• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. Jenis Kelamin

1. Remaja laki-laki dan perempuan

Menurut Blakemore, Berenbaun dan Liben dalam buku Jhon W. Santrock (2014: 184) gender merujuk pada karakteristik orang sebagai laki-laki dan perempuan. Identitas gender melibatkan makna gender itu sendiri termasuk pengetahuan pemahaman dan penerimaan sebagai laki-laki dan perempuan.

Peran jenis kelamin adalah seperangakat harapan yang menetapkan bagaimana perempuan atau laki-laki harus berpikir, bertindak dan merasa. Terdapat berbagai cara untuk melihat perkembangannya. Beberapa pandangan menekankan faktor biologis dalam perilaku dan perempuan yang lainnya menekankan faktor-faktor sosial atau kognitif. Namun, bahkan para ahli dengan orientasi lingkungan kuat mengakui bahwa anak perempuan dan anak laki-laki diperlakukan berbeda karena perbedaan fisik mereka dan peran mereka yang berbeda dalam reproduksi.

Selain faktor biologis dan sosial, faktor kognitif berkontribusi terhadap pembangunan gender anak (Martin dan Rubel, 2010 dalam buku Jhon W. Santrock (2014: 185). Teori skema gender, saat ini merupakan teori kognitif yang paling banyak diterima dari jenis kelamin, menyatakan bahwa stereotip gender muncul ketika anak-anak secara bertahap mengembangkan skema gender, apa gender yang tepat, dan gender yang tidak pantas dalam budaya mereka. Skema adalah struktur kognitif jaringan asosiasi yang memadu persepsi individu. Skema gender

mengatur dunia dalam hal perempuan dan laki-laki. Anak-anak secara internal termotivasi untuk melihat dunia dan bertindak sesuai dengan skema mereka berkembang sedikit demi sedikit anak-anak memilih gender apa yang tepat dan gender yang tidak pantas dalam budaya mereka dan mengembangkan skema gender yang membentuk bagaiman mereka melihat dunia dan apa yang mereka ingat. Anak-anak termotivasi untuk bertindak dengan cara yang sesuai dengan jenis kelamin skema tersebut. 2. Klasifikasi jenis kelamin dipandang dari peran gender

Menurut John W. Santrock (2009: 227) klasifikasi peran gender melibatkan pengevaluasian anak laki-laki dan anak perempuan dalam hal kelompok sifat-sifat kepribadian. Dimasa lalu, seorang anak laki-laki yang diurus dengan baik seharusnya mandiri, agresif, dan kuat. Seorang wanita yang diurus dengan baik seharusnya tidak mandiri memiliki sifat mengasuh dan tidak tertarik pada kekuatan. Pada saat yang sama, secara keseluruhan, karakteristik maskulin dianggap sehat dan baik oleh masyarakat, sementara karakteristik feminism dianggap tidak menyenangkan.

3. Interaksi Guru dan siswa

Bias antara laki-laki dan perempuan hadir di ruang kelas. Guru berinteraksi lebih banyak dengan anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan disemua tingkat pendidikan. Menurut Blakemore, Berenbaun dan Liben dalam buku Jhon W. Santrock (2014: 192) ada beberapa faktor yang mempertimbangkan:

a. Patuh, mengikuti aturan dan menjadi rapih serta teratur dinilai dan diperkuat dibanyak kelas. Ini adalah perilaku yang biasanya berhubungan dengan anak perempuan daripada anak laki-laki.

b. Sebagian besar guru adalah perempuan, terutama disekolah dasar. Hal ini dapat membuat anak laki-laki lebih sulit untuk mengidentifikasi guru dan meneladani perilaku guru mereka daripada anak perempuan.

c. Anak laki-laki lebih mungkin untuk teridentifikasi memiliki masalah belajar dibandingkan dengan anak perempuan.

d. Anak laki-laki lebih mungkindikritik dibandingkan anak perempuan. e. Personal sekolah cenderung memberikan streotip bermasalah pada

anak laki-laki.

