• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PENYELESAIAN PROYEK KONSTRUKSI PENGARUHNYA TERHADAP BIAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PENYELESAIAN PROYEK KONSTRUKSI PENGARUHNYA TERHADAP BIAYA"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user i

PENYELESAIAN PROYEK KONSTRUKSI PENGARUHNYA

TERHADAP BIAYA

The Cause Delay Factors Analysis of Project ConstructionImplementation Influence for Cost

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh:

HASOLOAN BENGET SIANIPAR NIM I 0107086

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

vi

ABSTRAK

HASOLOAN BENGET SIANIPAR, 2012, Analisis Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Penyelesaian Proyek Konstruksi Pengaruhnya Terhadap Biaya, Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Suatu proyek cenderung akan mengalami keterlambatan apabila perencanaan dan pengendalian tidak dilakukan dengan tepat. Berbagai hal dapat terjadi dalam proyek konstruksi yang dapat menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan sehingga peyelesaian proyek menjadi terlambat. Tujuan dilakukan penelitian adalah mengidentifikasi dan mengklasifikasikan faktor-faktor penyebab keterlambatan pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi di wilayah karasidenan Surakarta serta menerangkan hubungan faktor keterlambatan tersebut terhadap pemakaian biaya.

Pengolahan data ini menggunakan bantuan program komputer SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.00. teknik analisis data menggunakan uji validitas, reliabiliitas, teknik analisis faktor, uji asumsi klasik, dan regresi linier berganda.

Hasil penelitian ini yaitu 3 faktor baru yang diperoleh dari hasil ekstraksi analisis faktor adalah: Perubahan lingkup dan dokumen pekerjaan (Xb1), Koordinasi, dan

transportasi sumber daya serta keahlian tenaga kerja (Xb2), Sistem evaluasi dan

perencanaan (Xb3) serta menghasilkan satu model persamaan linier berganda untuk

menerangkan hubungan ketiga faktor di atas dengan biaya.

Kata kunci : Analisis Faktor, keterlambatan proyek konstruksi, biaya.

(3)

commit to user

vii

ABSTRACT

HASOLOAN BENGET SIANIPAR, 2012, The Cause Delay Factors Analysis of Project Construction Implementation Influence for Cost, Thesis, Civil Engineering Faculty, Surakarta Sebelas Maret University.

A construction project tendency will get delay if palnning and controlling did not do appropriately. Many thing could be happen in construction project that caused increase doing time, so project implementation would be late. Objective of the research is to identify and to classify the cause delay factors of implementation construction project in Surakarta residency area and to explain the caused delay factors with cost relationship.

Data procession done using SPSS (Statistical Product and Service Solution) version 17.00. a technique of analizing data used are validity, reliability, analysis factor technique, assumption classic test, and multiple linier regretion.

The result From of the Research found that 3 new factors that get it from extraction result of analysis factor technique are : Scope and contract document exchange (Xb1),

Koordination, Resource transportation, and employee skill (Xb2), avalution and

planning system (Xb3) and produced a equation model of multiple linier regretion to

explain relation factors third above with cost.

(4)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti haturkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena dengan berkat

dan anugerahNya aruh Keterlambatan Penyelesaian Proyek Konstruksi

Pengaruhnya terhadap Biaya”.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dai berbagai pihak, banyak

kendala yang sulit untuk peneliti pecahkan hingga terselesaikannya penuyusunan

skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin ucapkan terima kasih kepada :

1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret beserta staf.

2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Surakrta beserta Staf.

3. Widi Hartono, ST, MT selaku Dosen Pembimbing I.

4. Ir. Suyatno K, MT selaku Dosen Pembimbing II.

5. Dr.techn.Ir. Sholihin As’ad, MT selaku Pembimbing Akademik.

6. Ir. Delan Soeharto, MT dan Ir. Sugiyarto, MT selaku Dosen Penguji.

7. Rekan-rekan masiswa teknik sipil angkatan 2007 dan semua pihak yang

telah membantu penulis secara langsung dan tidak langsung yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

8. Segenap Staf Pengajar dan Staf Administrasi Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk

kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak-pihak

yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sendiri.

Surakarta, September 2012

(5)

commit to user

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

ABSTRAK ... vi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1.Tinjauan Pustaka ... 4

2.2.Dasar Teori ... 7

2.2.1. Keterlambatan Proyek ... 7

2.2.2. Penyebab Keterlambatan ... 8

2.2.3. Jenis-Jenis Keterlambatan (Type of Delays) ... 10

2.2.4. Dampak Keterlambatan ... 11

2.2.5. Pertanggungjawaban Keterlambatan (Delay Responsibility) 15 2.2.6. Komponen Biaya Proyek Konstruksi ... 15

2.2.6.1. Biaya Langsung Proyek Konstruksi ... 17

2.2.6.2. Biaya Tidak Langsung Proyek Konstruksi ... 17

2.2.7. Penelitian Sejenis ... 21

2.2.8. Analisis Faktor (Factor Analysis) ... 22

2.2.9. Tahapan Analisis Faktor ... 23

(6)

commit to user

x

2.2.11.Statistik ... 27

2.2.12.SPSS (Statistical Product and Service Solution) ... 31

2.2.13.Rancangan Kuisoner ... 32

2.2.14.Populasi dan Sampel Serta Jumlah Sampel ... 36

2.2.14.1. Populasi ... 36

3.5.Profil Responden, Profil Proyek, dan Persepsi Responden ... 42

3.6.Perancangan Kuisioner ... 43

3.7.Metode Analisis Data ... 44

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1.Tinjauan Umum ... 46

4.2.Deskripsi Lokasi Penelitian ... 47

4.3.Deskripsi Responden ... 47

4.3.1. Karekteristik Responden Berdasarkan Jabatan dalam Perusahaan ... 49

4.3.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja dalam Perusahaan ... 50

4.3.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 51

4.3.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 52

4.3.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

4.4. Deskripsi Proyek... 54

(7)

commit to user

xi

4.4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Nilai Kontrak

Proyek Konstruksi ... 55

4.4.3. Karakteristik Apakah dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi Sering Mengalami Keterlambatan ... 56

4.5. Analisis Data... 57

4.5.1. Uji Validitas dan Realibilitas... 59

4.5.1.1. Uji Validias ... 59

4.5.3. Uji Asumsi Klasik / Analisis Ekonometrik ... 66

4.5.4. Regresi Linier Berganda ... 72

4.5.5. Koefisien Determinasi Berganda ... 73

4.5.6. Pembahasan ... 74

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 76

5.2.Saran ... 77

PENUTUP ... xiv

DAFTAR PUSTAKA ... xv

LAMPIRAN ... xvii

Lampiran A Kuisioner Penelitian ... L-1

Lampiran B Tabel R dab Hasil Uji SPSS ... L-2

(8)

commit to user

xii

LAMPIRAN

(9)

commit to user

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Mengingat begitu rumit dan kompeksnya proyek konstruksi maka diperlukan

fungsi manajemen yang baik yaitu kegiatan perencanaan, kegiatan pelaksanaan,

dan kegiatan pengendalian. Suatu proyek dikategorikan sukses apabila tepat

biaya/anggaran, tepat mutu, dan tepat waktu. Ketiga kendala (constraint) ini

merupakan tolok ukur keberhasilan suatu proyek konstruksi.

Suatu proyek cenderung akan mengalami keterlambatan apabila perencanaan dan

pengendalian tidak dilakukan dengan tepat. Berbagai hal dapat terjadi dalam

proyek konstruksi yang dapat menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

sehingga peyelesaian proyek menjadi terlambat. Menurut Suyatno (2010) terjadi

keterlambatan peyelesaian proyek Pasar Kleco di wilayah Ska disebabkan

menurunnya produktivitas tenaga kerja karena bertepatan dengan bulan puasa,

butuhnya waktu untuk relokasi pedagang ke pasar darurat habis lebaran. Begitu

pula dengan keterlambatan yang terjadi pada proyek pembangunan di UNS yang

disebabkan oleh terlambatnya material, perubahan gambar/detail (Data Proyek

UNS dan DPU Surakarta tahun 2009).

