.3 Pedoman interpretasi koefisien korelasi Rank Kendall ... 53

2.4 Saran-saran dalam aspek perencanaan dan penjadwalan pekerjaan yang diberikan oleh pakar-pakar konstruksi jembatan ... 57

2.5 Saran-saran dalam aspek lingkup dan dokumen pekerjaan (kontrak) yang diberikan oleh pakar-pakar konstruksi jembatan ... 58

2.6 Saran-saran dalam kesiapan/penyiapan sumber daya yang diberikan oleh pakar-pakar konstruksi jembatan ... 60

2.7 Saran-saran dalam aspek sistem inspeksi, kontrol dan evaluasi pekerjaan yang diberikan oleh pakar-pakar konstruksi jembatan ... 62

2.8 Saran-saran dalam aspek diluar kemampuan pemilik dan kontraktor yang diberikan oleh pakar-pakar konstruksi jembatan ... 63

3.1 Struktur Organisasi Pemilik (Owner) ... 71

3.2 Skala Likert Kuesioner ... 73

3.3 Variabel a ... 77

3.4 Variabel X1 ... 79

3.5 Variabel X2 ... 81

3.6 Variabel X3 ... 83

3.7 Variabel X4 ... 85

3.8 Variabel X5 ... 88

3.9 Variabel X6 ... 90

(13)

4.2 Hasil Perolehan Penelitian Nilai Rata-Rata (Mean Rank) ... 105 4.3 Hubungan Keterlambatan Proyek Jembatan di Sumut dan Aceh terhadap

Pihak Terkait (kontraktor dan Pemilik) Berdasarkan Mean Rank ... 108

4.4. Hasil Analisis Olahan Tools SPSS menggunakan

Konkordansi Kendall ... 109 4.5 Hasil Perolehan Penelitian Konkordansi Kendall ... 110

4.6. Hasil Analisis Olahan Tools SPSS menggunakan Korelasi

(14)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar

Halaman

2.1 Kategori Keterlambatan Proyek ... 19

3.1 Flowchart Metodologi Penelitian ... 65

3.2 Variabel a Keterlambatan Proyek Jembatan ... 78

3.3 Variabel X1 Aspek Perencanaan dan Penjadwalan ... 80

3.4 Variabel X2 Aspek Lingkup dan Dokumen Pekerjaan (Kontrak) ... 82

3.5 Variabel X3 Aspek Sistem Organisasi, Koordinasi dan Komunikasi ... 84

3.6 Variabel X4 Aspek Kesiapan/Penyiapan Sumber Daya... 87

3.7 Variabel X5 Aspek Sistem Inspeksi, Kontrol dan Evaluasi Pekerjaan ... 89

3.8 Variabel X6 Aspek Lain-Lain (aspek diluar kemampuan Pemilik dan kontraktor) ... 91

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Penyebab Keterlambatan proyek didasari latar belakang dari peneliti-

peneliti (researches) sebelumnya

Lampiran II Tabel Responden

Lampiran III Kalkulasi Mean Rank

Lampiran IV Hasil Penelitian nilai rata-rata (mean rank)

(16)

ABSTRAK

Salah satu masalah yang terjadi pada proyek konstruksi jembatan adalah keterlambatan pelaksanaan proyek. Keterlambatan pelaksanaan proyek jembatan ini tidak diinginkan oleh semua pihak-pihak yang terlibat pelaksanaan proyek antara

lain: pemilik (owner) dan kontraktor. Keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi

jembatan dapat diidentifikasi sebagai adanya perbedaan waktu pelaksanaan pekerjaan dengan jadwal yang direncanakan pada dokumen kontrak. Dengan demikian ketika proyek konstruksi jembatan tersebut terlambat, artinya pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut tidak dapat diselesaikan sesuai kontrak.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek jembatan di wilayah Sumatera Utara dan Aceh. Analisis dilakukan dengan menyebarkan survei kuesioner. Tinjauan aspek manajemen pada kuesioner ditetapkan sebanyak 6 aspek kajian dengan 61 jenis penyebab keterlambatan proyek jembatan dalam penelitian ini khususnya di Sumatera Utara dan Aceh. Penetapan sebanyak 61 jenis penyebab keterlambatan proyek jembatan didasari penelitian-penelitian sebelumnya dan disetujui oleh pakar-pakar yang berasal dari instansi pemilik (owner) dengan posisi staff ahli perencanaan jalan dan jembatan, General Superintendent (GS) yang bekerja di kontraktor Non-BUMN dan staff komersial yang bekerja di kontraktor BUMN. Total kuesioner yang diperoleh

sebanyak 71 dari responden pemilik (owner) Departemen Pekerjaan Umum Balai

Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I (BBPJN I) di jalan Sakti Lubis, responden kontraktor Non-BUMN, BUMN di Sumatera Utara dan responden kontraktor Non-

BUMN di Aceh. Analisis data kuantitatif dengan asumsi menurut penelitian The

Ordance Department of US Army and Ballistic Research Laboratory (BRL) didalam formula ACE menetapkan korelasi, Non Parametrik, Variabel Ordinal, korelasi

Spearman, konkordansi korelasi Kendall dan rata-rata ( mean rank).

Analisis statistik dengan menggunakan metode mean rank, korelasi

konkordansi Kendall dan korelasi Spearman menunjukkan hasil akhir yang sama dalam menentukan faktor-faktor utama penyebab keterlambatan proyek jembatan di wilayah Sumatera Utara dan Aceh yaitu: peringkat pertama adalah pengaruh aspek

sistem inspeksi, kontrol dan evaluasi pekerjaan (X5). Peringkat kedua adalah

pengaruh aspek sistem organisasi, koordinasi dan komunikasi (X3). Peringkat ketiga

adalah pengaruh aspek kesiapan/penyiapan sumber daya (X4). Dan peringkat ke

empat adalah pengaruh aspek lain-lain/aspek di luar kemampuan pemilik dan kontraktor (X6).

(17)

ABSTRACT

One of the problems in bridge construction project is the delay in the project implementation. All parties involved in the project, such as the owner and the contractor, actually do not want this to occur. The delay in the implementation of the project can be identified as the difference between the time of the implementation and the schedule which has been planned in the contract. Therefore, the delay of the bridge construction project means that the project cannot be finished on time as it is embodied in the contract.

The aim of the research was too analyze some factors which caused the delay in the implementation of construction project in North Sumatera and Aceh. The data were gathered by distributing surveying questionnaires. The management aspects in the questionnaires comprised of six study aspects and 61 kinds which caused the delay in the implementation of the bridge construction project in North Sumatera and Aceh. These 61 kinds of the delay were based on previous studies and certified by the experts from the owner as expert staffs in road and bridge planning, General Superintendents (GS), who work for the contractor of Non-BUMN and the commercial staffs who work for the contractor of BUMN. There were 71 questionnaires from the owner’s respondents of the National Road Planning Center 1 of The Departments of Public Works, Jalan Sakti Lubis, the contractor respondents of Non-BUMN, BUMN in North Sumatera, and contractor respondents on Non-BUMN in Aceh. The data are analyzed quantitatively with the assumption according to the research of The Ordinance Department of US Army and Ballistic Research Laboratory (BRL) in the ACE Formula which promulgates correlation, Non Parametric, Ordinal Variable, Spearman Corelation, Concordance of Kendall Correlation and Mean Rank.

