• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Jenis Kelamin……………………………………………………………...5 0

Menurut jurnal yang ditulis oleh Ross, Walker, dan MacLeod (2004) ketaatan pasien hipertensi selain dipengaruhi secara signifikan oleh umur juga dipengaruhi oleh jenis kelamin pasien. Dalam jurnal penelitian tersebut dilaporkan bahwa kaum wanita memiliki tingkat ketaatan yang lebih tinggi dibandingkan kaum pria dengan perolehan nilai Odds ratio (OR) = 0,6 dan nilai p = 0,015. Sebaliknya menurut hasil penelitian Lim, et al. (1992) yang melakukan pengamatan tingkat ketaatan terhadap pasien hipertensi yang melakukan rawat jalan di department of Mentakab District Hospital diketahui bahwa hanya variabel pengukuran tekanan darah saja yang memiliki perbedaan signifikan antara kelompok pasien yang taat dengan yang tidak taat yakni bahwa tekanan darah pada pasien yang taat selalu terkontrol dengan baik. Sedangkan jika dilihat dari segi umur, jenis kelamin, lamanya menderita hipertensi, tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan ataupun jenis obat yang diterima tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antar kedua kelompok pasien tersebut.

Tabel V berikut ini menunjukkan bahwa pasien wanita memiliki persentase jumlah pasien yang taat lebih besar dibandingkan dengan pasien pria dilihat dari sisa obat yang dimiliki oleh pasien tersebut pada akhir kontrol kesehatan. Dari 45 pasien pria yang ditetapkan sebagai subyek uji penelitian ini, sebanyak 2 pasien dapat dikategorikan tidak taat minum obat karena diketahui memiliki persentasi sisa obat terhadap jumlah obat mula-mula sebesar 34,670% dan 42,220% sedangkan pada pasien wanita yang berjumlah 55 orang hanya

terdapat 1 pasien saja yang dikategorikan tidak taat dalam minum obat karena memiliki persentasi sisa obat terhadap jumlah obat mula-mula sebesar 24,440%.

Tabel V. Persentasi Pasien yang Taat Berdasarkan Sisa Obat Menurut Karakteristik Jenis Kelamin Pasien

Jenis Kelamin Jumlah Pasien Jumlah Pasien yang Taat Jumlah Pasien yang Tidak Taat Pasien yang Taat (%) Pria 45 43 2 95,560 Wanita 55 54 1 98,190 Total 100

Dengan hanya membandingkan besarnya persentasi jumlah pasien yang taat pada kelompok pasien wanita dan pria seperti yang terlihat pada tabel V tidak dapat diketahui apakah perbedaan ketaatan antara kedua kelompok tersebut memiliki makna secara statistik atau tidak. Untuk itu dilakukan uji statistik menggunakan independent sampel t test. Hasil perhitungan dengan independent sampel t test yakni pada kolom levene’s test terlihat perolehan nilai p = 0,052 (p>0,050) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan varians antara ketaatan pada pasien wanita dengan pasien pria dilihat dari sisa obat yang mereka miliki pada akhir kontrol kesehatan atau dengan kata lain data ketaatan pasien wanita dan pasien pria bersifat homogen. Oleh karenanya dengan melihat lajur equal variances assumed maka diperoleh nilai t = - 1,247 dan nilai p = 0,215 (p>0,050) yang berarti bahwa perbedaan ketaatan antara kelompok pasien wanita dengan pasien pria tidak bersifat signifikan (tidak bermakna). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi ketaatan pasien hipertensi dalam meminum obatnya.

c. PENDIDIKAN

Rantucci (1997) mengatakan bahwa pendidikan dan banyaknya obat yang diberikan dapat berpengaruh terhadap ketaatan pasien selain faktor-faktor lainnya seperti umur, jenis kelamin, suku, biaya pengobatan, efek samping obat, pendapatan pasien, serta tingkat keparahan penyakit pasien. Namun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Selen, Albert dan William (2002) diperoleh kesimpulan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat ketaatan pasien karena melalui perhitungan chi square yang dilakukan oleh peneliti di atas didapatkan nilai p>0,050.

Adanya Pengaruh tingkat pendidikan terhadap ketaatan pasien hipertensi juga dianalisis pada penelitian jumlah pemberian obat terhadap ketaatan, dengan hasil seperti terlihat pada tabel VI berikut ini.

