• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG OBLIGASI SYARIAH

3. Jenis-jenis Obligasi Syariah

Sukuk sebagai instrumen surat berharga syariah memiliki banyak bentuk dan akad. Hal tersebut dimaksudkan agar investor dan emiten dapat memilih akad apa yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Adapun jenis-jenis sukuk tersebut antara lain:

a) Sukuk Mudharabah

Menurut Fatwa DSN No: 33 / DSN-MUI / IX / 2002 Sukuk mudharabah merupakan suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.10

Gambar 1

Skema Sukuk Mudharabah

(Sumber : Pelatihan Investasi)

10 Agus Edi S, ed., Pengertian Investasi : Pelatihan Investasi, 13 Januari 2007 (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2007), h.20.

MODAL

BAGI HASIL PENDAPATAN

EMITEN/ PERUSAHAAN/ MUDHARIB KEGIATAN USAHA INVESTOR/ PEMODAL/ SHAHIBUL MAAL

Pengembalian Modal Pokok

Nisbah Nisbah

Menurut Iggi H. Achsien seperti yang dikutip oleh Heri Sudarsono, yaitu terdapat beberapa hal pokok mengenai sukuk mudharabah yang dapat diringkas dalam beberapa butir yaitu sebagai berikut:

1) Kontrak atau akad mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan. 2) Rasio atau persentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan komponen

pendapatan (revenue) atau keuntungan (opening profit, EBIT atau EBITDA). 3) Nisbah ini dapat ditetapkan konstan meningkat ataupun menurun dengan

mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak.

4) Pendapatan bagi hasil berarti jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh karenanya harus dibayarkan oleh emiten kepada pemegang sukuk mudharabah dengan pendapatan atau keuntungan yang dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten.

5) Pembagian hasil pendapatan atau keuntungan ini dapat dilakukan secara periodik (bulanan, kuartalan, semesteran, tahunan).

6) Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual emiten, maka sukuk mudharabah memberikan indicative return tertentu.11

Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan struktur obligasi syariah mudharabah, diantaranya:

1) Obligasi syariah mudharabah merupakan bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan jangka waktu relatif panjang.

11 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), Ed.ke-2 Cet.3, h. 228.

2) Obligasi syariah mudharabah dapat digunakan untuk pendanaan umum (general financing) seperti pendanaan modal kerja ataupun capital expenditure.

3) Mudharabah merupakan pencampuran kerjasama antara modal dan jasa (kegiatan usaha), sehingga membuat strukturnya memungkinkan untuk tidak memerlukan jaminan (collateral) atas aset yang spesifik.

4) Telah memiliki pedoman khusus melalui pengesahan fatwa No: 33 / DSN-MUI / IX / 2002.12

Untuk mengetahui prinsip dasar pembagian hak dan kewajiban dalam obligasi syariah mudharabah adalah sebagai berikut:13

Tabel 2. 1

Prinsip Dasar Pembagian Hak dan Kewajiban dalam Obligasi Syariah

Mudharabah

No.

INVESTOR EMITEN

Hak Pemilik Modal

(Shahib al-Maal)

Hak Pengelola Modal

(Mudharib) 1. Menerima bagian laba tertentu

sesuai yang disepakati dalam mudharabah.

Menerima bagian laba tertentu sesuai yang disepakati dalam mudharabah. 2. Meminta jaminan dari mudharib

atau pihak ketiga yang dapat digunakan apabila mudharib melakukan pelanggaran atas akad mudharabah. Jaminan tersebut dapat berupa jaminan kebendaan dan atau jaminan umum, seperti jaminan perusahaan (corporate guarantee) dan jaminan pribadi (personal guarantee).

KewajibanPemilik Modal

(Shahib al-Maal)

Kewajiban Pengelola Modal

(Mudharib) 1. Mengawasi pelaksanaan kegiatan

usaha yang dilakukan oleh mudharib.

Mengelola kegiatan usaha untuk tercapainya tujuan mudharabah tanpa campur tangan shahib al-maal.

12 Firdaus NH,dkk, Konsep Dasar Obligasi Syariah, (Jakarta: Renaisan, 2005), Cet.1, h. 29-30. 13 Burhanuddin Susanto, Pasar Modal Syariah ( Tinjauan Hukum), (Yogyakarta: UII Press,2008), Cet.1 h.64.