The statistical analysis, using Mean Rank Method, Kendall Correlation and Spearman Correlation indicated that the same last result in determining the main factors which caused the delay in the implementation of bridge construction project in North Sumatera and Aceh were as follows: the first rank is the influence of the system of work inspection, control and evaluation (X5). The second rank is the system of organization. Coordination and communication (X3). The third rank is the influence of the aspects of preparation/making ready resources (X4). The fourth rank is the influence of the other aspects/the aspects beyond the capacity of the owner and the contractor (X6).

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Umumnya sebuah proyek, mempunyai rencana pelaksanaan dan jadwal

pelaksanaan yang tertentu dan sudah terjadwal, kapan pelaksanaan proyek harus

dimulai, dan kapan harus diselesaikan. Setiap pelaksanaan proyek konstruksi

menginginkan berhasil dalam pelaksanaan penyelesaian proyek, dengan tepat waktu,

dalam pembiayaannya sesuai spesifikasinya serta terdapat kepuasan dari pihak-pihak

yang berkepentingan (stakeholder) dalam proyek tersebut.

Salah satu masalah terpenting dalam konstruksi proyek adalah keterlambatan

(delay). Madjid (2006) menyatakan bahwa keterlambatan terjadi hampir di setiap

pekerjaan proyek dan mempunyai masalah yang berbeda. Beberapa proyek hanya

terlambat beberapa hari dari yang sudah dijadwalkan, akan tetapi beberapa proyek

konstruksi mengalami keterlambatan sampai beberapa tahun lamanya. Menjadi sangat

penting untuk mengetahui penyebab keterlambatan proyek agar dapat diminimalkan

serta dicegah terjadinya keterlambatan proyek tersebut.

Keterlambatan proyek jembatan khususnya di Sumatera Utara dan Aceh

merupakan salah satu permasalahan yang banyak ditemukan pada saat ini.

Keterlambatan tersebut tentunya sangat merugikan baik pihak kontraktor sebagai

pelaksana proyek maupun pihak pemerintah dalam hal ini bertindak sebagai pemilik

(19)

proyek mengakibatkan banyak yang dialami oleh pihak-pihak terlibat dalam proyek

tersebut seperti pemilik proyek, konsultan/perencana/supervisi, kontraktor, pemasok

(supplier), institusi keuangan dan masyarakat.

Terdapat 25 jembatan yang dibangun sepanjang ruas Jalan Natal – Batang

Toru di Sumatera Utara yang mengalami keterlambatan pelaksanaan penyelesaian

proyek pada tahun 2010. Pengerjaan proyek jembatan ini keseluruhannya

dilaksanakan oleh sebuah kontraktor. Keseluruhan jembatan ini merupakan bangunan

baru yang dibangun dan jalan Negara sepanjang ruas jalan Natal – Batang Toru.

Proyek pembangunan jembatan ini diharapkan selesai sesuai pada Tahun Anggaran

(T.A) 2010. Kenyataannya proyek tersebut, tidak selesai sesuai dengan kontrak yang

telah ditetapkan. Proyek jembatan ruas Jalan Natal – Batang Toru dimulai pada

tanggal 30 April 2008 dengan nomor kontrak induk

04/KTR-APBN/33.04.471860.08/2008. Surat perintah mulai kerja (SPMK) pada tanggal 09

Mei 2008 dan berakhir tanggal 28 Mei 2010. Terhitung tujuh ratus lima puluh (750)

hari kalender kerja sesuai dengan dokumen kontrak awal. Akan tetapi pada tanggal

yang ditetapkan, hanya 15 buah jembatan yang dapat diselesaikan dari 25 buah

jembatan yang harus dikerjakan. Hanya 63 % progress pelaksanaan proyek tersebut

selesai pada tanggal 28 Mei 2010 dari yang ditetapkan sesuai dengan kontrak.

Pelaksanaan proyek tersebut kembali dilanjutkan sejak tanggal 28 Mei 2010 sampai

dengan Oktober 2010 dan terdapat beberapa penyebab keterlambatan pengerjaan

proyek tersebut yang didasarkan pada keterangan kontraktor seperti terjadinya banjir,

(20)

hasil akhir pekerjaan tersebut hanya menghasilkan penyelesaian sebanyak 20 buah

jembatan dengan progress penyelesaian proyek sebesar 94 %. Dari pihak pelaksana,

yang pada akhirnya dilaksanakan denda terhadap proyek tersebut.

Dituliskan oleh Assaf et al. (2011) bahwa tidak tepatnya jadwal penyelesaian

pelaksanaan proyek akan berdampak pada peningkatan biaya tambahan proyek pada

kontraktor (additional money for contractor), penundaan pada pembayaran (delay in

payment), penundaan pada pemakaian material dan peralatan (delay of material and

tools), penundaan pada penyelesaian proyek tersebut (delay completion schedule),

perselisihan antara kontraktor dan pemilik (dispute between owner and contractor).

Bassioni & El-Razek dalam Wei (2010) telah mengidentifikasi keterlambatan

(delay) di proyek diyakini adalah salah satu masalah utama yang memberikan efek

negatif pada pelaksanaan proyek yang sedang berlangsung dan juga pihak-pihak

terlibat. Oleh karena itu menjadi sangat penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor

penyebab keterlambatan agar dapat meminimalkan dan mencegah meningkatnya

biaya pelaksanaan proyek.

Kondisi ini membutuhkan suatu penanganan proyek jembatan yang ditangani

dengan baik agar keterlambatan proyek dapat diminimalkan atau dihindari dan ini

juga dapat mengakibatkan konflik dan perdebatan tentang apa dan siapa yang menjadi

penyebabnya, oleh karena hal ini berkaitan dengan tuntutan waktu dan biaya tambah.

Berdasarkan analisis peneliti-peneliti terdahulu dan terjadinya keterlambatan

proyek di Sumatera Utara maka sudah saatnya dicari solusi untuk mencegah

(21)

Inilah yang menjadi perhatian peneliti untuk menganalisis faktor-faktor

penyebab keterlambatan proyek jembatan, khususnya di Sumatera Utara dan Aceh

dengan melakukan kajian berupa kuesioner terhadap pihak-pihak yang

berkepentingan seperti kontraktor dan pemilik pada pelaksanaan proyek jembatan

tersebut dan dapat menjadi rujukan awal bagi pemilik dan kontraktor dalam

penyusunan dan penjadwalan proyek yang lebih seksama. Sehingga keterlambatan

proyek yang mungkin terjadi dapat dihindari dan diantisipasi.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah sebagai berikut:

1. Terdapatnya keterlambatan penyelesaian proyek jembatan di Sumatera

Utara dan Aceh.

2. Perlu diketahui faktor-faktor utama penyebab keterlambatan dalam

pelaksanaan proyek jembatan tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor apa yang mempengaruhi keterlambatan

penyelesaian pekerjaan proyek jembatan di Sumatera Utara dan Aceh.

2. Menganalisis faktor-faktor apa yang mempengaruhi keterlambatan

(22)

3. Untuk menentukan faktor utama yang berpengaruh dalam hal

keterlambatan waktu pelaksanaan proyek jembatan di Sumatera Utara dan

Aceh.

1.4 Batasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan dibatasi dan meliputi:

1. Keterlambatan proyek jembatan di Sumatera Utara yang dilaksanakan oleh

kontraktor.

2. Penelitian yang dilakukan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam proyek

tersebut meliputi, kontraktor dan pemilik (owner) dan tidak dilakukan

terhadap pihak terlibat yaitu, konsultan.

