• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI JEMBATAN DI WILAYAH SUMATERA UTARA DAN ACEH TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI JEMBATAN DI WILAYAH SUMATERA UTARA DAN ACEH TESIS"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI JEMBATAN DI WILAYAH

SUMATERA UTARA DAN ACEH

TESIS

Oleh

DIANA SUITA 077016004/TS

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2012

(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI JEMBATAN DI WILAYAH

SUMATERA UTARA DAN ACEH

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik dalam Program Studi Magister Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh DIANA SUITA

077016004/TS

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2012

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI JEMBATAN DI SUMATERA UTARA DAN ACEH Nama Mahasiswa : DIANA SUITA

Nomor Pokok : 077016004/TS

Program Studi : Magister Teknik Sipil

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

( Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE )

Anggota

( Ir. Syahrizal, MT )

Anggota

( Ir. Medis Sejahtera Surbakti, MT )

Ketua Program Studi

( Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE )

Dekan,

( Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME )

Tanggal Lulus : 13 Agustus 2012 Telah diuji pada :

Tanggal 13 Agustus 2012

(4)

ABSTRAK

Salah satu masalah yang terjadi pada proyek konstruksi jembatan adalah keterlambatan pelaksanaan proyek. Keterlambatan pelaksanaan proyek jembatan ini tidak diinginkan oleh semua pihak-pihak yang terlibat pelaksanaan proyek antara lain: pemilik (owner) dan kontraktor. Keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi jembatan dapat diidentifikasi sebagai adanya perbedaan waktu pelaksanaan pekerjaan dengan jadwal yang direncanakan pada dokumen kontrak. Dengan demikian ketika proyek konstruksi jembatan tersebut terlambat, artinya pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut tidak dapat diselesaikan sesuai kontrak.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek jembatan di wilayah Sumatera Utara dan Aceh. Analisis dilakukan dengan menyebarkan survei kuesioner. Tinjauan aspek manajemen pada kuesioner ditetapkan sebanyak 6 aspek kajian dengan 61 jenis penyebab keterlambatan proyek jembatan dalam penelitian ini khususnya di Sumatera Utara dan Aceh. Penetapan sebanyak 61 jenis penyebab keterlambatan proyek jembatan didasari penelitian-penelitian sebelumnya dan disetujui oleh pakar-pakar yang berasal dari instansi pemilik (owner) dengan posisi staff ahli perencanaan jalan dan jembatan, General Superintendent (GS) yang bekerja di kontraktor Non-BUMN dan staff komersial yang bekerja di kontraktor BUMN. Total kuesioner yang diperoleh sebanyak 71 dari responden pemilik (owner) Departemen Pekerjaan Umum Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I (BBPJN I) di jalan Sakti Lubis, responden kontraktor Non-BUMN, BUMN di Sumatera Utara dan responden kontraktor Non- BUMN di Aceh. Analisis data kuantitatif dengan asumsi menurut penelitian The Ordance Department of US Army and Ballistic Research Laboratory (BRL) didalam formula ACE menetapkan korelasi, Non Parametrik, Variabel Ordinal, korelasi Spearman, konkordansi korelasi Kendall dan rata-rata ( mean rank).

Analisis statistik dengan menggunakan metode mean rank, korelasi konkordansi Kendall dan korelasi Spearman menunjukkan hasil akhir yang sama dalam menentukan faktor-faktor utama penyebab keterlambatan proyek jembatan di wilayah Sumatera Utara dan Aceh yaitu: peringkat pertama adalah pengaruh aspek sistem inspeksi, kontrol dan evaluasi pekerjaan (X5). Peringkat kedua adalah pengaruh aspek sistem organisasi, koordinasi dan komunikasi (X3). Peringkat ketiga adalah pengaruh aspek kesiapan/penyiapan sumber daya (X4). Dan peringkat ke empat adalah pengaruh aspek lain-lain/aspek di luar kemampuan pemilik dan kontraktor (X6).

Kata kunci: Korelasi, Spearman, Kendall, Mean Rank, SPSS

(5)

ABSTRACT

One of the problems in bridge construction project is the delay in the project implementation. All parties involved in the project, such as the owner and the contractor, actually do not want this to occur. The delay in the implementation of the project can be identified as the difference between the time of the implementation and the schedule which has been planned in the contract. Therefore, the delay of the bridge construction project means that the project cannot be finished on time as it is embodied in the contract.

The aim of the research was too analyze some factors which caused the delay in the implementation of construction project in North Sumatera and Aceh. The data were gathered by distributing surveying questionnaires. The management aspects in the questionnaires comprised of six study aspects and 61 kinds which caused the delay in the implementation of the bridge construction project in North Sumatera and Aceh. These 61 kinds of the delay were based on previous studies and certified by the experts from the owner as expert staffs in road and bridge planning, General Superintendents (GS), who work for the contractor of Non-BUMN and the commercial staffs who work for the contractor of BUMN. There were 71 questionnaires from the owner’s respondents of the National Road Planning Center 1 of The Departments of Public Works, Jalan Sakti Lubis, the contractor respondents of Non-BUMN, BUMN in North Sumatera, and contractor respondents on Non-BUMN in Aceh. The data are analyzed quantitatively with the assumption according to the research of The Ordinance Department of US Army and Ballistic Research Laboratory (BRL) in the ACE Formula which promulgates correlation, Non Parametric, Ordinal Variable, Spearman Corelation, Concordance of Kendall Correlation and Mean Rank.

The statistical analysis, using Mean Rank Method, Kendall Correlation and Spearman Correlation indicated that the same last result in determining the main factors which caused the delay in the implementation of bridge construction project in North Sumatera and Aceh were as follows: the first rank is the influence of the system of work inspection, control and evaluation (X5). The second rank is the system of organization. Coordination and communication (X3). The third rank is the influence of the aspects of preparation/making ready resources (X4). The fourth rank is the influence of the other aspects/the aspects beyond the capacity of the owner and the contractor (X6).

Keywords: Correlation, Spearman, Kendall, Mean Rank, SPSS

(6)

KATA PENGANTAR

Berkat Ridho dan Karunia Allah SWT saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Proyek Konstruksi Jembatan di Wilayah Sumatera Utara dan Aceh” sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Magister Bidang Manajemen Prasarana Publik Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan pemahaman yang sangat diperlukan dalam penulisan tesis ini. Bapak Ir. Syahrizal, MT. sebagai anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan yang berharga dalam penulisan tesis ini. Bapak Ir. Medis Sejahtera Surbakti, MT sebagai anggota Komisi Pembimbing yang juga telah memberikan masukan yang berharga dalam penulisan tesis ini. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE. selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT. selaku Sekretaris Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Seluruh Mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Magister Teknik Sipil Unversitas Sumatera Utara khususnya teman-teman angkatan 2010 dan Staff administrasi. Kedua orang tua yang sangat saya hormati dan selalu memberi inspirasi dan doa Alm. H. Badjora Harahap dan Hj. Nursyam Nasution. Pihak Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I

(BBPJN I), khususnya pada Bapak Setyo Purnomo, SE dan rekan saya Chandra ST.

Bapak Fadly ST, MT. dan Bapak Indra ST, MT. di Politeknik serta Bapak Dr.

Marwan M.Si di Universitas Syahkuala Banda Aceh sebagai pembimbing jarak jauh.

Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, antara lain: Wiwin Nurzanah, ST, MT. Immanuel Panggabean, ST, Yanti, ST.

Oberlin ST, MT. Ir. Victor Gangga Sinaga, M. Eng, Sc serta seluruh teman-teman tim penyebar kuesioner yang telah begitu banyak memberikan masukan, diskusi dan

(7)

tukar pikiran selama pembuatan tesis ini. Terimakasih sebesar besarnya juga kepada tim penyebar kuesioner yang telah begitu banyak membantu untuk menyelesaikan tesis ini. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah mendukung hingga terselesaikan penulisan tesis ini. Hanya Allah SWT yang dapat membalas segala bentuk bantuan yang telah diberikan dengan pahala yang berlipat ganda. Amin.. Amin.. Ya Robbal Alamin.

