• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

3.4 Variabel X 1

Aspek Perencanaan dan Penjadwalan ... 80

2

(Kontrak) ... 82 Aspek Lingkup dan Dokumen Pekerjaan

3.5 Variabel X3

dan Komunikasi ... 84 Aspek Sistem Organisasi, Koordinasi

3.6 Variabel X4

3.7 Variabel X

Aspek Kesiapan/Penyiapan Sumber Daya ... 87

5

Evaluasi Pekerjaan ... 89 Aspek Sistem Inspeksi, Kontrol dan

3.8 Variabel X6

Pemilik dan kontraktor) ... 91 Aspek Lain-Lain (aspek diluar kemampuan

3.9 Diagram Ishikawa (Diagram Tulang Ikan) dari faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek

konstruksi jembatan ... 91 A 3.10 Metode Statistik ... 94

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Penyebab Keterlambatan proyek didasari latar belakang dari peneliti- peneliti (researches) sebelumnya

Lampiran II Tabel Responden Lampiran III Kalkulasi Mean Rank

Lampiran IV Hasil Penelitian nilai rata-rata (mean rank) Lampiran V Struktur Organisasi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Umumnya sebuah proyek, mempunyai rencana pelaksanaan dan jadwal pelaksanaan yang tertentu dan sudah terjadwal, kapan pelaksanaan proyek harus dimulai, dan kapan harus diselesaikan. Setiap pelaksanaan proyek konstruksi menginginkan berhasil dalam pelaksanaan penyelesaian proyek, dengan tepat waktu, dalam pembiayaannya sesuai spesifikasinya serta terdapat kepuasan dari pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam proyek tersebut.

Salah satu masalah terpenting dalam konstruksi proyek adalah keterlambatan (delay). Madjid (2006) menyatakan bahwa keterlambatan terjadi hampir di setiap pekerjaan proyek dan mempunyai masalah yang berbeda. Beberapa proyek hanya terlambat beberapa hari dari yang sudah dijadwalkan, akan tetapi beberapa proyek konstruksi mengalami keterlambatan sampai beberapa tahun lamanya. Menjadi sangat penting untuk mengetahui penyebab keterlambatan proyek agar dapat diminimalkan serta dicegah terjadinya keterlambatan proyek tersebut.

Keterlambatan proyek jembatan khususnya di Sumatera Utara dan Aceh merupakan salah satu permasalahan yang banyak ditemukan pada saat ini.

Keterlambatan tersebut tentunya sangat merugikan baik pihak kontraktor sebagai pelaksana proyek maupun pihak pemerintah dalam hal ini bertindak sebagai pemilik (owner). Menurut Ervianto (2005) terjadinya keterlambatan pelaksanaan suatu

proyek mengakibatkan banyak yang dialami oleh pihak-pihak terlibat dalam proyek tersebut seperti pemilik proyek, konsultan/perencana/supervisi, kontraktor, pemasok (supplier), institusi keuangan dan masyarakat.

Terdapat 25 jembatan yang dibangun sepanjang ruas Jalan Natal – Batang Toru di Sumatera Utara yang mengalami keterlambatan pelaksanaan penyelesaian proyek pada tahun 2010. Pengerjaan proyek jembatan ini keseluruhannya dilaksanakan oleh sebuah kontraktor. Keseluruhan jembatan ini merupakan bangunan baru yang dibangun dan jalan Negara sepanjang ruas jalan Natal – Batang Toru.

Proyek pembangunan jembatan ini diharapkan selesai sesuai pada Tahun Anggaran (T.A) 2010. Kenyataannya proyek tersebut, tidak selesai sesuai dengan kontrak yang telah ditetapkan. Proyek jembatan ruas Jalan Natal – Batang Toru dimulai pada tanggal 30 April 2008 dengan nomor kontrak induk 04/KTR-APBN/33.04.471860.08/2008. Surat perintah mulai kerja (SPMK) pada tanggal 09 Mei 2008 dan berakhir tanggal 28 Mei 2010. Terhitung tujuh ratus lima puluh (750) hari kalender kerja sesuai dengan dokumen kontrak awal. Akan tetapi pada tanggal yang ditetapkan, hanya 15 buah jembatan yang dapat diselesaikan dari 25 buah jembatan yang harus dikerjakan. Hanya 63 % progress pelaksanaan proyek tersebut selesai pada tanggal 28 Mei 2010 dari yang ditetapkan sesuai dengan kontrak.