Proyek sering mengalami keterlambatan. Jeleknya, keterlambatan proyek sering

berulang pada aspek yang dipengaruhi maupun faktor yang mempengaruhi karena

pelaku proyek sering menganggap remeh keterlambatan proyek dan tidak

menjadikan kejadian ini sebagai pelajaran dan pengalaman penting dalam

pelaksanaan proyek berikutnya. Keterlambatan proyek akan berdampak pada

aspek lain dalam proyek. Sebagai contoh, meningkatnya biaya untuk usaha

mempercepat pekerjaan dan betambahnya biaya overhead proyek. Dampak lain

yang juga sering terjadi adalah penurunan kualitas karena pekerjaan terpaksa

dilakukan lebih cepat dari yang seharusnya sehingga memungkinkan beberapa hal

teknis dilanggar demi mengurangi keterlambatan proyek

(10)

commit to user

Menurut Praboyo (1999), keterlambatan pelaksanaan proyek umumnya selalu

menimbulkan akibat yang merugikan baik bagi pemilik maupun kontraktor karena

dampak keterlambatan adalah konflik dan perdebatan tentang apa dan siapa yang

menjadi penyebab, juga tuntutan waktu, dan biaya tambah.

Keterlambatan pelaksanaan proyek memberikan pengaruh yang cukup berarti

terhadap biaya. Tambahan biaya yang harus disediakan oleh Penyedia Jasa baik

berupa biaya langsung dan biaya tidak langsung merupakan suatu keharusan

untuk mengejar keterlambatan pelaksanaan proyek demi nama baik sebuah

perusahaan. Tidak jarang ditemukan suatu proyek yang terkadang biaya tidak

langsungnya lebih besar dari biaya langsung. Biaya tidak langsung ini merupakan

biaya overhead, baik yang berkaitan dengan proyek atau kantor pusat.

Pada penelitian ini akan dianalisis mengenai faktor-faktor penyebab

keterlambatan pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi serta mengetahui

pengaruhnya terhadap biaya di wilayah kota Surakarta. Analisis terhadap

faktor-faktor penyebab keterlambatan ini penting supaya Penyedia Jasa dan pihak-pihak

yang terkait dalam jasa konstruksi dapat mengambil langkah dan solusi yang tepat

untuk mengatasi problem keterlambatan pelaksanaan pekerjaan yang sering

berulang dan berakibat pada peningkatan biaya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebab keterlambatan pelaksanaan

pekerjaan proyek konstruksi?

2. Bagaimana pengaruh dari faktor-faktor tersebut pada poin 1 terhadap

penggugunaan biaya?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah guna membatasi ruang lingkup penelitian, sebagai berikut :

1. Penelitian hanya dilakukan terhadap Peyedia Jasa dalam hal ini kontraktor

(11)

commit to user

Surakarta serta sudah pernah mengerjakan proyek pembangunan gedung

bertingkat dan proyek jalan.

2. Metode pengumpulan data dengan cara kuisioner dan tanya jawab.

3. Jumlah responden yg dibutuhkan yaitu 4 atau 5 kali jumlah faktor yang

dianalisis.

4. Analisis data menggunaan teknik Analisis Faktor dan Analisis Regresi Linier

Berganda dengan bantuann program SPSS v.17.00

1.4 Tujuan penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi dan mengklasifikasikan faktor-faktor penyebab

keterlambatan pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi

2. Menerangkan keterkaitan faktor keterlambatan tersebut terhadap biaya.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian skripsi ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Memberikan pengetahuan paling tidak informasi mengenai faktor-faktor

penyebab keterlambatan pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi serta

pengaruhnya terhadap penggunaan biaya. Dengan demikian diharapkan dapat

memberikan peluang bagi pengembangan penelitian berikutnya.

2. Manfaat Praktis

Memberikan pengetahuan dan informasi mengenai faktor-faktor yang

menyebabkan keterlambatan pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi yang

terjadi berulang kali dan berefek pada penambahan biaya. Dengan demikian

diharapkan para praktisi jasa konstruksi dalam hal ini kontraktor menyadari

pentingnya mengetahui faktor-faktor tersebut agar dapat menemukan solusi yg

(12)

commit to user

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Menurut sebuah survey yang dilakukan oleh Mehzer et al,1998 mengenai faktor

penyebab keterlambatan proyek konstruksi di Lebanon dari persepsi owner,

kontraktor dan perusahaan konsultan/arsitektur menemukan bahwa owner lebih

berfokus pada persoalan keuangan sedangakan kontraktor dengan permasalahan

kesepakatan kontrak dan konsultan menjadikan manajemen proyek sebagai

persoalan yang paling penting.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Kuwait melalui wawancara terhadap 450

perusahaan owner dan pengembang secara acak menyimpulkan bahwa faktor

utama penyebab keterlambatan penyelesaian proyek konstruksi adalah perubahan

rencana, masalah pembayaran oleh owner, dan kurangnya pengalaman owner

(Koushki et al, 2005).

Beberapa peneliti sudah menyelidiki dampak dari keterlambatan penyelesaian

proyek konstruksi dan menyimpulkan bahwa peningkatan biaya adalah dampak

utama dari keterlambatan (Sambasivan et al., 2007 ; Aibinu et al., 2002 ; Faridi et

al., 2006 ; Kaliba et al., 2009).

Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali

dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek serta melibatkan banyak

pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan banyaknya pihak

yang terlibat dalam proyek konstruksi maka potensi terjadinya konflik sangat

besar sehingga dapat dikatakan bahwa proyek konstruksi mengandung konflik

yang cukup tinggi (Wulfram I. Ervianto, 2005 : 11).

(13)

commit to user

Odeh et al, 2002 menyatakan kontraktor dan konsultan setuju bahwa campur

tangan owner, kontraktor yang kurang berpengalaman, masalah keuangan dan

pembayaran, produktifitas pekerja, pengambilan keputusan yang lambat,

perencanaan yang tidak tepat, dan subkontraktor yang tidak kualifikasi merupakan

sepuluh penyebab utama keterlambatan penyelesaian proyek konstruksi di Joran.

Assaf dan Al-Heiji (2006) mendiskusikan faktor keterlambatan dalam banyak

proyek konstruksi di Arab Saudi. Terdapat 73 faktor penyebab utama yang

teridentifikasi selama penelitian. Mereka menyimpulkan bahwa faktor utama

penyebab keterlambatan penyelesaian proyek konstruksi menurut persepsi owner,

kontraktor dan konsultan yaitu perubahan perencanaan.

Analisis faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu kelas prosedur,

utamanya digunakan untuk mereduksi data atau mengklasifikasikan, dari variable

yang banyak diubah menjadi sedikit variabel baru yang disebut faktor dan masih

memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original

variable) (J. Supranto, 2010 : 114).

Menurut Alifen et al, 2000 (Dalam I.A.Rai Widhiawati, 2009), keterlambatan

proyek seringkali menjadi sumber perselisihan dan tuntutan antara pemiik dan

kontraktor, sehingga akan menjadi sangat mahal nilainya baik ditinjau dari sisi

kontraktor maupun pemilik. Kontraktor akan terkena denda penalti sesuai dengan

kontrak, disamping itu kontraktor juga akan mengalami tambahan biaya overhead

selama proyek masih berlangsung. Dari sisi pemilik, keterlambatan proyek akan

mambawa dampak pengurangan pemasukan karena penundaan pengoperasian

fasilitasnya

Perkiraan biaya adalah seni memperkirakan (the art of approximating)

kemingkinan jumlah biaya yang diperlukan untuk suatu kegiatan yang didasarkan

atas informasi yang tersedia pada waktu itu (National Estimating Society-USA

(14)

commit to user

Menurut AACE (The American Association of Cost Engineer) cost engineering

adalah area dari kegiatan engineering dimana pengalaman dan pertimbangan

engineering dipakai pada aplikasi prinsip-prinsip teknik dan ilmu pengetahuan di

dalam masalah perkiraan biaya dan pengendalian biaya (Imam Soehatro, 1995)

Keterlambatan dari penyelesaian proyek konstruksi berpengaruh terhadap biaya

langsung proyek. Dalam kasus proyek pembangunan gedung dan fasilitas,

kesulitan meningkat ketika owner berasal dari pihak pemerintah. Dampak

keterlambatan dalam kasus ini termasuk dalam kekacauan peraturan rencana

pengembangan umun, gangguan terhadap rencana pencairan anggran dana pada

pemerintah dan ketidaknyamanan yang disebabkan oleh keterlambatan proyek

terhadap masyarakat. Keterlambatan yg terjadi dari sisi kontraktor menyebabkan

waktu penyelesaian proyek menjadi lebih lama, meningkatnya biaya overhead dan

menyebabkan kontraktor terjebak dalam proyek tersebut (Al-Kharashi dan

(15)

commit to user

2.2 Dasar Teori

2.2.1. Keterlambatan Proyek

Keterlambatan proyek konstruksi berarti betambahnya waktu pelaksanaan

penyelesaian proyek yang telah direncanakan dan tercantum dalam dokumen

kontrak. Penyelesaian pekerjaan tidak tepat waktu adalah merupakan kekurangan

dari tingkat produktifitas dan sudah barang tentu kesemuanya ini akan

mengakibatkan pemborosan dalam pembiayaan, baik berupa pembiayaan

langsung mapun tidak langsung. Peran aktif manajemen merupakan salah satu

kunci utama keberhasilan pengelolaan proyek. Pengkajian jadwal proyek

diperlukan untuk menentukan langkah perubahan mendasar agar keterlambatan

penyelesaian proyek dapat dihindari atau dikurangi.