Sebagai manusia yang bersifat lemah, Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan masukan demi perbaikan sangat diharapkan, mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi kemajuan dan perkembangan ilmu manajemen rekayasa konstruksi. ilmu pengetahuan ilmu

pengetahuan ilmu pengetahuan

Medan, Mei 2012

Penulis

Diana Suita

077016004

(8)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xi

Daftar Notasi ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Batasan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Hipotesis ... 6

1.7 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keterlambatan Proyek………..8

2.1.1 Jenis-jenis Keterlambatan Proyek ... 13

2.1.1.1 Keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay) ... 14

2.1.1.2 Keterlambatan proyek yang tidak dapat dimaafkan (non excusable delay) ... 16

2.1.1.3 Keterlambatan proyek yang layak mendapat ganti rugi (compensable delay) ... 16

(9)

2.1.1.4 Keterlambatan proyek yang tidak layak mendapat

ganti rugi (non compensable delay) ... 17

2.1.1.5 Keterlambatan proyek yang kritis (critical delays) 17 2.1.1.6 Pelaksanaan progress atau terjadinya pada waktu bersamaan (concurrent delay) ... 18

2.2 Klasifikasi Penyebab Keterlambatan Proyek ditinjau dari Aspek Manajemen dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi ... 20

2.3 Hal-hal yang berkaitan dengan Pelaksanaan Proyek Konstruksi Jembatan ... 25

2.3.1 Dampak Keterlambatan Proyek Konstruksi Jembatan ... 25

2.3.1 Pembuktian Keterlambatan Proyek ... 25

2.3.3 Penghentian Kontrak dan Pemutusan Kontrak ... 30

2.4 Penelitian sebelumnya berkaitan dengan Penyebab Keterlambatan Proyek ... 32

2.4.1 Beberapa Penelitian Terdahulu ... 32

2.4.2 Resume Penyebab Keterlambatan Proyek dari Peneliti sebelumnya ... 36

2.5 Statistik yang digunakan untuk menganalisis ... 39

2.5.1 Teori Analisis Data ... 39

2.5.2 Teori Metode Pengukuran ... 40

2.5.3 Teori Sampling ... 41

2.5.4 Teori tentang Metode Jenis dan Sumber Data ... 41

2.5.5 Teori Statistik Non Parametrik ... 42

2.6 Teori Analisis yang digunakan ... 44

2.6.1 Mean atau Rata-Rata ... 44

2.6.2 Teori Koefisien Korelasi Berdasarkan Rank ... 45

2.6.3 Teori tentang Korelasi ... 46

2.6.4 Teori tentang Korelasi Rank Spearman ... 47

(10)

2.6.5 Teori tentang Koefisien Korelasi Rank Kendall ... 51

2.6.2 Teori tentang Uji Chi Kuadrat ... 54

2.7 Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Proyek dari Aspek Manajemen Proyek Konstruksi Jembatan di Sumatera Utara dan Aceh ... 55

2.7.1 Aspek perencanaan dan penjadwalan pekerjaan ... 56

2.7.2 Aspek lingkup dan dokumen pekerjaan (kontrak) ... 58

2.7.3 Aspek sistem organisasi, koordinasi dan komunikasi ... 59

2.7.4 Aspek kesiapan/penyiapan sumber daya ... 60

2.7.5 Aspek sistem inspeksi, control dan evaluasi pekerjaan ... 62

2.7.6 Aspek lain-lain ... 63

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan ... 64

3.2 Kerangka Penelitian ... 66

3.2.1 Metode Pengumpulan Data ... 69

3.2.2 Analisis Jumlah Populasi ... 70

3.2.3 Metode Prosedur Survei ... 71

3.2.4 Analisis Pengukuran ... 72

3.2.5 Perancangan Kuesioner Penelitian ... 72

3.2.6 Penetapan Kuesioner ... 76

3.2.7 Kompilasi Data... 92

3.3 Analisis Data ... 93

3.3.1 Analisis Kuantitatif ... 93

3.3.2 Analisis Faktor (Variabel) Penelitian ... 93

3.3.3 Analisis Data Penelitian ... 94

3.3.4 Metode Statistik ... 94

3.3.5 Analisis Statistik Penelitian ... 95

(11)

3.3.6 Penentuan Nilai Rata-Rata (Mean Score) oleh Peneliti ... 95

3.3.7 Ketentuan Analisis Konkordansi Kendall dan Koefisien Rangking Spearman oleh Peneliti………... 96

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perolehan Penelitian ... 97

4.2 Analisis Hasil Konkordansi Kendall ... 109

4.3 Analisis Hasil Korelasi Spearman ... 111

4.4 Faktor-Faktor Utama Penyebab Keterlambatan Proyek Jembatan ... 114

4.5 Hubungan Antara Responden terhadap Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Proyek Jembatan ... 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 119

5.2 Saran ... 120

DAFTAR PUSTAKA ... 121

LAMPIRAN ... 124

(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Halaman

2.1 Kriteria Keterlambatan Proyek ... 28

2.2 Resume Penyebab Keterlambatan Proyek dari Peneliti sebelumnya ... 37

2.3 Pedoman interpretasi koefisien korelasi Rank Kendall ... 53

2.4 Saran-saran dalam aspek perencanaan dan penjadwalan pekerjaan yang diberikan oleh pakar-pakar konstruksi jembatan ... 57

2.5 Saran-saran dalam aspek lingkup dan dokumen pekerjaan (kontrak) yang diberikan oleh pakar-pakar konstruksi jembatan ... 58

2.6 Saran-saran dalam kesiapan/penyiapan sumber daya yang diberikan oleh pakar-pakar konstruksi jembatan ... 60

2.7 Saran-saran dalam aspek sistem inspeksi, kontrol dan evaluasi pekerjaan yang diberikan oleh pakar-pakar konstruksi jembatan ... 62

2.8 Saran-saran dalam aspek diluar kemampuan pemilik dan kontraktor yang diberikan oleh pakar-pakar konstruksi jembatan ... 63

3.1 Struktur Organisasi Pemilik (Owner) ... 71

3.2 Skala Likert Kuesioner ... 73

3.3 Variabel a ... 77

3.4 Variabel X1 3.5 Variabel X ... 79

2 3.6 Variabel X ... 81

3 3.7 Variabel X ... 83

4 3.8 Variabel X ... 85

5 3.9 Variabel X ... 88

6 4.1 Hasil Kalkulasi Mean dari data Kuesioner ... 98

... 90

(13)

4.2 Hasil Perolehan Penelitian Nilai Rata-Rata (Mean Rank) ... 105 4.3 Hubungan Keterlambatan Proyek Jembatan di Sumut dan Aceh terhadap

Pihak Terkait (kontraktor dan Pemilik) Berdasarkan Mean Rank ... 108 4.4. Hasil Analisis Olahan Tools SPSS menggunakan

Konkordansi Kendall ... 109 4.5 Hasil Perolehan Penelitian Konkordansi Kendall ... 110 4.6. Hasil Analisis Olahan Tools SPSS menggunakan Korelasi

Spearman ... 111 4.7 Hasil Analisis Penelitian Korelasi Spearman ... 112

(14)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar

Halaman

2.1 Kategori Keterlambatan Proyek ... 19 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian ... 65 3.2 Variabel a Keterlambatan Proyek Jembatan ... 78 3.3 Variabel X1

3.4 Variabel X

Aspek Perencanaan dan Penjadwalan ... 80

2

(Kontrak) ... 82 Aspek Lingkup dan Dokumen Pekerjaan

3.5 Variabel X3

dan Komunikasi ... 84 Aspek Sistem Organisasi, Koordinasi

3.6 Variabel X4

3.7 Variabel X

Aspek Kesiapan/Penyiapan Sumber Daya ... 87

5

Evaluasi Pekerjaan ... 89 Aspek Sistem Inspeksi, Kontrol dan

3.8 Variabel X6

Pemilik dan kontraktor) ... 91 Aspek Lain-Lain (aspek diluar kemampuan

3.9 Diagram Ishikawa (Diagram Tulang Ikan) dari faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek

konstruksi jembatan ... 91 A 3.10 Metode Statistik ... 94

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Penyebab Keterlambatan proyek didasari latar belakang dari peneliti- peneliti (researches) sebelumnya

Lampiran II Tabel Responden Lampiran III Kalkulasi Mean Rank

Lampiran IV Hasil Penelitian nilai rata-rata (mean rank) Lampiran V Struktur Organisasi

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Umumnya sebuah proyek, mempunyai rencana pelaksanaan dan jadwal pelaksanaan yang tertentu dan sudah terjadwal, kapan pelaksanaan proyek harus dimulai, dan kapan harus diselesaikan. Setiap pelaksanaan proyek konstruksi menginginkan berhasil dalam pelaksanaan penyelesaian proyek, dengan tepat waktu, dalam pembiayaannya sesuai spesifikasinya serta terdapat kepuasan dari pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam proyek tersebut.

Salah satu masalah terpenting dalam konstruksi proyek adalah keterlambatan (delay). Madjid (2006) menyatakan bahwa keterlambatan terjadi hampir di setiap pekerjaan proyek dan mempunyai masalah yang berbeda. Beberapa proyek hanya terlambat beberapa hari dari yang sudah dijadwalkan, akan tetapi beberapa proyek konstruksi mengalami keterlambatan sampai beberapa tahun lamanya. Menjadi sangat penting untuk mengetahui penyebab keterlambatan proyek agar dapat diminimalkan serta dicegah terjadinya keterlambatan proyek tersebut.

Keterlambatan proyek jembatan khususnya di Sumatera Utara dan Aceh merupakan salah satu permasalahan yang banyak ditemukan pada saat ini.