3. Pengambilan kuesioner untuk pemilik (owner) dilakukan kepada responden

Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I (BBPJN I) yang membawahi 2

provinsi yaitu, Sumatera Utara dan Aceh.

4. Pengambilan data primer berupa kuesioner untuk Kontraktor, dilakukan

kepada responden proyek jembatan di Sumatera Utara dan Aceh.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini bermanfaat sebagai masukan bagi pihak-pihak yang terlibat,

perusahaan kontraktor, pemilik, sehingga dapat dihindari, diminimalkan

keterlambatan pelaksanaan proyek jembatan sejenis selanjutnya dimasa

(23)

2. Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada pada proses

perencanaan dan penjadwalan pekerjaan, sehingga keterlambatan dapat

dikendalikan lebih dini dalam tahap pelaksanaan proyek jembatan.

3. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan manajemen konstruksi

dibidang pelaksanaan proyek konstruksi jembatan, khususnya mengenai

manfaat penelitian ini terhadap keterkaitannya dengan pihak-pihak terlibat.

I.6 Hipotesis

Tidak terdapatnya faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek jembatan.

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran umum, maka penelitian ini di bagi dalam lima

bab. Pembagian ini dimaksudkan untuk mempermudah pembahasan serta

penelaahannya, dimana uraian yang dimuat dalam penelitian ini dapat dengan mudah

dimengerti. Pembagian yang dimaksud dilakukan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Didalam bab pendahuluan dibahas pemilihan judul penelitian, latar

belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan

penelitian, manfaat penelitian, hipotesis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas teori yang diperlukan dalam analisa dan pembahasan

(24)

yang bersumber buku-buku referensi yang ada, jurnal, literatur,

peneliti-peneliti sebelumnya dan sumber lain yang mendukung peneliti-penelitian ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menguraikan langkah-langkah dalam penelitian dan di paparkan

pembahasan yang meliputi bahasan umum, pengumpulan data, identifikasi

data penelitian, model penelitian/analisis, uji hipotesis, proses validasi hasil

penelitian.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang data kuesioner, proses penghitungan hasil kuesioner

menggunakan metode statistik korelasi konkordansi Kendall, korelasi

Spearman dan mean rank, sehingga memperoleh hasil (output) penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keterlambatan Proyek

Menurut Ervianto (2005) terdapat hubungan antara pihak-pihak yang terlibat

dalam suatu proyek, yang pada umumnya dibedakan atas hubungan fungsional, yaitu

pola hubungan yang berkaitan dengan fungsi dari pihak-pihak tersebut dan juga

hubungan kerja formal, yaitu pola hubungan yang berkaitan dengan kerjasama antara

pihak-pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi yang dikukuhkan dengan suatu

dokumen kontrak. Secara fungsional terdapat 3 pihak yang sangat berperan dalam

suatu proyek konstruksi, yaitu pihak pemilik proyek, pihak konsultan dan pihak

kontraktor.

Ketika proyek konstruksi terlambat, artinya pelaksanaan pekerjaan proyek

tersebut tidak dapat diselesaikan sesuai dengan kontrak. Jika pekerjaan proyek tidak

dapat dilaksanakan sesuai kontrak maka akan ada penambahan waktu. Apabila

setelah penambahan waktu pelaksanaan proyek ini juga tidak selesai sesuai kontrak

yang sudah disepakati, maka akan diberikan waktu tambahan oleh pihak pemilik

(owner) kepada pihak pelaksana untuk menyelesaikan pekerjaan proyek tersebut.

Dengan kata lain bahwa adanya waktu tambahan yang diberikan oleh pihak pemilik

(owner) kepada pihak pelaksana untuk menyelesaikan pekerjaan proyek, tetapi tidak

juga terlaksana, maka kemungkinan akan terjadi pemutusan kontrak kerja (Madjid,

(26)

masalah. Tetapi adanya perpanjangan waktu dari jadwal kontrak, dapat disebabkan

antara lain; pekerjaan tambah, perubahan desain, keterlambatan oleh pemilik.

masalah diluar kendali kontraktor.

Dengan adanya perbedaan perjanjian kontrak awal dengan selang waktu

penyelesaian proyek maka terjadilah keterlambatan proyek yang tidak diinginkan

oleh semua pihak-pihak terkait. Hal sama dinyatakan oleh Bordat et al. (2004) bahwa

keterlambatan waktu pelaksanaan proyek adalah perbedaan antara pelaksanaan

proyek pada saat perjanjian kontrak awal dan selang waktu penyelesaian proyek.

Dalam pengertian lain Madjid (2006) berpendapat bahwa keterlambatan

proyek konstruksi dapat diidentifikasi sebagai adanya perbedaan waktu pelaksanaan

pekerjaan dengan jadwal yang direncanakan pada dokumen kontrak. Dapat

dikategorikan sebagai tidak tepatnya waktu pelaksanaan proyek yang telah

ditetapkan.

Pembuatan rencana jadwal proyek konstruksi selalu mengacu pada perkiraan

yang ada pada saat rencana pembangunan tersebut dibuat. Masalah dapat timbul

apabila ada ketidaksesuaian antara jadwal rencana yang telah dibuat dengan

pelaksanaannya. Sehingga dampak yang sering terjadi adalah keterlambatan waktu

pelaksanaan penyelesaian proyek dan juga disertai dengan meningkatnya biaya

pelaksanaan proyek tersebut (Widhiawati, 2009).

Hal yang sama dinyatakan oleh Kaming et al. dalam Al-Najjar (2008) bahwa

keterlambatan proyek diasumsikan sebagai perpanjangan waktu pelaksanaan proyek

(27)

berdampak pada progress proyek dan tertundanya aktifitas pelaksanaan proyek dan

kegiatan pelaksanaan proyek. Keterlambatan pelaksanaan proyek ini termasuk adanya

faktor penyebab oleh faktor cuaca, sumber daya, perencanaan.

Namun menurut Vidalis et al. dalam Al-Najjar (2008) mengatakan bahwa

keterlambatan proyek konstruksi dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal.

Penyebab keterlambatan proyek internal berasal dari pemilik, perencana (designer),

kontraktor atau konsultan. Penyebab keterlambatan proyek eksternal (external) yaitu

berasal dari luar proyek konstruksi seperti; keperluan perusahaan, pemerintah

(government), sub kontraktor, pengadaan material (material suppliers), serikat buruh,

keadaan alam yang tidak lazim (force majeur). Force majeur adalah kejadian diluar

kemampuan kontraktor dan pemilik proyek, yang dapat mempengaruhi biaya, waktu

seperti kejadian alam, huru hara, kebijakan pemerintah/ moneter.

Hal berbeda dinyatakan oleh Alghbari et al. dalam Al-Najjar (2008) tentang

penyebab keterlambatan eksternal seperti kurangnya material yang ada di pasaran,

kurangnya peralatan dan alat-alat yang ada di pasaran, kondisi cuaca tidak lazim,

kondisi lokasi, struktur tanah yang tidak layak, keadaan ekonomi yang tidak stabil

(penukaran mata uang, inflasi), adanya perubahan undang-undang dan regulasi

pemerintah, adanya keterlambatan pengiriman material, adanya faktor yang berasal

dari pelayanan umum (jalan, fasilitas umum, public sevices).

