• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

B. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan pengkategorian seks secara biologis yang terungkap dari identitas diri sebagai wanita maupun pria. Pengkategorian perbedaan antara wanita dan pria di bawah ini, dipilih berdasarkan dugaan yang dimungkinkan ada hubungannya dengan empati.

1. Kemampuan Intelektual

Maccoby dan Jacklin (dalam Stephan, 1985) menyatakan bahwa wanita memiliki kemampuan verbal yang lebih baik daripada pria yang dimulai sejak usia 11 tahun. Wanita lebih superior dari pria dalam kemampuan kosa kata, tata bahasa, ejaan, pemahaman dan menulis.

2. Kemampuan Intuisi

Menurut Kartono (1992) intuisi pada wanita dan pria berbeda. Intuisi atau bisa juga disebut logika dari hati atau radar hati wanita lebih tajam daripada pria. Intuisi merupakan suatu proses merasakan hal-hal diluar dirinya tanpa disadari. Ketajaman intuisi tergantung pada simpati dan cinta pada objek yang diminati, dan tergantung pada relasi psikisnya dengan subyek. Intuisi berfungsi sebagai mekanisme pelindung bagi wanita, karena memberikan sinyal-sinyal tanda bahaya dari luar yang mengancam eksistensi dan kemurnian dirinya.

3. Perilaku Peran Jenis Kelamin

Pria pada dasarnya lebih mampu berpikir secara rasional dalam menghadapi berbagai masalah sedangkan wanita lebih menggunakan perasaannya. Pria lebih dituntut untuk mampu mandiri dan mencari nafkah bagi keluarganya, sedangkan wanita lebih dituntut untuk mampu mendidik anak dan mengerjakan pekerjaan rumah (Maramis, 1990). 4. Perbedaan Karakter

Kartono (1992) mengemukakan perbedaan karakter antara wanita dan pria, sebagai berikut :

a. Wanita lebih dekat pada masalah kehidupan yang praktis konkrit, sedangkan pria lebih tertarik pada segi kejiwaan yang abstrak. Misalnya; wanita sangat menikmti masalah rumah tangga, kehidupn sehari-hari, dan peristiwa lain di sekitar rumah tangganya. Pria pada umumnya cuma tertarik jika peristiwa tersebut memiliki latar

belakang teoritis untuk dipikirkan lebih lanjut, mempunyaai tendensi tertentu sesuai dengan minatnya atau berhubungan dengan dirinya sendiri.

b. Wanita pada umumnya sangat bergairah dan penuh vitalitas hidup, sedangkan pria pada umumnya memiliki sifat lebih lamban, lebih berat mengendap sehingga tampak kurang lincah. Hal ini membuat wanita tampak lebih spontan dan impulsif.

c. Wanita lebih bersifat hetero-sentris dan lebih sosial, mungkin dikarenakan lebih banyak mengalami duka derita lahir batin terutama pada saat melahirkan sehiangga ia lebih tertarik pada kehidupan orang lain. Pria bersifat lebih egosentris atau berpusat pada diri, mereka lebih objektif dan mengarah pada hal pokok.

d. Kaum pria cenderung egosentris atau self oriented, berperan sebagai pengambil inisiatif untuk memberikan rangsangan dan pengarahan, dan menganggap dunia ini miliknya sebagai ruang untuk berprestasi dan bekerja. Wanita merupakan kebalikannya biasanya mereka tidak agresif, sifatnya lebih pasif, suka melindungi, memelihara, mempertahankan.

e. Pada wanita fungsi sekunderitas atau fungsi dari tanggapan yang mempengaruhi secara sekunder kehidupan kejiwaan kita tidak terletak dibidang intelektual melainkan di perasaan. Nilai perasaan dari pengalaman-pengalamannya jauh lebih lama mempengaruhi

struktur kepribadiannya, jika dibandingkan dengan nilai perasaan kaum pria.

f. Kebanyakan wanita kurang berminat pada masalah-masalah politik, terlebih politik yang menggunakan cara-cara licik, munafik dan kekerasan. Wanita lebih banyak menunjukkan tanda-tanda emosionalnya, karena itu biasanya wanita memilih bidang dan pekerjaan yang banyak mengandung unsur relasi emosional dan pembentukan perasaan. Misalnya : pekerjaan guru, juru rawat, pekerja sosial, bidan, dokter, dan lain-lain.

g. Seorang wanita jika sudah memilih sesuatu dan telah memutuskan untuk melakukan sesuatu ia tidak banyak berbimbang hati untuk melakukan langkah selanjutnya. Hal ini berbeda dengan kaum pria yang masih saja berbimbang hati dan terombang-ambing diantara pilihan menolak atau menyetujui. Pada umumnya wanita juga lebih antusias memperjuangkan pendiriannya daripada pria.

