• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : LANDASAN TEORI

II.1.5 Jenis-jenis Kriteria Kinerja

Menurut Schuler dan Jackson (1996 : 11-12) ada tiga jenis dasar kinerja Yaitu:

a. Kriteria berdasarkan sifat

Kriteria ini memusatkan diri pada karakteristik pribadi seorang karyawan. Loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi, dam kemampuan memimpin merupakan sifat-sifat yang sering dinilai selama proses penilaian.

b. Kriteria berdasarkan Perilaku

Kriteria ini terfokus pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan. Kriteria semacam ini penting sekali bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personal. Kriteria kombinasi, kalau dikombinasikan dengan umpan balik kinerja, sangat bermanfat bagi pengembangan karyawan. Dengan perilaku yang teridentifikasi secara jelas, seseorang karyawan lebih dimungkinkan memperlihatkan perbuatan yang membawanya ke puncak kinerja.

c. Kriteria berdasarkan hasil

Kriteria ini berfokus pada apa yang telah dicapai atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau dihasilkan. Kriteria berdasarkan hasil mungkin tepat jika perusahaan tidak peduli bagaimana hasil dicapai, tetapi tidak tepat untuk setiap pekerjaan.

II.1.6 Sistem Penilaian Kinerja

Menurut Husnan (2000 : 123) ada beberapa sistem penilaian kinerja yang biasa digunakan, diantaranya adalah :

1. Rangking

Rangking adalah sistem penilaian kinerja yang membandingkan karyawan yang satu dengan karyawan yang lain untuk menentukan siapa yang lebih baik. Perbandingan dilakukan secara keseluruhan, artinya tidak coba-coba dipisahkan dengan faktor yang mempengaruhi kinerja.

2. Perbandingan karyawan dengan karyawan(Person to person). Perbandingan karyawan dengan karyawan adalah sistem penilaian kinerja dengan cara memisahkan penilaian kedalam berbagai faktor dengan dengan menggunakan perbandingan karyawan.

3. Grading

Grading adalah suatu sistem penilaian kinerja dengan suatu definisi yang jelas untuk setiap kategori yang telah dibuat secara

saksama. Kinerja setiap karyawan kemudian dibandingkan dengan definisi masing-masing kategori untuk dimasukan kedalam salah satunya.

4. skala Grafis

Skala grafis adalah sistem penilaian kinerja dengan cara menilai seorang karyawan berdasarkan faktor-faktor yang dianggap penting bagi pelaksanaan pekerjaan. Kemudian masing-masing faktor-faktor tersebut seperti kuantitas, pekerjaan dan tidaknya diandalkan, dibagi dalam berbagai kategori, seperti misalnya baik sekali, cukup dan kurang.

5. Cnock List

Cnock list adalah sistem penilaian kinerja dengan cara tidak menilai kinerja karyawan tetapi sekedar melaporkan. Penilaian atas tingkah laku yang dilaporkan dilakukan oleh bagian personalia. Pertimbangan yang mendalam dari pihak manajer dalam memisahkan faktor-faktor yang digunakan dalam penilaian adalah penting. Sebetulnya semakin banyak faktor yang dipertimbangkan semakin teliti penilaian. Tetapi yang penting adalah apakah faktor-faktor tersebut cukup mewakili persyaratan kerja yang dinilai.

II.1.7. Kualitas dan Kuantitas Kerja

1. Kualitas

Menurut Moekijat kualitas adalah jumlah dari pada jumlah sifat yang berhubungan dengan yang diinginkan, seperti bentuk, dimensi, komposisi, kekuatan, kepandaian membuat sesuatu, penyesuaian, kesempurnaan, warna dan sebagainya.

Unsur penting dalam kualitas atau mutu bukanlah biaya, akan tetapi kesamaan (persesuaian) dengan standard-standard yang telah diinginkan.

2. Kuantitas

Menurut Simammora kuantitas kerja adalah banyaknya pekerjaan/hasil yang dicapai oleh sesorang dalam satu hari kerja. Unsur-unsur kuantitas kerja meliputi volume kerja, ketekunan untuk melakukan pekerjaan melebihi dari yang diminta, Produksi kerja yang sangat mengesankan, memenuhi semua persyaratan minimum.

