ANALISIS PEMAKAIAN VERBA OCHIRU, KOROBU, DAN TAORERU
DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG
(DITINJAU DARI SEGI SEMANTIK)
NIHONGO NO BUN NI OKERU (OCHIRU, KOROBU, TAORERU) NO
TSUKAIKATA NO BUNSEKI
(IMIRON TEKI NA BUNSEKI)
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang
Ilmu Sastra Jepang
Oleh
JULIANIS CLARA DEBORA
NIM : 080722011
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
PROGRAM STUDI EXTENSION SASTRA JEPANG
MEDAN
ANALISIS PEMAKAIAN VERBA OCHIRU, KOROBU, DAN TAORERU DALAM
KALIMAT BAHASA JEPANG
(DITINJAU DARI SEGI SEMANTIK)
NIHONGO NO BUN NI OKERU (OCHIRU, KOROBU, TAORERU) NO
TSUKAIKATA NO BUNSEKI
(IMIRON TEKI NA BUNSEKI)
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang
Ilmu Sastra Jepang
Oleh
JULIANIS CLARA DEBORA
NIM : 080722011
Disetujui Oleh,
Pembimbing I Pembimbing II
(Drs. Nandi S)
NIP: 19600919 198803 1 001 NIP: 19580704 198412 1 001
(Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M. S, PhD)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
Disetujui oleh
Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara
Medan
Program Studi Extension Sastra Jepang
Ketua Program Studi
NIP: 19580704 198412 1 001
Pengesahan
Diterima Oleh:
Panitia ujian Fakultas Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Pada :
Tanggal :
Hari :
Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara
Dekan
NIP: 19511013 197603 1 001 Dr. Syahron Lubis, M.A
Panitia Ujian
No. Nama Tanda Tangan
1. Drs. Nandi S ( )
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yag telah memberikan pertolongan dan
kemudahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini
berjudul ” Analisis Pemakaian Verba Ochiru, Korobu, dan Taoreru Dalam Kalimat
Bahasa Jepang Ditinjau Dari Segi Semantik”.
Dalam penulisan skripsi ini pastilah banyak halangan dan rintangannya dalam
penyelesaian skripsi ini. Disana-sini banyak kesalahan dan kekurangan di dalamnya. Tetapi,
penulis sangat bersyukur karena adanya bantuan dan pertolongan yang diberikan kepada
penulis. Maka dari itu penulis ingin berterimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera
Utara.
2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, PhD, selaku ketua Jurusan Departemen
sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Nandi S, selaku dosen pembimbing I, yang sangat sabar dalam membimbing
penulis, dan banyak meluangkan waktunya yang begitu berharga.
4. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M, Hum, yang telah banyak meluangkan waktu dan
pikirannya dalam membimbing penulis.
5. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, PhD, selaku dosen pembimbing II yang telah
banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing penulis.
6. Para Staf Pengajar Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara yang telah
mendidik penulis selama perkuliahan.
7. Terima kasih penulis ucapkan untuk orang tua tercinta, Ibunda Aisyah yang selama ini
penulis hingga sekarang, serta telah memberikan dukungan moril maupun materil kepada
penulis sehingga terselesainya skripsi ini, semoga Allah S.W.T melimpahkan kesehatan
dan selalu dalam lindungan Allah S.W.T. Amin...
8. Terima kasih juga buat seluruh keluarga besar nenek, yang sangat menyayangi dan
mendoakan penulis disetiap waktu, abang, ibu-ibu, uncu, adang, serta semua keluarga
yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
9. Terima kasih buat keluarga besar kak sri, bapak, ibu, kak sri, lia dan puput, yang telah
menjadi keluarga kedua bagi penulis.
10.Teman-teman Extension Sastra Jepang angkatan ’08 yaitu kak Ade alias mama, Bang
Putra alias oom, kak Hanum alias bundo Eka, kak Desi, kak Mila, Volga pacar yang setia,
Reni, Angga, Morina si penolong, Melati, Irwan, yang telah memberikan motivasi kepada
penulis agar terselesainya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang disebabkan
adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh sebab itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak dalam
penyempurnaan skripsi ini.
Akhirnya penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat menambah wawasan serta
dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Medan, 2010
DAFTAR ISI
1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... ... 7
1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10
1.6Metode Penelitian ... 12
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP VERBA BAHASA JEPANG, VERBA OCHIRU, KOROBU, DAN TAORERU, SERTA SEMANTIK 2.1. Verba Bahasa Jepang 2.1.1Pengertian Verba ... 13
2.1.2 Jenis Verba ... 14
2.1.3 Fungsi Verba ... 21
2.2. Verba Ochiru, Korobu, dan Taoreru ... 22
2.3. Makna Verba Jatuh dalam bahasa Indonesia ... 30
2.4. Semantik 2.3.1 Defenisi Semantik ... 32
2.3.2 Jenis-jenis Makna Dalam Semantik ... 34
2.3.2. Manfaat Mempelajari Semantik ... 37
BAB III ANALISIS PEMAKAIAN VERBA OCHIRU, KOROBU, DAN TAORERU 3.1 Verba Ochiru ... 39
3.2 Verba Korobu ... 44
3.4 Analisis Perbedaan Pemakaian Verba ochiru, korobu dan taoreru dalam
kalimat ... 55
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ... 59
4.2 Saran ... 60
BAB I
PENDAHULUAN
.1 Latar Belakang Masalah
Robert Sibarani (1997: 65) mengemukakan, bahwa bahasa merupakan suatu sistem
lambang bunyi ujaran yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi. Setiap
bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan
benar, dengan kata lain pemakaian bahasa harus sesuai dengan situasi pemakaiannya dan
sesuai dengan kaidah yang berlaku. Abdul Chaer (1994:42) mengatakan bahwa bahasa
adalah sistem dan bahasa adalah lambang dan bahasa adalah bunyi. Jadi, sistem itu
berupa lambang dan wujudnya berupa bunyi.
Masih menurut Abdul Chaer (1995:1), sebagai alat komunikasi verba, bahasa
merupakan suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Maksudnya, tidak ada
hubungan wajib antara lambang sebagai hal yang menandai yang berwujud kata atau
leksem dengan benda atau konsep yang ditandai yaitu referen dari kata atau leksem
tersebut.
Selain itu Abdul Chaer (2007:11-12) mengungkapkan, bahasa merupakan objek
kajian linguistik. Linguistik berarti “ ilmu bahasa “. Oleh sebab itu, dapat dijabarkan
dalam sejumlah konsep mengenai linguistik yang menjadikan bahasa sebagai objek
kajiannya.
Pertama, karena bahasa adalah bunyi ujaran, maka linguistik melihat bahasa sebagai
bunyi. Artinya, bagi linguistik bahasa lisan adalah yang primer, sedangkan bahasa tulis
Kedua, karena, bahasa itu bersifat unik, maka linguistik tidak berusaha menggunakan
kerangka suatu bahasa untuk dikenakan pada bahasa lain.
Ketiga, karena bahasa adalah suatu sistem, maka linguistik mendekati bahasa bukan
sebagai kumpulan unsur yang terlepas, melainkan sebagai kumpulan unsur yang satu
dengan yang lainnya mempunyai jaringan hubungan.
Keempat, karena bahasa itu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan
perkembangan sosial budaya masyarakat pemakainya, maka linguistik memperlakukan
bahasa sebagai sesuatu yang dinamis.
Sudjianto (2004:14) mengatakan bahwa dilihat dari aspek kabahasaan, bahasa Jepang
memiliki karakteristik tertentu yang dapat kita amati dari huruf yang digunakan, sistem
pengucapan, gramatika, ragam bahasa dan kosakata.
Dalam berbahasa, seseorang perlu mempelajari tata bahasa yang baik dan benar.
Terutama pada saat hendak berbicara kepada orang asing dalam hal ini kepada orang
Jepang. Hal ini sangat penting bila ingin menjalin komunikasi dengan baik.
Poerwardaminta (1976:1024) mengemukakan :
Tata bahasa adalah pengetahuan atau pelajaran mengenai pembentukan kata-kata dan penyusunan kata-kata dalam kalimat.
Pada waktu berkomunikasi, khususnya dalam bahasa Jepang, verba sangatlah penting.