Keterlambatan tersebut tentunya sangat merugikan baik pihak kontraktor sebagai pelaksana proyek maupun pihak pemerintah dalam hal ini bertindak sebagai pemilik (owner). Menurut Ervianto (2005) terjadinya keterlambatan pelaksanaan suatu

(17)

proyek mengakibatkan banyak yang dialami oleh pihak-pihak terlibat dalam proyek tersebut seperti pemilik proyek, konsultan/perencana/supervisi, kontraktor, pemasok (supplier), institusi keuangan dan masyarakat.

Terdapat 25 jembatan yang dibangun sepanjang ruas Jalan Natal – Batang Toru di Sumatera Utara yang mengalami keterlambatan pelaksanaan penyelesaian proyek pada tahun 2010. Pengerjaan proyek jembatan ini keseluruhannya dilaksanakan oleh sebuah kontraktor. Keseluruhan jembatan ini merupakan bangunan baru yang dibangun dan jalan Negara sepanjang ruas jalan Natal – Batang Toru.

Proyek pembangunan jembatan ini diharapkan selesai sesuai pada Tahun Anggaran (T.A) 2010. Kenyataannya proyek tersebut, tidak selesai sesuai dengan kontrak yang telah ditetapkan. Proyek jembatan ruas Jalan Natal – Batang Toru dimulai pada tanggal 30 April 2008 dengan nomor kontrak induk 04/KTR- APBN/33.04.471860.08/2008. Surat perintah mulai kerja (SPMK) pada tanggal 09 Mei 2008 dan berakhir tanggal 28 Mei 2010. Terhitung tujuh ratus lima puluh (750) hari kalender kerja sesuai dengan dokumen kontrak awal. Akan tetapi pada tanggal yang ditetapkan, hanya 15 buah jembatan yang dapat diselesaikan dari 25 buah jembatan yang harus dikerjakan. Hanya 63 % progress pelaksanaan proyek tersebut selesai pada tanggal 28 Mei 2010 dari yang ditetapkan sesuai dengan kontrak.

Pelaksanaan proyek tersebut kembali dilanjutkan sejak tanggal 28 Mei 2010 sampai dengan Oktober 2010 dan terdapat beberapa penyebab keterlambatan pengerjaan proyek tersebut yang didasarkan pada keterangan kontraktor seperti terjadinya banjir,

(18)

hasil akhir pekerjaan tersebut hanya menghasilkan penyelesaian sebanyak 20 buah jembatan dengan progress penyelesaian proyek sebesar 94 %. Dari pihak pelaksana, yang pada akhirnya dilaksanakan denda terhadap proyek tersebut.

Dituliskan oleh Assaf et al. (2011) bahwa tidak tepatnya jadwal penyelesaian pelaksanaan proyek akan berdampak pada peningkatan biaya tambahan proyek pada kontraktor (additional money for contractor), penundaan pada pembayaran (delay in payment), penundaan pada pemakaian material dan peralatan (delay of material and tools), penundaan pada penyelesaian proyek tersebut (delay completion schedule), perselisihan antara kontraktor dan pemilik (dispute between owner and contractor).

Bassioni & El-Razek dalam Wei (2010) telah mengidentifikasi keterlambatan (delay) di proyek diyakini adalah salah satu masalah utama yang memberikan efek negatif pada pelaksanaan proyek yang sedang berlangsung dan juga pihak-pihak terlibat. Oleh karena itu menjadi sangat penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab keterlambatan agar dapat meminimalkan dan mencegah meningkatnya biaya pelaksanaan proyek.

Kondisi ini membutuhkan suatu penanganan proyek jembatan yang ditangani dengan baik agar keterlambatan proyek dapat diminimalkan atau dihindari dan ini juga dapat mengakibatkan konflik dan perdebatan tentang apa dan siapa yang menjadi penyebabnya, oleh karena hal ini berkaitan dengan tuntutan waktu dan biaya tambah.

Berdasarkan analisis peneliti-peneliti terdahulu dan terjadinya keterlambatan proyek di Sumatera Utara maka sudah saatnya dicari solusi untuk mencegah keterlambatan proyek jembatan.

(19)

Inilah yang menjadi perhatian peneliti untuk menganalisis faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek jembatan, khususnya di Sumatera Utara dan Aceh dengan melakukan kajian berupa kuesioner terhadap pihak-pihak yang berkepentingan seperti kontraktor dan pemilik pada pelaksanaan proyek jembatan tersebut dan dapat menjadi rujukan awal bagi pemilik dan kontraktor dalam penyusunan dan penjadwalan proyek yang lebih seksama. Sehingga keterlambatan proyek yang mungkin terjadi dapat dihindari dan diantisipasi.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah sebagai berikut:

1. Terdapatnya keterlambatan penyelesaian proyek jembatan di Sumatera Utara dan Aceh.

2. Perlu diketahui faktor-faktor utama penyebab keterlambatan dalam pelaksanaan proyek jembatan tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor apa yang mempengaruhi keterlambatan penyelesaian pekerjaan proyek jembatan di Sumatera Utara dan Aceh.

2. Menganalisis faktor-faktor apa yang mempengaruhi keterlambatan penyelesaian pekerjaan proyek jembatan di Sumatera Utara dan Aceh.

(20)

3. Untuk menentukan faktor utama yang berpengaruh dalam hal keterlambatan waktu pelaksanaan proyek jembatan di Sumatera Utara dan Aceh.

1.4 Batasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan dibatasi dan meliputi:

1. Keterlambatan proyek jembatan di Sumatera Utara yang dilaksanakan oleh kontraktor.

2. Penelitian yang dilakukan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam proyek tersebut meliputi, kontraktor dan pemilik (owner) dan tidak dilakukan terhadap pihak terlibat yaitu, konsultan.

3. Pengambilan kuesioner untuk pemilik (owner) dilakukan kepada responden Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I (BBPJN I) yang membawahi 2 provinsi yaitu, Sumatera Utara dan Aceh.

4. Pengambilan data primer berupa kuesioner untuk Kontraktor, dilakukan kepada responden proyek jembatan di Sumatera Utara dan Aceh.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini bermanfaat sebagai masukan bagi pihak-pihak yang terlibat, perusahaan kontraktor, pemilik, sehingga dapat dihindari, diminimalkan keterlambatan pelaksanaan proyek jembatan sejenis selanjutnya dimasa akan datang.

(21)

2. Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada pada proses perencanaan dan penjadwalan pekerjaan, sehingga keterlambatan dapat dikendalikan lebih dini dalam tahap pelaksanaan proyek jembatan.

3. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan manajemen konstruksi dibidang pelaksanaan proyek konstruksi jembatan, khususnya mengenai manfaat penelitian ini terhadap keterkaitannya dengan pihak-pihak terlibat.

I.6 Hipotesis

Tidak terdapatnya faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek jembatan.

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran umum, maka penelitian ini di bagi dalam lima bab. Pembagian ini dimaksudkan untuk mempermudah pembahasan serta penelaahannya, dimana uraian yang dimuat dalam penelitian ini dapat dengan mudah dimengerti. Pembagian yang dimaksud dilakukan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Didalam bab pendahuluan dibahas pemilihan judul penelitian, latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian, hipotesis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas teori yang diperlukan dalam analisa dan pembahasan

(22)

yang bersumber buku-buku referensi yang ada, jurnal, literatur, peneliti- peneliti sebelumnya dan sumber lain yang mendukung penelitian ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menguraikan langkah-langkah dalam penelitian dan di paparkan pembahasan yang meliputi bahasan umum, pengumpulan data, identifikasi data penelitian, model penelitian/analisis, uji hipotesis, proses validasi hasil penelitian.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang data kuesioner, proses penghitungan hasil kuesioner menggunakan metode statistik korelasi konkordansi Kendall, korelasi Spearman dan mean rank, sehingga memperoleh hasil (output) penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini diperoleh kesimpulan dan saran hasil penelitian ini.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keterlambatan Proyek

Menurut Ervianto (2005) terdapat hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proyek, yang pada umumnya dibedakan atas hubungan fungsional, yaitu pola hubungan yang berkaitan dengan fungsi dari pihak-pihak tersebut dan juga hubungan kerja formal, yaitu pola hubungan yang berkaitan dengan kerjasama antara pihak-pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi yang dikukuhkan dengan suatu dokumen kontrak. Secara fungsional terdapat 3 pihak yang sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi, yaitu pihak pemilik proyek, pihak konsultan dan pihak kontraktor.

Ketika proyek konstruksi terlambat, artinya pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut tidak dapat diselesaikan sesuai dengan kontrak. Jika pekerjaan proyek tidak dapat dilaksanakan sesuai kontrak maka akan ada penambahan waktu. Apabila setelah penambahan waktu pelaksanaan proyek ini juga tidak selesai sesuai kontrak yang sudah disepakati, maka akan diberikan waktu tambahan oleh pihak pemilik (owner) kepada pihak pelaksana untuk menyelesaikan pekerjaan proyek tersebut.