II.2 Pengupahan Insentif

Insentif merupakan alat motivasi yang dipakai sebagai daya tarik seseorang untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Beberapa ahli ekonomi mendefenisikan upah insentif secara berlainan akan tetapi pada dasarnya sama.

1. Pengertian Upah Insentif

Pengertian dari upah insentif adalah pemberian bonus atau upah oleh perusahaan kepada seseorang diatas upah normal sebagai penghargaan atas prestasi orang tersebut. Istilah upah insentif mempunyai pengertian yang terbatas, karena mencakup banyak jenis perangsang yang ditawarkan kepada karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari standar – standar yang telah ditetapkan.Sebagai contoh sistem ini tidak meliputi pembayaran upah lembur, upah untuk waktu tidak kerja, atau upah diferensial berdasarkan shift. ( Hani Handoko : 1985 : 129 )

Dengan begitu “pengupahan insentif” dimaksudkan untuk memberikan upah yang berbeda, tetapi bukan didasarkan pada evaluasi jabatan namun ditentukan berdasarkan perbedaan prestasi kerja. Sehingga karyawan yang memiliki jabatan yagn sama bisa menerima upah yang berbeda, meskipun upah dasarnya memang sama. Perbedaan upah tersebut merupakan “tambahan upah” (bonus) karena adanya kelebihan prestasi yang membedakan dengan yang lain (Suad Husnan: 1984 :161).

Sistem upah insentif dimaksudkan perusahaan terutama untuk meningkatkan produktivitas karyawan dan mempertahankan karyawan yang berprestasi untuk tetap berada dalam perusahaan. Dengan demikiam upah insentif sebenarnya merupakan suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang atau lainnya dalam upaya untuk

mencapai tujuan – tujua organisasi dengan menawarkan perangsang finansial diatas dan melebihi upah atau gaji dasar. Keberhasilan motivasi ini haruslah kita ukur dari hasilnya. Benarkah dengan diberikannya tambahan upah untuk mereka yang berprestasi baik akan manaikan produktivitas? Inilah yang harus selalu diukur untuk menilai keberhasilan program pengupahan insentif.

Pelaksanaan sistem upah insentif ini adalah untuk meningkatkan output dan efisiensi, sehingga produktivitas kerja meningkat. Jadi pada dasarnya hal tersebut dimaksudkan perusahaan untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dan mempertahankan karyawan yang berprestasi untuk tetap loyal.

2. Sistem Pengupahan insentif untuk karyawan produksi (blue collar worker)

Yang dimaksud dengan sistem pengupahan yaitu suatu cara yang dipakai perusahaan dalam memberikan upah pada karyawan. Menurut Husnan (1984 : 163 – 168) secara umum sistem upah insentif dibagi menjadi dua.

Sistem pengupahan itu adalah sebagai berikut : a. Piece rates (Unit yang dihasilkan)

1) Straight piecework plan (upah per potong proposional)

Sistem ini paling banyak digunakan. Dalam hal ini pekerjaan dibayar berdasarkan seluruh produk yang dihasilkannya

dikalikan tarif upah perpotong didasarkan atas penyelidikan waktu untuk menentukan waktu standarnya.

2) Taylor piecework plan (Upah perpotong taylor)

Tarif dibayarkan berbeda untuk karyawan yang bekerja di atas dan di bawah output rata-rata. Mereka yang berhasil mencapai output rata-rata (standar) atau melebihinya akan menerima upah perpotong yang lebih besar daripada mereka yang bekerja di bawah rata-rata.

3) Group piecework plan (Upah per potong kelompok)

Tarif dibuat berdasarkan standar untuk kelompok. Mereka yang berada di atas standar kelompok akan dibayar sebanyak unit yang dihasilkan dikalikan dengan tarif per unit. Sedang yang bekerja di bawah standar akan dibayar dengan jam kerja dikalikan dengan tarif perjamya.

b. Time bonuses (Premi berdasarkan waktu) 1) Berdasarkan waktu yang dihemat

- Halsey plan

Pada cara ini besarnya persentase premi yang diberikan adalah 50 % dari waktu yang dihemat dikarenakan anggapan bahwa tidak adanya standar kerja yang tepat sekali.

