• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-jenis Wali dan Peran Wali dalam Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN

B. Jenis-jenis Wali dan Peran Wali dalam Perkawinan

Secara etimologi wali mempunyai arti pelindung, penolong atau

penguasa.20 Orang yang berhak menikahkan perempuan adalah wali yang

bersangkutan, apabila wali yang bersangkutan sanggup bertindak sebagai

wali.

Dalam literatur fiqh, jenis perwalian terbagi menjadi dua: al

wilayah al-amah (kekuasaan umum) dan al walayah al-khashah (kekuasaan khusus). Al-walayah al-khashah terdiri atas dua. Pertama,

kekuasaan atas harta (al-walayah ala al-mal), yakni penguasaan atas harta

benda, seperti mengembangkan, memanfaatkan dan menjaga harta benda.

17

Abdul Qadir Djailani, Keluarga sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995), h. 41.

18

Mahmud Al-Shabbagh, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam, (Bandung: PT Remaja Rosda, 1994),h. 1.

19

Amir taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam, Tuntutan Keluarga Bahagia,

(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994), Cet. III, h. 31.

20

Abdul Mujib dkk, dalam Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, kajian fikih nikah lengkap, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 89.

26

Kedua, kekuasaan atas jiwa (al-walayah ala al-nafs), yakni penguasaan

atau urusan-urusan personal (syakhsiyyah), seperti mengajar dan kawin.21

Dalam kaitan ini jenis terakhirlah yang dibicarakan dalam pembahasan

perwalian dalam nikah.

Wali ditunjuk berdasarkan skala prioritas secara tertib dimulai dari

orang yang paling berhak, yaitu mereka yang paling akrab, lebih kuat

hubungan darahnya. Jumhur ulama seperti Imam Syafi’I dan Imam Malik,

mengatakan bahwa wali adalah ahli waris dan diambil dari garis ayah

bukan dari ibu.

Susaunan wali yang harus didahulukan menurut Imam Syafi’I

adalah sebagai berikut:

1) Ayah, ayahnya ayah (kakek) dan seterusnya ke atas.

2) Saudara laki-laki yang sekandung (seayah dan seibu).

3) Saudara laki-laki seayah.

4) Anak laki-laki (keponakan) dari saudara laki-laki yang

sekandung.

5) Anka laki-laki (keponakan) dari saudara laki-laki yang seayah,

dan seterusnya sampai ke bawah.

6) Paman yang bersaudara dengan ayah ang sekandung.

7) Paman yang bersaudara dengan ayah seayah.

8) Saudara sepupu atau anak laki-laki dari paman yang bersaudara

dengan ayah yang sekandung.

21

9) Saudara sepupu atau anak laki-laki dari paman yang bersaudara

dengan ayah yang seayah, dan seterusnya sampai ke bawah.22

Susunan wali yang harus didaulukan menurut Imam Malik adalah

sebagai berikut:

1) Ayah.

2) Al-Washi (orang yang menerima wasiat dari ayah untuk

menjadi wali).

3) Anaknya yang laki-laki, meskipun anak bersangkutan hasil dari

perzinahan.

4) Cucu laki-laki.

5) Saudara laki-laki yang sekandung.

6) Saudara laki-laki yang seayah.

7) Anak laki-laki dari saudara sekandung.

8) Anak laki-laki dari saudara yang seayah.

9) Kakek yang seayah.

10)Paman yang sekandung dengan ayah.

11)Paman yang seayah dengan seayah.

12)Anak laki-laki dari paman yang seayah dengan ayah.

13)Ayah dari kakek.

14)Pamannya ayah.

15)Orang yang mengasuh perempuan yang bersangkutan.

22

Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta: Darussalam,2004), Cet. I, h. 69-70

28

Susunan wali yang harus didahuluakn menurut Imam Hanafi

adalah sebagai berikut:

1) Anak laki-laki, cucu laki-laki, dan seterusnya sampai ke bawah.

2) Ayah, kakek (ayah dari ayah), dan seterusnya sampai ke atas.

3) Saudara laki-laki yang sekandung.

4) Saudaara laki-laki yang seayah.

5) Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sekandung

6) Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah, dan

seterusnya sampai ke bawah.

7) Paman yang bersaudara dengan ayah yang sekandung.

8) Paman yang bersaudara dengan ayah yang seayah.

9) Saudara sepupu atau nak laki-laki dari paman yang bersaudara

dengan ayah yang sekandung, dan seterusnya ke bawah.

Seandainya wali-wali yang disebutkan diatas tidak ada

semuanya, maka yang berhak menjadi wali adalah garis

keturunan perempuan yang sesuai dengan susunanya.