Dengan kata lain bahwa adanya waktu tambahan yang diberikan oleh pihak pemilik (owner) kepada pihak pelaksana untuk menyelesaikan pekerjaan proyek, tetapi tidak juga terlaksana, maka kemungkinan akan terjadi pemutusan kontrak kerja (Madjid,

(24)

masalah. Tetapi adanya perpanjangan waktu dari jadwal kontrak, dapat disebabkan antara lain; pekerjaan tambah, perubahan desain, keterlambatan oleh pemilik.

masalah diluar kendali kontraktor.

Dengan adanya perbedaan perjanjian kontrak awal dengan selang waktu penyelesaian proyek maka terjadilah keterlambatan proyek yang tidak diinginkan oleh semua pihak-pihak terkait. Hal sama dinyatakan oleh Bordat et al. (2004) bahwa keterlambatan waktu pelaksanaan proyek adalah perbedaan antara pelaksanaan proyek pada saat perjanjian kontrak awal dan selang waktu penyelesaian proyek.

Dalam pengertian lain Madjid (2006) berpendapat bahwa keterlambatan proyek konstruksi dapat diidentifikasi sebagai adanya perbedaan waktu pelaksanaan pekerjaan dengan jadwal yang direncanakan pada dokumen kontrak. Dapat dikategorikan sebagai tidak tepatnya waktu pelaksanaan proyek yang telah ditetapkan.

Pembuatan rencana jadwal proyek konstruksi selalu mengacu pada perkiraan yang ada pada saat rencana pembangunan tersebut dibuat. Masalah dapat timbul apabila ada ketidaksesuaian antara jadwal rencana yang telah dibuat dengan pelaksanaannya. Sehingga dampak yang sering terjadi adalah keterlambatan waktu pelaksanaan penyelesaian proyek dan juga disertai dengan meningkatnya biaya pelaksanaan proyek tersebut (Widhiawati, 2009).

Hal yang sama dinyatakan oleh Kaming et al. dalam Al-Najjar (2008) bahwa keterlambatan proyek diasumsikan sebagai perpanjangan waktu pelaksanaan proyek dari yang dijadwalkan oleh kontraktor sesuai kontrak. Keterlambatan proyek ini

(25)

berdampak pada progress proyek dan tertundanya aktifitas pelaksanaan proyek dan kegiatan pelaksanaan proyek. Keterlambatan pelaksanaan proyek ini termasuk adanya faktor penyebab oleh faktor cuaca, sumber daya, perencanaan.

Namun menurut Vidalis et al. dalam Al-Najjar (2008) mengatakan bahwa keterlambatan proyek konstruksi dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal.

Penyebab keterlambatan proyek internal berasal dari pemilik, perencana (designer), kontraktor atau konsultan. Penyebab keterlambatan proyek eksternal (external) yaitu berasal dari luar proyek konstruksi seperti; keperluan perusahaan, pemerintah (government), sub kontraktor, pengadaan material (material suppliers), serikat buruh, keadaan alam yang tidak lazim (force majeur). Force majeur adalah kejadian diluar kemampuan kontraktor dan pemilik proyek, yang dapat mempengaruhi biaya, waktu seperti kejadian alam, huru hara, kebijakan pemerintah/ moneter.

Hal berbeda dinyatakan oleh Alghbari et al. dalam Al-Najjar (2008) tentang penyebab keterlambatan eksternal seperti kurangnya material yang ada di pasaran, kurangnya peralatan dan alat-alat yang ada di pasaran, kondisi cuaca tidak lazim, kondisi lokasi, struktur tanah yang tidak layak, keadaan ekonomi yang tidak stabil (penukaran mata uang, inflasi), adanya perubahan undang-undang dan regulasi pemerintah, adanya keterlambatan pengiriman material, adanya faktor yang berasal dari pelayanan umum (jalan, fasilitas umum, public sevices).

Dengan adanya keterlambatan proyek ini, maka 2 kategori yang berhubungan langsung yakni: masalah waktu pelaksanaan (time) proyek dan biaya (cost) (Le-Hoai et al. 2008).

(26)

Ahmad dalam Wei (2010) menyatakan bahwa keterlambatan pelaksanaan proyek dikategorikan 2 bagian yaitu: tidak cukup (lack) material dan faktor-faktor lain termasuk, tenaga kerja, material, peralatan, financial problem (masalah keuangan). Faktor-faktor tambahan seperti cuaca, terlambatnya penerimaan material, perubahan design, kesalahan spesifikasi, dan force majeure, terjadi pemogokan di lokasi proyek.

Pengelompokkan menurut Kraiem dan Dickman dalam Proboyo (2009) yang menyatakan bahwa penyebab keterlambatan waktu pelaksanaan proyek jembatan antara lain:

1. Keterlambatan yang layak mendapatkan ganti rugi (compensable delay), adalah keterlambatan yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan pemilik proyek (owner).

2. Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (non excusable delay), adalah keterlambatan yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan kontraktor.

3. Keterlambatan yang dapat dimaafkan (excusable delay), adalah keterlambatan yang disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar kendali baik pemilik maupun kontraktor.

Abdullah et al. (2010) berpendapat bahwa Compensable delay adalah keterlambatan proyek adanya kontraktor memperoleh tambahan waktu (additional time) pelaksanaan pekerjaan proyek dan kompensasi, akan tetapi untuk non compensable delay, maka kontraktor hanya memperoleh tambahan waktu pelaksanaan proyek saja.

(27)

Non excusable delay adalah keterlambatan proyek disebabkan kontraktor (contractor’d weakness) atau bukan kesalahan pemilik (owner). Kontraktor tidak mendapatkan tambahan waktu (no additional time) dan tambahan uang (no additional money) akibat keterlambatan pelaksanaan proyek (Alaghbari dalam Sallah, 2009).

Kontraktor bertanggung jawab atas keterlambatan pelaksanaan proyek. Adanya faktor penyebab keterlambatan proyek, seperti terlambatnya pengadaan material, kesulitan finansial (financial difficulties), tidak efektifnya perencanaan dan penjadwalan, perubahan manajemen.

Menurut Al-Najjar (2008) bahwa Concurrent delay dapat terjadi jika hanya satu faktor penyebab keterlambatan proyek dan ini umumnya antara pelaksanaan waktu proyek dan uang yang menjadi masalah. Akan tetapi yang lebih kompleks terjadi dan lebih spesifik, adanya masalah lebih dari satu faktor penyebab keterlambatan proyek pada saat waktu pelaksanaan bersamaan progress skedul atau tumpang tindih (overlapping) waktu pelaksanaan proyek. Hal yang terjadi ini, mengakibatkan kontraktor dan pemilik yang bertanggung jawab atas keterlambatan proyek. Dalam pengertian lain menurut Rubin et al. dalam Braimah (2008) berpendapat bahwa concurrent delay adalah kondisi dalam dua atau lebih keterlambatan proyek yang terjadi pada waktu bersamaan progress pelaksanaan proyek.

Pengertian Concurrent delay adalah keterlambatan pelaksanaan proyek lebih kompleks tapi juga lebih spesifik jenis keterlambatan proyek. Adanya keterlambatan

(28)

keterlambatan proyek yang terjadi selama pada waktu bersamaan pelaksanaan proyek atau dapat terjadinya tumpang tindih (overlapping) periode waktu pelaksanaan proyek (Alaghbari dalam Sallah, 2009). Dalam pengertian lain, adanya keterlambatan pelaksanaan proyek terjadi waktu bersamaan pada progres pelaksanaan proyek dan kategori keterlambatan proyek ini termasuk excusable delay dan non excusable delay. Oleh karena itu dampak keterlambatan pelaksanaan proyek ini, kemungkinan bisa mengakibatkan terjadinya perselisihan (disputes) antara kontraktor dan pemilik.

2.1.1 Jenis-jenis Keterlambatan Proyek

Jenis-jenis utama (main) keterlambatan proyek yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yaitu Vidalis et al. dalam Al-Najjar (2008) antara lain:

1. Keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar kendali baik oleh pemilik maupun kontraktor.

2. Keterlambatan proyek yang tidak dapat dimaafkan (non excusable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan kontraktor.

3. Keterlambatan proyek yang layak mendapat ganti rugi (compensable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan pemilik.

(29)

4. Keterlambatan proyek yang tidak layak mendapat ganti rugi (non compensable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan kontraktor.

5. Critical atau non critical, keterlambatan proyek ini adalah akibat dari waktu progress pelaksanaan proyek. Keterlambatan proyek yang tidak kritis (non critical delays), maka tidak berdampak pada skedul project.

Terjadi efeknya pada kegiatan critical path pada skedul.

6. Pelaksanaan progress atau terjadinya pada waktu bersamaan (concurrent) atau non concurrent. Hal ini terjadi ketika pemilik dan kontraktor yang bertanggung jawab atas penyebab keterlambatan pekerjaan proyek.