Dengan adanya keterlambatan proyek ini, maka 2 kategori yang berhubungan

langsung yakni: masalah waktu pelaksanaan (time) proyek dan biaya (cost) (Le-Hoai

(28)

Ahmad dalam Wei (2010) menyatakan bahwa keterlambatan pelaksanaan

proyek dikategorikan 2 bagian yaitu: tidak cukup (lack) material dan faktor-faktor

lain termasuk, tenaga kerja, material, peralatan, financial problem (masalah

keuangan). Faktor-faktor tambahan seperti cuaca, terlambatnya penerimaan material,

perubahan design, kesalahan spesifikasi, dan force majeure, terjadi pemogokan di

lokasi proyek.

Pengelompokkan menurut Kraiem dan Dickman dalam Proboyo (2009) yang

menyatakan bahwa penyebab keterlambatan waktu pelaksanaan proyek jembatan

antara lain:

1. Keterlambatan yang layak mendapatkan ganti rugi (compensable delay),

adalah keterlambatan yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan

pemilik proyek (owner).

2. Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (non excusable delay), adalah

keterlambatan yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan kontraktor.

3. Keterlambatan yang dapat dimaafkan (excusable delay), adalah

keterlambatan yang disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar kendali baik

pemilik maupun kontraktor.

Abdullah et al. (2010) berpendapat bahwa Compensable delay adalah

keterlambatan proyek adanya kontraktor memperoleh tambahan waktu (additional

time) pelaksanaan pekerjaan proyek dan kompensasi, akan tetapi untuk non

compensable delay, maka kontraktor hanya memperoleh tambahan waktu

(29)

Non excusable delay adalah keterlambatan proyek disebabkan kontraktor

(contractor’d weakness) atau bukan kesalahan pemilik (owner). Kontraktor tidak

mendapatkan tambahan waktu (no additional time) dan tambahan uang (no additional

money) akibat keterlambatan pelaksanaan proyek (Alaghbari dalam Sallah, 2009).

Kontraktor bertanggung jawab atas keterlambatan pelaksanaan proyek. Adanya faktor

penyebab keterlambatan proyek, seperti terlambatnya pengadaan material, kesulitan

finansial (financial difficulties), tidak efektifnya perencanaan dan penjadwalan,

perubahan manajemen.

Menurut Al-Najjar (2008) bahwa Concurrent delay dapat terjadi jika hanya

satu faktor penyebab keterlambatan proyek dan ini umumnya antara pelaksanaan

waktu proyek dan uang yang menjadi masalah. Akan tetapi yang lebih kompleks

terjadi dan lebih spesifik, adanya masalah lebih dari satu faktor penyebab

keterlambatan proyek pada saat waktu pelaksanaan bersamaan progress skedul atau

tumpang tindih (overlapping) waktu pelaksanaan proyek. Hal yang terjadi ini,

mengakibatkan kontraktor dan pemilik yang bertanggung jawab atas keterlambatan

proyek. Dalam pengertian lain menurut Rubin et al. dalam Braimah (2008)

berpendapat bahwa concurrent delay adalah kondisi dalam dua atau lebih

keterlambatan proyek yang terjadi pada waktu bersamaan progress pelaksanaan

proyek.

Pengertian Concurrent delay adalah keterlambatan pelaksanaan proyek lebih

kompleks tapi juga lebih spesifik jenis keterlambatan proyek. Adanya keterlambatan

(30)

keterlambatan proyek yang terjadi selama pada waktu bersamaan pelaksanaan proyek

atau dapat terjadinya tumpang tindih (overlapping) periode waktu pelaksanaan

proyek (Alaghbari dalam Sallah, 2009). Dalam pengertian lain, adanya keterlambatan

pelaksanaan proyek terjadi waktu bersamaan pada progres pelaksanaan proyek dan

kategori keterlambatan proyek ini termasuk excusable delay dan non excusable

delay. Oleh karena itu dampak keterlambatan pelaksanaan proyek ini, kemungkinan

bisa mengakibatkan terjadinya perselisihan (disputes) antara kontraktor dan pemilik.

2.1.1 Jenis-jenis Keterlambatan Proyek

Jenis-jenis utama (main) keterlambatan proyek yang telah dilakukan oleh

peneliti-peneliti sebelumnya yaitu Vidalis et al. dalam Al-Najjar (2008) antara lain:

1. Keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay), yakni

keterlambatan proyek yang disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar

kendali baik oleh pemilik maupun kontraktor.

2. Keterlambatan proyek yang tidak dapat dimaafkan (non excusable

delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan,

kelalaian atau kesalahan kontraktor.

3. Keterlambatan proyek yang layak mendapat ganti rugi (compensable

delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan,

(31)

4. Keterlambatan proyek yang tidak layak mendapat ganti rugi (non

compensable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan

oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan kontraktor.

5. Critical atau non critical, keterlambatan proyek ini adalah akibat dari

waktu progress pelaksanaan proyek. Keterlambatan proyek yang tidak

kritis (non critical delays), maka tidak berdampak pada skedul project.

Terjadi efeknya pada kegiatan critical path pada skedul.

6. Pelaksanaan progress atau terjadinya pada waktu bersamaan

(concurrent) atau non concurrent. Hal ini terjadi ketika pemilik dan

kontraktor yang bertanggung jawab atas penyebab keterlambatan

pekerjaan proyek.

2.1.1.1 Keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay)

Keterlambatan proyek terjadi diluar kontrol dan jika keterlambatan proyek ini

terjadi, maka kontraktor mendapat biaya tambahan pelaksanaan proyek. Sedangkan

menurut Al-Najjar (2008) bahwa keterlambatan proyek ini adalah suatu kejadian

pelaksanaan proyek diluar prediksi dan diluar kontrol siapapun. Excusable delays

dikenal dengan keterlambatan force majeure dan umumnya disebut Acts of God.

Oleh karena itu yang terjadi ini bukan tanggung jawab dari pihak-pihak terlibat.

Umumnya pada kontrak mengizinkan kontraktor mendapat tambahan waktu untuk

penyelesaian proyek, akan tetapi tidak untuk tambahan uang (Alaghbari et al. dalam

(32)

Menurut Wei (2010) bahwa standar umumnya berkaitan dengan general

provisions suatu badan agensi spesifikasi publik. Wei juga mengatakan bahwa

keterlambatan proyek dapat dimaafkan yang penyebab terjadinya antara lain:

1. Pemogokan pekerja.

2. Kebakaran.

3. Banjir.

4. Keterlambatan yang tidak terduga (acts of God).

5. Perubahan regulasi, seperti spesifikasi dari pemilik.

6. Salah, kelalaian, tak dicantumkan didalam perencanaan tentang spesifikasi.

7. Perbedaan kondisi lokasi lapangan (site) dengan kondisi yang berbeda dari

perencanaan.

8. Keadaan cuaca yang tidak lazim (unsually severe weather).

9. Intervensi dari luar pemerintahan (government).

10. Kurangnya inspeksi, kontrol dari pemilik.

Terjadinya keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay)

dengan konsuekensi bahwa kontraktor menerima pembayaran tambahan untuk waktu

pelaksanaan proyek. Sehingga peristiwa ini terjadi jika pemilik telah menunda

perjanjian dalam dokumen kontrak yang telah disepakati pada pelaksanaan proyek

(33)

2.1.1.2 Keterlambatan proyek yang tidak dapat dimaafkan (non excusable delay)

Selama proyek berlangsung, kontraktor dapat mengikuti progress proyek yang

sudah dijadwalkan atau meleset progressnya, tergantung dari kontraktor tersebut.