Verba dalam bahasa Jepang disebut doushi. Verba merupakan kata kerja yang berfungsi
menjadi predikat dalam kalimat, bisa berdiri sendiri juga mengalami perubahan bentuk
(katsuyo). Apabila, melihat verba yang digunakan, ada beberapa makna dalam bahasa
Indonesia sama, namun dalam bahasa Jepang berbeda. Seperti yang dikemukakan oleh
Indonesia. Ungkapan yang sama juga terdapat dalam kamus Pemakaian Bahasa Jepang
Dasar yang menjelaskan bahwa makna awal dari kata ochiru, korobu, dan taoreru adalah
’jatuh’ (Nomoto,1988:608,865,1169). Dengan demikian verba ochiru, korobu, dan
taoreru yang apabila apabila kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dapat diartikan
dengan “ jatuh “.
Contoh :
1. つくえの上にあるかびんが倒れた
Tsukue no ue ni aru kabin ga taoreta
(vas bunga yang di atas meja jatuh)
2. 子供が転んだ
Kodomo ga koronda
(Anak jatuh)
(Dedi Sutedi, 2003:129)
3. 馬から落ちてけがをする
Uma kara ochite kega o suru
(terluka karena jatuh dari kuda)
(Kikou Nomoto, 1988:865)
Dari contoh di atas dapat dikatakan bahwa verba ochiru, korobu, dan taoreru
memiliki arti yang dalam bahasa Indonesia bisa diterjemahkan “ jatuh “. Kata ’jatuh’
kesamaan arti, dalam bahasa Indonesia disebut sinonim. Secara etimologi kata sinonimi
berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nama’, dan syn yang berarti
‘dengan’. Maka secara harfiah kata sinonimi berarti ‘nama lain untuk benda atau hal yang
sama’. Secara semantik Verhaar dalam Abdul Chaer (1995:82) mendefinisikan sebagai
ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama
dengan makna ungkapan lain.
Di dalam bahasa Jepang, verba yang memiliki arti yang sama apabila diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia ada banyak. Tetapi, cara pemakaian dan penggunaannya
dalam kalimat berbeda. Dengan demikian, selaku pembelajar bahasa Jepang, sebaiknya
kita paham benar cara pemakaian tersebut, agar lawan bicara paham betul apa yang kita
bicarakan. Pembahasan ketiga verba tersebut lebih kepada perbedaan pamakaian dalam
kalimat. Dengan alasan tersebut penulis tertarik untuk menganalisis verba tersebut yang
akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul “ Analisis Pemakaian Verba Ochiru,
Korobu, dan Taoreru Dalam Kalimat Bahasa Jepang “
.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan sejarahnya, bahasa Jepang dibagi menjadi dua bagian besar yakni kougo
(bahasa modern) dan bungo (bahasa klasik). Kougo dalam bahasa Jepang disebut juga
waktu berbicara dan ragam tulisan (kaki kotoba) yaitu bahasa yang dipakai secara tertulis
(Sudjianto, 1996:12-13).
Verba yang bersinonim banyak sekali ditemukan dalam bahasa Jepang. Sepertiなら
う、べんきょうする、まなぶyang artinya belajar. Verba lain adalah ochiru, korobu,
dan taoreru. Jika kita melihat makna ketiga verba tersebut secara gramatikal, verba
ochiru artinya jatuh, korobu artinya terpeleset, dan taoreru artinya tumbang. Tetapi kalau
dilihat secara leksikal atau yang berhubungan dengan kamus, ketiga verba tersebut
memiliki arti yang sama dan dapat kita lihat di dalam kamus Pemakaian Bahasa Jepang
Dasar. Permasalahan yang sering muncul adalah pada saat menterjemahkan kalimat
kedalam bahasa Jepang dari bahasa Indonesia dan sebaliknya. Apabila dalam bahasa
Indonesia kata “ jatuh “ hanya satu, tetapi dalam konteks bahasa Jepang bisa
menggunakan beberapa kata. Ada kemungkinan apabila kata jatuh dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan kedalam bahasa Jepang bukan ochiru yang digunakan tetapi bisa
korobu dan taoreru. Hal inilah yang menyulitkan penulis ataupun pembelajar
menterjemahkan kalimat dari bahasa Indonesia juga sebaliknya karena kurangnya
pengetahuan dalam penggunaan kata tersebut. Untuk itu, dalam skripsi ini akan dibahas
satu persatu ketiga verba tersebut.
Untuk membahas hal tersebut di atas, maka penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah makna verba ochiru, korobu, dan taoreru.
2. Bagaimanakah penggunaan verba ochiru, korobu, dan taoreru dalam kalimat
bahasa Jepang dan penerjemahannya kedalam bahasa Indonesia.
.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Setiap bahasa memiliki kaidah-kaidah tersendiri. Begitu pula bahasa Jepang yang
memiliki kaidah-kaidah tersendiri dalam penggunaanya, terutama verba yang bersinonim.
Verba ochiru, korobu, dan taoreru yang apabila diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia menjadi ‘jatuh’. Namun, apabila digunakan ke dalam kalimat ketiga verba
tersebut berbeda pemakaiannya. Pengggunaanya juga harus disesuaikan dengan kondisi
yang tepat dalam kalimat. Agar tulisan ini dapat terorganisir dengan baik, maka penulis
membatasi masalah dengan hanya menganalisis verba ochiru, korobu, dan taoreru yang
bermakna ‘jatuh’ dan bagaimana penggunaanya dalam kalimat bahasa Jepang.
Dalam pembahasan ini, penulis akan membahas verba ochiru sebanyak 5, verba
korobu sebanyak 5, dan verba taoreru sebanyak 5, bahan yang dijadikan referensi dalam
pencarian data adalah buku-buku teks berbahasa jepang seperti minna no nihongo, buku
tata bahasa jepang dan buku-buku yang berhubungan dengan pelajaran bahasa jepang.
Untuk mendukung penulisan, penulis juga akan membahas tentang semantik. Bahan
yang diambil dari buku-buku yang berhubungan dengan semantik dan juga teori-teori
yang berhubungan dengan semantik.
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
.4 .1 Tinjauan Pustaka
Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat, dan
keinginan kepada orang lain. Terkadang kita menggunakan bahasa bukan untuk
seperti saat berbicara sendiri baik yang dilisankan maupun hanya di dalam hati. Tetapi,
yang paling penting adalah ide, hasrat, pikiran, dan kegiatan tersebut dituangkan melalui
bahasa. (Sutedi,2003:2)
Linguistik adalah ilmu tentang bahasa, atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai
objek kajiannya (Abdul Chaer, 1994:1). Linguistik merupakan ilmu yang objek
pengamatannya adalah bahasa, bahasa yang merupakan alat komunikasi utama manusia.
Sedangkan yang menjadi objek pokok linguistik adalah masalah dasar yang menyangkut
bahasa, seperti hakekat atau sifat bahasa. Proses kerja bahasa, perubahan dan
perkembangan yang terjadi dalam bahasa (Siregar, 2006:1)
Dalam tata bahasa baku, kata diklasifikasikan menjadi 10 kelas kata. Beberapa
diantaranya adalah meishi (nomina), doushi (verba), keiyoushi (adjektiva I),
keiyoudoushi (adjektiva II), jodoushi (verba bantu), dan lain sebagainya. (Sudjianto,
2004:98). Ochiru, korobu, dan taoreru yang akan dibahas ini termasuk doushi (verba).
Verba ochiru, korobu, dan taoreru mempunyai hubungan kemaknaan. Dalam hal ini
hubungan kemaknaan berhubungan dengan kesamaan makna atau sinonim. Berbicara
makna kalimat berarti berbicara semantik. Semantik merupakan bidang Linguistik.
Sehingga jelas yang digunakan adalah pendekatan linguistik.
Kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda)
yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti
“menanda” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini
sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik, seperti yang dikemukakan oleh
mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan, (2) komponen yang
diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu.
Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang
linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang
ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi dalam lingu istik yang mempelajari
makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai
ilmu tentang makna atau tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran
analisis bahasa : fonologi, gramatika, dan semantik. (Abdul Chaer, 2002:2)
Verba ochiru, korobu, dan taoreru memiliki arti yang sama, tetapi berbeda cara
penggunaanya dalam kalimat. Dalam hal ini ketiga verba tersebut memiliki kesamaan
makna, atau yang disebut dengan sinonim. J.D Parera (2004:61) mengatakan dua
ujaran-apakah dalam bentuk morfem terikat, kata, frase, atau kalimat yang menunjukkan
kesamaan makna disebut sinonim atau bersinonim. Seperti yang dituturkan oleh A.
Chaedar dalam Linguistik Suatu Pengantar menyatakan , beberapa kata (leksem) yang
berbeda mempunyai arti yang sama, dengan perkataan lain beberapa leksem mengacu
pada satu unit semantik yang sama. Relasi ini dinamai sinonim.