Menurut Levis dan Atherley, 1996 (dalam Suyatno, 2010), jika suatu pekerjaan

sudah ditargetkan harus selesai pada waktu yang telah ditetapkan namun karena

suatu alasan tertentu tidak dapat dipenuhi maka dapat dikatakan pekerjaan itu

menglami keterlambatan. Hal ini akan berdampak pada perencanaan semula serta

pada masalah keuangan. Keterlambatan yang terjadi dalam suatu proyek

konstruksi akan memperpanjang durasi proyek atau meningkatnya biaya maupun

keduanya. Adapun dampak keterlambatan pada klilen atau owner adalah

hilangnya kesempatan untuk menempatkan sumber dayanya ke proyek lain,

meningkatkan biaya langsung yang dikeluarkan yang berarti bahwa bertambahnya

pengeluaran untuk gaji karyawan, sewa peralatan dan lain sebagainya serta

(16)

commit to user

2.2.2. Penyebab Keterlambatan

Menurut Kraiem dan Dickmann (dalam Praboyo, 1999), penyebab-penyebab

keterlambatan waktu pelaksanaan proyek dapat dikategorikan dalam 3 kelompok

besar yakni:

(1) Keterlambatan yang layak mendapatkan ganti rugi (Compensable Delay),

yakni keterlambatan yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan

pemilik proyek.

(2) Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (Non-Excusable Delay), yakni

keterlambatan yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan

pemilik proyek.

(3) Keterlambatan yang dapat dimaafkan (Excusable Delay), yakni keterlambatan

yang disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar kendali baik pemilk maupun

kontraktor.

Sedangkan menurut Ahmed et al, 2003 penyebab keterlambatan dibagi menjadi

dua kategori, yaitu ;

(1) Faktor Eksternal

(2) Faktor Internal

Faktor keterlambatan internal timbul dari empat pihak yang terlibat dalam proyek

pengadaan jasa konstruksi. Pihak-pihak tersebut yaitu owner, kontraktor,

konsultan perencana, dan konsultan pengawas sedangkan faktor keterlambatan

eksternal disebabkan pihak diluar keempat pihak tadi antara lain pemerintah,

supplier, dan cuaca.

Ahmed et al (2003) dan Alaghbari (2005) menyebutkan faktor-faktor penyebab

keterlambatan yang terjadi pada proyek-proyek konstruksi di Malaysia.

(1) Faktor yang disebabkan oleh kontraktor

a. Keterlambatan pengiriman material ke lokasi proyek

b. Kekurangan material di lapangan

(17)

commit to user

d. Tenaga kerja yang minim akan keahlian dan pengalaman

e. Kurangnya area kerja di lapangan

f. Produktivitas rendah

g. Masalah keuangan

h. Kurangnya koordinasi

i. Subkontraktor yang kurang ahli

j. Kekurangan peralatan di lapangan

k. Seitem manajemen yang lemah

(2) Faktor yang disebabkan oleh konsultan

a. Kurangnya tenaga ahli profesional

b. Kurangnya pengalaman konsultan

c. Kurangnya pengalaman dan keahlian di bidang manajemen dan

pengawasan

d. Lambat dalam pengawasan dan pengambilan keputusan

e. Dikumen yang tidak lengkap

f. Lambat dalam memberikan perintah

(3) Faktor yang disebkan oleh owner

a. Belum menguasai bidang pekerjaan

b. Lambat dalam membuat keputusan

c. Kurangnya koordinasi dengan kontraktor

d. Perubahan kontrak (adanya pruabahan rencana dan spesifikasi)

e. Masalah keuangan (keterlambatan pembayaran, kesulitan keuangan, dan

masalah ekonomi)

(4) Faktor Eksternal

a. Tidak tersedianya material/bahan di pasar

b. Tidak tersedianya peralatan

c. Kondisi cuaca yang buruk

d. Lokasi/area proyek yang buruk

e. Keadaan ekonomi yang buruk (inflasi, nilai mata uang melemah, dll)

f. Perubahan peraturan dari pemerintah

(18)

commit to user

2.2.3. Jenis-Jenis Keterlambatan (Type of Delays)

Menurut Ahmed et al, 2003 keterlambatan dikelompokkan menjadi tiga kategori

sesuai dengan kesepakatan kontrak, yaitu :

(1) Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (non-excusable delays)

(2) Keterlambatan yang dapat dimaafkan tetapi tidak layak mendapat ganti rugi

(excusable non-compensable delays)

(3) Keterlambatan yang dapat dimaafkan dan layak mendapat ganti rugi

(excusable compensable delays), dan

(4) Keterlambatan yang terjadi bersamaan (concurrent delays)

Secara umum, keterlambatan dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu :

(1) Keterlambatan yang tidak dapat dan dapat dimaafkan (excusable and

non-excusable delays)

(2) Keterlambatan yang layak dan tidak layak mendapat ganti rugi (compensable

and non-compensable delays), dan

(3) Keterlambatan yang terjadi bersamaan (concurrent delays)

Compensable Delays

Compensable delays pada umumnya disebabkan oleh owner dan perwakilannya.

Penyebab yang paling utama dari compensable delays yaitu ketidaksesuaian

gambar dan spesifikasi, compensable delay dapat juga timbul karena kegagalam

owner dalam memberikan gambar kerja secara tepat, perubahan desain dan

material oleh owner. Kontraktor berhak mendapatkan tambahan biaya dan waktu

sebagai akibat dari compensable delay oleh owner (Alaghbari, 2005).

Non-Excusable Delays

Keterlambatan yang disebabkan oleh kontraktor, subkontraktor dan supplier

bukan owner. Kontraktor berhak mendapat kompensasi ganti rugi dari

subkontraktor dan supplier bukan dari owner. Oleh kerna itu, non-excusable

delays tidak mendapat biaya dan waktu tambahan dari pihak owner (Alaghbari,

(19)

commit to user

Excusable Delays

Excusable delays dikenal juga sebagai “force majeure delays yang merupakan

jenis keterlambatan yang ketiga. Keterlambatan ini juga sering disebut “act of

God”.Pada kontrak sering dinyatakan bahwa kontraktor berhak mendapatkan

tambahan waktu dalam penyelesaian proyek jika keterlambatan disebabkan oleh

excusable delays tapi tidak mendapat tambahan biaya (Alaghbari, 2005).

Concurrent Delays

Yaitu keterlambatan yang disebabkan oleh beberapa penyebab secara bersamaan

dan faktor keterlambatan ini identik. Oleh karena keterlambatan ini terjadi

bersamaan dalam suatu periode waktu maka menyebabkan kesulitan untuk

menghitung jumlah waktu dan biaya yang dibutuhkan sebagai dampak dari

keterlambatan ini (Alaghbari, 2005).

2.2.4. Dampak Keterlambatan

Menurut Levis dan Atherley, 1996 (dalam Suyatno, 2010), keterlambatan akan

berdampak pada perencanaan semula serta pada masalah keuangan.

Keterlamabatan dalam suatu proyek konstruksi akan memperpanjang durasi

proyek atau meningkatnya biaya maupun keduanya. Adapun dampak

keterlambatan pada owner adalah hilangnya potensial income dari fasilitas yang

dibangun tidak sesuai waktu yang ditetepkan, sedangkan pada kontraktor adalah

hilangnya kesempatan untuk mendapatkan sumber dayanya ke proyek lain,

meningkatnya biaya tidak langsung (indirect cost) karena bertambahnya

pengeluaran untuk gaji karyawan, sewa peralatan serta mengurangi keuntungan.

Obrien JJ, 1976 (dalam Suyatno, 2010), menyimpulkan bahwa dampak

keterlambatan menimbulkan kerugian :

1. Bagi pemilik, keterlambatan menyebabkan kehilangan penghasilan dari

bangunan yang seharusnya sudah bisa digunakan atau disewakan.

2. Bagi kontraktor, keterlambatan penyelesaian proyek berarti naiknya overhead

(20)

commit to user

kemungkinan naiknya harga karena inflasi dan naiknya upah buruh, juga akan

tertahannya modal kontraktor yang kemungkinan besar dapat dipakai untuk

proyek lain.

