• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORITIS

2.2. Teori Tindak Pidana

2.2.3. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Sementara itu, kedua, sifat melawan hukum secara materiil, yaitu belum tentu perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang itu bersifat melawan hukum. Bagi pendapat ini, yang dinamakan hukum itu bukan hanya undang-undang (hukum yang tertulis), tetapi juga meliputi hukum yang tidak tertulis, yaitu kaidah-kaidah atau kenyataan-kenyataan yang berlaku di

masyarakat.99

Kelima, undang-undang yang memuat larangan atau perintah membuat sanksi sebagai akibat tidak dipatuhinya larangan atau perintah tersebut. Salah satu unsur perintah atau larangan itu adalah sifat dapat dihukum. Apabila unsur ini tidak

terbukti, maka sifat dapat dihukum menjadi hapus.100

Alasan-alasan yang menghapuskan atau membebaskan hukuman tersebut dalam ilmu hukum pidana disebut

strafuitsluitingsgronden, yaitu meskipun perbuatan telah

memenuhi semua unsur tindak pidana, sifat dapat dihukum lenyap karena terdapat alasan-alasan yang membebaskannya. Alasan-alasan yang dimaksud adalah kurang sempurna akal atau sakit ingatan, keadaan memaksa (overmacht), keadaan terpaksa (noodtoestand), pembelaan terpaksa (noodweer), pelaksanaan peraturan yang berdasarkan undang-undang, dan pelaksanaan

perintah jabatan yang sah.101

2.2.3. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Jenis-jenis tindak pidana itu dapat digolongkan ke dalam 2 (dua) golongan, yaitu jenis-jenis tindak pidana menurut KUHP dan jenis-jenis pidana menurut doktrin atau ilmu hukum

99 Ibid, h. 151.

100 Leden Marpaung, Asas, Teori, dan Praktik Hukum Pidana, h. 50.

pidana.102 Tindak pidana menurut sistem KUHP terbagi atas kejahatan (misdrivjen) dan pelanggaran (overtredingen). Pembagian dalam 2 (dua) jenis ini tidak ditentukan dengan nyata-nyata dalam suatu pasal KUHP, tetapi sudah dianggap demikian adanya, yaitu “Buku II tentang Kejahatan” dan “Buku III

tentang Pelanggaran”.103

Menurut MvT, pembagian atas 2 (dua) jenis tadi didasarkan atas perbedaan prinsipil. Dikatakan bahwa kejahatan adalah rechtsdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang sebagai tindak pidana, telah dirasakan sebagai onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. Sementara itu, pelanggaran adalah wetsdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada wet yang

menentukan demikian.104

Sementara itu, jenis-jenis tindak pidana menurut ilmu

hukum pidana terdiri dari:105

1. Tindak pidana dengan perumusan formal dan tindak pidana dengan perumusan material. Tindak pidana dengan perumusan formal adalah tindak pidana yang terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, misalnya Pasal 362 KUHP. Sementara itu, tindak pidana dengan perumusan material adalah tindak pidana yang baru dianggap terjadi

102 Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana (Asas Hukum Pidana sampai

dengan Alasan Peniadaan Pidana), h. 127.

103 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, h. 78.

104 Ibid, h. 78.

105 Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana (Asas Hukum Pidana sampai

setelah timbulnya akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, misalnya Pasal 338 KUHP. 2. Tindak pidana komisi dan tindak pidana omisi. Tindak pidana

komisi adalah tindak pidana berupa pelanggaran terhadap larangan di dalam undang-undang, misalnya Pasal 362 KUHP. Sementara itu, tindak pidana omisi adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap keharusan di dalam undang-undang, misalnya Pasal 224 KUHP.

3. Tindak pidana berdiri sendiri dan tindak pidana lanjutan. Tindak pidana berdiri sendiri adalah tindak pidana yang hanya terdiri dari 1 (satu) perbuatan tertentu, misalnya Pasal 362 KUHP. Sementara itu, tindak pidana lanjutan adalah tindak pidana yang terdiri atas beberapa perbuatan yang

masing-masing berdiri sendiri-sendiri, tetapi antara

perbuatan-perbuatan itu ada hubungan yang erat, sehingga harus dianggap sebagai satu perbuatan lanjutan.

4. Tindak pidana selesai dan tindak pidana berlanjut. Tindak pidana selesai adalah tindak pidana yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa perbuatan tertentu yang selesai dalam suatu waktu tertentu yang singkat, misalnya Pasal 362 KUHP. Sementara itu, tindak pidana berlanjut adalah tindak pidana yang terdiri atas satu atau beberapa perbuatan yang melanjutkan suatu keadaan yang dilarang oleh undang-undang.

5. Tindak pidana tunggal dan tindak pidana bersusun. Tindak pidana tunggal adalah tindak pidana yang hanya satu kali perbuatan sudah cukup untuk dikenakan pidana, misalnya Pasal 480 KUHP. Sementara itu, tindak pidana bersusun adalah tindak pidana yang harus beberapa kali dilakukan untuk dikenakan pidana, misalnya Pasal 296 KUHP.

6. Tindak pidana sederhana, tindak pidana dengan pemberatan, dan tindak pidana berprevilise. Tindak pidana sederhana adalah tindak pidana dasar atau pokok, misalnya Pasal 338 KUHP. Sementara itu, tindak pidana dengan pemberatan adalah tindak pidana yang mempunyai unsur-unsur yang sama dengan tindak pidana dasar atau pokok, tetapi ditambah dengan unsur-unsur lain, sehingga ancaman pidananya lebih berat daripada tindak pidana dasar atau pokok, misalnya Pasal 340 KUHP. Lalu, tindak pidana berprevisile adalah tindak pidana yang mempunyai unsur-unsur yang sama dengan tindak pidana dasar atau pokok, tetapi ditambah dengan unsur-unsur lain, sehingga ancaman pidananya lebih ringan daripada tindak pidana dasar atau pokok, misalnya Pasal 344 KUHP.

7. Tindak pidana karena kesengajaan dan tindak pidana karena kealpaan. Tindak pidana karena kesengajaan adalah tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja, misalnya Pasal 338 KUHP. Sementara itu, tindak pidana karena kealpaan adalah tindak pidana yang dilakukan karena kelalaian, misalnya Pasal 359 KUHP.

8. Tindak pidana politik dan tindak pidana umum. Tindak pidana politik adalah tindak pidana yang ditujukan terhadap keamanan negara dan kepala negara, misalnya Pasal 104 KUHP. Sementara itu, tindak pidana umum adalah tindak pidana yang tidak ditujukan terhadap keamanan negara dan kepala negara, misalnya Pasal 362 KUHP.

9. Tindak pidana khusus dan tindak pidana umum. Tindak pidana khusus adalah tindak pidana yang hanya dapat dilakukan orang tertentu saja, karena suatu kualitas, misalnya Pasal 413 KUHP. Sementara itu, tindak pidana

umum adalah tindak pidana yang dapat dilakukan oleh setiap orang, misalnya Pasal 338 KUHP.

10. Tindak pidana aduan dan tindak pidana biasa. Tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang hanya dapat dituntut, apabila diadukan oleh orang yang merasa dirugikan, misalnya Pasal 284 KUHP. Sementara itu, tindak pidana biasa adalah tindak pidana yang bukan tindak pidana aduan dan untuk menuntutnya tidak perlu adanya pengaduan. Yang termasuk tindak pidana biasa adalah tindak pidana-tindak pidana di luar pasal-pasal tindak pidana aduan tersebut.

2.3. Teori Pidana