Apabila kita cermati secara seksama bahwa bahasa Jepang kaya akan kosakata, selain
itu dalam bahasa Jepang banyak juga kata yang memiliki bunyi ucapan yang sama tetapi
ditulis dengan huruf kanji yang berbeda sehingga menunjukkan makna yang berbeda
pula. (Sudjianto, 2004:15).
Dalam bahasa Jepang, berdasarkan urutannya verba berada diakhir kalimat. Verba
adalah kata yang menyatakan aktivitas, keberadaan, keadaan sesuatu, atau menjadi
mengalami perubahan bentuk (katsuyou) tergantung pada kategori gramatikalnya antara
lain tingkat kebahasaannya (teineisa), bentuk positif dan negatif (mitomekata), diatesis
(tai), aspek (sou), kala atau tense (jisei), dan modalitas (hou).
.4.2 Kerangka Teori
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mempergunakan teori-teori berdasarkan
pendapat para pakar yang diperoleh dari berbagai sumber pustaka.
Penelitian ini akan membahas tentang makna yang terdapat pada verba ochiru,
korobu, dan taoreru yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dapat berarti
‘jatuh’. Namun sebenarnya dalam bahasa Jepang memiliki perbedaan makna yang
berbeda dalam setiap konteks kalimat. Penelitian ini juga akan membahas cara pemakaian
kata tersebut ke dalam kalimat bahasa Jepang. Dengan demikian penulis akan meneliti
melalui pendekatan semantik yang membahas tentang makna.
Wittgstein dalam J.D Parera ( 1990:18 ) mengungkapkan kata tidak mungkin dipakai
dan bermakna untuk semua konteks, karena konteks itu selalu berubah dari waktu ke
waktu. Makna tidak diluar kerangka pemakaiannya. Wittgstein juga memberi nasehat : “
jangan menanyakan makna sebuah kata, tanyakanlah pemakaiannya “. Lahirlah
pengertian tentang makna. Makna sebuah ujaran ditentukan oleh pemakainya dalam
masyarakat bahasa.
Menurut Chaer (1994:59) makna itu terbagi dua yaitu makna leksikal dan makna
gramatikal. Dalam bahasa Jepang makna leksikal disebut makna kamus (jisho teki imi)
atau makna kata (goi teki imi) yang sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai
sebagai makna asli suatu kata sedangkan makna gramatikal yang dalam bahasa Jepang
disebut makna kalimat (bunpou teki imi) yaitu makna yang muncul akibat dari proses
gramatikal.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian
.5 .1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian verba ochiru, korobu, dan taoreru dalam konteks
kalimat bahasa Jepang
2. Untuk mengetahui pemakaian verba ochiru, korobu, dan taoreru dalam kalimat
bahasa Jepang.
1.5.2 Manfaat penelitian
Manfaat yang akan didapat bila penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Memperkaya ilmu pengetahuan dibidang linguistik, khususnya mengenai makna
yang terdapat dalam verba ochiru, korobu, dan taoreru.
2. Setelah mengetahui makna dari verba ochiru, korobu, dan taoreru serta
bagaimana cara pemakaiannya dalam kalimat, maka baik penulis maupun
pembaca akan mengggunakan verba tersebut dengan tepat sesuai konteks dari
kalimat sehingga tercipta suasana komunikasi yang baik.
Untuk mengerjakan penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif.
Menurut Winarno Surachmad (1988:5) bahwa metode penelitian deskriptif lebih
merupakan istilah umumnya mencakup berbagai tekhnik deskriptif. Diantaranya ialah
penyelidikan yang menuturkan, menganalisa, dan mengklasifikasi. Dan pelaksanaan
metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data,
tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data itu.
Selain metode deskriptif, penulis juga menggunakan metode kepustakaan (library
research) yaitu pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan teks (kepustakaan)
dari berbagai literature, baik diperpustakaan maupun di tempat lain. Serta mengumpulkan
buku-buku yang berisikan pendapat para ahli yang mempunyai hubungan dengan
penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP VERBA BAHASA JEPANG, VERBA OCHIRU,
KOROBU, DAN TEORERU, SERTA SEMANTIK
2.1 Verba Bahasa Jepang
2.1.1 Pengertian Verba
Dalam tata bahasa Jepang, terdapat 10 jenis kata. salah satu dari jenis kata tersebut
adalah verba (doushi). Nomura dalam Sudjianto (2004,149) menyatakan, kata kerja (doushi)
adalah kata yang dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu.
Dapat mengalami perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat.
Verba (動 詞), yaitu kata kerja yang bisa berfungsi menjadi predikat dalam suatu
kalimat dan mengalami perubahan bentuk (Sutedi,2003:42). Menurut Sitomorang (2007:8),
menjelaskan bahwa doushi (動詞) dalam bahasa Jepang mempunyai ciri-ciri (1) dapat berdiri
sendiri, (2) berkonjugasi, mengalami perubahan bentuk, (3) bermakna sesuatu kegiatan,
keberadaan, atau perubahan keadaan, (4) dapat menjadi predikat dalam kalimat. Makna verba
(動詞) dapat dilihat dari kanjinya.
動く= ugoku, dou = gerak
詞 = kotoba, shi = kata
Sedangkan Isao (2000:364) menyebutkan bahwa verba (動 詞) adalah kata yang
menyatakan peristiwa yang merupakan inti kalimat yang bisa dipakai bersama dengan frase
nominal (pelengkap), dimana melibatkan kakujoshi.
Dari beberapa pengertian verba (動 詞) yang telah dikemukakan di atas, penulis
menarik suatu kesimpulan bahwa verba (動詞) adalah salah satu kelas kata yang menyatakan
aktivitas, keberadaan atau keadaan (peristiwa), mengalami perubahan (katsuyou), dapat
berdiri sendiri dan bisa menjadi predikat dalam suatu kalimat.
2.1.2 Jenis Verba
Banyak istilah yang menunjukkan jenis-jenis verba (doushi 動詞) tergantung pada
dasar pemikiran yang dipakainya. Diantaranya Shimizu dalam Sudjianto (2007:150)
menunjukkan jenis doushi sebagai berikut.
1. Jidoushi (verba intransitif)
Verba ini menunjukkan kelompok doushi yang tidak berarti mempengaruhi pihak
lain, tidak disertai dengan objek penderita.
Contoh :
a. 行く iku (pergi)
b. 来る kuru (datang)
c. 起きる okiru (bangun)
d. 出る deru (keluar)
e. 流れる nagareru (mangalir)
g. 集まる atsumaru (berkumpul)
h. 寝る neru (tidur)
2. Tadoushi (verba transitif)
Verba yang menunjukkan kelompok doushi yang menyatakan arti mempengaruhi
pihak lain, dan memiliki objek penderita.
Contoh :
a. 起こす okosu (membangunkan)
b. 出す dasu (mengeluarkan)
c. 流す nagasu (mengalirkan)
d. 入れる ireru (memasukkan)
e. 集める atsumaru (mengumpulkan)
f. 寝かす nekasu (menidurkan)
g. 開ける akeru (membuka)
3. Shodoushi
Jenis verba ini adalah verba (doushi 動 詞) yang memasukkan pertimbangan
pembicara, oleh karena itu tidak dapat diubah ke dalam bentuk pasif dan kausatif. Selain itu,
tidak memiliki bentuk perintah dan ungkapan kemauan (ishihyoogen). Diantara kata-kata
yang termasuk kelompok ini, kelompok doushi (動詞) yang memiliki makna potensial.
Contoh :
1. 見える mieru (terlihat)
4. 行ける ikeru (dapat pergi)
Selain jenis verba di atas ada juga jenis verba bahasa Jepang lainnya.
(Sutedi,2003:47)
1. Kelompok I
Kelompok ini disebut dengan (godan doushi 五段動 詞), karena mengalami
perubahan dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang. Yaitu [あ、い、う、え、お a, i, u, e,
o] cirinya yaitu verba yang berakhiran (gobi) huruf (う、つ、る、く、ぐ、む、ぬ、ぶ、
す u, tsu, ru, ku, gu, mu, nu, bu, su).
Contoh :
1. 言う i-u (berkata)
2. 待つ ma-tsu (menunggu)
3. 帰る kae-ru (pulang)
4. 書く ka-ku (menulis)
5. 急ぐ iso-gu (terburu-buru)
6. 飲む no-mu (minum)
7. 死ぬ shi-nu (mati)
8. 呼ぶ yo-bu (memanggil)
9. 貸す ka-su (meminjamkan)
Kelompok ini disebut dengan [ichidan doushi 一 段 動 詞]、karena perubahannya
terjadi pada satu deretan bunyi saja. Ciri utama dari verba ini, yaitu yang berakhiran suara [
え ー る e-ru] atau yang disebut kami-ichidan doushi dan yang berakhiran [い ー る i-ru]
disebut shimo-ichidan-doushi.