3. Bagi konsultan, keterlambatan akan mengalami kerugian waktu, karena

dengan adanya keterlambatan tersebut konsultan yang bersangkutan akan

terhambat dalam mengagendakan proyek lainnya.

Berdasarkan hasil laporan (proceeding) konferensi sains mengenai keterlambatan

peyelesaian proyek konstruksi di Malaysia menyimpulkan bahwa terdapat enam

dampak/efek yang diakibatkan dari keterlambatan penyelesaian proyek tersebut.

Keenam dampak/efek itu antara lain (1) Tambahan Waktu (Time Overrun), (2)

Tambahan Biayan (Cost Overrun), (3) Perselisihan (Dispute), (4) Arbitrasi

(Arbitration), (5) Proses Pengadilan (Litigation), (6) Keadaan tertinggal

(Abandonment) (Mohammad Abedi, PhD., Professor. Dr. Mohammad Fadhil

Mohamad., Dr. Mohammad Syazli Fathi).

(1) Time Overrun

Murali et al (2007) mengungkapkan bahwa faktor keterlambatan yang

berhubungan dengan kontraktor dan owner seperti kurangnya pengalaman

kerja kontraktor dan banyaknya campur tangan owner sehingga menimbulkan

peningkatan durasi/waktu pengerjaan proyek. Di samping itu, Aibinu dan

Jagboro (2002) mempelajari dan menyimpulkan bahwa dampak utama dari

keterlambatan proyek adalah bertambahnya durasi.

(2) Cost Overrun

Mengenai cost overrun Koushki et al.,(2005) mengidentifikasi tiga peyebab

utama keterlambatan proyek, yaitu masalah intern kontraktor, masalah

material, masalah keuangan oleh owner sedangkan Wiguna dan Scott (2005)

mengidentifikasi faktor utama yang menyebabkan keterlambatan, yaitu

inflasi/kenaikan harga material, perubahan desain oleh owner, cuaca buruk,

(21)

commit to user

(3) Disputes

Perselisihan atau sengketa merupakan dampak utama dari keterlambatan

penyelesaian proyek konstruksi yang bisa disebabkan oleh berbagai pihak

seperti kontraktor, konsultan, owner, maupun pihak luar. Kurangnya

komunikasi menyebabkan perbedaan persepsi, konflik,dan perselisihan. Oleh

karena itu sebagai seorang mamajer proyek harus memiliki kemempuan

komunikasi yang baik dalam menjalankan sebuah proyek. Menurut Murali et

al.,(2007) factor kurangnya komunikasi yang baik antara berbagai pihak,

kondisi lapangan yang tak terduga, keterlambatan pembayaran untuk

penyelesaian pekerjaan, metode konstruksi yang kurang tepat, keterlambatan

yang disebabkan oleh subkontraktor dan ketidak sesuaian dengan isi dokumen

kontrak akan menimbulkan perselisihan antar berbagai pihak. Selanjutnya

apabila perselisihan tidak dapat diselesaiakan secara damai dapat

menyebabkan arbitrasi dan penyelesaian melalui proses pengadilan.

(4) Arbitration

Menurut Murali et al., (2007) keterlambatan yang disebabkan oleh pihak

kontraktor maupun owner yang meliputi perubahan rencana, kesalahan atau

ketidak sesuaian dengan isi dokumen kontrak dan kurangnya komunikasi

antara berbagai pihak dapat menimbulkan perselisihan yang akan

diselesaiakan melalui proses arbitrasi. Untuk keadaan ini dibutuhkan pihak

ketiga yang dapat menyelasaiakan perselisihan secara damai tanpa harus

proses pengadilan.

(5) Litigation

Menurut Murali et al., (2007) ketika keterlambatan yang disebabkan oleh

owner, kontraktor, pekerja, eksternal, dan hubungan kontrak misalnya

keterlambatan dalam pembayaran penyelesaian pekerjaan, masalah kondisi

lapangan, dan kurangnya tenaga kerja yang menimbulkan perselisihan dan

harus diselesaikan melalui proses pengadilan. Pihak-pihak yang terlibat pada

proyek konstruksi menggunakan proses pengadilan sebagai alternatif terakhir

(22)

commit to user

(6) Abandonment

Dampak yang paling merugikan dari keterlambatan penyelesaian proyek

adalah abondemen yang dapat terjadi sementara atau bila kondisi proyek

memburuk bisa terjadi selama proses konstruksi. Penyebab utamanya adalah

berbagai pihak yang terlibat dalam proyek dan menjadi dampak utama dari

keterlambatan proyek. Aibinu dan Jagboro (2002) mempelajari dampak dari

keterlambatan penyelesaian proyek pada industry konstruksi di Nigeria.

Mereka menyimpulkan bahwa total abandonment merupakan dampak utama

dari keterlambatan peyelesaian proyek.

Kesimpulan (Finding)

Dari semua ulasan literature di atas didapat enam dampak dari keterlambatan

penyelesaian proyek yang digambarkan dalam diagram tulang ikan di bawah ini.

Gambar 2.1 Diagram Tulang Ikan Dampak Keterlambatan Penyelesaian

Proyek

Time Overrun Cost Overrun Dispute

Abandonment Litigation

Arbitration

Effect of Delays

Fish-Bone Diagram of six effect of the construction delays

(23)

commit to user

2.2.5. Pertanggungjawaban Keterlambatan (Delay Responsibility)

Menurut Ahmed et al, 2003 pertanggungjawaban keterlambatan berhungungan

dengan kinerja kontraktor yang layak mendapat apresiasi atau seballiknya

kontraktor harus dikenakan biaya dan waktu tambahan untuk menyelesaiakan

proyek sebagai dampak keterlambatan yang disebabkannya.

Pihak-pihak yang bertanggung jawab dikategorikan menjadi :

(1) Tanggung jawab owner (pemilik) : kontraktor berhak atas tambahan waktu

dan biaya

(2) Tanggung jawab kontraktor dan subkontraktor : kontraktor harus

melakukan perbaikan atas kegagalan fisik bangunan atas kinerjanya dan

bisa mendapat penalty.

(3) Pihak lain (Act of God) : kontraktor akan mendapatkan tambahan waktu

untuk menyelesaikan proyek tetapi tidak untuk biaya. Serta kegagalan fifik

yang disebabkan oleh “act of God” tidak menyebabkan penalty bagi

kontraktor.

2.2.6. Komponen Biaya Proyek Konstruksi

Pada perencanaan dan pelaksanaan suatu proyek konstruksi, komponen yang

terkait di dalamnya adalah biaya, mutu, dan waktu. Ketiga komponen tersebut

merupakan suatu batasan yang harus dipenuhi oleh kontraktor. Ketiga batasan

diatas disebut sebagai kendala (triple constraint) (Ahuja ; Dozzi ; Abourizk,

1994). Terkait dengan penjelasan di atas, komponen terpenting dari ketiga batasan

di atas adalah biaya. Hal ini berkaitan langsung dengan terlaksana atau tidaknya

suatu proyek. Dalam proses pelelangan pun kontraktor harus dapat mengestimasi

biaya proyek sebaik mungkin agar dapat bersaing dengan kontraktor lainnya.

Setelah proyek konstruksi dimenangkan, maka langkah selanjutnya yang harus

dilakukan oleh kontraktor adalah mengupayakan pengawasan dan pengendalian

(24)

commit to user

perencanaan sebelumnya. Rekayasa biaya konstruksi (cost engineering) adalah

area dari kegiatan engineering dimana pengalaman dan pertimbangan engineering

dipakai pada aplikasi prinsip-prinsip teknik dan ilmu pengetahuan dalam masalah

perkiraan biaya, rencana bisnis dan pengetahuan manajemen, analisa keuangan,

manajemen proyek, perencanaan dan penjadwalan (AACE International, 1992).

Dalam melakukan estimasi biaya proyek secara keseluruhan tentunya memiliki

komponen-komponen yang menentukan besaran total biaya proyek tersebut.

Menurut AACE International tahun 1992, struktur dari biaya konstruksi terdiri

dari dua komponen utama, yaitu biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak

langsung (indirect cost).

Menurut Direktorat Bina Marga dalam Panduan Analisis Harga Satuan (PAHS)

(2006), komponen estimasi biaya konstruksi adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Diagram Estimasi Biaya Konstruksi

Dari kedua jenis struktur biaya konstruksi, terdapat perbedaan yang mencolok.

Pada struktur estimasi biaya yang dimiliki oleh AACE memperlihatkan lebih

A : Biaya Langsung A : Biaya Tidak Langsung

(25)

commit to user

detail jika dibandingkan dengan PAHS. Terlihat pada komponen-komponen biaya

tidak langsung, yaitu adanya pemisahan antara komponen overhead dan kondisi

umum (general condition). Sedangkan pada PAHS biaya umum masuk ke dalam

overhead.