Wei (2010) berpendapat bahwa keterlambatan ini terjadi, apakah kontraktor dapat

mengontrol pelaksanaan proyek atau sebaliknya. Karena keterlambatan pelaksanaan

proyek ini mengakibatkan kontraktor tidak memperoleh apapun tambahan waktu

pelaksanaan dan juga kompensasi (ganti rugi). Sedangkan menurut Ahmed et al.

(2002) bahwa kontraktor memperoleh sanksi akibat keterlambatan proyek tersebut.

2.1.1.3 Keterlambatan proyek yang layak mendapat ganti rugi (compensable delay)

Keterlambatan proyek terjadi yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan

pemilik proyek (owner). Adanya keterlambatan pekerjaan proyek tersebut, maka

pihak pelaksana (kontraktor) mendapat tambahan waktu pelaksanaan proyek. Selain

itu memperoleh juga kompensasi (ganti rugi). Sedangkan Wei (2010) menyatakan

bahwa apakah keterlambatan proyek itu mendapat ganti rugi, tergantung kontrak awal

yang terjadi. Umumnya dengan adanya kontrak proyek, maka dapat memberikan

(34)

2.1.1.4 Keterlambatan proyek yang tidak layak mendapat ganti rugi (non compensable delay)

Keterlambatan proyek yang tidak layak mendapat ganti rugi (non

compensable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan,

kelalaian atau kesalahan kontraktor.

Menurut Wei (2010) bahwa kontrak awal memberikan kategori spesifikasi,

apakah keterlambatan proyek tersebut layak mendapat ganti rugi atau sebaliknya.

Tentu saja hal ini tergantung dari kontrak awal. Jika terjadi keterlambatan proyek

kategori non compensable delay, maka pihak yang terlibat adalah kontraktor.

Kontraktor tidak menerima apapun tambahan uang. Akan tetapi kemungkinan

diizinkan untuk mendapatkan tambahan waktu penyelesaian pekerjaan proyek.

2.1.1.5 Keterlambatan proyek yang kritis (critical delays)

Menurut Wei (2010), keterlambatan proyek yang berakibat pada perubahan

waktu pelaksanaan proyek. Hal ini mengakibatkan terjadinya perpanjangan waktu

pelaksanaan dalam milestone, dan ini umumnya disebut dengan critical delays.

Sedangkan keterlambatan proyek yang tidak mempunyai pengaruh adanya perubahan

pelaksanaan atau milestone dan disebut non critical delays. Sementara itu jika

kegiatan pelaksanaan proyek mengalami keterlambatan, maka kegiatan ini dapat

dikontrol dengan adanya perpanjangan waktu pelaksanaannya antara lain dengan

(35)

1. Permasalahan yang terjadi pada proyek tersebut.

2. Perencanaan pekerjaan kontraktor dan skedulnya (critical path).

3. Persyaratan kontrak selanjutnya.

4. Kendala dalam proyek seperti bagaimana merealisasi pelaksanaan

penyebab keterlambatan proyek.

5. Adanya input untuk pekerjaan penyelesaian pelaksanaan proyek dari

pandangan praktisi ahli.

2.1.1.6 Pelaksanaan progress atau terjadinya pada waktu bersamaan

(concurrent delay)

Al-Najjar (2008) mengatakan bahwa hal ini terjadi jika ada satu faktor

penyebab keterlambatan pelaksanaan proyek. Umumnya diantara kedua faktor

tersebut adalah waktu dan uang. Akan tetapi yang lebih kompleks kemajuan progress

skedul critical path method (CPM). Penyebab keterlambatan waktu pelaksanaan

proyek khususnya lebih spesifik adalah lebih dari satu faktor penyebab keterlambatan

proyek sekaligus terjadi pada waktu bersamaan atau tumpang tindih (overlapping)

pada kemajuan progress skedul critical path method (CPM). Ini mengakibatkan

pemilik (owner) dan kontraktor yang bertanggung jawab pada keterlambatan proyek

ini. Jika keterlambatan pekerjaan proyek tersebut sulit diselesaikan dan tidak juga

dapat di perbaiki (recover), maka ini ada kaitannya dengan pihak yang terlibat yaitu

(36)

antara pemilik dan kontraktor. Tetapi hanya kontraktor mendapat efeknya terhadap

perbedaan progress skedul critical path method (CPM).

Jika ditinjau penjelasan diatas, keterlambatan pelaksanaan proyek concurrent

delay terjadi dengan adanya kedua belah pihak terkait yang bertanggung jawab,

kontraktor dan pemilik (owner). Hal kemungkinan terjadi jika keterlambatan proyek

tersebut sulit diselesaikan, yang disebabkan adanya kemungkinan terjadi pergantian

progress critical path method.

Dengan adanya concurrent delaymenurut Abdullah et al. (2010) berpendapat

bahwa keterlambatan ini kemungkinan dapat mengakibatkan terjadinya perselisihan

antara kontraktor dan pemilik, sehingga kontraktor hanya mendapat tambahan waktu

pelaksanaan pekerjaan atau kompensasi pada keterlambatan proyek kategori

excusable delay. Akan tetapi penalti atau denda pada kategori non excusable delay.

Untuk lebih jelasnya penjelasan diatas tentang jenis-jenis keterlambatan

proyek dapat di gambarkan secara skematik pada Gambar 2.1:

Non excusable delay

Non concurrent Concurrent

Non critical Critical

Non compensable Compensable

Excusable delay

(37)

2.2 Klasifikasi Penyebab Keterlambatan Proyek ditinjau dari Aspek Manajemen dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi

Terdapat 2 jenis aspek manajemen pelaksana proyek konstruksi yaitu: aspek

manajemen proyek dan aspek manajemen konstruksi. Karena kedua aspek

manajemen tersebut sangat berpengaruh dalam menentukan variabel dan sub faktor

penyebab keterlambatan pelaksanaan proyek. Seperti penjelasan diatas, maka penulis

merangkumnya didalam menentukan variabel penelitian disamping aspek-aspek lain

yang dikombinasi, Definisi manajemen proyek adalah semua perencanaan,

pelaksanaan, pengendalian dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) hingga

berakhirnya proyek untuk menjamin pelaksanan proyek secara tepat waktu, tepat

biaya dan tepat mutu (Ervianto, 2005).

Manajemen konstruksi (construction management) menurut Ervianto (2005)

adalah bagaimana agar sumber daya yang terlibat dalam proyek konstruksi dapat

diaplikasikan oleh manajer proyek secara tepat. Sumber daya dalam proyek

konstruksi dapat dikelompokkan menjadi manpower, material, machines, money,

method.

Disisi lain, Proboyo mengklasifikasikan penyebab keterlambatan berdasarkan

aspek manajemen yang diambil sesuai definisi manajemen proyek, manajemen

konstruksi dan dokumen kontrak.