Contoh :
1. 食べる tabe-ru (makan)
2. 入れる ire-ru (memasukkan)
3. 浴びる abi-ru (mandi)
4. 見る mi-ru (melihat)
5. 借りる kari-ru (meminjam)
6. 折りる oriru-ru (melipat)
3. Kelompok III
Kelompok verba ini merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan, sehingga
disebut (henkaku-doushi変格動詞) yang hanya terdiri dari dua verba berikut.
1. する suru (melakukan)
2. 来る kuru (datang)
Menurut Terada Takango dalam Sudjianto (2007:150-151) menambahkan jenis-jenis
verba lainnya, yaitu :
Fukugou doushi adalah doushi yang terbentuk dari gabungan dua buah kata atau lebih.
Gabungan kata tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata.
Contoh :
1. 話し合う hanashiau (berunding)
2. 調査する chousa suru (menyelidiki)
3. 近寄る chika yoru (mendekati)
2. Haseigo toshite no doushi
Diantara doushi (動 詞) ada juga doushi yang memakai prefiks atau doushi yang
terbentuk dari kelas kata lain dengan cara menambahkan sufiks. Kata-kata tersebut secara
keseluruhan dianggap sebagai satu kata.
Contoh :
1. さ迷う samayou (mengembara, berkelana)
2. 汗ばむ asebamu (berkeringat)
3. 春めく harumeku (bersuasana musim bunga)
3. Hojo doushi
Hojo doushi adalah doushi (動詞)yang menjadi bunsetsu tambahan.
Contoh :
1. 机の上に本がある
Tsukue no ue ni hon ga aru
(di atas meja ada buku)
Kare wa asoko ni iru
(dia ada di sana)
3. 姉に河合人形をもらう
Ane ni kawai ningyou o morau
(mendapat boneka baru dari kk pr saya)
Verba juga bisa diklasifikasikan secara semantik, seperti dijelaskan dalam buku A
Dictionary of Basic Japanese Grammar (Seichimakino dan Tsutsui, 1997:582-584) yaitu :
1. Verba Stative
Verba ini menunjukkan keberadaan, yang menyatakan diam/tetap. Biasanya verba ini
tidak muncul bersamaan dengan verba bantu-iru.
Contoh :
1. いる iru (ada)
2. できる dekiru (dapat)
3. 要る iru (membutuhkan)
2. Verba Continual
Verba ini berfungsi dengan verba bantu-iru untuk menunjukkan aspek pergerakan,
yang menyatakan selalu, terus menerus.
Contoh :
1. 食べる taberu (makan) 食べているtabete iru (sedang makan)
2. 飲む nomu (minum) 飲んでいる nonde iru (sedang minum)
Verba ini berkonjungsi dengan verba bantu-iru untuk menunjukkan tindakan atau
perbuatan yang berulang-ulang atau suatu tingkatan/posisi setelah melakukan suatu tindakan
atau penempatan suatu benda. Verba ini menyatukan tepat pada waktunya.
Contoh :
1. 知る shiru (tahu) 知っている shitte iru (mengetahui)
2. 打つ utsu (memukul) 打っている utte iru (memuku li)
4. Verba Non-volitional
Verba ini biasanya tidak memiliki bentuk ingin, bentuk perintah, dan bentuk
kesanggupan. Diklasifikasikan menjadi verba yang berkenaan dengan emosi atau perasaan.
Verba ini menyatakan bukan kemauan.
Contoh :
1. 愛するaisuru (mencintai, berkenaan dengan perasaan )
2. 好む konomu (menyukai, mengingini, berkenaan dengan perasaan)
5. Verba movement
Verba ini menunjukkan pergerakan.
Contoh :
1. 走る hashiru (berlari)
2. 歩く aruku (berjalan)
Verba berfungsi menjadi predikat dalam kalimat, untuk itu posisinya terletak di akhir
kalimat.
Contoh :
1. 私はパンを食べます。
Watashi wa pan o tabemasu.
Saya makan roti
2. 妹はビデオを見ました。
Imouto wa bideo o mimashita
Adik(pr) menonton video
(Minna no nihongo I, 1998:48,51)
Ada juga verba berfungsi membantu verba-verba yang ada pada bagian sebelumnya
dan menjadi bagian dari predikat sebagaimana halnya fuzokugo. (Sudjianto, 2004:159)
Contoh :
1. カレンダーに今角予が書いてあります。
Karendaa ni kongetsu no yotei ga kaite arimasu.
Di kalender ada tertulis rencana bulan ini.
2. 山田さんにワゴン車を貸してもらいます。
Yamada san ni wagonsha o kashite moraimasu.
Mendapat pinjaman mobil dari Yamada.
(Minna no nihongo I,1998:198,200)
Verba juga berfungsi sebagai keterangan bagi kelas kata lainnya pada sebuah kalimat,
1. これは日本で売っていない雑誌だ。
Kore wa nihon de utte inai zasshida.
Ini adalah majalah yang tidak dijual di jepang.
2. 会議で意見を言った人は山田さんだ。
Kaigi de iken o itta hito wa yamada san da.
Orang yang menyatakan pendapatnya dirapat adalah Yamada.
(Minna no nihongo I, 1998:182)
2.2 Verba Ochiru, Korobu, dan Taoreru
1. Verba Ochiru
Verba ochiru adalah termasuk ke dalam kelompok II (ichidan doushi一段動詞). Di
bawah ini akan dijelaskan pengertian dari verba tersebut.
a. Nomoto (1988:865) menyatakan bahwa verba ochiru adalah jatuh, yang didefenisikan
pindah ke tempat yang lebih rendah karena gaya berat, atau disebabkan tidak ada lagi
penopangnya.
Contoh :
飛行機が落ちる
Hikuouki ga ochiru
Kapal terbang jatuh
b. Makino Michio menyatakan bahwa :
Ochiru : to become no longer balanced or supported and drop suddenly.
Ochiru adalah tidak memiliki keseimbangan dan daya tahan ataupun dapat kecewa, dan
dapat jatuh seketika
Contoh :
秋になると、木の葉が落ちる。
Aki ni naruto, ki no ha ga ochiru
Pada saat musim gugur, daun-daun jatuh
c. Menurut Nomoto, verba ochiru juga bermakna hilang, berkurang yang berhubungan
dengan benda atau barang yang ada selama ini atau yang seharusnya ada jadi tidak ada
lagi.
Contoh :
選択したら、汚れが落ちる
Sentaku shitara, yogore ga ochir
Apabila dicuci, noda akan hilang.
d. Sutedi (2003:133) menyatakan bahwa verba ochiru adalah jatuh yang bisa
menggunakan semua jenis benda sebagai subjeknya, baik benda hidup maupun tidak.
Conntoh :
さるが木から落ちる。
Saru ga ki kara ochiru.
Kera jatuh dari pohon.
e. Masih menurut Nomoto juga, verba ochiru selain mengandung makna jatuh, juga bisa
bermakna turun, menjadi lebih bawah atau lebih baik buruk kalau dibandingkan dengan
あの店は最近評判が落ちている。
Ano mise wa saikin hyouban ga ochite iru.
Toko itu akhir-akhir ini kepopulerannya menurun.
f. Dalam Kokugo Jiten 国語辞典 menyatakan bahwa
Ochiru : 高い所から急に下がる。
Takai tokoro kara kyuu ni shita ga aru.
Dari tempat yang tinggi tiba-tiba ada di bawah
Contoh :
階段から落ちる
Kaidan kara ochiru
Jatuh dari tangga
g. Nomoto juga menambahkan verba ochiru selain bermakna jatuh dan hilang juga bisa
bermakna gagal, seperti hal dalam ujian.
Contoh :
入学試験に落ちてしまった。
Nyuugaku shiken ni ochite shimatta.
Saya gagal dalam ujian masuk.
h. Verba ochiru menurut Michizuki adalah
Ochiru : あるものが上から下へ自然に移動する。
Terjemahannya :
Ochiru : barang-barang yang ada berpindah tempat secara alami dari atas ke bawah.
Contoh :
Nimotsu ga ochisouda.
Barang-barang kelihatannya akan jatuh.
2. Verba Korobu
Verba korobu adalah termasuk ke dalam kelompok I (godan doushi 五 段 動 詞).
Berikut akan dijelaskan tentang pengertian verba tersebut di bawah ini.
a. Nomoto (1988: 608) menjelaskan bahwa, verba korobu adalah jatuh, yang didefenisikan
tergelincira karena kehilangan keseimbangan sebab didorong maupun terantuk.