2.2.6.1. Biaya Langsung Proyek Konstruksi

Biaya langsung proyek konstruksi adalah komponen biaya yang berkaitan

langsung dengan volume pekerjaan yang tertera dalam item pembayaran atau

komponen hasil akhir proyek berdasarkan gambar rencana dan spesifikasi teknis

dalam kontrak konstruksi. Komponen biaya langsung terdiri dari biaya upah

tenaga kerja, operasi peralatan, material, dan semua biaya yang berada di bawah

kendali sub-kontraktor (AACE, 19092)

Biaya langsung adalah semua biaya yang menjadi komponen permanen hasil akhir

proyek, terdiri dari biaya material, biaya peralatan, biaya upah tenaga kerja dan

biaya subkontraktor (Oberlender dan Peurifoy, 2002)

2.2.6.2. Biaya Tidak Langsung Proyek Konstruksi

Biaya tidak langsung proyek konstruksi adalah biaya yang tidak berkaitan secara

langsung dalam pelaksanaan proyek konstruksi. Biaya tidak langsung

dialokasikan untuk pekerjaan yang berdasarkan pada beberapa komponen biaya

langsung seperti waktu penyelesaian pekerjaan, biaya material atau keduanya

(AACE, 1992).

Menurut Oberlender dan Peurifoy (2002) biaya tidak langsung adalah semua

biaya yang mendukung pekerjaan tetapi tidak tercantum dalam mata pembayaran

seperti biaya overhead (general overhead dan project overhead), contingencies

dan keuntungan (profit).

Komponen-komponen biaya tidak langsung menurut AACE International-the

Association for the Advancement of Cost Engineering Tahun 1992 adalah sebagai

(26)

commit to user

1. Pajak (Taxes)

Pajak yang termasuk dalam komponen biaya tidak langsung

bermacam-macam, yaitu pajak material, pajak peralatan, pajak pekerja, dsb. Nilai pajak

bervariasi secara signifikan tergantung dari lokasi dan status pajak owner. Pada

umumnya mereka mempunyai catalog secara terpisah untuk memfasilitasi

kegiatan keuangan.

2. Kondisi Umum (General Condition)

Persyaratan umum kontrak menetapkan dan mendefinisikan hak dan kewajiban

dari tiap pihak yang terlibat dalam kontrak dan membuat peraturan-peraturan

proyek yang bersifat non teknis atau administratif. Peraturan ini masih bersifat

umum dan tergantung dari karakteristik proyek.

Hal yang termasuk ke dalam kondisi umum adalah pekerjaan yang tidak

terdapat dalam dokumen kontrak yang harus dilaksanakan oleh kontraktor guna

menunjang kegiatan konstruksi yang akan dilakukan sesuai dengan dokumen

kontrak. Sebagai contoh adalah pekerjaan pembangunan jalan akses menuju

lokasi proyek. Jika terdapat di dalam spesifikasi pekerjaan dalam dokumen

kontrak, maka pekerjaan pembangunan jalan akses tersebut masuk ke dalam

kondisi umum. Selain itu yang termasuk ke dalam kondisi umum salah satunya

adalah eskalasi. Eskalasi adalah kenaikan biaya dari suatu barang dan jasa yang

diakibatkan karena faktor inflasi. Eskalasi berpengaruh pada biaya proyek dan

pada umumnya dihitung dengan rumus tertentu sesuai dengan peraturan yang

ada dan telah disepakati sebelumnya oleh kontraktor dan owner.

3. Biaya Risiko (Risk)

Elemen risiko terdiri dari dua kategori, yaitu :

a. Keuntungan (Profit)

Keuntungan adalah sejumlah uang yang oleh kontraktor dimasukkan ke

dalam harga sebagai kompensasi risiko, upaya, dan usaha untuk

menjalankan sebuah proyek, keuntungan sebenarnya adalah “sisa” dari uang

(27)

commit to user

langgsung maupun tidak langsung) pada suatu proyek. Jumlah keuntungan

yang akan ditambahkan adalah sangat subjektif dan tergantung pada

pertimbangan seperti kompetisi, seberapa penting proyek, pasar kerja,

kondisi pasar lokal dan ekonomi.

b. Biaya Tak Terduga (Contigency Fee)

Biaya tak terduga adalah sejumlah nilai yang dimasukkan ke dalam estimasi

bilamana terjadi perubahan atau penambahan biaya proyek yang diperlukan

berdasarkan pengalaman. Biaya tak terduga dapat dihitung melalui analisis

statistic proyek dimasa lalu dengan menerapkan biaya atau pengalaman

yang diperoleh pada proyek-proyek sejenis. Hal ini biasanya tidak termasuk

perubahan kejadian tidak terduga yang besar seperti pemogokan atau gempa

bumi. Biaya tak terduga mencakup biaya yang mungkin disebabkan oleh

disain yang tidak lengkap, kondisi yang tak terduga, atau ketidakpastian

dalam lingkup proyek yang ditetapkan. Jumlah kontigensi akan tergantung

pada status desain, pengadaan, dan konstruksi serta kompleksitas dan

ketidakpastian dari bagian komponen proyek. Menurut Kamus Besar Bahas

Indonesia (2011), contingency adalah tak terduga, kemungkinan atau

ketidaktentuan. Sedangkan contingency fee adalah biaya tak terduga.

Menurut Oberlender dan Peurifoy (2002) dalam Estimating Construction

Cost, contingency adalah komponen yang diperlukan dalam suatu estimasi.

Contingency dimasukkan ke dalam estimasi berdasarkan pada

ketidakpastian (uncertainty) seperti harga satuan, eskalasi/kenaikan jadwal,

kelalaian, dan kesalahan dakam pelaksanaan proyek. Dalam pengertian

sederhana, contingency adalah sejumlah uang yang ditambahkan ke dalam

estimasi awal yang bertujuan untuk memperoleh prediksi biaya total proyek

(28)

commit to user

Menurut Oberlender dan Peurifoy (2002), komponen biaya tidak langsung dalam

estimasi biaya konstruksi pada estimasi secara rinci, yaitu:

1. Biaya Overhead, dibagi atas:

a. General Overhead/Overhead Kantor

Merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk operasional perusahaan ke

dalam paket pekerjaan seperti sewa kantor, gaji dan segala tunjangan

direksi, karyawan (fasilitas karyawan, asuransi), biaya utilitas (listrik, air,

telepon, retribusi lainnya), pemasaran, depresiasi.

b. Project Overhead/Overhead Proyek

Merupakan biaya tidak langsung yang dikeluarkan untuk keperluan proyek

dan dialokasikan proporsional terhadap paket pekerjaan seperti biaya untuk

melakukan estimasi, biaya mengikuti tender, biaya untuk jaminan proyek

(Bid Bond, Performance Bond), biaya asuransi tenaga kerja, peralatan,

material, perijinan, biaya utilitas proyek.

2. Contingencies (Kontijensi)

Biaya ini dialokasikan untuk mengantisipasi atas kekurangan informasi dan

kesalahan dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh sehingga

menimbulkan suatu ketidakpastian (uncertainty). Hal ini dapat menjadi salah

satu risiko yang akan dihadapi dalam pelaksanaan nantinya. Sebaiknya

pengalokasian biaya kontijensi diminimalkan dengan melakukan estimasi

dengan sebaik-baiknya dengan melengkapi ketidakjelasan atau kekurangan

informasi tersebut dengan menyatakan langsung kepada untuk mendapatkan

(29)

commit to user

3. Keuntungan (Profit)

Tujuan estimator dalam menganalisis keuntungan adalah mengharapkan

keuntungan yang maksimal. Keuntungan dapat diartikan sebagai suatu yang

diperoleh atas risiko yang dihadapi. Besarnya nilai keuntungan dapat

ditambahkan pada nilai estimasi yang dibuat.

2.2.7. Penelitian Sejenis

Beberapa penelitian sejenis yang sudah dilakukan yaitu oleh Budiman Praboyo.,

1999 ; I.A. Rai Widhiawati., 2009 ; Suyatno., 2010.

(1) Penelitian yang dilakukan oleh Budiman Praboyo (1999) bertujuan untuk

menemukan faktor-faktor yang sangat berperan atau mendominasi sebagai

penyebab keterlambatan penyelesaian proyek konstruksi di wilayah

Surabaya, dengan maksud agar proses perencanaan dan penjadwalan

proyek konstruksi dapat dilakuakan dengan lebih lengkap dan cermat,

sehingga keterlambatan sedapat mungkin dihindarkan atau dikendalikan.