2. Jenis-jenis Wali

Wali memegang peranan penting terhadap keberlangsungan suatu

pernikahan.Menurut Imam Syafi’I dan Imam Malik bahwa keberadaaan

wali adalah termasuk salah satu rukun nikah.Suatu pernikahan tanpa

dihadiri oleh wali dari pihak perempuan adalah tidak sah atau batal.

هور) ٍّﻲِﻟَﻮِﺑ َّﻻِا َحﺎَﻜِﻧ َﻻ :َلﺎَﻗ ص ِّﻲِﺒَّﻨﻟا ِﻦَﻋ ضر ﻰَﺳْﻮُﻣ ﻰِﺑَا ْﻦَﻋ

23

(يرﺎﺨﺒﻟا

.

Artinya: “Dari Abu Musa r.a yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak sah suatu pernikahan tanpa adanya wali”. (HR. Bukhari).

Adapun wali nikah ada empat jenis, yaitu:

1. Wali Nasab, wali nasab adalah wali nikah karena ada hubungan

nasab dengan wanita yang akan melangsungkan pernikahan.

Adapun wali nasab terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Wali nasab biasa, yaitu wali nasab yang tidak mempunayi

kewenangan untuk memkasa menikahkan tanpa izin atau

persetujuan dari wanita yang bersangkutan. Dengan kata

lain wali ini tidak mempunyai kewenangan menggunakan

hak ijbar.

b. Wali mujbir, yaitu wali nasab yang berhak memksakan

kehendaknya untuk menikahkan calon mempelai

perempuan tanpa meminta ijin kepada wanita yang

bersangkutan. Hak yang dimiliki oleh wali mujbir disebut

dengan hak ijbar.

2. Wali Hakim, yang dimaksud dengan wali hakim ialah wali

nikah dari hakim atau qadhi. Adapun orang-orang yang berhak

23

Al-bukhori, Abdullah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim, Sahih Al-Bukhari (Beirut: Dar Al-Fikr), h. 95.

30

menjadi wali hakim adalah Pemerintah (sulthan), Pemimpin

(khilafah), Penguasa (Rois), atau qadhinikah yang diberi

wewenang dari kepala Negara untuk menikahkan wanita yang

berwali hakim.24

3. Wali Tahkim, yaitu wali yang diangkat oleh calon suami atau

calon istri. Wali tahkim terjadi apabila wali nasab tidak ada,

wali nasab ghaib, tidak ada qadli atau pegawai pencatat nikah.

4. Wali Maula, adalah wali yang menikahkan budaknya, yaitu

majikannya sendiri. Adapun maksud budak disini adalah

wanita yang dibawah kekuasaannya/hamba sahaya.

Adapun yang dimaksud dalam penelitian di sini ialah peran wali

terhadap menentukan pasangan yang akan diwalikannya, melihat definisi

di atas dapat diketahui yang mempunyai hak untuk menikahkan terhadap

seseorang yang ada di bawah perwalaiannya dengan tanpa izin dan

persetujuan anaknya adalah wali mujbir.

a. Wali Mujbir menurut Imam Syafi’I adalah ayah, kakek dan

terus ke atas, wali mujbir mempunyai kedudukan istimewa karena boleh

menikahkan anak perempuannya yang masih kecil dan belum baligh. Juga

boleh dianggap dewasa dan masih perawan tanpa minta izin terlebih

dahulu kepada anak yang bersangkutan.25

24

Tihami dan Sohari, Op. Cit., h. 97.

25

Imam Syafi’I mengacu pada hadis Nabi SAW.

ِﺪْﺒَﻋ ْﻦَﻋ ،ٍﺪْﻌَﺳ ِﻦْﺑ ِدﺎَﯾِز ْﻦَﻋ ،ُنﺎَﯿْﻔُﺳ ﺎﻨﺛﺪﺣ ،ٍﺪﯿِﻌَﺳ ُﻦْﺑ ُﺔَﺒْﯿَﺘُﻗ ﺎﻨﺛﺪﺣ

،ُﺮِﺒْﺨُﯾ ،ٍﺮْﯿَﺒُﺟ َﻦْﺑ َﻊِﻓﺎَﻧ َﻊِﻤَﺳ ،ِﻞْﻀَﻔْﻟا ِﻦْﺑ ِﮫَّﻠﻟا

ٍسﺎَّﺒَﻋ ِﻦْﺑا ِﻦَﻋ

:

ّنَأ

َلﺎَﻗ َﻢَّﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﷲا ﻰَّﻠَﺻ َّﻲِﺒَّﻨﻟا

" :