- 100 percent premium plan

Pada cara ini besarnya persentase yang diberikan adalah 100 % dari waktu yang dihemat.

- Bedaux plan

Pada cara ini premi yang diberikan adalah 75 % dari waktu yang dihemat.

2) Berdasarkan atas waktu pengerjaan - Rowan plan

- Emerson plan

3) Premi diberikan atas dasar waktu standar dengan metode Gantt task and bonus plan. Pada cara ini premi akan diberikan sebesar 20 % dari waktu standar.

3. Sifat dasar agar sistem upah insentif bisa berhasil (Ranupandojo dan Husnan : 1986 : 163) adalah sebagai berikut :

a. Pembayarannya hendaknya sederhana sehingga dapat dimengerti dan dihitung oleh karyawan sendiri.

b. Penghasilan yang diterima buruh hendaknya langsung menaikan output dan efisiensi.

c. Pembayarannya hendaknya dilakukan secepat mungkin.

d. Standar kerja hendaknya ditentukan dengan sangat hati-hati. Standar yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah sama tidak baiknya.

e. Besarnya upah normal dengan standar kerja perjam hendaknya cukup merangsang pekerja untuk bekerja lebih giat.

Disamping memperhatikan sifat dasar tersebut, perusahaan juga harus membuat standar produksi. Standar produksi adalah suatu hal yang telah diputuskan akan dijadikan sebagai pedoman yang harus dipergunakan

dalam pelaksanaan proses produksi dari perusahaan yang bersangkutan. Dengan penetapan standar ini yang dihubungkan dengan sistem upah insentif yang diberikan, dimaksudkan agar jangan sampai kebijakan insentif membuat perusahaan rugi. Seringkali pihak perusahaan menetapkan untuk memberikan insentif kepada karyawan yang mampu menyelesaikan pekerjaan melebihi standar. Kebijaksanaan ini membuat karyawan menjadi kurang berhati-hati , mereka hanya mengejar target banyak yang dapat diselesaikan , dimana hasil pekerjaan banyak yang salah dan kurang bermutu. Untuk mencegah hal itu maka perlu penetapan standar produksi, antara lain : (Sukanto : 1984 : 245– 252) a. standar penggunan bahan baku

Standar ini sangat penting artinya didalam pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan. Standar penggunaan bahan baku merupakan standar yang menentukan jenis bahan baku dan jumlah masing-masing jenis yang akan dipergunakan untuk memproduksikan suatu unit produk. Dengan adanya standar penggunaan bahan baku ini maka perusahaan akan dapat merencanakan pengadaan bahan baku dengan lebih cermat, sedangkan karyawan akan dapat bekerja dengan lebih baik, karena terdapat kejelasan didalam penggunaan bahan baku tersebut dan proses produksi dapat berjalan dengan lancar sehingga produktivitas perusahaan akan dapt bertahan pada tingkat yang tinggi.

b. Standar waktu proses

Waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan merupakan hal yang penting bagi terlaksananya proses produksi yang baik. Apabila perusahaan mempunyai standar waktu proses untuk pelaksanaan proses produksinya, maka manajemen perusahaan tersebut akan mempunyai kemudahan di dalam menyusun perencanaan, pengalokasian, dan pengendalian karyawan yang ada dalam perusahaan. Dan dengan menggunkan waktu standar yang benar , maka karyawan perusahaan akan dapat bekerja dengan baik sesuai dengan standar yang telah ditentukan tersebut.

c. Standar bentuk dan ukuran

Bentuk dan ukuran dari produk yang diproduksikan oleh perusahaan hendaknya mempunyai standar yang baku. Hal ini disebabkan oleh karena jika bentuk dan ukuaran tidak diberikan standar yang baku, maka karyawan nantinya akan kurang jelas apa yang harus dikerjakan dan mungkin akan membuat bentuk dan ukuran sendiri-sendiri yang tidak sesuai dengan yang diharapkan perusahaan dan konsumen.

d. Standar kualitas.