Berikut ini beberapa faktor yang menjadi bukti bahwa kelas bias terjadi terhadap anak perempuan, antara lain:

a. Dalam kelas khusus, anak perempuan lebih patuh, anak laki-laki lebih kasar. Anak laki-laki menuntut perhatian lebih, anak perempuan cenderung menunggu giliran mereka. Pendidik khawatir bahwa kecenderungan anak perempuan untuk diam dan patuh memiliki dampak yaitu ketegasan yang berkurang.

b. Dibanyak kelas, guru menghabiskan lebih banyak waktu dan memperhatikan anak laki-laki, sedangkan anak perempuan bekerja dan berinteraksi sendiri. Sebagian besar guru tidak sengaja mendukung anak laki-laki dengan menghabiskan lebih banyak waktu

bersama mereka, namun entah bagaiamana kelas lebih berakhir dengan jenis profil gender ini.

c. Anak laki-laki mendapatkan intruksi bantuan lebih banyak dibandingkan anak perempuan ketika mereka mengalami kesulitan dengan pertanyaan. Guru sering memberikan anak laki-laki lebih banyak waktu untuk menjawab pertanyaan, petunjuk lebih pada jawaban yang benar dan selanjutnya mencoba jika mereka memberi jawaban yang salah.

d. Anak perempuan dan anak laki-laki memasuki kelas dengan tingkat penghargaan diri yang sama, namun setelah masa sekolah menengah tingkat penghargaan diri perempuan secara signifikan lebih rendah dari pada anak laki-laki.

e. Meskipun anak perempuan di identifikasi untuk program berbakat lebih dari anak laki-laki disekolah dasar, disekolah tinggi terdapat lebih banyak anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dalam program berbakat (Dinas Pendidikan A.S.1999 dalam buku Jhon W. Santrock 2014:192).

4. Perbedaan sikap laki-laki dan perempuan terhadap perilaku menyontek dalam ujian.

Sebuah penelitian pada tahun 1984 yang dilakukan oleh Lueptow (Santrock, 2003), membuktikan bahwa perempuan memiliki tingkat yang lebih tinggi dalam orientasi berprestasi dalam prestasi akademik daripada laki-laki. Prestasi bisa jadi merupakan komponen yang kuat dalam peran

gender perempuan daripada laik-laki. Suatu pembedaan mungkin diperlukan adanya prestasi yang berdasarkan kecakapan dan mutu yang baik (fokus utama adalah perempuan) dan prestasi yang berdasarkan tuntutan dan kompetensi agresif (fokus utama adalah laki-laki) dimana perempuan adalah peraih sukses yang ulet, sedangkan laki-laki adalah pesaing yang ulet (Santrock, 2003).

Walaupun perempuan memiliki tingkat yang lebih tinggi dalam berprestasi, tetapi karena adanya faktor sosial yang menuntut perempuan supaya dapat dipercaya, sensitif dan ikut memikirkan kesejahteraan orang lain. Menurut Nathaniel (kumara, 1990) menyebabkan perempuan menekankan keinginannya untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi karena perempuan akan dianggap tidak feminism lagi.

Berlawanan dengan sifat feminism, maskulin yang merupakan karakteristik laki-laki, yaitu mandiri, aktif, kompetitif, mudah membuat keputusan, cenderung berperan sebagai pemimpin, tidak mudah menyerah, percaya diri, merasa superior, ambisius dan mampu bertahan dalam kondisi yang memberikan stress. Hal tersebutlah yang mendorong laki-laki memiliki perasaan lebih tinggi daripada perempuan sehingga mereka akan melakukan perbuatan apa saja untuk mencapai keinginannya tersebut.

Dalam sebuah studi nasional yang dilakukan U.S Departement of Education (Santrock, 2007), laki-laki memperlihatkan performa sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan. Meskipun demikian, secara

keseluruhan, pada umumnya perempuan termasuk siswa yang superior, memperoleh ranking lebih tinggi, dan memiliki kemampuan membaca yang lebih baik dibandingkan laki-laki. Dalam studi nasional lain yang dilakukan baru-baru ini, perempuan memperlihatkan prestasi membaca dan keterampilan menulis lebih baik dibandingkan laki-laki di kelas 4, 8, 12, dimana perbedaan ini cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya mereka ke jenjang kelas yang lebih tinggi. Dibandingkan perempuan, laki-laki lebih sering dimasukkan dalam khusus/remedial. Dibandingkan laki-laki, perempuan cenderung lebih baik dalam menangani materi-materi akademis, memberikan perhatian terhadap pelajaran dikelas, berusaha lebih keras dalam menyelesaikan tugas-tugas akademis dan berpartipasi di kelas.

Dokumen terkait