(2) I.A. Rai Widhiawati (2009) bertujuan untuk mengetahui penyebab utama

dari keterlambatan penyelesaian proyek konstruksi yang berada di

Kotamadya Denpasar.

(3) Suyatno (2010) bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab

keterlambatan penyelesaian proyek yang berada di Kotamadya Surakarta

dan untuk mengetahui peringkat (rangking) menurut persepsi penyedia

(30)

commit to user

2.2.8. Analisis Faktor (Faktor Analysis)

Analisis faktor merupakan suatu kelas prosedur yang dipergunakan untuk

mereduksi dan mengklasifikasikan data. Istilah yang digunakan dalam analisis

faktor antara lain:

1. Communality adalah jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel

dengan seluruh variabel lainnya dalam abalisis. Bisa juga disebut proporsi

atau bagian varian yang dijelaskan oleh common faktor atau besarnya

sumbangan suatu faktor terhadap vrian seluruh variabel.

2. Eigenvalue merupakan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor.

3. Factor loadings ialah korelasi sederhana antara variabel dengan factor.

4. Factor loading plot adalah suatu plot dari variabel asli dengan menggunakan

factor loading sebagai koordinat.

5. Faktor matrix yang memuat semua factor loading dari semua variabel dari

semua factor extracted.

6. Faktor scores merupakan skor komposit yang disetimasi untuk setiap

responden pada factor turunan (derived factors)

7. Kaiser-Mayer-Olkin (KMO) measure of sampling adequacy merupakan suatu

indeks yang dipergunakan untuk meneliti ketepatan analisis faktor

8. Percentage of varience merupakan persentse varian total yang disumbangkan

oleh setiap faktor.

9. Residuals merupakan perbedaan antara korelasi yang terobservasi berdasrkan

input correlation matrix dan korelasi hasil reproduksi yang diperkirakan oleh

matriks faktor .

10. Scree plot merupakan plot dari eigen value sebagai sumbu tegak (vertical)

dan banyaknya factor sebagai sumbu datar, untuk menentukan banyaknya

(31)

commit to user

2.2.9. Tahapan Analisis Faktor

Langkah-langkah yang diperlukan di dalam analisis faktor antara lain:

Sumber : Analisis Multivariat Arti dan Interpretasi,

Prof. J. Supranto, M.A, APU, 2010

Gambar 2.3 Diagram Prosedur Analisis Faktor

Merumuskan Masalah

Interpretasikan Faktor Lakukan Rotasi Bentuk Matriks Korelasi

Tentukan Metode Analisis Faktor

Pilih Variabel Surrogate

(32)

commit to user

Ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam analisis faktor yaitu:

1. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah meliputi beberapa kegiatan. Pertama, tujuan analisis

faktor harus dikenali. Variabel yang tercakup dalam analisis harus

disebutkan secara khusus berdasarkan penelitian sebelumnya (past

research), teori, dan pertimbangan subjektif dari peneliti. Variabel harus

benar-benar diukur secara tepat diukur pada skala interval atau rasio.

Besarnya sampel harus tepat. Sebagai petunjuk umum besarnya sampel (n)

paling sedikit empat atau lima kali banyaknya variabel.

2. Bentuk Matriks Korelasi

Proses analisis didasarkan pada suatu matriks korelasi antar-variabel.

Pendalaman yang berharga dapat diperoleh dari suatu pengkajian pada

matriks korelasi ini. Agar anlisis faktor bisa menjadi tepat,

variabel-variabel yang dikumpulkan harus berkorelasi. Kalau korelasi

antar-variabel memang kecil (hubungan lemah) analisis faktor menjadi tidak

tepat. Kita juga mengharap bahwa variabel-variabel tersebut mempunyai

korelasi tinggi antar variabel dan korelasi yang tinggi dengan factor-faktor.

Statistik formal tersedia untuk menguji ketepatan model faktor. Bartlett’s

test of sphericity bisa digunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel

tak berkorelasi di dalam populasi. Uji statistik untuk sphericity didasarkan

pada suatu transformasi Kaiskwer (chi-square) dari determinan matriks

korelasi. Uji statistik lainnya yang berguna adalah the Kaiser-Mayer Olkin

(KMO) mengukur sampling adequacy. Indeks ini membandingkan

besarnya nilai koefisien korelasi yang dihitung (the observed correlation

coefficients) dengan besarnya koefisien korelasi parsial. Nilai KMO yang

kecil menunjukkan bahwa korelasi antara pasangan variabel tidak bisa

(33)

commit to user

3. Tentukan Metode Analisis Faktor

Ada dua metode dalam analisis faktor dan salah satu harus dipilih atau

keduanya dipergunakan untuk perbandingan. Kedua metode itu yaitu

principal component analysis dan common factor analysis. Di dalam

principal component analysis (PCA) the total variance di dalam data yang

diperhatikan yaitu diagonal matriks korelasi, setiap elemennya sebesar 1

(satu) dan full variance dipergunakan untuk dasar pembentukan factor,

yaitu variabel-variabel baru sebagai pengganti variabel-variabel lama,

yang jumlahnya lebih sedikit dan tidak lagi berkorelasi satu sama lain,

seperti variabel-variabel asli yang memang saling berkorelasi. PCA

dianjurkan kalau tujuannya akan memperkecil jumlah variabel asli

(variabel awal) dan akan dipergunakan untuk membuat analisis

multivariate lainnya, misalnya untuk membuat analisis regresi linear

berganda atau analisis diskriminan.

4. Lakukan Rotasi

Output terpenting dari analisis faktor ialah matrix factor atau matriks

faktor pola (factor pattern matrix). Matriks faktor membuat koefisien yang

dipergunakan untuk mengekpresikan variabel yang dibakukan dinyatakan

dalam faktor (used to express the standardized variables in term of the

factors). Koefisien ini merupakan factor loading, mewakili koefisien

korelasi antara faktor dengan variabel. Koefisien dengan nilai mutlak

(absolute) yang besar menunjukkan bahwa faktor dan variabel sangat

terkait (closely related). Koefisien dari matriks faktor dapat dipergunakan

untuk menginterpretasi faktor.

Walaupun matriks faktor (komponen) awal atau yang belum dirotasi

menunjukkan hubungan antara faktor (komponen) dengan variabel secara

individu, akan tetapi masih sulit diambil kesimpulannya tentang

banyaknya faktor yang bisa diekstraksi, hal ini disebabkan karena faktor

(komponen) berkorelasi dengan banyak variabel atau sebaliknya variabel

(34)

commit to user

5. Interpretasi Faktor

Interpretasi mengenai faktor bisa dipermudah dengan mengenali

(mengidentifikasi) variabel yang mempunyai nilai loading yang besar pada

faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian bisa diinterpretasikan menurut

variabel-variabel yang mempunyai nilai loading yang tinggi dengan faktor

tersebut. Bantuan di dalam interpretasi yang berguna lainnya adalah

mengeplot variabel dengan menggunakan factor loading sebagai titik

koordinat.

6. Pilih Variabel Surrogate dan Hitung Skor Faktor

Surrogate variable merupkan suatu subset variabel asli/awal yang dipilih

untuk dipergunakan di dalam analisis multivariate lebih lanjut. Jadi, kalau

peneliti tidak menggunakan faktor/komponen sebagai variabel baru, bisa

menggunakan variabel surrogate sebagai penggantinya di dalam analisis

regresi linier berganda dan analisis diskriminan.

Kalau analisis faktor akan dilanjutkan menjadi analisis regresi linier

berganda, dirasa perlu untuk menghitung factor scores untuk setiap

responden (objek penelitian) akan tetapi kalau tujuan analisis faktor hanya

untuk mereduksi, dari banyak variabel asli/awal menjadi sedikit variabel

yang disebut faktor atau komponen, maka perhitungan nilai/skor tidak

diperlukan.

2.2.10. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu

faktor-faktor penyebab keterlambatan penyelesaian proyek konstruksi (X)

terhadap variabel dependen yaitu faktor penggunaan biaya akibat keterlambatan

tersebut (Y) dengan rumus :

)骀) 骀 骀 ⋯ 骀 ⋯ 骀 …………...(1)

(35)

commit to user Dimana :

.