Contoh :
転んで足に怪我をしました
Koronde ashi ni kega o shimashita
Karena jatuh mendapat luka di kaki.
b. Sutedi (2003:129) menyatakan bahwa verba korobu adalah jatuh, apabila dilihat dari
subjeknya, verba korobu hanya berupa manusia atau binatang (sesuatu yang bernyawa
saja) yang hanya bias digunakan.
Contoh :
馬が転んだ。
Uma ga koronda.
Kuda jatuh.
c. Makino Michio dan Tsutsui menyatakan bahwa,
Korobu : to drop suddenly from upright position and lie flat or broken
Contoh :
子供が転んだ。
Kodomo ga koronda.
Anak jatuh
d. Sutedi juga menambahkan (2003:130) verba korobu adalah jatuh dan bias digunakan
apabila jatuhnya subjek dari posisi yang sedang bergerak (berjalan atau berlari).
Contoh :
ゴールを目前にして、池田選手が転んだ。
Gooru wo mokuzen ni shite, Ikeda senshu ga koronda.
Ketika mendekati finish, atlit Ikeda jatuh.
e. Ichirou (1950:381) menyatakan bahwa korobu adalah taoreru yang artinya jatuh
Contoh : 転ばないように、注意してください
Supaya tidak terjatuh, hati-hati
f. Verba korobu bisa digunakan apabila jatuhnya subjek sampai tergeletak, atau terbaring
juga bias jatuh hanya terduduk atau jongkok (Sutedi, 2003:131)
Contoh :
次郎さんは転んで日是を打った。
Jirou san wa koronde hize o utta.
Jiro terjatuh, dan lututnya terbentur.
g. Menurut Shoji dan Hirotase menyatakan bahwa
Korobu : to stumble, slip, or lose one`s balance while walking or running.
Korobu : tersandung, terpeleset, atau kehilangan keseimbangan ketika berjalan ataupun
berlari.
Contoh ;
スキーで転んで、あの骨を折った。
Sukii de koronde, ano hone o otta.
Jatuh ketika bermain ski dan mematahkan kaki.
3. Verba Taoreru
Verba taoreru termasuk dalam kelompok II (ichidan doushi一段動詞), untuk lebih
jelasnya akan dijelaskan di bawah ini.
a. Nomoto (1988:1169) menyatakan verba taoreru adalah jatuh, rubuh, tumbang atau juga
jatuh terbaring dari benda yang semula tegak.
Contoh :
地震で本棚が倒れる。
Jishin de hondana ga taoreru.
Karena gempa bumi, rak buku jatuh.
b. Menurut Sutedi (2003:129) verba taoreru adalah jatuh dan bisa digunakan baik benda
bernyawa maupun benda mati sebagai subjeknya.
Contoh :
机の上にある花瓶が倒れた。
Tsukue no ue ni aru kabin ga taoreta.
Taoreru : to fall down or fall in suddenly, often after breaking apart.
Terjemahan
Taoreru : jatuh atau terjatuh tiba-tiba, patah jadi dua
Contoh :
地震で棚に並べている本が倒れた。
Jishin de tana ni narabete iru hon ga taoreta.
Karena gempa buku yang tersusun di rak jatuh.
d. Sutedi juga menambahkan (2003:130) bahwa verba taoreru untuk menyatakan arti
jatuh atau terjatuh ketika subjek dalam kondisi bergerak seperti berjalan atau berlari dan
juga bisa dalam kondisi diam.
Cintoh :
山田君は貧血なので、朝礼のとき倒れてしまった。
Yamada kun wa hinketsu nanode, chourei no toki taorete shimatta.
Yamada karena kekurangan darah, ketika sedang berlangsung apel pagi terjatuh/
tergeletak.
e. Menurut Shoji dan Hirotase verba taoreru adalah
Taoreru : taoreru is used when upright objects becomes horizontal
Terjemahannya :
Taoreru : taoreru digunakan ketika objek tegak lurus menjadi mendatar.
Contoh :
台風で木が倒れた。
Taifuu de ki ga taoreta.
f. Menurut Sutedi juga (2003:131) setelah objek terjatuh, verba taoreru bisa digunakan
apabila subjek terjatuh sampai tergeletak atau berbaring.
Contoh :
太郎さんは倒れて頭を打った。
Tarou wa taorete atama o utta.
Taro terjatuh dan kepalanya terbentur.
g. Dalam Kokugo Jiten 国語辞典 verba taoreru adalah sama denagan korobu yaitu jatuh.
Contoh :
石つまずいてた倒れる
Ishi tsumazuiteta taoreru
Karena tersandung batu, terjatuh.
h. Verba taoreru selain bermakna jatuh, juga memilliki makna lain, yaitu bersifat ragam
sastra seperti tidak dapat bangun dan berdiri sebab kehilangan tenaga.
Contoh :
独裁政権は感嘆には倒れないようだ。
Dokusai seiken wa kantan ni wa taorenai youda.
Pemerintahan diktator rupanya tidak dapat digulingkan dengan mudah.
2.3 Makna Verba `jatuh` Dalam Bahasa Indonesia
Verba atau kata kerja adalah merupakan salah satu kelas kata yang penting dalam
Menurut Chaer (2006:100) menyebutkan bahwa kata-kata yang dapat diikuti oleh frase
dengan ..., baik yang menyatakan alat, yang menyatakan keadaan, maupun yang
menyatakan penyerta, disebut kata kerja.
Ciri-ciri verba bahasa Indonesia menurut Drs. Peter Salim M.A (2002:1703) yaitu :
a. Berfungsi sebagai predikat
b. Mengandung makna dasar perbuatan (aksi), proses atau keadaan
c. Verba, khususnya yang bermakna keadaan tidak dapat dibri prefix ter- yang berarti
paling
Pembagian verba, dari segi bentuknya verba bahasa Indonesia dapat dibagi atas :
a. Verba asal, verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks. Contoh : makan, duduk dll.
b. Verba turunan : verba yang dibentuk dengan membubuhkan afiks pada dasar kata atau
kelompok kata.
1. Dasar bebas, afiks wajib. Mendasar, memanjang, membekas, berlari
2. Dasar bebas, afiks manasuka (mem)-buang, (men)-jual
3. Dasar terikat, afiks wajib, bertamu, beperang, mempermalukan
4. Reduplikasi, berlari-lari, memaki-maki
5. Majemuk, cuci tangan, campur aduk
Ada juga pembagian verba menurut fungsinya, yang lazim terdapat dalam bahasa
Indonesia adalah :
a. Verba intransitif atau tak transitif yaitu verba yang mempunyai objek
b. Verba kausatif yaitu verba yang menyebabkan sesuatu terjadi, biasanya diikuti oleh
akhiran –kan, dan –i
Dalam pembahasan skripsi ini akan dibahas verba ochiru, korobu, dan taoreru yang
artinya ‘jatuh’ dalam bahasa Indonesia. Untuk itu juga harus diketahui makna dari kata
‘jatuh’ dalam bahasa Indonesia.
Suharso dan Ana (2005:201) mengatakan bahwa ‘jatuh’ adalah terlepas dan turun
kebawah dengan cepat, bertepatan dengan cepat, berhenti memegang kekuasaan.
Jatuh dalam bahasa Indonesia merupakan verba. Seperti yang diungkapkan oleh
Moeliono (1988:353) ada 10 makna jatuh dalam bahasa Indonesia, yaitu:
1. (Terlepas dari) turun ke bawah dengan cepat baik ketika masih dalam gerakan turun
maupun sudah sampai ke tanah.
2. Merosot, turun banyak (harga, nilai)
3. Sampai ke….;tiba di….;tembus ke…..
4. Bertepatan dengan, berbetulan dengan…..
5. Berhenti memegang kekuasaan (tentang pemerintah, cabinet)
6. Bangkrut (took, kongsi)
7. Kalah atau dirampas musuh (kota, bentng)
8. Tidak lulus (ujian) sangat menderita (rugi, sengsara)
9. Tidak tahan lagi (oleh godaan,pnderitaan,cobaan)
10.Menjadi (sakit, miskin,cinta)
2.4 Semantik
2.4.1 Defenisi Semantik
Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna.
berarti ”tanda’ atau ”lambang”. Yang dimaksud tanda atau lambang disini sebagai pedoman
kata sema itu adalah tanda linguistik. Seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Sausure
dalam Chaer (1994:60), yaitu bahwa setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu: (1)
yang diartikan (perancis:signifie, inggris:signified) dan (2) yang mengartikan
(perancis:signifiant, inggris:signifier). Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak
lain dadripada konsep atau makna sesuatu tanda bunyi. Sedangkan yang mengartikan
(signifiant, signifier) itu adalah tidak lain daripada bunyi-bunyi itu, yang berbentuk
fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Jadi dengan kata lain setiap tanda linguistik terdiri dari
unsur bunyi dan unsur makna.