Tabel VI. Persentasi Pasien yang Taat Berdasarkan Sisa Obat Menurut Karakteristik Tingkat Pendidikan Pasien

Tingkat Pendidikan Jumlah Pasien Jumlah Pasien yang Taat Jumlah Pasien yang Tidak Taat Pasien yang Taat (%) Tidak sekolah 9 8 1 88,890 SD 31 31 0 100,000 SMP 10 10 0 100,000 SMA 29 28 1 96,550 D2 6 5 1 83,330 D3 5 5 0 100,000 S1 10 10 0 100,000 Total 100

Pada tabel VI dapat dilihat besarnya persentasi jumlah pasien yang taat berdasarkan sisa obat yang dimiliki di akhir kontrol kesehatan pada tiap-tiap tingkat pendidikan akhir pasien. Tidak tampak adanya kecenderungan hubungan

berupa kenaikan ataupun penurunan persentase jumlah pasien yang taat terhadap semakin tinggi atau rendahnya tingkat pendidikan akhir pasien tersebut.

Untuk mengetahui apakah perbedaan ketaatan pasien pada tiap-tiap kelompok tingkat pendidikan tersebut memiliki makna secara statistik maka dilakukan uji perbandingan dengan menggunakan uji one way anova. Uji anova ini dilakukan dengan membagi tingkat pendidikan pasien menjadi 3 kelompok besar saja yakni pasien dengan pendidikan kurang dari SMA, SMA, dan Sarjana. Kelompok pasien dengan pendidikan kurang dari SMA digunakan untuk mewakili pasien-pasien hipertensi yang tidak pernah sekolah atau bersekolah sampai tingkat SD dan SMP. Sedangkan kelompok pasien dengan pendidikan setingkat sarjana digunakan untuk mewakili pasien-pasien hipertensi yang bersekolah hingga D2, D3 ataupun S1.

Hasil uji homogenitas variansi menunjukkan perolehan nilai p sebesar 0,001 (p<0,050) yang berarti bahwa ada perbedaan varians antara ketaatan pada pasien berpendidikan kurang dari SMA, SMA atau pada pasien yang berpendidikan setara sarjana atau dengan kata lain data ketaatan pasien pada ketiga kelompok uji tersebut bersifat homogen. Sedangkan hasil perhitungan uji anova menunjukkan perolehan nilai p sebesar 0,461 (p>0,050) yang mengindikasikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada semua kelompok uji. Hal ini berarti bahwa ketaatan minum obat pasien hipertensi ini tidak dipengaruhi secara signifikan oleh faktor tingkat pendidikan pasien. Motivasi yang diberikan oleh dokter yang bertugas di poli penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati diyakini telah berhasil membuka pemahaman pasien

mengenai penyakitnya. Menurut pasien, dokter tersebut telah menjelaskan kepada mereka bahwa mereka harus secara rutin melakukan kontrol tekanan darah sebulan sekali walaupun tidak merasakan gejala sakit seperti pada tipe penyakit lainnya. Mereka diminta juga untuk mengurangi konsumsi makanan yang bercita rasa asin dan banyak mengandung minyak/lemak serta menghindari stres yang berlebihan. Adanya peran aktif dokter dan prinsip ingin hidup lebih lama bersama anak dan cucu membuat pasien hipertensi ini termotivasi untuk selalu meminum obat secara rutin. Kedua hal ini dinilai mampu membantu meningkatkan ketaatan minum obat pasien hipertensi khususnya bagi pasien yang secara pendidikan tergolong lemah.

d. GOLONGAN OBAT

Jika melihat ragam golongan atau kelas terapi obat yang diterima oleh pasien hipertensi yang berobat jalan di poli penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati pada saat penelitian ini dilakukan, sebanyak 47 pasien (47%) terdiagnosis menderita penyakit hipertensi murni tanpa komplikasi ataupun penyakit penyerta lainnya dan sebanyak 53 pasien lainnya (53%) terdiagnosis menderita hipertensi yang disertai oleh penyakit penyerta lainnya seperti penyakit kardiovaskuler ataupun diabetes mellitus.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Patel, et al. (2008) diketahui bahwa pasien yang hanya mendapatkan satu macam obat yakni amlodipine/atovastatin memiliki ketaatan minum obat dua kali lipat lebih besar

dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan obat secara kombinasi dengan perolehan nilai OR = 1,95 dan p<0,0001.

