• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP VERBA BAHASA JEPANG, VERBA

2.4. Semantik

2.3.2 Jenis-jenis Makna Dalam Semantik

Menurut Chaer (1995:59) jenis atau tipe makan dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria atau sudut pandang, yaitu :

a. Berdasarkan jenis makna semantiknya, makna dapat dibedakan menjadi makan leksikal dan makna gramatikal.

Makna leksikal adalah makan yang sesuiai dengan referennya, makna yang sesuai dengan observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Contohnya kata makan, makna leksikalnya adalah memasukkan makanan ke dalam mulut, mengunyah dan menelannya.

Apabila dicontohkan ke dalam kalimat, makna itu tamapak pada kalimat : kami makan

tiga kali sehari; adik makan bubur. Kata makan dalam kalimat ini sangat jelas bahwa

makan bermakna memasukkan sesuatu ke dalam mulut, mengunyah dan menelannya.

Sedangkan makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti proses aviksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Contoh proses afiksasi /ter-/pada kata/angkut/ dalam kalimat barang yang sebanyak itu terangkut juga

oleh kenderaan mini tersebut, awalan ter- pada kata terangkut melahirkan makna ’dapat’,

kalimat ini melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’. Contoh reduplikasi dapat dilihat pada buku yang bermakna ’sebuah buku’ menjadi ’buku-buku’. Sebagai contoh komposisi dapat dilihat dari kata sate ayam tidak sama dengan komposisi sate padang. Yang pertama menyatakan asal bahan, yang kedua menyatakan asal tempat.

b. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksern, dapat dibedakan menjadi makna referensial dan makna non referensial.

Makna referensial adalah makna dari kata-kata yang mempunyai referen, yaitu sesuatu diluar bahasa yang diacu oleh kata itu. Contoh kata spidol dan pensil, kedua kata itu disebut makna referensial karena kedua kata itu mempunyai referen yaitu sejenis alat tulis.

Sedangkan kata-kata yang tidak memiliki referen, maka kata itu disebut kata bermakna non referensial. Contohnya seperti kata ’karena’ dan ’tetapi’ tidak mempunyai referen, sehingga kata itu bermakna non referensial.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kata-kata yang memiliki makna referensial adalah kata-kata seperti spidol dan pensil, yang termasuk kelas kata tugas seperti; preposisi, konjugasi, dan kata tugas lain adalah kata-kata yang bermakna non referensial.

c. Berdasarkan ada atau tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem, makna dapat dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif

Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makan referensial, sebab makna denotatif ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif karena itu sering disebut sebagai makna sebenarnya. Contoh kata wanita dan perempuan, karena kata-kata ini mempunyai denotasi yang sama, yaitu manusia dewasa bukan laki-laki. Walaupun kata

perempuan dan wanita mempunyai makna denotasi yang sama, tetapi dewasa ini kedua kata tersebut mempunyai nilai rasa yang berbeda, yakni kata perempuan mempunyai nilai rasa yang rendah, sedangkan kata wanita mempunyai nilai rasa yang tinggi. Makna tambahan pada suatu kata yang sifatnya memberi nilai rasa positif atau negatif disebut makna konotasi, atau disebut juga bukan makna yang sebenarnya.

d. Berdasarkan kesepakatan maknanya, makna dapat dibedakan menjadi makna kata atau makna istilah

Makna kata sering disebut sebagai makna bersifat umum, sedangkan makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Lebih jelasnya bisa dilihat dari contoh kata tangan dan lengan, yang dalam bidang kedokteran istilah untuk kata-kata tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Makna tangan adalah ’pergelangan sampai ke jari-jari’, sedangkan makna lengan adalah ’pergelangan sampai ke pangkal bahu’. Sedangkan dalam bahasa sehari-hari atau dalam bahasa umum, tangan dan lengan dianggap bersinonim (sama maknanya).

e. Berdasakan kriteria atau sudut pandang lain, jenis makna dibedakan menjadi makna asosiatif, idiomatik, dan kolokatif

Makna asosiatif sesungguhnya sama dengan perlambang-lambang yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain. Contohnya kata melati digunakan sebagai perlambang kesucian, kata merah digunakan sebagai perlambang keberanian, dan kata srikandi digunakan sebagai perlambang kepahlawanan wanita.

Lain halnya dengan makna idiomatik, kata idiom berarti satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contohnya frase menjual rumah bermakna ’si pembeli menerima rumah dan si penjual menerima uang’, tetapi

berbeda dengan frase menjual gigi bukan bermakna ’si pembeli menerima gigi dan si penjual menerima uang’, melainkan bermakna ’tertawa kera-keras’. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna idiomatik adalah makna sebuah satuan bahasa (kata,frase, atau kalimat) yang menyimpang dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya.

Sedangkan makna kolokatif berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya dengan makna kata lain yang mempunyai tempat yang sama dalam sebuah frase. Contohnya seperti pada frase gadis itu cantik dan pemuda itu tampan. Kedua frase itu tidak sama maknanya walaupun informasinya sama.

2.3.3 Manfaat Mempelajari Semantik

Manfaat yang dapat kita petik dari studi semantik sangat tergantung dari bidang apa yang kita geluti dalam tugas kita sehari-hari (Chaer,1994:11). Bagi orang-orang yang menggeluti suatu bidang seperti bahasa apabila ingin melakukan penelitian bahasa, yang belajar di Fakultas Sastra, pengetahuan akan semantik memberi bekal teorutis kepadanya untuk menganalisis bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajari. Tidak jauh bedanya dengan seorang guru apabila mempelajari semantik maka manfaat semantik akan memberiakn manfaat teoritis dan juga manfaat praktis baginya.manfaat teoritis disini bagi seorang guru perlunya karena dia sebagai guru bahasa harus benar-benar mempelajari akan bahasa yang diajarkannya. Teori-teori semantik ini akan membantunya nemahami lebih baik akan konsep-konsep bahasa yang akan diajarkan olehnya. Lain halnya dengan manfaat

praktis, manfaat yang akan diperolehnya adalah berupa kemudahan baginya dalam mengajarkan bahasa itu kepada peserta didiknya.

Bisa juga dilihat manfaat mempelajari semantik bagi wartawan atau orang-orang yang berkecimpung dalam dunia yang berhubungan dengan mengumpulkan berita atau persuratkabaran. Mereka juga akan memperoleh manfaaat praktis dari mempelajari semantik. Pengetahuan akan semantik akan memudahkannya dalam memilih kata-kata yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum.

Beda halnya dengan orang awam kebanyakan, pengetahuan yang luas akan teori tentang semantik dan manfaat mempelajari semantik tidaklah begitu diperlukan. Hanya saja dasar-dasar semantik masih diperlukan yang berguna untuk mengetahui bagaimana sekelilingnya, yang selalu adanya informasi-informasi baru. Mereka perlu mencerna apa saja informasi yang hadir disekitarnya, yang mana seharusnya diserap atau tidak. Sebagai masyarakat yang hidup di tengah-tengah lingkungan umum, tidak mungkin mereka bisa hidup tanpa memahami alam sekitar mereka yang berlangsung melalui bahasa.

Dokumen terkait