Pelaksanaan proyek tersebut kembali dilanjutkan sejak tanggal 28 Mei 2010 sampai dengan Oktober 2010 dan terdapat beberapa penyebab keterlambatan pengerjaan proyek tersebut yang didasarkan pada keterangan kontraktor seperti terjadinya banjir,

hasil akhir pekerjaan tersebut hanya menghasilkan penyelesaian sebanyak 20 buah jembatan dengan progress penyelesaian proyek sebesar 94 %. Dari pihak pelaksana, yang pada akhirnya dilaksanakan denda terhadap proyek tersebut.

Dituliskan oleh Assaf et al. (2011) bahwa tidak tepatnya jadwal penyelesaian pelaksanaan proyek akan berdampak pada peningkatan biaya tambahan proyek pada kontraktor (additional money for contractor), penundaan pada pembayaran (delay in payment), penundaan pada pemakaian material dan peralatan (delay of material and tools), penundaan pada penyelesaian proyek tersebut (delay completion schedule), perselisihan antara kontraktor dan pemilik (dispute between owner and contractor).

Bassioni & El-Razek dalam Wei (2010) telah mengidentifikasi keterlambatan (delay) di proyek diyakini adalah salah satu masalah utama yang memberikan efek negatif pada pelaksanaan proyek yang sedang berlangsung dan juga pihak-pihak terlibat. Oleh karena itu menjadi sangat penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab keterlambatan agar dapat meminimalkan dan mencegah meningkatnya biaya pelaksanaan proyek.

Kondisi ini membutuhkan suatu penanganan proyek jembatan yang ditangani dengan baik agar keterlambatan proyek dapat diminimalkan atau dihindari dan ini juga dapat mengakibatkan konflik dan perdebatan tentang apa dan siapa yang menjadi penyebabnya, oleh karena hal ini berkaitan dengan tuntutan waktu dan biaya tambah.

Berdasarkan analisis peneliti-peneliti terdahulu dan terjadinya keterlambatan proyek di Sumatera Utara maka sudah saatnya dicari solusi untuk mencegah keterlambatan proyek jembatan.

Inilah yang menjadi perhatian peneliti untuk menganalisis faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek jembatan, khususnya di Sumatera Utara dan Aceh dengan melakukan kajian berupa kuesioner terhadap pihak-pihak yang berkepentingan seperti kontraktor dan pemilik pada pelaksanaan proyek jembatan tersebut dan dapat menjadi rujukan awal bagi pemilik dan kontraktor dalam penyusunan dan penjadwalan proyek yang lebih seksama. Sehingga keterlambatan proyek yang mungkin terjadi dapat dihindari dan diantisipasi.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah sebagai berikut:

1. Terdapatnya keterlambatan penyelesaian proyek jembatan di Sumatera Utara dan Aceh.

2. Perlu diketahui faktor-faktor utama penyebab keterlambatan dalam pelaksanaan proyek jembatan tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor apa yang mempengaruhi keterlambatan penyelesaian pekerjaan proyek jembatan di Sumatera Utara dan Aceh.

2. Menganalisis faktor-faktor apa yang mempengaruhi keterlambatan penyelesaian pekerjaan proyek jembatan di Sumatera Utara dan Aceh.

3. Untuk menentukan faktor utama yang berpengaruh dalam hal keterlambatan waktu pelaksanaan proyek jembatan di Sumatera Utara dan Aceh.

1.4 Batasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan dibatasi dan meliputi:

1. Keterlambatan proyek jembatan di Sumatera Utara yang dilaksanakan oleh kontraktor.

2. Penelitian yang dilakukan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam proyek tersebut meliputi, kontraktor dan pemilik (owner) dan tidak dilakukan terhadap pihak terlibat yaitu, konsultan.