Analisis pengaruh jumlah golongan obat yang diterima pasien hipertensi terhadap ketaatan pada penelitian pengaruh jumlah pemberian obat terhadap ketaatan dilakukan dengan membandingkan besarnya persentasi jumlah pasien hipertensi yang taat pada tiap-tiap jumlah golongan obat yang diterima pasien seperti terlihat pada tabel VII berikut ini.

Tabel VII. Persentasi Pasien yang Taat Berdasarkan Sisa Obat Menurut Karakteristik Jumlah Golongan Obat Jumlah Golongan Obat Jumlah Pasien Jumlah Pasien yang Taat Jumlah Pasien yang Tidak Taat Pasien yang Taat (%) 1 25 25 0 100,000 2 50 48 2 96,000 3 22 21 1 95,450 4 2 2 0 100,000 5 1 1 0 100,000 Total 100

Pada tabel VII di atas terlihat bahwa pasien yang menerima satu golongan obat memiliki persentasi jumlah pasien yang taat lebih besar daripada pasien yang menerima dua atau tiga golongan obat. Sedikitnya jumlah pasien yang menerima empat atau lima golongan obat membuat kelompok ini juga memiliki persentasi jumlah pasien yang taat sama dengan 100%. Oleh karenanya perlu dilakukan uji statistik dengan one way anova untuk mengetahui apakah perbedaan ketaatan minum obat berdasarkan jumlah sisa obat yang dimiliki pasien pada masing-masing kelompok jumlah golongan obat tersebut memiliki makna secara statistik. Uji anova ini dilakukan dengan mengelompokkan seluruh pasien

hipertensi tersebut menjadi tiga kelompok besar yaitu kelompok pasien yang menerima satu, dua serta lebih dari dua golongan obat. Kelompok pasien yang menerima lebih dari dua golongan obat ini digunakan untuk mewakili kelompok pasien yang menerima tiga, empat ataupun lima golongan obat. Jumlah penerimaan dua golongan obat digunakan peneliti sebagai batasan pembagian kelompok uji karena berdasarkan hasil penelitian Kabir, et al. (2004) diketahui bahwa tingkat ketaatan pasien hipertensi yang menerima lebih dari dua golongan obat sangat rendah yakni sebesar 40% sedangkan pada pasien hipertensi yang hanya menerima satu atau dua golongan obat saja memiliki tingkat ketaatan yang lebih tinggi yakni mencapai 84,300%.

Melalui uji homogenitas variansi seperti yang terlihat pada tabel test of homogeneity of variances diperoleh nilai p sebesar 0,245 (p>0,050) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan varians antara ketaatan kelompok pasien yang menerima hanya satu, dua atau lebih dari dua golongan obat atau data pada ketiga kelompok tersebut bersifat homogen. Sedangkan hasil perhitungan anova memberikan perolehan nilai p sebesar 0,169 (p<0,050) yang mengindikasikan bahwa antar kelompok uji tersebut tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini berarti bahwa pada penelitian pengaruh jumlah pemberian obat terhadap ketaatan minum obat pasien hipertensi ini jumlah golongan obat yang diterima pasien tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketaatan minum obat pasien tersebut.

Profil obat antihipertensi, oral antidiabetika, serta obat kardiovaskuler yang diterima pasien pada penelitian ini adalah seperti yang terlihat pada tabel VIII berikut ini.

Tabel VIII. Profil Obat Antihipertensi, Oral antidiabetika, Obat Kardiovaskuler Yang Diterima Pasien

Antihipertensi Oral antidiabetika Obat kardiovaskuler

Jenis Obat Jumlah

pasien Jenis Obat

Jumlah

Pasien Jenis Obat

Jumlah Pasien

ACE inhibitor 17 glibenklamida 2 digoxin 5

Loop diuretik 1 metformin 10 ISDN 5 ACE inhibitor + Loop

diuretik 10

glibenklamida

+ metformin 9 diltiazem 1

ACE inhibitor + tiazid 5 glikazida 2 Aspilet® 2

CCB 17 glikazida +

metformin 8

Aspilet® +

digoxin 1

CCB + ACE inhibitor 14 metformin +

glikuidon 2 Aspilet® + digoxin + ISDN 1 CCB + tiazid 5 Aspilet ® + gemfibrosil 1 CCB + loop diuretik 3 gemfibrosil 3 CCB + ACE inhibitor +

loop diuretik 8 simvastatin 2 CCB + ACE inhibitor + tiazid 7 simvastatin + ISDN 1 AIIRA + tiazid 1 AIIRA + CCB 6 AIIRA + CCB + tiazid 1 Antagonis adrenergik α 2 + loop diuretik 1 Antagonis adrenergik α 2 +