Standar kualitas ini sangat perlu dijelaskna kepada karyawan yang bersangkutan sehingga di dalam proses produksi para karyawan tersebut akan dapat memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh perusahaan.

4. Kesulitan dari sistem pengupahan insentif

Meskipun ide dasar dari pembuatan upah insentif adalah baik, yaitu meningkatkan output dan efisiensi, kita juga harus menyadari bebagai kesulitan yang timbul dari sistem pengupahan insentif. Diantara berbagai kesulitan itu adalah : (Husnan : 1986 : 162)

a. Beberapa alat ukur dari berbagai prestasi karyawan haruslah bisa dibuat secara tepat. Alat pengukur ini haruslah bisa diterima dan wajar.

b. Berbagai alat pengukur ini haruslah dihubungkan dengan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan

c. Data yang menyangkut berbagai prestasi haruslah dikumpulkan tiap hari, minggu atau bulan.

d. Standar yang ditetapkan haruslah mempunyai kadar atau tingkat kesulitan yang sama untuk setiap kelompok kerja.

e. Gaji atau upah total dari upah pokok ditambah bonus yang diterima, haruslah konsisten diantara berbagai kelompok pekerja yang menerima insentif, dan antara kelompok yang menerima insentif dan yang tidak menerima insentif.

f. Prestasi haruslah disesuaikan secara periodik, dengan adanya perubahan dalam prosedur kerja.

g. Kemungkinan oposisi dari pihak serikat buruh sudah harus diperkirakan.

h. Berbagai reaksi karyawan terhadap sistem pengupahan insentif yang kita lakukan juga harus sudah diperkirakan.

II.3 Manajemen Produksi

Manajemen produksi terdiri atas proses perubahan (conversion process) sumber daya–sumber daya (input) menjadi barang atau jasa (output)

Input

SDM SDA SD nformasi

Umapan

balik Umpan balik Umpan balik

Gambar II.1.Proses konversi

Gambar diatas memeperlihatkan bahwa setelah semua unsur input yang dibutuhkan tersedia, maka proses produksi dapat dimulai yang meliputi proses pembuatan dalam unit-unit prosessing dengan prosedur yang benar dan dikontrol untuk mendapatkan kesesuaian dengan design yang ditetapkan. Proses produksi akan berakhir ketika poroduk yang dihasilkan dilakukan pengepakan untuk siap dikirimkan ke konsumen. Dalam proses produksi terjadi berbagai macam proses yaitu :

Proses Transformasi Proses produksi dengan menggunakan berbagai macam fasilitas produksi Output Barang Jasa Pengendalian

1. Proses Pembuatan : proses dimana bahan baku yang diperlukan diolah dan dirakit menjadi sebuah produk.

2. Proses pengujian : pemerikasaan barang jadi sebelum diserahkan ke konsumen atau sebelum dikirim ketempat penyimpanan persediaan. Tujuannnya untuk mengetahui karakteristik fisik dan produk apakah telah sesuai dengan spesifikasinya.

3. Proses pengepakan : semua usaha untuk mengembangkan dan menyediakan pelindung suatu produk, yang bertujuan untuk melindungi produk , membuat konsumen nyaman, promosi produk.

Macam tipe produksi :

1. Proses produksi terus menerus (Continuous process)

Adalah proses produksi barang atas dasar aliran produk dari satu operasi ke operasi berikutnya tanpa penumpukan disuatu titik dalam proses. Pada umumnya industri yang cocok dengan tipe ini adalah industri yang memiliki karakteristik :

a. Output yang direncanakan dalam jumlah besar b. Variasi atau jenis produk yang dihasilkan rendah c. Produk bersifat standar

2. Proses produksi terputus-putus (Intermittent process)

Adalah proses produksi yang digunakan untuk pabrik yang mengerjakan barang bermacam-macam, atau bervariasi, baik bentuk maupun jumlahnya. Macam barang selalu berganti-ganti sehingga selalu dilakukan persiapan produksi dsan penyetelan mesin kembali setiap

macam barang yang dibuat diganti. Dikatakan proses produksi terputus-putus karena perubahan proses produksi setiap saat terterputus-putus-terputus-putus apabila terjadi perubahan macam barang yang dikerjakan.

26

Dokumen terkait