Kraiem dan Dickman dalam Proboyo (2009) mengatakan bahwa terdiri 45

jenis penyebab keterlambatan dan diklasifikasikan dalam aspek manajemen yang

(38)

A. Aspek Perencanaan dan Penjadwalan Pekerjaan antara lain:

1. Penetapan jadwal proyek yang amat ketat oleh pemilik.

2. Tidak lengkapnya identifikasi jenis pekerjaan yang harus ada.

3. Rencana urutan kerja yang tidak tersusun dengan baik/terpadu.

4. Penentuan durasi waktu kerja yang tidak seksama.

5. Rencana kerja pemilik yang sering berubah-ubah.

6. Metode konstruksi/pelaksanaan kerja yang salah atau tidak tepat.

B. Aspek lingkup dan dokumen pekerjaan (kontrak) antara lain:

1. Perencanaan (gambar/spesifikasi) yang salah atau tidak lengkap.

2. Perubahan desain/detail pekerjaan pada waktu pelaksanaan.

3. Perubahan lingkup pekerjaan pada waktu pelaksanaan.

4. Proses pembuatan gambar kerja oleh kontraktor.

5. Proses permintaan dan persetujuan gambar kerja oleh pemilik.

6. Ketidak sepahaman aturan pembuatan gambar kerja.

7. Ada banyak (sering) pekerjaan tambah.

8. Adanya permintaan perubahan atas pekerjaan yang telah selesai.

C. Aspek system organisasi, koordinasi dan komunikasi antara lain:

1. Keterbatasan wewenang personil pemilik dalam pengambilan keputusan.

2. Kualifikasi personil/pemilik yang tidak professional dibidangnya.

(39)

4. Kegagalan pemilik mengkoordinasi pekerjaan dari banyak kontraktor/sub

kontraktor.

5. Kegagalan pemilik mengkoordinasi penyerahan/penggunaan lahan.

6. Keterlambatan penyediaan alat/bahan dll yang disediakan oleh pemilik.

7. Kualifikasi dan teknis manajerial yang buruk dari personil-personil dalam

organisasi kerja kontraktor.

8. Koordinasi dan komunikasi yang buruk antar bagian-bagian dalam

organisasi kerja kontraktor.

9. Terjadinya kecelakaan kerja.

D. Aspek kesiapan/penyiapan sumber daya antara lain:

1. Mobilisasi sumber daya (bahan, alat, tenaga kerja) yang lambat.

2. Kurangnya keahlian dan ketrampilan serta motivasi kerja para

pekerja-pekerja yang langsung di lapangan.

3. Jumlah pekerja yang kurang memadai/sesuai dengan aktifitas pekerjaan

yang ada.

4. Tidak tersedianya bahan yang secara cukup pasti/layak sesuai kebutuhan.

5. Tidak tersedianya alat/peralatan kerja yang cukup memadai/sesuai

kebutuhan.

6. Kelalaian/keterlambatan oleh pekerjaan sub kontraktor.

7. Pendanaan kegiatan proyek yang tidak terencana dengan baik

(40)

8. Tidak terbayarnya kontraktor secara layak sesuai haknya.

(kesulitan pembayaran oleh pemilik).

E. Aspek sistem inspeksi, kontrol dan evaluasi pekerjaan antara lain:

1. Pengajuan contoh bahan oleh kontraktor yang tidak terjadwal.

2. Proses permintaan dan persetujuan contoh bahan oleh pemilik yang lama.

3. Proses pengujian dan evaluasi uji bahan dari pemilik yang tidak relevan.

4. Proses persetujuan ijin kerja yang bertele-tele.

5. Kegagalan kontraktor melaksanakan pekerjaan.

6. Banyak hasil pekerjaan yang harus diperbaiki/diulang karena cacat/tidak

benar.

7. Proses tata cara evaluasi kemajuan pekerjaan yang lama dan lewat jadwal

yang disepakati.

F. Aspek lain-lain (aspek diluar kemampuan pemilik dan kontraktor) antara lain:

1. Kondisi dan lingkungan tapak ternyata tidak sesuai dengan dugaan.

2. Transportasi ke lokasi proyek yang sulit.

3. Terjadi yang hal-hal yang tidak terduga seperti kebakaran, banjir,

badai/angin ribut, gempa bumi, tanah longsor, cacat amat buruk.

4. Adanya pemogokan buruh.

(41)

6. Terjadinya kerusakan/pengerusakan akibat kelalaian atau perbuatan pihak

ketiga.

7. Perubahan situasi atau kebijaksanaan politik/ekonomi pemerintah.

Kraiem dan Dickman dalam Proboyo (2009) menentukan 45 jenis (faktor-faktor)

penyebab keterlambatan karena yang menjadi objek penelitiannya adalah proyek

konstruksi bangunan gedung. Sedangkan peneliti melakukan penelitian adalah proyek

konstruksi jembatan yang berlokasi di Sumatera Utara dan Aceh. Dengan demikian

peneliti mengambil sumber kajian jenis penyebab keterlambatan berdasarkan

peneliti-peneliti (researches) sebelumnya yaitu:

1. Kraiem dan Dickman dalam Proboyo (2009).

2. Vidalis et al dalam Al-Najjar (2008).

3. Theodore dalam Wei (2010).

4. Ahmed et al (2002).

Dengan sumber kajian berdasarkan peneliti-peneliti (researches) sebelumnya, maka

peneliti menentukan sebanyak 61 jenis faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek

jembatan di Sumatera Utara dan Aceh. Namun selanjutnya enam puluh satu (61) jenis

faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek jembatan ini akan dijelaskan pada bab

(42)

2.3 Hal-hal yang berkaitan dengan Pelaksanaan Proyek Konstruksi Jembatan

Terdapat hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek konstruksi

jembatan, diantaranya adalah:

2.3.1 Dampak Keterlambatan Proyek Konstruksi Jembatan

Keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi jembatan tidak diinginkan

semua pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder), akibatnya dapat merugikan.

Terlambatnya waktu penyelesaian proyek dari yang dijadwalkan semula, dan biaya

tambah pelaksanaan penyelesaiannya. Termasuk juga pengguna jembatan adalah

masyarakat. Dengan adanya masalah ini, maka pengguna jembatan yang seharusnya

sampai ketempat tujuan dengan waktu sudah terjadwal. Akan tetapi lebih lama

sampai ketempat tujuan dan termasuk biaya ongkos minyak kendaraan yang

meningkat. Akibat menempuh perjalanan ketempat tujuan lebih jauh dan lama dari

perjalanan yang normal. Dengan adanya keterlambatan penyelesaian waktu

pelaksanaan proyek maka semua pihak dirugikan.

2.3.2 Pembuktian Keterlambatan Proyek

Adanya permasalahan keterlambatan pelaksanaan proyek yang terjadi, maka

dapat menyebabkan perubahan pelaksanaan penyelesaian progress yang sudah

dijadwalkan. Meningkatnya biaya dan kemungkinan putusnya kontrak (contract

termination) (Arditi & Pattanakitchamrron dalam Wei, 2010). Oleh karena itu

(43)

kondisi keterlambatan pekerjaan, karena hal ini berhubungan dengan faktor-faktor

apa penyebab keterlambatan proyek. Seperti diketahui bahwa pada saat progress

pekerjaan dinyatakan kritis maka menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

Nomor: 07/PRT/M/2011 pasal 39.1 bahwa apabila penyedia terlambat melaksanakan

pekerjaan sesuai jadwal maka PPK harus memberikan peringatan secara tertulis atau

dikenakan ketentuan tentang kontrak kritis. Pada pasal kritis 39.2 apabila:

a Dalam periode I rencana fisik pelaksanaan 0% - 70% dari kontrak, realisasi

fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 10% dari rencana.

b Dalam periode II rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak,

realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 5% dari rencana.

c Rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak, realisasi fisik

pelaksanaan terlambat kurang dari 5% dari rencana dan akan melampaui

tahun anggaran berjalan.