ACE inhibitor + tiazid 1

Antagonis adrenergik α 2 +

ACE inhibitor + CCB 1

ACE inhibitor + β bloker

+ loop diuretik 1

Antagonis adrenergik α 2 +

ACE inhibitor + CCB +

tiazid + β bloker 1

Jumlah pasien 100 33 22

Berdasarkan tabel VIII terlihat bahwa jenis obat ACE inhibitor sangat banyak diresepkan dokter sebagai antihipertensi baik sebagai obat tunggal atau kombinasi. Namun selama penelitian ini dilakukan tidak ditemukan pasien yang

mengeluhkan adanya efek samping obat berupa batuk kering. Hal ini disebabkan karena pasien hipertensi yang menjadi subyek uji penelitian ini adalah pasien yang minimal pada bulan Desember 2009/Januari 2010 telah memasuki kontrol kesehatan bulan yang keempat sehingga keluhan adanya efek samping tersebut telah disampaikan pasien kepada dokter saat kontrol kesehatan bulan sebelumnya. Pasien yang sensitif terhadap obat jenis ini kemudian oleh dokter diberikan obat antihipertensi jenis lain.

Yang menjadi permasalahan adalah seringkali pasien tidak membaca tulisan kandungan zat aktif pada kemasan obat paten yang mereka terima ditambah tidak adanya penjelasan dari pihak apotek rumah sakit pada saat penyerahan obat apabila terjadi penggantian nama dagang obat. Hal ini menyebabkan pasien sering merasa bingung bahkan ada pasien yang memutuskan untuk membeli obat antihipertensi di apotek luar karena merasa obat yang mereka terima berbeda isi zat aktifnya. Sebagai contoh captopril dengan Otoryl®.

Menurut profil obat tersebut maka golongan diuretik yang sering diterima oleh pasien hipertensi ini adalah tiazid dan tipe loop diuretic seperti furosemide. Peningkatan frekuensi buang air kecil akibat meminum obat ini banyak dikeluhkan oleh pasien karena dirasa mengganggu aktivitas mereka dalam bekerja terlebih jika mereka harus bekerja di luar rumah. Faktor inilah yang sering membuat pasien merasa tidak nyaman dalam mengkonsumsi obat ini.

Golongan oral antidiabetika yang banyak diresepkan dokter kepada pasien hipertensi yang juga menderita diabetes mellitus adalah kelompok obat sulfonilurea seperti glibenklamida, glikazida, glikuidon dan kelompok obat

biguanida seperti metformin. Kedua kelompok obat ini diresepkan dokter baik secara tunggal ataupun kombinasi. Melalui penjelasan dokter, pasien hipertensi yang juga menderita sakit diabetes mellitus telah mengetahui bahwa obat golongan ini sebaiknya diminum bersama atau sesudah makan. Kebiasaan beberapa pasien melakukan puasa pada hari Senin dan Kamis membuat frekuensi minum obat ini terganggu. Dokter telah menyarankan untuk meminum obat saat sahur, berbuka puasa dan menjelang tidur (sekitar jam 23.00) akan tetapi sering kali pasien telah terlanjur mengantuk dan tertidur sehingga frekuensi minum obat menjadi berkurang.

Golongan obat kardiovaskuler yang banyak diresepkan dokter adalah jenis digoxin yang tergolong sebagai obat antiaritmia dan jenis isosorbit dinitrat (ISDN) yang tergolong sebagai obat antiangina. Oleh karena penyakit kardiovaskuler berkaitan dengan kadar lipid dalam darah maka simvastatin serta gemfibrosil banyak diresepkan dokter sebagai antilipemika bagi pasien yang mengalami dislipidemia. Sedangkan untuk mencegah terjadinya trombosis dalam pembuluh darah, dokter banyak meresepkan obat Aspilet® sebagai antitrombolitik. Yang menjadi permasalahan di sini adalah adanya penggunaan obat yang salah seperti ISDN yang seharusnya dikonsumsi secara sublingual dan Aspilet® yang merupakan tablet kunyah.

Dokumen terkait