2.1.1.1 Keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay)

Keterlambatan proyek terjadi diluar kontrol dan jika keterlambatan proyek ini terjadi, maka kontraktor mendapat biaya tambahan pelaksanaan proyek. Sedangkan menurut Al-Najjar (2008) bahwa keterlambatan proyek ini adalah suatu kejadian pelaksanaan proyek diluar prediksi dan diluar kontrol siapapun. Excusable delays dikenal dengan keterlambatan force majeure dan umumnya disebut Acts of God.

Oleh karena itu yang terjadi ini bukan tanggung jawab dari pihak-pihak terlibat.

Umumnya pada kontrak mengizinkan kontraktor mendapat tambahan waktu untuk penyelesaian proyek, akan tetapi tidak untuk tambahan uang (Alaghbari et al. dalam

(30)

Menurut Wei (2010) bahwa standar umumnya berkaitan dengan general provisions suatu badan agensi spesifikasi publik. Wei juga mengatakan bahwa keterlambatan proyek dapat dimaafkan yang penyebab terjadinya antara lain:

1. Pemogokan pekerja.

2. Kebakaran.

3. Banjir.

4. Keterlambatan yang tidak terduga (acts of God).

5. Perubahan regulasi, seperti spesifikasi dari pemilik.

6. Salah, kelalaian, tak dicantumkan didalam perencanaan tentang spesifikasi.

7. Perbedaan kondisi lokasi lapangan (site) dengan kondisi yang berbeda dari perencanaan.

8. Keadaan cuaca yang tidak lazim (unsually severe weather).

9. Intervensi dari luar pemerintahan (government).

10. Kurangnya inspeksi, kontrol dari pemilik.

Terjadinya keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay) dengan konsuekensi bahwa kontraktor menerima pembayaran tambahan untuk waktu pelaksanaan proyek. Sehingga peristiwa ini terjadi jika pemilik telah menunda perjanjian dalam dokumen kontrak yang telah disepakati pada pelaksanaan proyek (Ahmed et al. 2002).

(31)

2.1.1.2 Keterlambatan proyek yang tidak dapat dimaafkan (non excusable delay)

Selama proyek berlangsung, kontraktor dapat mengikuti progress proyek yang sudah dijadwalkan atau meleset progressnya, tergantung dari kontraktor tersebut.

Wei (2010) berpendapat bahwa keterlambatan ini terjadi, apakah kontraktor dapat mengontrol pelaksanaan proyek atau sebaliknya. Karena keterlambatan pelaksanaan proyek ini mengakibatkan kontraktor tidak memperoleh apapun tambahan waktu pelaksanaan dan juga kompensasi (ganti rugi). Sedangkan menurut Ahmed et al.

(2002) bahwa kontraktor memperoleh sanksi akibat keterlambatan proyek tersebut.

2.1.1.3 Keterlambatan proyek yang layak mendapat ganti rugi (compensable delay)

Keterlambatan proyek terjadi yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan pemilik proyek (owner). Adanya keterlambatan pekerjaan proyek tersebut, maka pihak pelaksana (kontraktor) mendapat tambahan waktu pelaksanaan proyek. Selain itu memperoleh juga kompensasi (ganti rugi). Sedangkan Wei (2010) menyatakan bahwa apakah keterlambatan proyek itu mendapat ganti rugi, tergantung kontrak awal yang terjadi. Umumnya dengan adanya kontrak proyek, maka dapat memberikan spesifikasi jenis keterlambatan pelaksanaan proyek yang terjadi.

(32)

2.1.1.4 Keterlambatan proyek yang tidak layak mendapat ganti rugi (non compensable delay)

Keterlambatan proyek yang tidak layak mendapat ganti rugi (non compensable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan kontraktor.

Menurut Wei (2010) bahwa kontrak awal memberikan kategori spesifikasi, apakah keterlambatan proyek tersebut layak mendapat ganti rugi atau sebaliknya.

Tentu saja hal ini tergantung dari kontrak awal. Jika terjadi keterlambatan proyek kategori non compensable delay, maka pihak yang terlibat adalah kontraktor.

Kontraktor tidak menerima apapun tambahan uang. Akan tetapi kemungkinan diizinkan untuk mendapatkan tambahan waktu penyelesaian pekerjaan proyek.

2.1.1.5 Keterlambatan proyek yang kritis (critical delays)

Menurut Wei (2010), keterlambatan proyek yang berakibat pada perubahan waktu pelaksanaan proyek. Hal ini mengakibatkan terjadinya perpanjangan waktu pelaksanaan dalam milestone, dan ini umumnya disebut dengan critical delays.

Sedangkan keterlambatan proyek yang tidak mempunyai pengaruh adanya perubahan pelaksanaan atau milestone dan disebut non critical delays. Sementara itu jika kegiatan pelaksanaan proyek mengalami keterlambatan, maka kegiatan ini dapat dikontrol dengan adanya perpanjangan waktu pelaksanaannya antara lain dengan mengakibatkan:

(33)

1. Permasalahan yang terjadi pada proyek tersebut.

2. Perencanaan pekerjaan kontraktor dan skedulnya (critical path).

3. Persyaratan kontrak selanjutnya.

4. Kendala dalam proyek seperti bagaimana merealisasi pelaksanaan penyebab keterlambatan proyek.

5. Adanya input untuk pekerjaan penyelesaian pelaksanaan proyek dari pandangan praktisi ahli.

2.1.1.6 Pelaksanaan progress atau terjadinya pada waktu bersamaan (concurrent delay)

Al-Najjar (2008) mengatakan bahwa hal ini terjadi jika ada satu faktor penyebab keterlambatan pelaksanaan proyek. Umumnya diantara kedua faktor tersebut adalah waktu dan uang. Akan tetapi yang lebih kompleks kemajuan progress skedul critical path method (CPM). Penyebab keterlambatan waktu pelaksanaan proyek khususnya lebih spesifik adalah lebih dari satu faktor penyebab keterlambatan proyek sekaligus terjadi pada waktu bersamaan atau tumpang tindih (overlapping) pada kemajuan progress skedul critical path method (CPM). Ini mengakibatkan pemilik (owner) dan kontraktor yang bertanggung jawab pada keterlambatan proyek ini. Jika keterlambatan pekerjaan proyek tersebut sulit diselesaikan dan tidak juga dapat di perbaiki (recover), maka ini ada kaitannya dengan pihak yang terlibat yaitu pemilik. Sehingga kemajuan progress skedul critical path method (CPM) berbeda

(34)

antara pemilik dan kontraktor. Tetapi hanya kontraktor mendapat efeknya terhadap perbedaan progress skedul critical path method (CPM).

Jika ditinjau penjelasan diatas, keterlambatan pelaksanaan proyek concurrent delay terjadi dengan adanya kedua belah pihak terkait yang bertanggung jawab, kontraktor dan pemilik (owner). Hal kemungkinan terjadi jika keterlambatan proyek tersebut sulit diselesaikan, yang disebabkan adanya kemungkinan terjadi pergantian progress critical path method.

Dengan adanya concurrent delaymenurut Abdullah et al. (2010) berpendapat bahwa keterlambatan ini kemungkinan dapat mengakibatkan terjadinya perselisihan antara kontraktor dan pemilik, sehingga kontraktor hanya mendapat tambahan waktu pelaksanaan pekerjaan atau kompensasi pada keterlambatan proyek kategori excusable delay. Akan tetapi penalti atau denda pada kategori non excusable delay.

Untuk lebih jelasnya penjelasan diatas tentang jenis-jenis keterlambatan proyek dapat di gambarkan secara skematik pada Gambar 2.1:

Non excusable delay

Non concurrent Concurrent

Non critical Critical

Non compensable Compensable

Excusable delay

Gambar 2.1 Kategori keterlambatan Proyek (Vitalis et al. dalam Al- Najjar, 2008)

(35)

2.2 Klasifikasi Penyebab Keterlambatan Proyek ditinjau dari Aspek Manajemen dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi

Terdapat 2 jenis aspek manajemen pelaksana proyek konstruksi yaitu: aspek manajemen proyek dan aspek manajemen konstruksi. Karena kedua aspek manajemen tersebut sangat berpengaruh dalam menentukan variabel dan sub faktor penyebab keterlambatan pelaksanaan proyek. Seperti penjelasan diatas, maka penulis merangkumnya didalam menentukan variabel penelitian disamping aspek-aspek lain yang dikombinasi, Definisi manajemen proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) hingga berakhirnya proyek untuk menjamin pelaksanan proyek secara tepat waktu, tepat biaya dan tepat mutu (Ervianto, 2005).

Manajemen konstruksi (construction management) menurut Ervianto (2005) adalah bagaimana agar sumber daya yang terlibat dalam proyek konstruksi dapat diaplikasikan oleh manajer proyek secara tepat. Sumber daya dalam proyek konstruksi dapat dikelompokkan menjadi manpower, material, machines, money, method.