،ﺎَﮭِّﯿِﻟَو ْﻦِﻣ ﺎَﮭِﺴْﻔَﻨِﺑ ُّﻖَﺣَأ ُﺐِّﯿَّﺜﻟا

ﺎَﮭُﺗﻮُﻜُﺳ ﺎَﮭُﻧْذِإَو ،ُﺮَﻣْﺄَﺘْﺴُﺗ ُﺮْﻜِﺒْﻟاَو

"

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami Ziyaad bin Sa’d, dari ‘Abdullah bin Al-Fadhl, ia mendengar Naafi’ bin Jubair mengkhabarkan dari Ibnu ‘Abbaas : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ats-tsayyibu (janda) lebih berhak kepada dirinya sendiri dibandingkan walinya. Adapun seorang gadis dimintai ijin, dan ijinnya itu adalah dengan diamnya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1421].

Hadis ini menunjukaan seorang ayah dibolehkan menikahkan anak

perempuannya yang masih perawan tanpa harus minta izin terlebih dahulu

kepada anak yang bersangkutan.

b. Wali Mujbir menurut Imam Hambali adalah ayah dan

washi, bila kedua orang ini tidak ada maka yang hendak menyandang wali

mujbir adalah hakim dengan syarat bahwa perempuan yang bersangkutan

sudah layak dinikahkan. Kedudukan dan fungsi wali mujbir sama dengan

Imam Syafi’i.

c. Wali Mujbir menurut Imam Malik adalah ayah. Orang lain

dapat diangkat menjadi wali mujbir apabila telah mendapat wasiat dari

bapak. Wasiat yang diucapkan itu harus ada bukti baik secara tertulis

32

fungsi dari wali mujbir ini adalah boleh menikahkan perempuan yang

kurang waras baik masih kecil maupun sudah beranjak dewasa. Terhadap

perempuan-perempuan yang masih perawan atau sudah janda dan masih

berusia muda, wali ini juga dibolehkan menikahkan dengan laki-laki yang

menjadi pilihannya, tetapi haknya tidak mutlak dan mengandung syarat

tertentu. Apalagi perawan yang memiliki pribadi matang dan bisa

menafkahi diri sendiri, atau janda yang berusia tua, wali ini tidak boleh

menikahkan dengan laki-laki pilihannya sendiri tanpa izin terlebih dahulu

dari mereka.

d. Wali Mujbir menurut Imam Hanafi adalah semua wali yang

tercantum dalam terstrukturisasi adalah wali mujbir, tidak ada perwalian

selain perwalian mujbir.26

Orang yang memiliki hak perwalian ijbar adalah sebagai berikut:

1. Orang yang tidak memiliki kemampuan, atau kurang memiliki

kemampuan, karena masih kecil, atau gila, atau idiot.

2. Perawan yang telah akil baligh. Berlaku hak perwalian ijbar

untuknya menurut jumhur fuqaha selain mazhab hanafi. Karena

illatnya adalah keperawanan, berdasarkan pemahaman hadist.

ﺎَﮭُﺗﻮُﻜُﺳ ﺎَﮭُﻧْذِإَو ،ُﺮَﻣْﺄَﺘْﺴُﺗ ُﺮْﻜِﺒْﻟاَو ،ﺎَﮭِّﯿِﻟَو ْﻦِﻣ ﺎَﮭِﺴْﻔَﻨِﺑ ُّﻖَﺣَأ ُﺐِّﯿَّﺜﻟا

Ats-tsayyibu (janda) lebih berhak kepada dirinya sendiri dibandingkan walinya. Adapun seorang gadis dimintai ijin, dan ijinnya itu adalah dengan diamnya”

26

Wahbah Az-Zuhaili, Terjemah Fiqh Islam wa adillatuhu (Damaskus: Darul Fikr,2007), cet.10, jilid. 9, h. 179

Hal ini menunjukkan bahwa nak perempuan yang masih

perawan dan akil baligh hanya dapat dikawinkan dengan

kerelaannya.

3. Menurut mazhab Maliki orang yang memiliki hak perwalian

ijbar adalah Janda yang telah akil baligh yang keperawanannya

hilang dengan perkara yang datang mendadak, seperti akibat

pukulan dan benturan dengan batang kayu, dan yang

sejenisnya. Atau keperawanannya hilang dengan perbuatan

zina atau perkosaan,maka wali mujbir berhak untuk

mengawinkannya.

Sedangkan jumhur fuqaha tidak mengatakan tetapnya

perwalian ijbar terhadap janda yang telah mencapai baligh, atau

pun sebab kehilangan keperawanannya.

C. Peran Wali dan Persetujuan Mempelai Perempuan dalam Hukum

Dokumen terkait