Kemudian kata semantik disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang
linguistik yang mempelajari hubungan tanda-tanda linguistik denngan hal-hal yang
ditandainya. Dengan kata lain bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau
arti dalam bahasa. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna
atau tenatang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa
fornologi, gramatika, dan semantik. (Abdul Chaer,2002:2).
Batasan semantik dalam Ensiklopedia Britanika (Encyclopedia Britanica, vol 20)
dalm Pateda (2001:7) yang terjemahannya ”semantik adalah studi tentang hubungan antar
suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau simbol dalam ativitas bicara.”
secara empiris sebelum seseorang berbicara dan ketika seorang mendengar ujaran seseorang
terjadi proses mental pada diri keduanya. Dengan kata lain, baik pada pembicara maupun
pada pihak pendengar terjadi proses pemaknaaan. Soal makna menjadi urusan semantik.
Dapat disimpulakan bahwa semantik adalah subdisiplin lingiustik yang memberikan makna.
Sutedi (Sutedi,2003:103) menjelaskan semantik memegang peranan penting dalam
berkomunikasi. Karena bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi tiada lain adalah untuk
menyampaikan suatu makna. (Sutedi,2003:103). Apabila seseorang nenyampaikan ide
kepada orang lain, kemudian lawan bicara bisa memahami apa yang disampaiakn, hal ini
disebabakan karana ia bisa menyerap makna yang disampaikan dengan baik.
2.3.2 Jenis-jenis Makna Dalam Semantik
Menurut Chaer (1995:59) jenis atau tipe makan dapat dibedakan berdasarkan
beberapa kriteria atau sudut pandang, yaitu :
a. Berdasarkan jenis makna semantiknya, makna dapat dibedakan menjadi makan leksikal
dan makna gramatikal.
Makna leksikal adalah makan yang sesuiai dengan referennya, makna yang sesuai
dengan observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan
kita. Contohnya kata makan, makna leksikalnya adalah memasukkan makanan ke dalam
mulut, mengunyah dan menelannya.
Apabila dicontohkan ke dalam kalimat, makna itu tamapak pada kalimat : kami makan
tiga kali sehari; adik makan bubur. Kata makan dalam kalimat ini sangat jelas bahwa
makan bermakna memasukkan sesuatu ke dalam mulut, mengunyah dan menelannya.
Sedangkan makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses
gramatikal seperti proses aviksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Contoh proses
afiksasi /ter-/pada kata/angkut/ dalam kalimat barang yang sebanyak itu terangkut juga
oleh kenderaan mini tersebut, awalan ter- pada kata terangkut melahirkan makna ’dapat’,
kalimat ini melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’. Contoh reduplikasi dapat dilihat
pada buku yang bermakna ’sebuah buku’ menjadi ’buku-buku’. Sebagai contoh komposisi
dapat dilihat dari kata sate ayam tidak sama dengan komposisi sate padang. Yang pertama
menyatakan asal bahan, yang kedua menyatakan asal tempat.
b. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksern, dapat dibedakan
menjadi makna referensial dan makna non referensial.
Makna referensial adalah makna dari kata-kata yang mempunyai referen, yaitu sesuatu
diluar bahasa yang diacu oleh kata itu. Contoh kata spidol dan pensil, kedua kata itu disebut
makna referensial karena kedua kata itu mempunyai referen yaitu sejenis alat tulis.
Sedangkan kata-kata yang tidak memiliki referen, maka kata itu disebut kata bermakna
non referensial. Contohnya seperti kata ’karena’ dan ’tetapi’ tidak mempunyai referen,
sehingga kata itu bermakna non referensial.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kata-kata yang memiliki makna
referensial adalah kata-kata seperti spidol dan pensil, yang termasuk kelas kata tugas seperti;
preposisi, konjugasi, dan kata tugas lain adalah kata-kata yang bermakna non referensial.
c. Berdasarkan ada atau tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem, makna dapat
dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif
Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makan referensial, sebab makna denotatif
ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut
penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna
denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif karena itu sering disebut
sebagai makna sebenarnya. Contoh kata wanita dan perempuan, karena kata-kata ini
perempuan dan wanita mempunyai makna denotasi yang sama, tetapi dewasa ini kedua kata
tersebut mempunyai nilai rasa yang berbeda, yakni kata perempuan mempunyai nilai rasa
yang rendah, sedangkan kata wanita mempunyai nilai rasa yang tinggi. Makna tambahan
pada suatu kata yang sifatnya memberi nilai rasa positif atau negatif disebut makna konotasi,
atau disebut juga bukan makna yang sebenarnya.
d. Berdasarkan kesepakatan maknanya, makna dapat dibedakan menjadi makna kata atau
makna istilah
Makna kata sering disebut sebagai makna bersifat umum, sedangkan makna istilah
memiliki makna yang tetap dan pasti. Lebih jelasnya bisa dilihat dari contoh kata tangan dan
lengan, yang dalam bidang kedokteran istilah untuk kata-kata tersebut memiliki pengertian
yang berbeda. Makna tangan adalah ’pergelangan sampai ke jari-jari’, sedangkan makna
lengan adalah ’pergelangan sampai ke pangkal bahu’. Sedangkan dalam bahasa sehari-hari
atau dalam bahasa umum, tangan dan lengan dianggap bersinonim (sama maknanya).
e. Berdasakan kriteria atau sudut pandang lain, jenis makna dibedakan menjadi makna
asosiatif, idiomatik, dan kolokatif
Makna asosiatif sesungguhnya sama dengan perlambang-lambang yang digunakan oleh
suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain. Contohnya kata melati
digunakan sebagai perlambang kesucian, kata merah digunakan sebagai perlambang
keberanian, dan kata srikandi digunakan sebagai perlambang kepahlawanan wanita.
Lain halnya dengan makna idiomatik, kata idiom berarti satuan-satuan bahasa (bisa
berupa kata, frase, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna
leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contohnya frase
berbeda dengan frase menjual gigi bukan bermakna ’si pembeli menerima gigi dan si penjual
menerima uang’, melainkan bermakna ’tertawa kera-keras’. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa makna idiomatik adalah makna sebuah satuan bahasa (kata,frase, atau
kalimat) yang menyimpang dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur
pembentuknya.
Sedangkan makna kolokatif berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya dengan
makna kata lain yang mempunyai tempat yang sama dalam sebuah frase. Contohnya seperti
pada frase gadis itu cantik dan pemuda itu tampan. Kedua frase itu tidak sama maknanya
walaupun informasinya sama.
2.3.3 Manfaat Mempelajari Semantik
Manfaat yang dapat kita petik dari studi semantik sangat tergantung dari bidang apa
yang kita geluti dalam tugas kita sehari-hari (Chaer,1994:11). Bagi orang-orang yang
menggeluti suatu bidang seperti bahasa apabila ingin melakukan penelitian bahasa, yang
belajar di Fakultas Sastra, pengetahuan akan semantik memberi bekal teorutis kepadanya
untuk menganalisis bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajari. Tidak jauh bedanya
dengan seorang guru apabila mempelajari semantik maka manfaat semantik akan
memberiakn manfaat teoritis dan juga manfaat praktis baginya.manfaat teoritis disini bagi
seorang guru perlunya karena dia sebagai guru bahasa harus benar-benar mempelajari akan
bahasa yang diajarkannya. Teori-teori semantik ini akan membantunya nemahami lebih baik
praktis, manfaat yang akan diperolehnya adalah berupa kemudahan baginya dalam
mengajarkan bahasa itu kepada peserta didiknya.
Bisa juga dilihat manfaat mempelajari semantik bagi wartawan atau orang-orang
yang berkecimpung dalam dunia yang berhubungan dengan mengumpulkan berita atau
persuratkabaran. Mereka juga akan memperoleh manfaaat praktis dari mempelajari semantik.
Pengetahuan akan semantik akan memudahkannya dalam memilih kata-kata yang tepat
dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum.