Dari perbandingan tersebut tampak bahwa wanita lebih tertarik dengan apa yang ada di luar dirinya dari pada laki-laki, dengan demikian perempuan dianggap lebih bisa mengekspresikan empatinya daripada laki-laki, seperti juga tampak pada penelitian Davis (1980), wanita memiliki skor empati yang lebih tinggi dari pada laki-laki.

C. Pola Asuh Demokratis

1. Pengertian Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis (PAD) adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. PAD merupakan pola pengasuhan orangtua yang menerapkan unsur kepercayaan, penerimaan, kebebasan yang terarah, motivasi, sikap mandiri dan sikap yang penuh tanggungjawab dalam mengasuh dan mendidik anak. Kebutuhan anak dalam pola asuh ini mendapat perhatian dan pemenuhan yang cukup dari orangtua, sehingga anak selalu merasa diterima dan diperhatikan oleh orangtua (Hauck, 1995).

PAD akan menghasilkan karakteristik anak anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan koperatif terhadap orang-orang lain (Baumrind dalam Hetherington dan Parke, 1986). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Prasetya (2003) anak yang diasuh dengan PAD akan memiliki sikap mandiri, tegas terhadap diri sendiri, memiliki kemampuan introspeksi dan pengendalian diri, mudah bekerjasama dengan orang lain, ramah terhadap orang lain dan orang yang lebih dewasa.

2. Aspek-aspek Pola Asuh Demokratis

Kohn (Setiawan, 1996) mengemukakan aspek PAD sebagai berikut:

a. Aspek pandangan orangtua terhadap anak

Aspek pandangan orangtua terhadap anak adalah orangtua lebih mementingkan pemahaman terhadap perasaan, keinginan dan kondisi anak. Orangtua dalam pola asuh ini akan selalu mendorong dan memberi kesempatan kepada anak untuk mandiri dan bertindak secara matang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak. b. Aspek komunikasi

Aspek komunikasi adalah orangtua akan menerapkan pola komunikasi dua arah. Orangtua dalam pola asuh ini akan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan pendapatnya secara bebas.

c. Aspek pemenuhan kebutuhan anak

Aspek pemenuhan kebutuhan anak adalah orangtua akan memberikan respon positif terhadap kebutuhan-kebutuhan anak. Kebutuhan anak dalam pola asuh ini akan lebih diutamakan daripada kebutuhan orangtua.

d. Aspek penerapan kontrol

Aspek penerapan kontrol adalah orangtua akan menerapkan kontrol melalui aturan-aturan yang tegas, konsisten dan rasional. Situasi yang bermasalah dapat diselesaikan oleh orangtua secara bijaksana dan dapat diterima oleh anak. Pemberian hukuman dalam pola asuh ini tidak dilakukan secara fisik

Ciri-ciri orang tua yang menerapkan PAD (Elias, 2000), adalah sebagai berikut :

a. Orangtua mampu memberikan teladan perilaku kepada anak.

b. Orangtua mampu bersikap paraphrasing (secara halus

mengungkapkan kembali pernyataan anak dengan bahasa yang lebih tepat dan lebih baik).

c. Orangtua memiliki teknik bertanya yang baik untuk memancing sikap kritis anak.

d. Orangtua memiliki kesabaran dan kegigihan dalam mengasuh dan mendidik anak.

e. Orangtua mampu mengikuti perkembangan anak.

Berdasarkan uraian di atas PAD adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, memiliki sistem pengendali, menerapkan unsur kepercayaan, penerimaan, kebebasan yang terarah, motivasi, sikap mandiri dan sikap yang penuh tanggungjawab baik anak maupun orangtua serta anak mendapat perhatian dan pemenuhan yang cukup dari orangtua, sehingga anak dan orangtua selalu merasa diterima dan saling memperhatikan. Pada penelitian ini keempat aspek tersebut digunakan untuk melihat sistem pola asuh orangtua dari sisi persepsi anak.

Dokumen terkait