2.2.11. Statistik

a) Uji Validitas

Menurut Azwar, 1994 : 118 (dalam Agus Winarno, 2011), validitas adalah

seberapa cermat suatu kuisioner melakukan fungsi ukurnya. Sebuah kuisioner bisa

dikatakan valid jika kuisioner tersebut benar-benar mengukur apa yang harus

diukur. Pengukuran validitas ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara

total jawaban responden terhadap setiap pertanyaan. Pengolahan data dengan

menggunkan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solution)

versi 19.00

Tinggi rendahnya validitas suatu angket dihitung dengan teknik korelasi, dengan

rumus :

∑骀 ∑骀 ∑

∑骀 ∑骀 ∑ ∑

………..……….………...(2)

Dimana :

r = Koefisien korelasi setiap variabel

N = Jumlah sampel

Y = Faktor penggunaan biaya akibat keterlambatan

X1,X2,X3,…Xk = Faktor-faktor penyebab keterlambatan

b0 = Konstanta

b1,b2,b3,…bk = koefisien regresi variabel X1,X2,X3,…Xk

(36)

commit to user X = Skor masing-masing item

Y = Skor total

Kriteria uji validitas secara singkat adalah (rule of tumb) adalah 0,3. Jika korelasi

sudah lebih besar dari 0,3 maka kuisioner atau pertanyaan yang dibuat

dikategorikan sahih/valid. (Bambang Setiaji, 2008 : 25)

b) Uji Reliabilitas

Yang dimaksud dengan reliabilitas adalah derajat ketepatan, ketelitian atau

keakuratan yang ditunjukkan oleh instrument pengukuran. Selain itu, juga untuk

memastikan bahwa responden cukup konsisten dalam memberikan jawaban

(reliabilitas). Analisis keandalan butir bertujuan untuk menguji konsistensi

butir-butir pertanyaan dalam mengungkap indicator. Reliabilitas test dapat

diestimasikan dengan menggunakan analasis Alpha Cronbach, dengan rumus

(Husein, 2003 : 96)

)) )

)

………...….(3)

Menurut Santoso dan Ashari (2005 : 251) bahwa penelitian responden dianggap

reliabel jika mencapai alpha lebih besar dari 0,6. Pengolahan data dengan

menggunakan bantuan program SPSS versi 19.00 Dimana :

r11 =Reabilitas yang dicari

K = Banyaknya butir pertanyaan

∑αb2

= Jumlah varian butir

∑αt2

(37)

commit to user

c) Analisis Ekonometrik (Pengujian Model) pada Regresi Linier Berganda

Setelah model kita peroleh, maka kita harus menguji moel tersebut sedah termauk

BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) atau tidak. Suatu model dikatakan BLUE

bila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Linieritas

Untuk menguji linieritas hubungan 2 variabel maka kita harus membuat diagram

pencar (scatter plot) antara 2 variabel tersebut. Dari sini bisa terlihat apakah

titik-titik data membentuk pola linier atau tidak.

Ada satu metode lagi yang dapat menguji kelinieran model yang terbentuk, yaitu

membuat plot residual terhadap harga prediksi. Jika grafik antara

harga-harga prediksi dan harga-harga-harga-harga residual tidak membentuk suatu pola tertentu

(parabola, kubik, dan sebagainya) maka asumsi linieritas terpenuhi. Jika asumsi

linieritas terpenuhi maka residual-tresidual akan didistribusikan secara random

dan akan terkumpul di sekitar garis lurus yang melalui titik 0.

2. Heterokedastisitas (Perbedaan Varians)

Salah satu asumsi dalam regresi berganda adalah uji heterokedastisitas. Asumsi

heterokedastisitas adalah asumsi dalam regresi dimana varians dari residual tidak

sama untuk satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Dalam regresi, salah satu

asumsi yang harus dipenuhi adalah bahwa varians dari residual dari satu

pengamatan ke pengamatan yang lain tidak memiliki pola tertentu. Pola yang

tidak sama ini ditunjukkan dengan nilai yang tidak sama antar satu varians dari

residual. Gejala varians yang tidak sama ini disebut dengan gejala

heterokedastisitas, sedangkan adanya gejala varians residual yang sama dari satu

pengamatan ke pengamatan yang lain disebut dengan homokedastisitas. Salah satu

metode visual untuk menguji heterokedastisitas ini adalah dengan melihat

(38)

commit to user 3. Autokorelasi

Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam regresi dimana variabel

dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri. Maksud korelasi dengan diri

sendiri adalah bahwa nilai dari variabel dependen tidak berhubungan dengan nilai

variabel itu sendiri, baik nilai periode sebelumnya atau nilai periode sesudahnya.

Untuk mendeteksi gejala autokorelasi kita menggunakan uji Durbin-Watson

(DW). Uji ini menghasilkan nilai DW hitung (d) dan nilai DW tabel (dL & du).

Aturan pengujiannya adalah:

d<dL : Terjadi masalah autokorelasi yang positif yang perlu perbaikan

dL<d<du : ada maaslah autokorelasi positif tetapi lemah, dimana perbaikan

akan lebih baik

du<d<4-du : tidak ada masalah autokorelasi

4-du<d<4-dL : masalah autokorelasi lemah, dimana dengan perbaikan akan lebih

baik

4-dL<d : masalah auotkorelasi serius

4. Multikolinieritas

Multikolinieritas berarti ada hubungan linier yang “sempurna” (pasti) di antara

beberapa atau semua variabel independent dari model regresi. Gejala

multikolinieritas adalah gejala korelasi antarvariabel independen. Apabila terjadi

gejala multikolinierita, salah satu langkah untuk memperbaiki model adalah

dengan menghilangkan variabel dari model regresi, sehingga bisa dipilih model

yang paling baik. Untuk memperoleh model yang terbaik ini kita bisa melakukan

langkah pemilihan variabel seperti dengan metode Stepwise, Forward, dan

Backwise.

(39)

commit to user 5. Normalitas

Salah satu cara mengecek normalitas adalah dengan plot Probabilitas Normal.

Melalui plot ini, masing-masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai

harapan dari distribusi normal, dan apabila titik-titik (data) terkumpul di sekitar

garis lurus. Selain plot normal ada satu plot lagi untuk menguji normalitas, yaitu

Detrend Normal Plot. Jika sampel berasal dari populasi normal, maka titik-titik

tersebut seharusnya terkumpul di sekitar garis lurus yang melalui 0 dan tidak

mempunyai pola. Meskipun plot probabilitas menyediakan dasar yang nyata untuk

memeriksa kenormalan, uji hipotesis juga sangat diperlukan. Dua buah uji yang

sering digunakan adalah uji Shapiro-Wilks dan uji Liliefors.

2.2.12. SPSS (Statistical Product and Service Solution)

Pada dasarnya komputer berfungsi mengolah data menjadi informasi yang

berguna bagi pengguna komputer. Data yang diolah dimasukkan sebagai input,

kemudian dengan proses pengolahan data oleh komputer dihasilkan output berupa

informasi untuk kegunaan lebih lanjut. Berikut ini sedikit gambaran tentang cara

kerja komputer dengan program SPSS (Statistical Product and Service Solution)

dalam mengolah data.

(40)

commit to user Keterangan :

1. Data dimasukkan melalui data editor yang otomatis muncul di layar SPSS

pada saat SPSS dibuka.

2. Data yang telah diinput kemudian diproses melalui data editor.

3. Hasil pengolahan data muncul di layar window yang lain dari SPSS, yaitu

output navigator. Lalu tampilannya dapat berupa :

a. Tulisan

Pengerjaan (perubahan bentuk huruf, penambahan, pengurangan

dan lainnya) yang berhubungan dengan output berupa teks dapat

dilakukan melalui menu text output Editor.

b. Tabel

Semua pekerjaan yang berhubungan dengan tabel dapat dilakukan

melalui menu pivot table editor.

c. Grafik

Output yang berbentuk grafik (chart) dapat dilakukan melalui

menu chart editor.

2.2.13. Rancangan Kuisioner

Tujuan pokok pembuatan kuisioner adalah untuk :

1. Memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian.

2. Memperoleh informasi dengan reabilitas dan validitas yang tinggi.

Kuisioner dirancang dalam tiga kelompok seperti dijelaskan di bawah ini :

1. Data Pribadi

Adalah pertanyaan terhadap responden mengenai kedudukan atau jabatan,

lama pengalaman responden bekerja pada bidang konstruksi, serta pendidikan

(41)

commit to user

2. Data Proyek

Sumber data proyek berupa tempat artinya sumber data yang menyajikan

tampilan berupa keadaan diam dan brgerak, diam contohnya luas bangunan

proyek sedangkan bergerak contohnya jenis pekerjaan, biaya.

3. Faktor Keterlambatan

Penelitian mengenai faktor keterlambatan penyelesaian proyek yang sudah

dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Budiman Praboyo (1999) dalam

tesisnya yang berjudul Keterlambatan Waktu Pelaksanaan Dan Peringkat

Dari Peyebab-Peyebabnya untuk proyek yang ada di wilayah Surabaya, I.A.