Kondisi keterlambatan pekerjaan berdasarkan Permen PU No.43/PRT/M/2007.

Langkah selanjutnya adalah:

1. Berita acara dengan program kerja yang telah disepakati sebagai uji coba I.

Kontraktor melakukan uji coba I untuk dievaluasi.

2. Dan bila uji coba I gagal, maka diingkatkan dengan SCM tahap II dan dibuat

berita cara dengan program kerja yang telah disepakati sebagai uji coba II.

3. Namun, jika uji coba II gagal, maka ditingkatkan dengan SCM tahap III dan

dibuat berita acara dengan program kerja yang telah disepakati sebagai uji

(44)

4. Pada akhirnya bila uji coba III gagal, maka akan dilakukan putus kontrak

(contract termination by employer).

Proses contract termination harus sesuai dengan Dokumen Kontrak (General

Conditions pasal 15) antara lain, harus ada Surat Pemberitahuan (notice) dengan

waktu yang telah ditentukan.

Dijelaskan kembali urutan Permen PU No. 43/PRT/M/2007 menurut

Pusjatan-Balitbang PU bahwa perlu adanya pembuktian keterlambatan proyek. Untuk itu

diadakan pertemuan dalam hal terjadinya keterlambatan progress phisik oleh

penyedia jasa berdasarkan jadwal kontrak (Contract schedule). Dalam hal terjadinya

keterlambatan progress fisik oleh penyedia jasa, maka harus diikuti dalam

pengambilan keputusan yakni:

a) Jika terjadinya keterlambatan progress fisik antara 5% ─ 10 %, maka rapat

pembuktian keterlambatan akan diadakan antara Direksi Pekerjaan, Direksi

Teknis (SE/supervision engineer ) dan penyedia jasa.

b) Jika terjadinya keterlambatan progress fisik antara 10% ─ 15%, maka rapat

pembuktian keterlambatan akan dilaksanakan antara Pejabat Eselon II pada

pemerintah pusat atau daerah yang memiliki kewenangan pembinaan jalan,

Direksi Pekerjaan, Direksi Teknis, dan Penyedia Jasa.

c) Jika terjadinya keterlambatan progres fisik pada periode I (rencana fisik 0% ─

70 %) lebih besar dari 15% dan pada periode II ( rencana fisik 70% ─ 100%)

lebih dari 10% mengacu pada syarat-syarat umum kontrak pasal 33 (kontrak

(45)

d) Selanjutnya kegiatan rapat pembuktian keterlambatan harus dibuat dalam

Berita Acara rapat pembuktian keterlambatan yang ditandatangani oleh

pimpinan dari masing-masing pihak sebagai catatan untuk membuat

persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan berikutnya.

Dengan diketahuinya faktor penyebab keterlambatan proyek maka akan dapat

ditentukan langkah selanjutnya jenis keterlambatan proyek.

Perlunya pengendalian pelaksanaan pekerjaan terhadap kuantitas dan kualitas

dilaksanakan berdasarkan dokumen kontrak dan program mutu yang telah disepakati.

Untuk lebih jelasnya kriteria penilaian terhadap kondisi keterlambatan pekerjaan

Permen PU No. 43/PRT/M/2007 menurut Pusjatan-Balitbang PU dapat digambarkan

pada Tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Kriteria Keterlambatan Proyek

Periode Rencana Fisik

Kriteria Keterlambatan Keterangan

Wajar Terlambat Kritis

(46)

Dengan adanya Permen PU No. 43/PRT/M/2007 menurut Pusjatan-Balitbang PU,

maka setiap proyek yang mengalami kriteria penilaian terhadap kondisi

keterlambatan penyelesaian proyek akan mengacu pada Permen PU No.

43/PRT/M/2007. Namun sekarang sudah diterbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum Nomor: 07/PRT/M/2011 tentang penanganan kontrak kritis pasal 39.3 yaitu:

a. Dalam hal keterlambatan pada pasal 39.1 dan penanganan kontrak pada pasal

kritis 39.2 penanganan kontrak kritis dilakukan dengan rapat pembuktian

(show cause meeting/SCM).

1) Pada saat kontrak dinyatakan kritis direksi pekerjaan menerbitkan

surat peringatan kepada penyedia dan selanjutnya menyelenggarakan

SCM.

2) Dalam SCM direksi pekerjaan, direksi teknis dan penyedia membahas

dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh

penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba pertama) yang

dituangkan dalam berita acara SCM tingkat tahap I.

3) Apabila penyedia gagal pada uji coba pertama, maka harus

diselenggarakan SCM tahap II yang membahas dan menyepakati

besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam

periode waktu tertentu (uji coba kedua) yang dituangkan dalam berita

(47)

4) Apabila penyedia gagal pada uji coba kedua, maka harus

diselenggarakan SCM tahap III yang membahas dan menyepakati

besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam

periode waktu tertentu (uji coba ketiga) yang dituangkan dalam berita

acara SCM tahap III.

5) Pada setiap uji coba yang gagal, PPK harus menerbitkan surat

peringatan kepada penyedia atas keterlambatan realisasi fisik

pelaksanaan pekerjaan.

b Dalam hal keterlambatan pada pasal 39.2 c PPK setelah dilakukan rapat

bersama atasan PPK sebelum tahun anggaran berakhir dapat langsung

memutuskan kontrak secara sepihak dengan mengesampingkan pasal 1266

Kitab Undang Undang Hukum Perdata.

2.3.3 Penghentian Kontrak dan Pemutusan Kontrak

Sesuai dokumen kontrak Dinas Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina

Marga antara lain:

1. Pasal 41.1 menyatakan bahwa penghentian kontrak dapat dilakukan karena

pekerjaan sudah selesai.

2. Namun pada pasal 41.4 menyatakan pemutusan kontrak dilakukan para pihak

terbukti melakukan kolusi, kecurangan atau tindak korupsi baik dalam proses

(48)

Diketahui juga didalam Dokumen Kontrak (General Conditions pasal 15)

dapat dilakukan proses contract termination seperti pada penjelasan diatas

sebelumnya (dapat dilihat pada Tabel 2.2 Permen PU No. 43/PRT/M/2007).

Menurut pasal 41.5 dokumen kontrak Dinas PU Direktorat Jenderal Bina

Marga, pemutusan kontrak oleh pengguna jasa sekurang-kurangnya 30 hari setelah

pengguna jasa menyampaikan pemberitahuan rencana pemutusan kontrak secara

tertulis kepada penyedia jasa untuk kejadian (menurut pasal 41.5 dokumen kontrak

Dinas PU Direktorat Jenderal Bina Marga) antara lain:

a) Penyedia jasa tidak mulai melaksanakan pekerjaan berdasarkan kontrak pada

tanggal mulai kerja sesuai dengan pasal 15.2.

b) Penyedia jasa gagal pada uji coba ketiga dalam melaksanakan SCM sesuai

pasal 33.2.a.6.

c) Penyedia jasa tidak berhasil memperbaiki suatu kegagalan pelaksanaan,

sebagimana dirinci dalam surat pemberitahuan penangguhan pembayaran

sesuai dengan pasal 58.2.

d) Penyedia jasa tidak mampu lagi melaksanakan pekerjaan atau bangkrut.

e) Penyedia jasa gagal mematuhi keputusan akhir penyelesaian perselisihan.

f) Denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan melampaui besarnya jaminan

pelaksanaan.

g) Penyedia jasa menyampaikan pernyataan yang tidak benar kepada pengguna

jasa dan pernyataan tersebut berpengaruh pada hak, kewajiban, atau

(49)

h) Terjadinya keadaan kabar dan penyedia jasa tidak dapat melaksanakan

pekerjaan sesuai dengan pasal 37.7.c.