Disisi lain, Proboyo mengklasifikasikan penyebab keterlambatan berdasarkan aspek manajemen yang diambil sesuai definisi manajemen proyek, manajemen konstruksi dan dokumen kontrak.

Kraiem dan Dickman dalam Proboyo (2009) mengatakan bahwa terdiri 45 jenis penyebab keterlambatan dan diklasifikasikan dalam aspek manajemen yang

(36)

A. Aspek Perencanaan dan Penjadwalan Pekerjaan antara lain:

1. Penetapan jadwal proyek yang amat ketat oleh pemilik.

2. Tidak lengkapnya identifikasi jenis pekerjaan yang harus ada.

3. Rencana urutan kerja yang tidak tersusun dengan baik/terpadu.

4. Penentuan durasi waktu kerja yang tidak seksama.

5. Rencana kerja pemilik yang sering berubah-ubah.

6. Metode konstruksi/pelaksanaan kerja yang salah atau tidak tepat.

B. Aspek lingkup dan dokumen pekerjaan (kontrak) antara lain:

1. Perencanaan (gambar/spesifikasi) yang salah atau tidak lengkap.

2. Perubahan desain/detail pekerjaan pada waktu pelaksanaan.

3. Perubahan lingkup pekerjaan pada waktu pelaksanaan.

4. Proses pembuatan gambar kerja oleh kontraktor.

5. Proses permintaan dan persetujuan gambar kerja oleh pemilik.

6. Ketidak sepahaman aturan pembuatan gambar kerja.

7. Ada banyak (sering) pekerjaan tambah.

8. Adanya permintaan perubahan atas pekerjaan yang telah selesai.

C. Aspek system organisasi, koordinasi dan komunikasi antara lain:

1. Keterbatasan wewenang personil pemilik dalam pengambilan keputusan.

2. Kualifikasi personil/pemilik yang tidak professional dibidangnya.

3. Cara inspeksi dan kontrol pekerjaan yang birokratis oleh pemilik.

(37)

4. Kegagalan pemilik mengkoordinasi pekerjaan dari banyak kontraktor/sub kontraktor.

5. Kegagalan pemilik mengkoordinasi penyerahan/penggunaan lahan.

6. Keterlambatan penyediaan alat/bahan dll yang disediakan oleh pemilik.

7. Kualifikasi dan teknis manajerial yang buruk dari personil-personil dalam organisasi kerja kontraktor.

8. Koordinasi dan komunikasi yang buruk antar bagian-bagian dalam organisasi kerja kontraktor.

9. Terjadinya kecelakaan kerja.

D. Aspek kesiapan/penyiapan sumber daya antara lain:

1. Mobilisasi sumber daya (bahan, alat, tenaga kerja) yang lambat.

2. Kurangnya keahlian dan ketrampilan serta motivasi kerja para pekerja- pekerja yang langsung di lapangan.

3. Jumlah pekerja yang kurang memadai/sesuai dengan aktifitas pekerjaan yang ada.

4. Tidak tersedianya bahan yang secara cukup pasti/layak sesuai kebutuhan.

5. Tidak tersedianya alat/peralatan kerja yang cukup memadai/sesuai kebutuhan.

6. Kelalaian/keterlambatan oleh pekerjaan sub kontraktor.

7. Pendanaan kegiatan proyek yang tidak terencana dengan baik (kesulitan pendanaan di kontraktor).

(38)

8. Tidak terbayarnya kontraktor secara layak sesuai haknya.

(kesulitan pembayaran oleh pemilik).

E. Aspek sistem inspeksi, kontrol dan evaluasi pekerjaan antara lain:

1. Pengajuan contoh bahan oleh kontraktor yang tidak terjadwal.

2. Proses permintaan dan persetujuan contoh bahan oleh pemilik yang lama.

3. Proses pengujian dan evaluasi uji bahan dari pemilik yang tidak relevan.

4. Proses persetujuan ijin kerja yang bertele-tele.

5. Kegagalan kontraktor melaksanakan pekerjaan.

6. Banyak hasil pekerjaan yang harus diperbaiki/diulang karena cacat/tidak benar.

7. Proses tata cara evaluasi kemajuan pekerjaan yang lama dan lewat jadwal yang disepakati.

F. Aspek lain-lain (aspek diluar kemampuan pemilik dan kontraktor) antara lain:

1. Kondisi dan lingkungan tapak ternyata tidak sesuai dengan dugaan.

2. Transportasi ke lokasi proyek yang sulit.

3. Terjadi yang hal-hal yang tidak terduga seperti kebakaran, banjir, badai/angin ribut, gempa bumi, tanah longsor, cacat amat buruk.

4. Adanya pemogokan buruh.

5. Adanya huru hara/kerusuhan, perang.

(39)

6. Terjadinya kerusakan/pengerusakan akibat kelalaian atau perbuatan pihak ketiga.

7. Perubahan situasi atau kebijaksanaan politik/ekonomi pemerintah.

Kraiem dan Dickman dalam Proboyo (2009) menentukan 45 jenis (faktor-faktor) penyebab keterlambatan karena yang menjadi objek penelitiannya adalah proyek konstruksi bangunan gedung. Sedangkan peneliti melakukan penelitian adalah proyek konstruksi jembatan yang berlokasi di Sumatera Utara dan Aceh. Dengan demikian peneliti mengambil sumber kajian jenis penyebab keterlambatan berdasarkan peneliti- peneliti (researches) sebelumnya yaitu:

1. Kraiem dan Dickman dalam Proboyo (2009).

2. Vidalis et al dalam Al-Najjar (2008).

3. Theodore dalam Wei (2010).

4. Ahmed et al (2002).

Dengan sumber kajian berdasarkan peneliti-peneliti (researches) sebelumnya, maka peneliti menentukan sebanyak 61 jenis faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek jembatan di Sumatera Utara dan Aceh. Namun selanjutnya enam puluh satu (61) jenis faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek jembatan ini akan dijelaskan pada bab tiga metodologi, apa saja jenis (faktor-faktor) tersebut.

(40)

2.3 Hal-hal yang berkaitan dengan Pelaksanaan Proyek Konstruksi Jembatan Terdapat hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek konstruksi jembatan, diantaranya adalah:

2.3.1 Dampak Keterlambatan Proyek Konstruksi Jembatan

Keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi jembatan tidak diinginkan semua pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder), akibatnya dapat merugikan.

Terlambatnya waktu penyelesaian proyek dari yang dijadwalkan semula, dan biaya tambah pelaksanaan penyelesaiannya. Termasuk juga pengguna jembatan adalah masyarakat. Dengan adanya masalah ini, maka pengguna jembatan yang seharusnya sampai ketempat tujuan dengan waktu sudah terjadwal. Akan tetapi lebih lama sampai ketempat tujuan dan termasuk biaya ongkos minyak kendaraan yang meningkat. Akibat menempuh perjalanan ketempat tujuan lebih jauh dan lama dari perjalanan yang normal. Dengan adanya keterlambatan penyelesaian waktu pelaksanaan proyek maka semua pihak dirugikan.

2.3.2 Pembuktian Keterlambatan Proyek

Adanya permasalahan keterlambatan pelaksanaan proyek yang terjadi, maka dapat menyebabkan perubahan pelaksanaan penyelesaian progress yang sudah dijadwalkan. Meningkatnya biaya dan kemungkinan putusnya kontrak (contract termination) (Arditi & Pattanakitchamrron dalam Wei, 2010). Oleh karena itu diperlukan pembuktian keterlambatan proyek sesuai kriteria penilaian terhadap

(41)

kondisi keterlambatan pekerjaan, karena hal ini berhubungan dengan faktor-faktor apa penyebab keterlambatan proyek. Seperti diketahui bahwa pada saat progress pekerjaan dinyatakan kritis maka menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 07/PRT/M/2011 pasal 39.1 bahwa apabila penyedia terlambat melaksanakan pekerjaan sesuai jadwal maka PPK harus memberikan peringatan secara tertulis atau dikenakan ketentuan tentang kontrak kritis. Pada pasal kritis 39.2 apabila:

a Dalam periode I rencana fisik pelaksanaan 0% - 70% dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 10% dari rencana.

b Dalam periode II rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 5% dari rencana.

c Rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat kurang dari 5% dari rencana dan akan melampaui tahun anggaran berjalan.

Kondisi keterlambatan pekerjaan berdasarkan Permen PU No.43/PRT/M/2007.

Langkah selanjutnya adalah:

1. Berita acara dengan program kerja yang telah disepakati sebagai uji coba I.

Kontraktor melakukan uji coba I untuk dievaluasi.

2. Dan bila uji coba I gagal, maka diingkatkan dengan SCM tahap II dan dibuat berita cara dengan program kerja yang telah disepakati sebagai uji coba II.