3. Pengambilan kuesioner untuk pemilik (owner) dilakukan kepada responden Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I (BBPJN I) yang membawahi 2 provinsi yaitu, Sumatera Utara dan Aceh.

4. Pengambilan data primer berupa kuesioner untuk Kontraktor, dilakukan kepada responden proyek jembatan di Sumatera Utara dan Aceh.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini bermanfaat sebagai masukan bagi pihak-pihak yang terlibat, perusahaan kontraktor, pemilik, sehingga dapat dihindari, diminimalkan keterlambatan pelaksanaan proyek jembatan sejenis selanjutnya dimasa akan datang.

2. Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada pada proses perencanaan dan penjadwalan pekerjaan, sehingga keterlambatan dapat dikendalikan lebih dini dalam tahap pelaksanaan proyek jembatan.

3. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan manajemen konstruksi dibidang pelaksanaan proyek konstruksi jembatan, khususnya mengenai manfaat penelitian ini terhadap keterkaitannya dengan pihak-pihak terlibat.

I.6 Hipotesis

Tidak terdapatnya faktor-faktor penyebab keterlambatan proyek jembatan.

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran umum, maka penelitian ini di bagi dalam lima bab. Pembagian ini dimaksudkan untuk mempermudah pembahasan serta penelaahannya, dimana uraian yang dimuat dalam penelitian ini dapat dengan mudah dimengerti. Pembagian yang dimaksud dilakukan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Didalam bab pendahuluan dibahas pemilihan judul penelitian, latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian, hipotesis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas teori yang diperlukan dalam analisa dan pembahasan

yang bersumber buku-buku referensi yang ada, jurnal, literatur, peneliti-peneliti sebelumnya dan sumber lain yang mendukung peneliti-penelitian ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menguraikan langkah-langkah dalam penelitian dan di paparkan pembahasan yang meliputi bahasan umum, pengumpulan data, identifikasi data penelitian, model penelitian/analisis, uji hipotesis, proses validasi hasil penelitian.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang data kuesioner, proses penghitungan hasil kuesioner menggunakan metode statistik korelasi konkordansi Kendall, korelasi Spearman dan mean rank, sehingga memperoleh hasil (output) penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini diperoleh kesimpulan dan saran hasil penelitian ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keterlambatan Proyek

Menurut Ervianto (2005) terdapat hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proyek, yang pada umumnya dibedakan atas hubungan fungsional, yaitu pola hubungan yang berkaitan dengan fungsi dari pihak-pihak tersebut dan juga hubungan kerja formal, yaitu pola hubungan yang berkaitan dengan kerjasama antara pihak-pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi yang dikukuhkan dengan suatu dokumen kontrak. Secara fungsional terdapat 3 pihak yang sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi, yaitu pihak pemilik proyek, pihak konsultan dan pihak kontraktor.

Ketika proyek konstruksi terlambat, artinya pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut tidak dapat diselesaikan sesuai dengan kontrak. Jika pekerjaan proyek tidak dapat dilaksanakan sesuai kontrak maka akan ada penambahan waktu. Apabila setelah penambahan waktu pelaksanaan proyek ini juga tidak selesai sesuai kontrak yang sudah disepakati, maka akan diberikan waktu tambahan oleh pihak pemilik (owner) kepada pihak pelaksana untuk menyelesaikan pekerjaan proyek tersebut.

Dengan kata lain bahwa adanya waktu tambahan yang diberikan oleh pihak pemilik (owner) kepada pihak pelaksana untuk menyelesaikan pekerjaan proyek, tetapi tidak juga terlaksana, maka kemungkinan akan terjadi pemutusan kontrak kerja (Madjid,

masalah. Tetapi adanya perpanjangan waktu dari jadwal kontrak, dapat disebabkan antara lain; pekerjaan tambah, perubahan desain, keterlambatan oleh pemilik.

masalah diluar kendali kontraktor.