2. Menyediakan seluruh modal yang disepakati.

Mengelola modal yang telah diterima dari shahib al-maal sesuai dengan kesepakatan dan memperhatikan syariah Islam serta kebiasaan yang berlaku. 3. Menanggung seluruh kerugian

usaha yang tidak diakibatkan oleh kelalaian, kesengajaan dan atau pelanggaran mudharib atas mudharabah.

Menanggung seluruh kerugian usaha yang diakibatkan oleh kelalaian, kesengajaan dan atau pelanggaran mudharib atas mudharabah.

4. Menyatakan secara tertulis bahwa shahib al-maal menyerahkan modal kepada mudharib untuk dikelola oleh mudharib sesuai dengan kesepakatan (pernyataan ijab).

Menyatakan secara tertulis bahwa mudharib telah menerima modal dari shahib al-maal dan berjanji untuk mengelola modal tersebut sesuai dengan kesepakatan (pernyataan qabul).

5. Kesiapan mengelola dana secara

amanah dan profesional sehingga mendatangkan keuntungan.

b) Sukuk Ijarah

Ijarah menurut Muhammad Rawas Qal’aji yang dikutip oleh Syafi’i Antonio merupakan akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership milkiyyah) atas barang itu sendiri.14

Menurut Fatwa DSN-MUI tentang Obligasi Syariah Ijarah No: 41 / DSN-MUI / III / 2004, sukuk ijarah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.15

14 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan (Jakarta: Tazkia Institute, 1999), Cet.1, h. 155.

15 Agus Edi S, ed., Pengertian Investasi : Pelatihan Investasi, 13 Januari 2007, h.22.

Gambar 2

Skema Sukuk Ijarah

Langkah I

Langkah II

(Sumber: Majalah Modal No.18/II-April 2004)

Terdapat beberapa alasan sukuk ijarah sebagai alternatif investasi antara lain: 1) Bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk emiten yang memiliki dasar transaksi

sewa-menyewa.

2) Penggunaan dana relatif flexsibel. 3) Memberikan return yang tetap.

INVESTOR/ PEMEGANG OBLIGASI Sebagai Wakil Investor Sebagai Penyewa ( Musta’jir) PROPERTY OWNER PT. ABC / EMITEN Sebagai yang Menyewakan (Mu’jir) Wakalah Ijarah PT. ABC / EMITEN INVESTOR/ PEMEGANG OBLIGASI Sebagai Penyewa ( Musta’jir) Sebagai yang Menyewakan (Mu’jir) Menyewa (Ijarah) 1 2

4) Telah memiliki pedoman khusus melalui pengesahan fatwa No: 41 / DSN-MUI / III / 2004.16

Untuk mengetahui prinsip dasar pembagian hak dan kewajiban dalam obligasi syariah ijarah adalah sebagai berikut:17

Tabel 2. 2

Prinsip Dasar Pembagian Hak dan Kewajiban dalam Obligasi Syariah Ijarah

No.

INVESTOR EMITEN

Hak Investor

(Pihak yang Menyewakan / mu’jir)

Hak Emiten

(Pihak Penyewa / musta’jir) 1. Menerima pembayaran harga sewa

atau upah (ujrah) sesuai dengan yang disepakati dalam ijarah.

Memanfaatkan barang dan atau jasa sesuai yang disepakati dalam ijarah.

Kewajiban Investor

(Pihak yang Menyewakan / mu’jir)

Kewajiban Emiten (Pihak Penyewa / musta’jir) 1. Menyediakan barang atau jasa yang

disewakan.

Membayar harga sewa atau upah (ujrah) sesuai yang disepakati dalam ijarah.

2. Menanggung biaya pembiayaan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.

Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak material) sesuai yang disepakati dalam ijarah.

3. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewa.

Bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai yang disepakati dalam ijarah.

4. Bertanggung jawab atas kerusakan barang yang disewakan yang bukan disebabkan oleh kelalaian penyewa dalam penggunaan.

Bertanggung jawab atas kerusakan barang yang disewakan yang disebabkan oleh pelanggaran dari penggunaan yang diperbolehkan atau karena kelalaian penyewa. 5. Menyatakan secara tertulis bahwa

mu’jir menyerahkan penggunaan atau pemanfaatan barang atau jasa yang disewakan (pernyataan ijab).

Menyatakan secara tertulis bahwa musta’jir menerima hak penggunaan atau pemanfaatan atas suatu barang dan atau memberikan jasa yang dimiliki mu’jir (pernyataan qabul).