3. Namun, jika uji coba II gagal, maka ditingkatkan dengan SCM tahap III dan dibuat berita acara dengan program kerja yang telah disepakati sebagai uji

(42)

4. Pada akhirnya bila uji coba III gagal, maka akan dilakukan putus kontrak (contract termination by employer).

Proses contract termination harus sesuai dengan Dokumen Kontrak (General Conditions pasal 15) antara lain, harus ada Surat Pemberitahuan (notice) dengan waktu yang telah ditentukan.

Dijelaskan kembali urutan Permen PU No. 43/PRT/M/2007 menurut Pusjatan- Balitbang PU bahwa perlu adanya pembuktian keterlambatan proyek. Untuk itu diadakan pertemuan dalam hal terjadinya keterlambatan progress phisik oleh penyedia jasa berdasarkan jadwal kontrak (Contract schedule). Dalam hal terjadinya keterlambatan progress fisik oleh penyedia jasa, maka harus diikuti dalam pengambilan keputusan yakni:

a) Jika terjadinya keterlambatan progress fisik antara 5% ─ 10 %, maka rapat pembuktian keterlambatan akan diadakan antara Direksi Pekerjaan, Direksi Teknis (SE/supervision engineer ) dan penyedia jasa.

b) Jika terjadinya keterlambatan progress fisik antara 10% ─ 15%, maka rapat pembuktian keterlambatan akan dilaksanakan antara Pejabat Eselon II pada pemerintah pusat atau daerah yang memiliki kewenangan pembinaan jalan, Direksi Pekerjaan, Direksi Teknis, dan Penyedia Jasa.

c) Jika terjadinya keterlambatan progres fisik pada periode I (rencana fisik 0% ─ 70 %) lebih besar dari 15% dan pada periode II ( rencana fisik 70% ─ 100%) lebih dari 10% mengacu pada syarat-syarat umum kontrak pasal 33 (kontrak kritis).

(43)

d) Selanjutnya kegiatan rapat pembuktian keterlambatan harus dibuat dalam Berita Acara rapat pembuktian keterlambatan yang ditandatangani oleh pimpinan dari masing-masing pihak sebagai catatan untuk membuat persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan berikutnya.

Dengan diketahuinya faktor penyebab keterlambatan proyek maka akan dapat ditentukan langkah selanjutnya jenis keterlambatan proyek.

Perlunya pengendalian pelaksanaan pekerjaan terhadap kuantitas dan kualitas dilaksanakan berdasarkan dokumen kontrak dan program mutu yang telah disepakati.

Untuk lebih jelasnya kriteria penilaian terhadap kondisi keterlambatan pekerjaan Permen PU No. 43/PRT/M/2007 menurut Pusjatan-Balitbang PU dapat digambarkan pada Tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Kriteria Keterlambatan Proyek Periode Rencana

Fisik Kriteria Keterlambatan Keterangan Wajar Terlambat Kritis

I II

0% ─ 7% 0% ─ 7% >7% ─ 10% >10% Apabila sampai dengan Rapat Pembuktian Ketiga, Kontraktor gagal, maka dapat diusulkan:

1. Kesepakatan tiga pihak, atau 2. Putus Kontrak

(Termination) 70% ─ 100% 0% ─ 4% > 4% ─ 5% > 5%

III 70% ─ 100% < 5%

Melampaui tahun anggaran Komposisi Tim Show

Cause Meeting Diserahkan

pada PPK Diserahkan pada PPK

Sumber: Permen PU No. 43/PRT/M/2007

(44)

Dengan adanya Permen PU No. 43/PRT/M/2007 menurut Pusjatan-Balitbang PU, maka setiap proyek yang mengalami kriteria penilaian terhadap kondisi keterlambatan penyelesaian proyek akan mengacu pada Permen PU No.

43/PRT/M/2007. Namun sekarang sudah diterbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 07/PRT/M/2011 tentang penanganan kontrak kritis pasal 39.3 yaitu:

a. Dalam hal keterlambatan pada pasal 39.1 dan penanganan kontrak pada pasal kritis 39.2 penanganan kontrak kritis dilakukan dengan rapat pembuktian (show cause meeting/SCM).

1) Pada saat kontrak dinyatakan kritis direksi pekerjaan menerbitkan surat peringatan kepada penyedia dan selanjutnya menyelenggarakan SCM.

2) Dalam SCM direksi pekerjaan, direksi teknis dan penyedia membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba pertama) yang dituangkan dalam berita acara SCM tingkat tahap I.

3) Apabila penyedia gagal pada uji coba pertama, maka harus diselenggarakan SCM tahap II yang membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba kedua) yang dituangkan dalam berita acara SCM tahap II.

(45)

4) Apabila penyedia gagal pada uji coba kedua, maka harus diselenggarakan SCM tahap III yang membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba ketiga) yang dituangkan dalam berita acara SCM tahap III.

5) Pada setiap uji coba yang gagal, PPK harus menerbitkan surat peringatan kepada penyedia atas keterlambatan realisasi fisik pelaksanaan pekerjaan.

b Dalam hal keterlambatan pada pasal 39.2 c PPK setelah dilakukan rapat bersama atasan PPK sebelum tahun anggaran berakhir dapat langsung memutuskan kontrak secara sepihak dengan mengesampingkan pasal 1266 Kitab Undang Undang Hukum Perdata.

2.3.3 Penghentian Kontrak dan Pemutusan Kontrak

Sesuai dokumen kontrak Dinas Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga antara lain:

1. Pasal 41.1 menyatakan bahwa penghentian kontrak dapat dilakukan karena pekerjaan sudah selesai.

2. Namun pada pasal 41.4 menyatakan pemutusan kontrak dilakukan para pihak terbukti melakukan kolusi, kecurangan atau tindak korupsi baik dalam proses pelelangan maupun pelaksanaan pekerjaan.

(46)

Diketahui juga didalam Dokumen Kontrak (General Conditions pasal 15) dapat dilakukan proses contract termination seperti pada penjelasan diatas sebelumnya (dapat dilihat pada Tabel 2.2 Permen PU No. 43/PRT/M/2007).

Menurut pasal 41.5 dokumen kontrak Dinas PU Direktorat Jenderal Bina Marga, pemutusan kontrak oleh pengguna jasa sekurang-kurangnya 30 hari setelah pengguna jasa menyampaikan pemberitahuan rencana pemutusan kontrak secara tertulis kepada penyedia jasa untuk kejadian (menurut pasal 41.5 dokumen kontrak Dinas PU Direktorat Jenderal Bina Marga) antara lain:

a) Penyedia jasa tidak mulai melaksanakan pekerjaan berdasarkan kontrak pada tanggal mulai kerja sesuai dengan pasal 15.2.

b) Penyedia jasa gagal pada uji coba ketiga dalam melaksanakan SCM sesuai pasal 33.2.a.6.

c) Penyedia jasa tidak berhasil memperbaiki suatu kegagalan pelaksanaan, sebagimana dirinci dalam surat pemberitahuan penangguhan pembayaran sesuai dengan pasal 58.2.

d) Penyedia jasa tidak mampu lagi melaksanakan pekerjaan atau bangkrut.

e) Penyedia jasa gagal mematuhi keputusan akhir penyelesaian perselisihan.

f) Denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan melampaui besarnya jaminan pelaksanaan.

g) Penyedia jasa menyampaikan pernyataan yang tidak benar kepada pengguna jasa dan pernyataan tersebut berpengaruh pada hak, kewajiban, atau kepentingan pengguna jasa.

(47)

h) Terjadinya keadaan kabar dan penyedia jasa tidak dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan pasal 37.7.c.

Dengan adanya kejadian yang timbul seperti diatas sebagaimana dirinci dalam huruf a) sampai h), pasal 1.266 maka Kitab Undang Undang Perdata tidak diberlakukan.

Seperti penjelasan diatas, dapat dibedakan antara penghentian kontrak dan pemutusan kontrak. Namun demikian, penelitian ini hanya terjadi penghentian kontrak yang dilaksanakan, karena pelaksanaan pekerjaan proyek jembatan sudah selesai meskipun penyelesaian pelaksanaan proyek jembatan terlambat dari yang sudah dijadwalkan dan bukan pemutusan kontrak. Masalah analisis faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek jembatan yang terlambat dari yang sudah dijadwalkan semula adalah penelitian yang dilakukan peneliti, dan diharapkan solusi penelitian ini diperoleh hasil sesuai dengan tujuan penelitian.

2.4 Penelitian sebelumnya berkaitan dengan Penyebab Keterlambatan Proyek Beberapa peneliti sebelumnya telah melakukan riset dan mempublikasikannya dalam bentuk jurnal, tesis, literature, handbook. Dibawah ini dijelaskan penelitian peneliti-peneliti sebelumnya, dan ini sebagai acuan untuk menyelesaikan tesis ini.