Dengan adanya perbedaan perjanjian kontrak awal dengan selang waktu penyelesaian proyek maka terjadilah keterlambatan proyek yang tidak diinginkan oleh semua pihak-pihak terkait. Hal sama dinyatakan oleh Bordat et al. (2004) bahwa keterlambatan waktu pelaksanaan proyek adalah perbedaan antara pelaksanaan proyek pada saat perjanjian kontrak awal dan selang waktu penyelesaian proyek.

Dalam pengertian lain Madjid (2006) berpendapat bahwa keterlambatan proyek konstruksi dapat diidentifikasi sebagai adanya perbedaan waktu pelaksanaan pekerjaan dengan jadwal yang direncanakan pada dokumen kontrak. Dapat dikategorikan sebagai tidak tepatnya waktu pelaksanaan proyek yang telah ditetapkan.

Pembuatan rencana jadwal proyek konstruksi selalu mengacu pada perkiraan yang ada pada saat rencana pembangunan tersebut dibuat. Masalah dapat timbul apabila ada ketidaksesuaian antara jadwal rencana yang telah dibuat dengan pelaksanaannya. Sehingga dampak yang sering terjadi adalah keterlambatan waktu pelaksanaan penyelesaian proyek dan juga disertai dengan meningkatnya biaya pelaksanaan proyek tersebut (Widhiawati, 2009).

Hal yang sama dinyatakan oleh Kaming et al. dalam Al-Najjar (2008) bahwa keterlambatan proyek diasumsikan sebagai perpanjangan waktu pelaksanaan proyek dari yang dijadwalkan oleh kontraktor sesuai kontrak. Keterlambatan proyek ini

berdampak pada progress proyek dan tertundanya aktifitas pelaksanaan proyek dan kegiatan pelaksanaan proyek. Keterlambatan pelaksanaan proyek ini termasuk adanya faktor penyebab oleh faktor cuaca, sumber daya, perencanaan.

Namun menurut Vidalis et al. dalam Al-Najjar (2008) mengatakan bahwa keterlambatan proyek konstruksi dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal.

Penyebab keterlambatan proyek internal berasal dari pemilik, perencana (designer), kontraktor atau konsultan. Penyebab keterlambatan proyek eksternal (external) yaitu berasal dari luar proyek konstruksi seperti; keperluan perusahaan, pemerintah (government), sub kontraktor, pengadaan material (material suppliers), serikat buruh, keadaan alam yang tidak lazim (force majeur). Force majeur adalah kejadian diluar kemampuan kontraktor dan pemilik proyek, yang dapat mempengaruhi biaya, waktu seperti kejadian alam, huru hara, kebijakan pemerintah/ moneter.

Hal berbeda dinyatakan oleh Alghbari et al. dalam Al-Najjar (2008) tentang penyebab keterlambatan eksternal seperti kurangnya material yang ada di pasaran, kurangnya peralatan dan alat-alat yang ada di pasaran, kondisi cuaca tidak lazim, kondisi lokasi, struktur tanah yang tidak layak, keadaan ekonomi yang tidak stabil (penukaran mata uang, inflasi), adanya perubahan undang-undang dan regulasi pemerintah, adanya keterlambatan pengiriman material, adanya faktor yang berasal dari pelayanan umum (jalan, fasilitas umum, public sevices).

Dengan adanya keterlambatan proyek ini, maka 2 kategori yang berhubungan langsung yakni: masalah waktu pelaksanaan (time) proyek dan biaya (cost) (Le-Hoai et al. 2008).

Ahmad dalam Wei (2010) menyatakan bahwa keterlambatan pelaksanaan proyek dikategorikan 2 bagian yaitu: tidak cukup (lack) material dan faktor-faktor lain termasuk, tenaga kerja, material, peralatan, financial problem (masalah keuangan). Faktor-faktor tambahan seperti cuaca, terlambatnya penerimaan material, perubahan design, kesalahan spesifikasi, dan force majeure, terjadi pemogokan di lokasi proyek.

Pengelompokkan menurut Kraiem dan Dickman dalam Proboyo (2009) yang menyatakan bahwa penyebab keterlambatan waktu pelaksanaan proyek jembatan antara lain:

1. Keterlambatan yang layak mendapatkan ganti rugi (compensable delay), adalah keterlambatan yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan pemilik proyek (owner).

2. Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (non excusable delay), adalah keterlambatan yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan kontraktor.

3. Keterlambatan yang dapat dimaafkan (excusable delay), adalah keterlambatan yang disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar kendali baik pemilik maupun kontraktor.

Abdullah et al. (2010) berpendapat bahwa Compensable delay adalah keterlambatan proyek adanya kontraktor memperoleh tambahan waktu (additional time) pelaksanaan pekerjaan proyek dan kompensasi, akan tetapi untuk non compensable delay, maka kontraktor hanya memperoleh tambahan waktu pelaksanaan proyek saja.

Non excusable delay adalah keterlambatan proyek disebabkan kontraktor (contractor’d weakness) atau bukan kesalahan pemilik (owner). Kontraktor tidak mendapatkan tambahan waktu (no additional time) dan tambahan uang (no additional money) akibat keterlambatan pelaksanaan proyek (Alaghbari dalam Sallah, 2009).

Kontraktor bertanggung jawab atas keterlambatan pelaksanaan proyek. Adanya faktor penyebab keterlambatan proyek, seperti terlambatnya pengadaan material, kesulitan finansial (financial difficulties), tidak efektifnya perencanaan dan penjadwalan, perubahan manajemen.

Menurut Al-Najjar (2008) bahwa Concurrent delay dapat terjadi jika hanya satu faktor penyebab keterlambatan proyek dan ini umumnya antara pelaksanaan waktu proyek dan uang yang menjadi masalah. Akan tetapi yang lebih kompleks terjadi dan lebih spesifik, adanya masalah lebih dari satu faktor penyebab keterlambatan proyek pada saat waktu pelaksanaan bersamaan progress skedul atau tumpang tindih (overlapping) waktu pelaksanaan proyek. Hal yang terjadi ini, mengakibatkan kontraktor dan pemilik yang bertanggung jawab atas keterlambatan proyek. Dalam pengertian lain menurut Rubin et al. dalam Braimah (2008) berpendapat bahwa concurrent delay adalah kondisi dalam dua atau lebih keterlambatan proyek yang terjadi pada waktu bersamaan progress pelaksanaan proyek.

Pengertian Concurrent delay adalah keterlambatan pelaksanaan proyek lebih kompleks tapi juga lebih spesifik jenis keterlambatan proyek. Adanya keterlambatan

keterlambatan proyek yang terjadi selama pada waktu bersamaan pelaksanaan proyek atau dapat terjadinya tumpang tindih (overlapping) periode waktu pelaksanaan proyek (Alaghbari dalam Sallah, 2009). Dalam pengertian lain, adanya keterlambatan pelaksanaan proyek terjadi waktu bersamaan pada progres pelaksanaan proyek dan kategori keterlambatan proyek ini termasuk excusable delay dan non excusable delay. Oleh karena itu dampak keterlambatan pelaksanaan proyek ini, kemungkinan bisa mengakibatkan terjadinya perselisihan (disputes) antara kontraktor dan pemilik.

2.1.1 Jenis-jenis Keterlambatan Proyek

Jenis-jenis utama (main) keterlambatan proyek yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yaitu Vidalis et al. dalam Al-Najjar (2008) antara lain:

1. Keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar kendali baik oleh pemilik maupun kontraktor.

2. Keterlambatan proyek yang tidak dapat dimaafkan (non excusable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan kontraktor.

3. Keterlambatan proyek yang layak mendapat ganti rugi (compensable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan pemilik.

4. Keterlambatan proyek yang tidak layak mendapat ganti rugi (non compensable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan kontraktor.

5. Critical atau non critical, keterlambatan proyek ini adalah akibat dari waktu progress pelaksanaan proyek. Keterlambatan proyek yang tidak kritis (non critical delays), maka tidak berdampak pada skedul project.

Terjadi efeknya pada kegiatan critical path pada skedul.

6. Pelaksanaan progress atau terjadinya pada waktu bersamaan (concurrent) atau non concurrent. Hal ini terjadi ketika pemilik dan kontraktor yang bertanggung jawab atas penyebab keterlambatan pekerjaan proyek.