Beda halnya dengan orang awam kebanyakan, pengetahuan yang luas akan teori
tentang semantik dan manfaat mempelajari semantik tidaklah begitu diperlukan. Hanya saja
dasar-dasar semantik masih diperlukan yang berguna untuk mengetahui bagaimana
sekelilingnya, yang selalu adanya informasi-informasi baru. Mereka perlu mencerna apa saja
informasi yang hadir disekitarnya, yang mana seharusnya diserap atau tidak. Sebagai
masyarakat yang hidup di tengah-tengah lingkungan umum, tidak mungkin mereka bisa
BAB III
ANALISIS PEMAKAIAN VERBA OCHIRU, KOROBU, DAN TAORERU
Pada bab II sebelumnya penulis sudah membahas tentang verba ochiru, korobu dan
taoreru. Setelah mengetahui arti dan defenisi dari masing-masing verba, maka di bab III ini
akan menganalisis pemakaian ketiga verba tersebut di dalam kalimat.
3.1 Verba Ochiru
Contoh :
1. 地震で棚に並べている本が落ちた。
Karena gempa buku yang tersusun di lemari, jatuh.
(Dasar Linguistik bahasa Jepang:132)
Analisis :
Pemakaian verba ochiru pada kalimat di atas sudah tepat. Kalimat tersebut
menggambarkan bahwa buku-buku sebelum gempa masih berada di lemari dan tersusun
rapi. Buku-buku tersebut bukan begitu saja adanya, pastinya sudah ada yang menyusun
dengan rapi dan teratur. Tetapi begitu adanya gempa yang terjadi, buku-buku yang semula
berderet rapi tiba-tiba berjatuhan dari lemari. Dari yang semula berada di atas, karena adanya
gempa atau penyebab buku-buku tersebut jatuh ke bawah, seperti ada proses yang terjadi
pada saat itu. Yaitu proses perpindahan tempat dari atas ke bawah. Seperti sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Kindaichi (1965:188) menyatakan bahwa verba ochiru adalah jatuh
dari tempat yang tinggi dan tiba-tiba ada di bawah. Pada kalimat ini sudah jelas digambarkan
tentang proses terjadinya jatuh. Jatuh yang secara fisik.
2. いつ岩石が落ちてくるかわからないから、注意せよというのであるが、この注
意書きを見てから落ちてくる石をよけるひまはない。
Itsu ganseki ga ochite kuru kawakaranaikara, chuui seyo to iu no dearu ga, kono chuui
kaki o mite kara ochite kuru ishi wo yokeru himawanai.
Di atas tergantung tanda yang berarti peringatan “hati-hati batu jatuh”, karena tidak
pernah tau kapan batu akan jatuh, jadi tanda itu menyuruh kamu berhati-hati.
(日本語中級:確率:204)
Analisis :
adalah jurang. Pada saat mengendarai mobil ia melihat peringatan yang tergantung di atas,
yang berisi peringatan tentang batu akan jatuh, karena batu bisa tiba-tiba jatuh tanpa tau
kapan jatuhnya. Jadi, peringatan itu diintruksikan kepada orang-orang yang melintasi jalan
tersebut. Tujuannya adalah supaya orang-orang yang melintasi jalan tersebut bisa tetap
waspada akan jatuhnya batu. Verba ochiru disini menggambarkan situasi batu yang berada di
atas tiba-tiba bisa saja jatuh ke bawah. Sudah jelas digambarkan bahwa batu berada di atas
ditempat yang tinggi, apabila jatuh ke tempat yang lebih rendah. Sesuai dengan pendapat
Michizuki (1986:211) yang menyatakan verba ochiru : aru mono ga ue kara shita e shizen ni
idou suru. Yang terjemahannya adalah barang-barang yang ada berpindah tempat secara
alami dari atas ke bawah. Pemakaian verba ochiru disini sudah jelas situasi dan kondisinya.
3. また、へたによけたら反対側のがけから車が落ちてしまう。
Mata, heta ni yoketara hantai gawa no gake kara kuruma ga ochhite shimau.
Kemudian, ketika kamu menghindari batu, dan jika kamu membuat kejanggalan untuk
keluar dari jalan, mobilmu akan jatuh ke jurang yang disisi lain.
(日本語中級:確率:204)
Analisis :
Pemakaian verba ochiru disini sudah tepat.Kalimat no 3 ini adalah sambungan dari
kalimat no 2 di atas. Situasi dan kondisi sudah jelas terlihat, bahwa si pengendara mobil
karena melihat tanda peringatan yang ada, ia kemudian berinisiatif untuk menghindari batu
yang bisa saja jatuh kapanpun. Tetapi, ada masalah lain apabila ia melakuakan kesalahan
dalam menghindari batu, mobilnya sendiri yang akan jatuh ke jurang yang ada di sisi lain.
Kata jatuh di sini adalah menggunakan verba ochiru, karena mobil yang berada di jalan
jauh, apabila mobil jatuh akan berpindah tempat. Seperti yang dikemukakan oleh Kindaichi
(1965:122) verba ochiru adalah takai tokoro kara kyuu ni shita ga aru. Yang terjemahannya
dari tempat yang tinggi tiba-tiba ada di bawah. Pemakaian verba ochiru di sini sama dengan
makna jatuh dalam bahasa Indonesia yaitu terlepas dari atau turun ke bawah dengan cepat
baik ketika masih dalam gerakan atau maupun sudah sampai ke tanah. (Moeliono, 1998:353)
4. 1991年からの統一されたドイツの生産台数は500万台程度であり、19
92年までに少し増加してきたが、1993年には急に400万台に落ちてし
まった。
1991 nen kara no touitsu sareta doitsu no seisan dai suu wa 500 man dai teidou deari,
1992 nen made ni sukoshi zoukashite kita ga, 1993 nen ni wa kyuu ni 400 man dai ni
ochiteshimatta.
Jumlah produksi Jerman telah digabungkan dari tahun 1991 jumlah kualitas 5.000.000
unit, sampai pada tahun 1992 sedikit bertambah meningkat, tetapi pada tahun 1993
tiba-tiba turun menjadi 4.000.000 unit.
(文法があなたへ、2002;45)
Analisis :
Pada contoh kalimat ini, situasinya adalah membicarakan tentang hasil produksi
mobil Jerman. Produksi Jerman yang naik turun. Seperti yang di data, pada tahun 1991 hasil
produksinya berkisar 5.000.000 unit dan bahkan meningkat pada tahun 1992. Tetapi, pada
tahun 1993 produksinya menurun menjadi 4.000.000 unit. Jadi hasil produksinya mengalami
penurunan. Pada kalimat di atas, pemakaian verba ochiru sudah tepat, yang berarti jatuh yang
menjadi lebih bawah atau lebih buruk bila dibandingkan dengan keadaan sebelumnya atau
keadaan biasa sebagai tolak ukur. Seperti kalimat ini dapat diketahui bahawa dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya, tahun ini mengalami penurunan. Dan dalam bahasa Indonesiapun
makna kata jatuh juga bisa untuk turun harga, atau nilai (Moeliono,1988:353)
5. 昔、き という国の人が、今に天が落ちてくるかもしれないと心配したのが、
「杞憂」すなわち不必要な心配という語の始まりだというが、現在は空から原
爆の放射能が降ってくる時代である。
Mukashi, ki to iu kuni no hito ga, ima ni ten ga ochite kuru kamoshirenai to
shinpaishita no ga, [kiyu] sunawachi fuhitsuyouna shinpai to iu go no hajimari dato iu
ga, genzai wa sora kara genbaku no houshano ga futte kuru jidai de aru.
Pada zaman dahulu, ketidaktentuan dari Qi (provinsi China), yang khawatir akan langit
mungkin jatuh kapan saja, telah memberikan reaksi dari kata kiyuu, yang artinya
ketakutan yang tidak beralasan, tetapi zaman sekarang, kita hidup lebih mungkin di
zaman ketika dimana radio aktif ternyata dari bom atom.
(日本語中級、1987:204)
Analisis :
Pada kalaimat ini, mempunyai situasi yang menjelaskan perbedaan antara zaman
dahulu dan zaman sekarang. Dimana zaman dahulu masih percaya akan hal-hal gaib, seperti
pemikiran yang khawatir akan jatuhnya langit yang bisa kapan saja, pemikiran-pemikiran
yang datang dari pengaruh-pengaruh cerita nenek moyang. Sedangkan zaman sekarang,
sangat bertolak belakang, dimana sudah munculnya radio aktif, kemudian bom atom.
Pemakaian verba ochiru dalam kalimat ini sudah tepat, karena dalam hal ini adanya
kemungkinan besar tidak terjadi. Tetapi, dengan adanya pemikiran tentang sesuatu yang di
atas berpindah tiba-tiba ke bawah, maka verba ochiru bisa digunakan. Sesuai dengan yang
disampaikan oleh Ichirou(1986:211) ochiru: takai tokoro kara kyuu ni shita ga aru. Yang
artinya adalah di tempat yang tinggi tiba-tiba ada di bawah. Seperti yang difikirkan oleh
orang-orang zaman dahulu langit yang berada di atas, bisa tiba-tiba jatuh ke bawah.