Rai Widhiawati (2009) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Faktor-Faktor

Penyebab Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Konstruksi untuk

proyek-proyek yang ada di wilayah Bali, dan Suyatno (2010) dalam tesisnya yang

berjudul Analisis Faktor Penyebab Keterlambatan Peyelesaian Proyek

Gedung (Aplikasi Model Regresi) untuk proyek yang ada di wilayah

Surakarta. Setiap peneliti mempunyai faktor-faktor keterlambatan yang

berbeda yang ditampilkan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.2 Penelitian Sejenis Mengenai Faktor Penyebab Keterlambatan

No Peneliti Tahun Faktor-Faktor Keterlambatan

1 Budiman

Proboyo

1999 1. Kesiapan/Penyiapan Sumber Daya

2. Perencanaan dan Penjadwalan Pekerjaan

3. Sistem Organisasi, Koordinasi dan

Komunikasi

4. Lingkup dan Dokumen Pekerjaan

5. Sistem Inspeksi, Kontrol dan Evaluasi

Pekerjaan

6. Aspek lain-lain

2 I.A. Rai

Widhiawati

2009 1. Keahlian Tenaga Kerja

2. Perubahan Desain/Detail Pekerjaan Pada

(42)

commit to user

3. Keterlambatan Pengiriman Bahan

4. Tidak Lengkapnya Identifikasi Jenis

Pekerjaan

5. Lamanya Waktu Proses Persetujuan

Contoh Bahan Oleh Pemilik

6. Keterlambatan Penyediaan Peralatan

7. Akses ke Lokasi Proyek

8. Komunikasi antara Perncanaan dan

Kontraktor

9. Keterlambatan Pembayaran Oleh

Pemilik

10.Intensitas Curah Hujan

3 Suyatno 2010 1. Kekurangan Tenaga Kerja

2. Kesalahan Dalam Perencanaan dan

Spesifikasi

3. Cuaca Buruk/Hujan Deras/Lokasi

Tergenang

4. Produktivitas Tidak Optimal Oleh

Kontraktor

5. Kesalahan Pengolahan Material

6. Perubahan Scope Pekerjaan Oleh

(43)

commit to user

Berbagai faktor yang dikemukakan dari hasil penelitian terdahulu di atas dijadikan

sebagai dasar pertimbangan memilih faktor-faktor keterlambatan penyelesaian

proyek pada penelitian ini. Faktor-faktor penyebab keterlambatan yang menjadi

poin pembahasan pada penelitian ini dibedakan menjadi 10 faktor, yaitu:

Tabel 2.3 Sepuluh faktor Penyebeb Keterlambatan

No Variabel Peneliti

1 Perubahan desain/detail pekerjaan pada waktu

pelaksanan

Budiman Praboyo; I.A.

Rai Widhiawati; Suyatno

2 Adanya banyak (sering) pekerjaan tambah Budiman Praboyo

3 Proses permintaan dan persetujuan contoh bahan

yang lama

5 Kurangnya keahlian tenaga kerja Budiman Praboyo & I.A.

Rai Widhiawati

6 Keterlambatan pembayaran oleh pemilik Budiman Praboyo; I.A.

Rai Widhiawati; Suyatno

7 Mobilisasi sumber daya (bahan, alat, tenaga

kerja) yang lambat

Budiman Praboyo & I.A.

Rai Widhiawati

8 Jumlah pekerja yang kurang memadai/sesuai

dengan aktivitas yang ada

Suyatno & Budiman

Praboyo

9 Tidak lengkapnya identifikasi jenis pekerjaan

yang harus ada

I.A. Rai Widhiawati &

Budiman Praboyo

10 Akses ke lokasi proyek sulit Suyatno; Budiman

Praboyo; I.A. Rai

(44)

commit to user

2.2.14. Populasi dan Sampel Serta Jumlah Sampel

2.2.14.1. Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto dalam bukunya yang berjudul Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktek, 1998 : 130, menyatakan bahwa populasi adalah

keseluhan subyek penelitian, sedangkan Sutrisno Hadi dalam bukunya yang

berjudul Metodologi Research, Jilid I, 1981: 77, menyatakan bahwa populasi

adalah sejumlah produk atau individu yang mempunyai sifat sama.

2.2.14.2. Sampel

Menurut Sutrisno Hadi dalam bukunya yang berjudul Metodologi Research, Jilid

I, 1981: 77, menyatakan sampel adalah bagian individu yang diselidiki,

sedamgkan menurut Suharsimi Arikunto dalam ikunya yang berjudul Presedur

Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, 1981: 131, sampel adalah sebagian atau

wakil populasi yang diteliti. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat

dinyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi yang representatif yang

menjadi subyek penelitian yang sesungguhnya.

2.2.14.3. Jumlah Sampel

Menurut Sri Rahayu dalam bukunya yang berjudul Materi Metodologi Penelitian,

2005: 30, menyatakan sebagai pedoman umum dalam pengambilan sampel yang

representative adalah jika populasi dibawah 100 dipergunakan sampel sebesar

50% dan jika di atas 100 maka diambil sebesar 15-20% sampel atau jumlah

sampel yang dianjurkan dalam pengertian SPSS adalah 50 sampai 100 baris

(antara 50 sampai 100 sampel). Selanjutnya jika variabel yang dipergunakan

dalam penelitian itu banyak maka ukuran sampelnya minimal 10 kali atau lebih

(45)

commit to user

2.2.15. Metode Pengumpulan Data

Meteode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan untuk

mengumpulkan data. Dalam penelitian data yang dibutuhkan untuk dianalisis

adalah data yang sesuai dengan persoalan yang dihadapi, artinya data yang

dikumpulkan itu berkaitan dan tepat. Dalam penelitian ini pengumpulan data yang

digunakan adalah observasi dan kuisioner tertulis angket, yaitu kumpulan

pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada seorang responden, dan cara

menjawabnya juga dilakukan dengan tertulis.

Untuk studi lapangan (pengamatan langsung pada proyek) dengan cara :

1) Kuisioner

Metode pengumpulan data dengan cara membagikan daftar pertanyaan sesuai

dengan yang diteliti kepada responden. Hal ini sesuai dengan pendapat

Suharsimi Arikunto dalam bukunya yang berjudul Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek, 1998: 55, Kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis

yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti

laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Kuisioner dapat

dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Dipandang dari cara menjawab

a) Kuisioner terbuka, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang

memberikan kesempatan pada responden untuk menjawab dalam

kalimatnya sendiri.

b) Kuisioner tertutup, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang sudah

disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih.

2. Dipandang dari jawaban yang diberikan

a) Kuisioner langsung, yaitu jika daftar pertanyaannya diserahkan

pada responden agar menjawab tentang dirinya.

b) Kuisioner tak langsung, yaitu jika daftar pertanyaan diserahkan

(46)

commit to user

3. Dipandang dari bentuknya

a) Kuisioner pilihan ganda yaitu sama dengan kuisioner tertutup,

responden tinggal memilih jawaban yang tersedia.

b) Kuisioner isian yaitu sama dengan kuisioner terbuka, responden

diberi kesempatan untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri.

c) Chek lilst yaitu sebuah daftar pertanyaan dimana responden tinggal

menghubungkan tanda chek (v) pada kolom yang sesuai.

d) Rating scale yaitu sebuah pertanyaan yang diikuti oleh

kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan, misalnya mulai sangat baik

Gambar

gambar dan spesifikasi, compensable delay dapat juga timbul karena kegagalam
Gambar 2.1 Diagram Tulang Ikan Dampak Keterlambatan Penyelesaian       Proyek
Gambar 2.2 Diagram Estimasi Biaya Konstruksi
Gambar 2.3 Diagram Prosedur Analisis Faktor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengguna dalam pemodelan sistem ini terdiri dari administrator, administrator adalah orang yang mengolah data (menambah, mengedit dan menghapus) serta user (masyarakat)

Pelabuhan Indonesia II khususnya bagian pelayanan barang, bagian inti tersebut telah menerapkan sistem informasi pada proses operasionalnya, namun sistem yang ada pada

[r]

Membuat robot yang dapat mengetahui keberadaan manusia dan mendekati posisi manusia tersebut menggunakan sensor visi 3D.

[r]

Kajian keperluan ini dijalankan adalah bertujuan untuk mendapatkan gambaran awal tentang tahap kesukaran tajuk biologi tingkatan empat, minat, sikap, gaya pembelajaran

4.3 Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan dalam menjalankan prosedur administrasi pengadaan barang dan jasa ....

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas. Universitas Pendidikan Indonesia |