2.1.1.1 Keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay)

Keterlambatan proyek terjadi diluar kontrol dan jika keterlambatan proyek ini terjadi, maka kontraktor mendapat biaya tambahan pelaksanaan proyek. Sedangkan menurut Al-Najjar (2008) bahwa keterlambatan proyek ini adalah suatu kejadian pelaksanaan proyek diluar prediksi dan diluar kontrol siapapun. Excusable delays dikenal dengan keterlambatan force majeure dan umumnya disebut Acts of God.

Oleh karena itu yang terjadi ini bukan tanggung jawab dari pihak-pihak terlibat.

Umumnya pada kontrak mengizinkan kontraktor mendapat tambahan waktu untuk penyelesaian proyek, akan tetapi tidak untuk tambahan uang (Alaghbari et al. dalam

Menurut Wei (2010) bahwa standar umumnya berkaitan dengan general provisions suatu badan agensi spesifikasi publik. Wei juga mengatakan bahwa keterlambatan proyek dapat dimaafkan yang penyebab terjadinya antara lain:

1. Pemogokan pekerja.

2. Kebakaran.

3. Banjir.

4. Keterlambatan yang tidak terduga (acts of God).

5. Perubahan regulasi, seperti spesifikasi dari pemilik.

6. Salah, kelalaian, tak dicantumkan didalam perencanaan tentang spesifikasi.

7. Perbedaan kondisi lokasi lapangan (site) dengan kondisi yang berbeda dari perencanaan.

8. Keadaan cuaca yang tidak lazim (unsually severe weather).

9. Intervensi dari luar pemerintahan (government).

10. Kurangnya inspeksi, kontrol dari pemilik.

Terjadinya keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay) dengan konsuekensi bahwa kontraktor menerima pembayaran tambahan untuk waktu pelaksanaan proyek. Sehingga peristiwa ini terjadi jika pemilik telah menunda perjanjian dalam dokumen kontrak yang telah disepakati pada pelaksanaan proyek (Ahmed et al. 2002).

2.1.1.2 Keterlambatan proyek yang tidak dapat dimaafkan (non excusable delay)

Selama proyek berlangsung, kontraktor dapat mengikuti progress proyek yang sudah dijadwalkan atau meleset progressnya, tergantung dari kontraktor tersebut.

Wei (2010) berpendapat bahwa keterlambatan ini terjadi, apakah kontraktor dapat mengontrol pelaksanaan proyek atau sebaliknya. Karena keterlambatan pelaksanaan proyek ini mengakibatkan kontraktor tidak memperoleh apapun tambahan waktu pelaksanaan dan juga kompensasi (ganti rugi). Sedangkan menurut Ahmed et al.

(2002) bahwa kontraktor memperoleh sanksi akibat keterlambatan proyek tersebut.

2.1.1.3 Keterlambatan proyek yang layak mendapat ganti rugi (compensable delay)

Keterlambatan proyek terjadi yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan pemilik proyek (owner). Adanya keterlambatan pekerjaan proyek tersebut, maka pihak pelaksana (kontraktor) mendapat tambahan waktu pelaksanaan proyek. Selain itu memperoleh juga kompensasi (ganti rugi). Sedangkan Wei (2010) menyatakan bahwa apakah keterlambatan proyek itu mendapat ganti rugi, tergantung kontrak awal yang terjadi. Umumnya dengan adanya kontrak proyek, maka dapat memberikan spesifikasi jenis keterlambatan pelaksanaan proyek yang terjadi.

2.1.1.4 Keterlambatan proyek yang tidak layak mendapat ganti rugi (non compensable delay)

Keterlambatan proyek yang tidak layak mendapat ganti rugi (non compensable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan kontraktor.

Menurut Wei (2010) bahwa kontrak awal memberikan kategori spesifikasi, apakah keterlambatan proyek tersebut layak mendapat ganti rugi atau sebaliknya.

Tentu saja hal ini tergantung dari kontrak awal. Jika terjadi keterlambatan proyek kategori non compensable delay, maka pihak yang terlibat adalah kontraktor.