3.2 Verba Korobu
Contoh :
1. 人々は凍った雪道で次々と転び、救急車が一日中怪我人の収容に走り回った。
Hitobito wa kootta yukimichi de tsugitsugi to korobi, kyuukyuusha ga ichinichijuu kega
hito no shuuyou ni hashirimawatta
Orang banyak terjatuh satu persatu di jalan bersalju yang beku dan ambulance
berkeliling seharian untuk menampung orang yang terluka.
(日本語中級:雪:184)
Analisis :
Pada contoh kalimat ini, pemakaian verba korobu sudah tepat. Keadaan atau kondisi
dalam kalimat tersebut adalah musim dingin dan jalan-jalan dipenuhi dengan salju. Salju
yang turun menjadikan jalan sangat licin dan tentunya beku dengan es. Karena jalan adalah
tempat orang banyak melintas, maka tidaklah heran jalan yang seharusnya gampang dilalui
tetapi akibat salju jalan berubah menjadi licin. Dan mengakibatkan orang-orang yang
melintas sering terjatuh atau tergelincir. Pemakaian verba korobu adalah untuk menyatakan
hal jatuh, atau terpeleset juga tergelincir karena sesuatu hal, dalam kalimat ini dikarenakan
verba korobu to stumble, slip, or lose one`s balance while walking or running.
Terjemahannya verba korobu adalah tersandung, terpeleset, atau kehilangan keseimbangan
ketika berjalan ataupun berlari.
2. 入試の朝、雪で転ぶ。
Nyuushi no asa , yuki de korobu
Terjatuh di salju saat pagi menjelang ujuan masuk.
(日本語中級:185)
Analisis :
Dalam contoh kalimat di atas, pemakaian verba korobu sudah tepat. Situasi jalan
bersalju dan jalan yang hendak dilalaui licin dipenuhi dengan es. Pagi hari menjelang ujian
masuk, mahasiswa yang hendak ikut ujian masuk terjatuh pada pagi hari menjelang ujian
masuk. Jatuhnya mahasiswa disini tidak sampai terlentang, hanya terduduk. Maka verba
korobu disini menjelaskan kondisi saat subjek jatuh seperti apa. Dan tidak dalam kondisi
diam melainkan berjalan. Seperti yang dikemukakan oleh Sutedi (2003:130) verba korobu
adalah jatuh dan bisa digunakan apabila jatuhnya subjek dari posisi yang sedang begerak
(berjalan atau berlari).
3. 歩き始めたばかりの子供は、よく転ぶ。
Aruki hajimeta bakari no kodomo wa yoku korobu
Anak yang baru mulai berjalan, sering jatuh
(nipponia,2003;22)
Verba korobu dalam kalimat ini sudah tepat. Subjek adalah anak balita, dia baru belajar
berjalan. Dalam hal ini anak yang baru mulai jalan pastinya akan mengalami kesulitan dalam
berjalan dengan lancar, yang membuat anak tersebut jatuh berulang-ulang. Jatuh disini
mungkin hanya terduduk, tidak sampai terlentang, karena anak akan bangun lagi dan
mencoba kembali berjalan. Anak tersebut berjalan berarti bergerak dan tidak diam. Dalam
pemakaian verba korobu, apabila subjek bergerak dan tiba-tiba jatuh maka verba korobu
sangat tepat digunakan. Seperti yang diungkapkan Sutedi (2003:130) bahwa verba korobu
adalah jatuh dan bisa digunakan apabila jatuhnya dari posisi sedang bergerak (berjalan atau
berlari). Sama dengan halnya si anak yang berjalan kemudian jatuh.
4. 草の上に転んだので、手に少しけがをした。
Kusa no ue ni koronda node, te ni sukoshi kega wo shita.
Karena jatuh di atas rumput, hanya terluka sedikit di tangan.
(nipponia,2005:17)
Analisis :
Pada kalimat ini pemakaian verba korobu sudah tepat. Situasi dalam kalimat ini,
seseorang berjalan atau berlari dan tiba-tiba jatuh di atas rumput dan mengakibatkan luka
ditangannya. Dalam hal ini jatuhnya karena kurangnya keseimbangan yang mengakibatkan
terjatuh. Verba korobu digunakan pada saat-saat seseorang sedang bergerak akibat sesuatu
hal, orang tersebut tiba-tiba jatuh. Bisa terlentang ataupun hanya jatuh terduduk. Sesuai yang
diungkapkan oleh Sutedi (2003:131) verba korobu bisa digunakan apabila jatuhnya subjek
sampai tergeletak ataupun hanya terduduk atau jongkok.
妻 : 明日、雪ですって。
夫 : 道理で冷えるな。
妻 : また、つまったらどうしましょう。
夫 : おれが雪かきしてやるよ。
妻 : そう、助かるわ。すみません。
夫 : 雪国育ちから、なれてるよ。シャベル、あるね。
妻 : ええ、紺やきれいにしておくわ。
夫 : おれの子供のころは3メートルもつまったからな。
妻 : ジャ、屋根より高いのね。
夫 : うん、雪かきしないと外へ出られなくなっちゃうんだ。
妻 : たいへんねえ。
夫 : 若い男がいない家なんか、ひどいもんだった。そりゃ近所の人も
手伝うけど、全部人も貸せってわけにもいかないから、じいさんなんかも屋根
にのぼって…….。
妻 : あぶないわね。
夫 : あぶないよ。おやじもいちどけがしたし。
妻 : けがって言えば、2,3年前の雪のとき、ひどかったわね。私も
転んで、しばらく病院通いしたもの。
夫 : 雪国育ちじゃないと歩き方もへたなんだよ。
Tsuma to otto
Otto : douri de hieruna.
Tsuma : mata tsumattara doushimashou.
Otto : ore ga yukikaki shiteyaruyo.
Tsuma : sou, tasukatuwa. Sumimasen.
Otto : yukikuni sodachitakara. Nareteruyo. Shaberu, arune.
Tsuma : ee, konya kirei ni shite okuwa.
Otto : ore no kodomo no koro wa 3 meetoru mo tsumatta karana.
Tsuma : ja, yane yori takai none.
Otto : un, yukikaki shinai soto e derarenakunacchaunda.
Tsuma : taihen ne.
Otto : wakai otoko ga inai ie nanka, hidoimondatta. Sorya Kinjo no hito mo
tetsudaukedo, zenbu hito makasette wakeni mo ikanaikara, jii san nanka mo yane ni
nobotte….
Tsuma : abunaiwane.
Otto : abunaiyo, oyajimo ichidokegashitashi.
Tsuma : kegatte ieba, 2,3 nen mae no yuki no toki, hidokattawane. Watashi mo
koronde, shibaraku byouin ga yoishita mono.
Otto : yukikuni sodachi janai to aruki kata mo heta nan dayo.
(日本語中級、1987:187)
Suami dan istri
Istri : besok, salju ya.
Suami : sewajarnya menjadi dingin.
Suami : aku akan menyapu/menyingkirkan saljunya.
Istri : oh begitu ya, sangat membantu. Maaf.
Suami : karena besar di Negara bersalju, sudah teerbiasa. Ada sekop kan?
Istri : ya, malam ini saya bersihkan untuk mu.
Suami : pada waktu kecil, salju akan bertumpuk setebal 3 meter.
Istri : ohya, dibandingkan atap salju lebih tinggi ya?
Suami : ya, juka tidak disingkirkan, maka tidak akan bisa keluar rumah.
Istri : susah ya.
Suami : rumah jika tidak ada laki-laki muda, benar-benar berat. Maka dari itu,
tetangga akan membantu, tetapi karena tidak mempercayakan semuanya kepada
mereka, bahkan kakekpun akan memanjat atap mereka.
Istri : bahaya sekali ya.
Suami : ya sangat bahaya. Ayahpun pernah terluka sekali.
Istri : berbicara tentang terluka, saya juga ketika salju turun 2,3 tahun yang lalu,
sangat buruk. Saya juga terjatuh dan harus masuk rumah sakit untuk sementara.
Suami : yang tidak tinggal di Negara bersalju, tidak tahu bagaimana cara jalan di
salju.
Analisis :
Percakapan di atas adalah percakapan antara suami istri. Percakapan mereka
membahas tentang salju yang akan turun, dan apa yang mereka lakukan. Kemudian, si suami
menceritakan pengalaman-pengalamannya besar di Negara yang berslaju. Dan dia sudah
terbiasa dengan salju. Dan apabila di rumah tidak ada laki-laki yang muda pekerjaan untuk