Dengan adanya kejadian yang timbul seperti diatas sebagaimana dirinci dalam huruf

a) sampai h), pasal 1.266 maka Kitab Undang Undang Perdata tidak diberlakukan.

Seperti penjelasan diatas, dapat dibedakan antara penghentian kontrak dan

pemutusan kontrak. Namun demikian, penelitian ini hanya terjadi penghentian

kontrak yang dilaksanakan, karena pelaksanaan pekerjaan proyek jembatan sudah

selesai meskipun penyelesaian pelaksanaan proyek jembatan terlambat dari yang

sudah dijadwalkan dan bukan pemutusan kontrak. Masalah analisis faktor-faktor

penyebab keterlambatan proyek jembatan yang terlambat dari yang sudah

dijadwalkan semula adalah penelitian yang dilakukan peneliti, dan diharapkan solusi

penelitian ini diperoleh hasil sesuai dengan tujuan penelitian.

2.4 Penelitian sebelumnya berkaitan dengan Penyebab Keterlambatan Proyek

Beberapa peneliti sebelumnya telah melakukan riset dan mempublikasikannya

dalam bentuk jurnal, tesis, literature, handbook. Dibawah ini dijelaskan penelitian

peneliti-peneliti sebelumnya, dan ini sebagai acuan untuk menyelesaikan tesis ini.

2.4.1 Beberapa Penelitian Terdahulu

Analisis faktor faktor penyebab keterlambatan proyek konstruksi jembatan

telah banyak dijadikan bahan penelitian. Beberapa penelitian menggunakan

(50)

Dewati et al (2010) melakukan penelitian dengan judul Proyek Pembangunan

Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) WI Ruas Kebon Jeruk-Penjaringan Paket 4

& 5. Hasil penelitian mereka menemukan faktor faktor resiko yang paling dominan

menyebabkan penurunan kinerja waktu, sehingga menyebabkan keterlambatan

proyek pembangunan JORR (Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta) W 1 ruas Kebon Jeruk

– Penjaringan (Paket 4&5). Penemuan ini membuka jalan dalam mendapatkan

penanganan yang tepat untuk memperbaikinya.

Nainggolan et al (2010) melakukan penelitian dengan judul Manajemen

Resiko Kinerja Biaya dan Waktu Proyek Central Park Jakarta. Hasil penelitian yang

diperoleh adalah proyek konstruksi apartemen termasuk salah satu proyek yang

dipengaruhi oleh resiko dan ketidakpastian. Mengidentifikasi faktor faktor resiko

dominan yang berpengaruh terhadap kinerja biaya dan waktu proyek pada konstruksi

pembangunan Apartemen Central Park Jakarta Barat. Kuesioner ditujukan kepada

stakeholder seperti Developer dan Main Contractor, dianalisa secara statistik untuk

mendapatkan model hubungan antara faktor faktor resiko terhadap kinerja waktu dan

biaya proyek serta bobot variabel yang mempengaruhinya.

Proboyo (1999) melakukan penelitian dengan judul Keterlambatan Waktu

Pelaksanaan Proyek. Hasil penelitian yang diperoleh adalah keberhasilan

melaksanakan proyek konstruksi tepat pada waktunya adalah salah satu tujuan

terpenting, baik bagi pemilik maupun kontraktor. Keterlambatan adalah sebuah

kondisi yang sangat tidak dikehendaki karena akan sangat merugikan kedua belah

(51)

yang sangat berperan atau mendominasi segala penyebab keterlambatan dengan

maksud agar proses perencanaan dan penjadwalan proyek konstruksi dapat dilakukan

dengan lebih lengkap dan cermat, sehingga keterlambatan sedapat mungkin dihindari

atau dikendalikan. Temuan penyebab-penyebab keterlambatan yang dikonfirmasikan

dengan segi lapangan menggunakan kuesioner yang didistribusikan kepada

kontraktor, menunjukkan bahwa masalah-masalah tidak seksamanya rencana kerja,

tidak tersedianya sumber daya dan kurangnya komunikasi, koordinasi, merupakan

faktor-faktor yang dominan sehingga penyebab keterlambatan dari sisi kontraktor.

Dari sisi pemilik masalah ketidaklengkapan dan ketidakjelasan desain dan lingkup

pekerjaan, masalah sistem pengawasan dan pengendalian proyek merupakan faktor

yang dominan sebagai penyebab keterlambatan.

Widhiawati (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor

Penyebab Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Konstruksi. Hasil penelitian yang

diperoleh bahwa pelaksanaan proyek konstruksi umumnya mempunyai rencana dan

jadwal pembuatan, rencana proyek mengacu pada perkiraan saat rencana

pembangunan dibuat. Masalah dapat timbul apa bila ada ketidaksesuaian antara

rencana dengan pelaksanaannya. Dampaknya adalah keterlambatan pelaksanaan dan

meningkatnya biaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui penyebab utama dan

faktor-faktor penyebab keterlambatan kuesioner didistribusikan kepada kontraktor

yang berada di kotamadya Denpasar dan terdaftar sebagai anggota Gapensi Bali. Dari

216 kontraktor gred 2-7 dikotamadya Denpasar, diambil sampel 56 dengan

Gambar

gambar,tidak lengkapnya spesifikasi, peren
Tabel 2.3  Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Rank Kendall
Tabel 2.4  Saran-saran dalam aspek perencanaan dan penjadwalan                     pekerjaan yang diberikan oleh pakar-pakar konstruksi  jembatan
Tabel 2.7 Saran-saran aspek sistem inspeksi, kontrol dan evaluasi pekerjaan                 yang diberikan oleh pakar-pakar konstruksi jembatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab keterlambatan konstruksi proyek budget hotel di Jakarta berturut-turut adalah sebagai

Berdasarkan persepsi responden di propinsi Papua, faktor perubahan berada pada peringkat kedua penyebab keterlambatan pekerjaan proyek, faktor situasi berada pada peringkat

Analisis statistik dengan menggunakan metode mean rank , korelasi konkordansi Kendall dan korelasi Spearman menunjukkan hasil akhir yang sama dalam menentukan faktor-faktor

Hasil analisis menunjukan nilai alpha cronbach 10 (sepuluh) faktor terbesar dari faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek konstruksi pembangunan gedung di Daerah

Dari hasil pengujian, dapat diketahui bahwa dari keempat variabel yang digunakan untuk mengukur faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek konstruksi di Surabaya, pihak

Faktor penyebab keterlambatan yang paling utama dalam pelaksanaan pekerjaan proyek di Kabupaten Morowali untuk pekerjaan konstruksi jalan dan jembatan tahun

“FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI DAN LANGKAH ANTISIPASINYA PADA PROYEK KONSTRUKSI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN SEKITARNYA”, Myra Rubyani, NPM : 110213873,

Analisis statistik dengan menggunakan metode mean rank, korelasi konkordansi Kendall dan korelasi Spearman menunjukkan hasil akhir yang sama dalam menentukan faktor-faktor