2.4.1 Beberapa Penelitian Terdahulu

Analisis faktor faktor penyebab keterlambatan proyek konstruksi jembatan telah banyak dijadikan bahan penelitian. Beberapa penelitian menggunakan kuesioner, pengujian statistik, analisa tools yang sering digunakan adalah SPSS.

(48)

Dewati et al (2010) melakukan penelitian dengan judul Proyek Pembangunan Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) WI Ruas Kebon Jeruk-Penjaringan Paket 4

& 5. Hasil penelitian mereka menemukan faktor faktor resiko yang paling dominan menyebabkan penurunan kinerja waktu, sehingga menyebabkan keterlambatan proyek pembangunan JORR (Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta) W 1 ruas Kebon Jeruk – Penjaringan (Paket 4&5). Penemuan ini membuka jalan dalam mendapatkan penanganan yang tepat untuk memperbaikinya.

Nainggolan et al (2010) melakukan penelitian dengan judul Manajemen Resiko Kinerja Biaya dan Waktu Proyek Central Park Jakarta. Hasil penelitian yang diperoleh adalah proyek konstruksi apartemen termasuk salah satu proyek yang dipengaruhi oleh resiko dan ketidakpastian. Mengidentifikasi faktor faktor resiko dominan yang berpengaruh terhadap kinerja biaya dan waktu proyek pada konstruksi pembangunan Apartemen Central Park Jakarta Barat. Kuesioner ditujukan kepada stakeholder seperti Developer dan Main Contractor, dianalisa secara statistik untuk mendapatkan model hubungan antara faktor faktor resiko terhadap kinerja waktu dan biaya proyek serta bobot variabel yang mempengaruhinya.

Proboyo (1999) melakukan penelitian dengan judul Keterlambatan Waktu Pelaksanaan Proyek. Hasil penelitian yang diperoleh adalah keberhasilan melaksanakan proyek konstruksi tepat pada waktunya adalah salah satu tujuan terpenting, baik bagi pemilik maupun kontraktor. Keterlambatan adalah sebuah kondisi yang sangat tidak dikehendaki karena akan sangat merugikan kedua belah pihak dari segi waktu dan biaya. Penelitian ini bertujuan menemukan faktor faktor

(49)

yang sangat berperan atau mendominasi segala penyebab keterlambatan dengan maksud agar proses perencanaan dan penjadwalan proyek konstruksi dapat dilakukan dengan lebih lengkap dan cermat, sehingga keterlambatan sedapat mungkin dihindari atau dikendalikan. Temuan penyebab-penyebab keterlambatan yang dikonfirmasikan dengan segi lapangan menggunakan kuesioner yang didistribusikan kepada kontraktor, menunjukkan bahwa masalah-masalah tidak seksamanya rencana kerja, tidak tersedianya sumber daya dan kurangnya komunikasi, koordinasi, merupakan faktor-faktor yang dominan sehingga penyebab keterlambatan dari sisi kontraktor.

Dari sisi pemilik masalah ketidaklengkapan dan ketidakjelasan desain dan lingkup pekerjaan, masalah sistem pengawasan dan pengendalian proyek merupakan faktor yang dominan sebagai penyebab keterlambatan.

Widhiawati (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Konstruksi. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa pelaksanaan proyek konstruksi umumnya mempunyai rencana dan jadwal pembuatan, rencana proyek mengacu pada perkiraan saat rencana pembangunan dibuat. Masalah dapat timbul apa bila ada ketidaksesuaian antara rencana dengan pelaksanaannya. Dampaknya adalah keterlambatan pelaksanaan dan meningkatnya biaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui penyebab utama dan faktor-faktor penyebab keterlambatan kuesioner didistribusikan kepada kontraktor yang berada di kotamadya Denpasar dan terdaftar sebagai anggota Gapensi Bali. Dari 216 kontraktor gred 2-7 dikotamadya Denpasar, diambil sampel 56 dengan

(50)

digunakan adalah uji statistik non parametrik dengan analisis Kendall W menggunakan program SPSS 14.0 for windows.

Menurut Andi et al (2003) dan Proboyo (1999), faktor-faktor keterlambatan dikelompokkan menjadi 10 faktor. Selanjutnya dipaparkan dalam kuesioner site manager dan pelaksanaan lapangan pada masing-masing kontraktor. Dari 168 responden yang turut berpartisipasi dapat disimpulkan bahwa faktor tenaga kerja mempunyai tingkat kesepakatan/keselarasan yang paling dominan, penyebab utama adalah keahlian tenaga kerja. Dapat ditunjukkan dengan nilai statistik hubungan >

statistik tabel (242.260 > 12.592) dan probabilitas < 0.05 (0.00 < 0.005). Ho ditolak berarti ada keselarasan diantara responden tentang pengaruh faktor keterlambatan yang mempengaruhi serta nilai W sebesar 0.241 berada diantara 0.20-0.399 berarti tingkat keselarasan antara responden adalah rendah.

Assaf et al (2006) melakukan penelitian dengan judul Change Order in Construction Projects in Saudi Arabia. Hasil penelitian yang diperoleh mengemukakan tentang perbedaan kategori proyek konstruksi di Saudi Arabia.

Ditetapkan bahwa penyebab keterlambatan proyek dengan melakukan survei terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan proyek yaitu; pemilik, konsultan dan kontraktor maka dari hasil survei terhadap 23 kontraktor, 19 konsultan dan 15 pemilik, terdapat 73 penyebab keterlambatan yang ditetapkan selama riset. 76% dari kontraktor, 56% konsultan menetapkan bahwa rata-rata keterlambatan pelaksanaan proyek sekitar 10% dan 30% dari waktu yang yang telah ditetapkan sesuai kontrak.

Umumnya penyebab keterlambatan proyek yang didapatkan terhadap pihak-pihak

(51)

yang terlibat (kontraktor, konsultan dan pemilik) tentang adanya perubahan rencana (change order). Hasil dari survei diperoleh 70% terdapat proyek yang diperpanjang waktu pelaksanaannya dari yang dijadwalkan, dan 45 dari 76 proyek konstruksi terjadi keterlambatan pelaksanaan pekerjaan proyek. Digunakan koefisien korelasi Spearman untuk hubungan menyatakan setuju atau tidak didalam rangking penyebab penting keterlambatan konstruksi proyek dengan pihak-pihak yang terlibat, pemilik, kontraktor dan konsultan. Dengan demikian diperoleh hasil penelitian ini melalui responden terhadap pemilik, konsultan dan kontraktor. Untuk penelitian ini digunakan korelasi Spearman dengan koefisien korelasi antara +1 dan ─1, dimana +1 menyatakan setuju, sedangkan ─1 menyatakan tidak setuju. Korelasi rangking Spearman digunakan menentukan langkah selanjutnya yaitu perbandingan korelasi antara penyebab penting keterlambatan proyek terhadap pihak-pihak yang terkait yaitu: kontraktor, konsultan dan pemilik.

2.4.2 Resume Penyebab Keterlambatan Proyek dari Peneliti sebelumnya

Penelitian penyebab keterlambatan proyek jembatan didasari latar belakang dari peneliti-peneliti (researches) sebelumnya, seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Penyebab Keterlambatan Proyek didasari latar belakang dari peneliti-peneliti (researches) sebelumnya

Peneliti (research)

Project Jumlah

penyebab yg diidentifikasi

Kasus Keterlambatan

Gambar

Tabel 2.7 Saran-saran aspek sistem inspeksi, kontrol dan evaluasi pekerjaan   . Penetapan sub faktor ini sebanyak 7 sub faktor penyebab keterlambatan proyek jembatan, menurut  Kraiem dan Dickman dalam Proboyo (2009)
Gambar 3.2 Variabel a Keterlambatan Proyek Jembatan
Gambar 3.5  Variabel  X 3  Aspek Sistem Organisasi, Koordinasi dan Komunikasi
Gambar 3.7  Variabel  X 5
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Mekanisme perilaku dari hewan kadang sama dengan manusia dan lebih gampang untuk mempelajari spesies yang bukan manusia.. Kita tertarik kepada hewan karena kita peduli

Setelah tahun 1897 Joseph John Thomson berhasil membuktikan dengan tabung sinar katode bahwa sinar katode adalah berkas partikel yang bermuatan negatif (berkas elektron) yang ada

[r]

Sedangkan Pamungkas (2011) menyatakan bahwa padat tebar terbaik untuk pemeliharaan larva ikan betok adalah 10 ekor/akuarim dari 20 &amp; 30 ekor/akuarium yang

The theoretical research and construction of Music Iconography could have been used to solve the problems occurred in academic practice of modern art and musicology.

padi dengan penggenangan air terus-menerus (ketinggian air 3-6 cm) dari sejak tanam sampai menjelang panen paling banyak mengkonsumsi air, baik pada MH maupun pada MK, karena

Sedangkan kewaspadaan ibu rumah tangga (variabel y) setelah mendapat terpaan berita penculikan anak di televisi, operasionalisasinya dapat diukur melalui indikator yang meliputi;