16 Agus Edi S, ed., Pengertian Investasi : Pelatihan Investasi, 13 Januari 2007, h.22. 17 Burhanuddin S, Pasar Modal Syariah ( Tinjauan Hukum), h.68.

c) Sukuk Murabahah

Murabahah menurut Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Ibn Rusyd yang dikutip oleh Syafi’i Antonio dalam buku “Bank Syariah dari Teori ke Praktek“ merupakan jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.18

Sukuk murabahah lebih memungkinkan digunakan untuk hal yang berhubungan dengan pembelian barang untuk sektor publik. Dalam kasus pemerintah membutuhkan barang-barang dengan harga yang tinggi, maka dimungkinkan untuk membelinya melalui penjualan kredit dengan membayar angsuran. Penjual akan melakukan amortisasi biaya dan returnnya (margin keuntungan) untuk keseluruhan periode angsuran.19

d) Sukuk Istishna’

Istishna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir.20

Dalam aplikasi sukuk istishna’ digunakan untuk menghasilkan fasilitas pembiayaan pembuatan atau pembangunan rumah, pabrik, proyek, jembatan, jalan, dan jalan tol. Kontrak istishna’ yang paralel dengan subkontraktor, bank-bank Islam dapat melakukan pembangunan aset tertentu dan menjualnya untuk harga yang

18 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), Cet.1, h.101.

19 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, h. 148. 20 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, h.113.

ditunda, dan melakukan subkontrak pembangunan aktual kepada perusahaan khusus.21

e) Sukuk Salam

Salam menurut Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd, yang dikutip oleh Muhammad Syafi’i Antonio adalah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka.22 Maka salam merupakan kontrak dengan pembayaran di muka, yang dibuat untuk barang-barang dikemudian hari. Tidak diperbolehkan menjual komoditas yang diurus sebelum menerimanya. Untuk itu, penerima tidak boleh menjual kembali komoditas salam sebelum menerimanya, akan tetapi ia boleh menjual kembali komoditas tersebut dengan kontrak yang lain yang paralel dengan kontrak pertama. Kemungkinan untuk memiliki sertifikat salam yang dapat diperjualbelikan belum dapat diputuskan. Para pakar cenderung belum dapat menerimanya. Diperlukan analisis tentang penjualan kembali barang yang dibeli dengan menggunakan salam sebelum dimiliki oleh pembeli pertama, khususnya pada situasi di mana ia harus memelihara persediaan dari barang tersebut.23

Menurut penulis jenis-jenis obligasi syariah sebagai bentuk pendanaan dan sekaligus investasi memungkinkan beberapa bentuk atau struktur yang dapat ditawarkan untuk tetap berada dalam rambu-rambu syariah. Salah satunya adalah untuk menghindarkan segala jenis transaksi dari unsur riba. Berdasarkan alasan tersebut maka struktur obligasi syariah dapat berupa :

21 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, h. 147. 22 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, h.108.

23 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, h. 147-148.

a) Bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah. Akad mudharabah atau musyarakah adalah akad kerjasama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan. Obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja yang dibagihasilkan.

b) Margin/fee berdasarkan akad murabahah, salam, istishna dan ijarah. Dengan akad tersebut, obligasi jenis ini akan memberikan fixed return. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sukuk mempunyai berbagai bentuk, tergantung akad yang digunakan. Dari akad-akad yang akan digunakan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Misalnya akad murabahah digunakan untuk membeli bahan untuk pembangunan, dan dibayar dengan cara mencicil, akad istishna’ digunakan untuk pemesanan bentuk pembangunan, sedangkan sukuk mudharabah dan ijarah untuk menghimpun dana agar proyek yang akan dikerjakan berjalan. Dari jenis-jenis sukuk yang sudah dipaparkan untuk saat ini di Indonesia baru dua jenis akad yang digunakan yaitu akad mudharabah dan ijarah. Kedua jenis obligasi syariah ini merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia yaitu Fatwa DSN-MUI No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah mudharabah dan Fatwa DSN-MUI No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang obligasi syariah ijarah. Sementara sukuk yang menggunakan akad murabahah, istishna’, dan salam belum dapat diterapkan di Indonesia karena masih dalam tahap analisis yang dilakukan oleh para ilmuwan, para ulama dan peminat studi keislaman.

Dokumen terkait