Kontraktor tidak menerima apapun tambahan uang. Akan tetapi kemungkinan diizinkan untuk mendapatkan tambahan waktu penyelesaian pekerjaan proyek.

2.1.1.5 Keterlambatan proyek yang kritis (critical delays)

Menurut Wei (2010), keterlambatan proyek yang berakibat pada perubahan waktu pelaksanaan proyek. Hal ini mengakibatkan terjadinya perpanjangan waktu pelaksanaan dalam milestone, dan ini umumnya disebut dengan critical delays.

Sedangkan keterlambatan proyek yang tidak mempunyai pengaruh adanya perubahan pelaksanaan atau milestone dan disebut non critical delays. Sementara itu jika kegiatan pelaksanaan proyek mengalami keterlambatan, maka kegiatan ini dapat dikontrol dengan adanya perpanjangan waktu pelaksanaannya antara lain dengan mengakibatkan:

1. Permasalahan yang terjadi pada proyek tersebut.

2. Perencanaan pekerjaan kontraktor dan skedulnya (critical path).

3. Persyaratan kontrak selanjutnya.

4. Kendala dalam proyek seperti bagaimana merealisasi pelaksanaan penyebab keterlambatan proyek.

5. Adanya input untuk pekerjaan penyelesaian pelaksanaan proyek dari pandangan praktisi ahli.

2.1.1.6 Pelaksanaan progress atau terjadinya pada waktu bersamaan (concurrent delay)

Al-Najjar (2008) mengatakan bahwa hal ini terjadi jika ada satu faktor penyebab keterlambatan pelaksanaan proyek. Umumnya diantara kedua faktor tersebut adalah waktu dan uang. Akan tetapi yang lebih kompleks kemajuan progress skedul critical path method (CPM). Penyebab keterlambatan waktu pelaksanaan proyek khususnya lebih spesifik adalah lebih dari satu faktor penyebab keterlambatan proyek sekaligus terjadi pada waktu bersamaan atau tumpang tindih (overlapping) pada kemajuan progress skedul critical path method (CPM). Ini mengakibatkan pemilik (owner) dan kontraktor yang bertanggung jawab pada keterlambatan proyek ini. Jika keterlambatan pekerjaan proyek tersebut sulit diselesaikan dan tidak juga dapat di perbaiki (recover), maka ini ada kaitannya dengan pihak yang terlibat yaitu pemilik. Sehingga kemajuan progress skedul critical path method (CPM) berbeda

antara pemilik dan kontraktor. Tetapi hanya kontraktor mendapat efeknya terhadap perbedaan progress skedul critical path method (CPM).

Jika ditinjau penjelasan diatas, keterlambatan pelaksanaan proyek concurrent delay terjadi dengan adanya kedua belah pihak terkait yang bertanggung jawab, kontraktor dan pemilik (owner). Hal kemungkinan terjadi jika keterlambatan proyek tersebut sulit diselesaikan, yang disebabkan adanya kemungkinan terjadi pergantian progress critical path method.

Dengan adanya concurrent delaymenurut Abdullah et al. (2010) berpendapat bahwa keterlambatan ini kemungkinan dapat mengakibatkan terjadinya perselisihan antara kontraktor dan pemilik, sehingga kontraktor hanya mendapat tambahan waktu pelaksanaan pekerjaan atau kompensasi pada keterlambatan proyek kategori excusable delay. Akan tetapi penalti atau denda pada kategori non excusable delay.

Untuk lebih jelasnya penjelasan diatas tentang jenis-jenis keterlambatan proyek dapat di gambarkan secara skematik pada Gambar 2.1:

Non excusable delay

Non concurrent Concurrent

Non critical Critical

Non compensable Compensable

Excusable delay

Gambar 2.1 Kategori keterlambatan Proyek (Vitalis et al. dalam Al- Najjar, 2008)

2.2 Klasifikasi Penyebab Keterlambatan Proyek ditinjau dari Aspek Manajemen dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi

Terdapat 2 jenis aspek manajemen pelaksana proyek konstruksi yaitu: aspek

Terdapat 2 jenis aspek manajemen pelaksana proyek konstruksi yaitu: aspek

Dokumen terkait