• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pemakaian Varba Agaru, Noboru Dan Noru Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Ditinjau Dari Segi Semantik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pemakaian Varba Agaru, Noboru Dan Noru Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Ditinjau Dari Segi Semantik)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PEMAKAIAN VARBA AGARU, NOBORU DAN NORU DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

(DITINJAU DARI SEGI SEMANTIK)

IMIRON KARA MITA NIHONGO NO BUNSHOU NI OKERU (AGARU, NOBORU, NORU) NO TSUKAIKATA NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang Sastra Jepang

Oleh:

RIZKI ASPRIANI

090722014

PROGRAM STUDI EKSTENSI SASTRA JEPANG

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS PEMAKAIAN VARBA AGARU, NOBORU DAN NORU DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

(DITINJAU DARI SEGI SEMANTIK)

IMIRON KARA MITA NIHONGO NO BUNSHOU NI OKERU (AGARU, NOBORU, NORU) NO TSUKAIKATA NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang Sastra Jepang

Oleh:

RIZKI ASPRIANI

090722014

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum

NIP. 19600919 1988 03 1 001 NIP. 19580704 1984 12 1 001

Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S,Ph.D

PROGRAM STUDI EKSTENSI SASTRA JEPANG

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Disetujui Oleh: Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi Sastra Jepang Ekstensi Ketua Program Studi

Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum NIP. 19600919 1988 03 1 001

(4)

PENGESAHAN

Diterima Oleh

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana sastra dalam bidang ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Pada : Tanggal :

Hari :

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

NIP. 19511013 1976 03 1 001 Dr. Syahron Lubis, M.A

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum (………) 2. Prof.Hamzon Situmorang, MS. Ph.D (………)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, hanya atas berkat dan izinNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Analisis Pemakaian Verba Agaru, Noboru, Dan Noru dalam Kalimat Bahasa Jepang ( ditinjau dari segi semantik ). Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana pada jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui kesulitan-kesulitan, Namun berkat bantuan dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

(6)

3. Bapak Prof.Drs.Hamzon Situmorang,M.S,Ph.D, selaku Dosen

Pembimbing II yang begitu banyak memberikan masukan dan arahan yang sangat bermanfaat.

4. Bapak/ Ibu Dosen Program Studi Ekstensi Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu selama penulis menempuh pendidikan disini.

5. Orangtua penulis ayahanda M. Syafri dan ibunda Hj.Zurtinah Nst, yang memeberikan seluruh cinta dan sayang nya kepada penulis. Dan untuk abang dan kakak dan seluruh keluarga yang mendukung penulis. 6. Teman-teman penulis di Program Studi Sastra Jepang Ekstensi (Eva,

Karina, Yulan, Indah, Novira, Sulis, Sari, Maya, Paima, Yudi, Yusrifah,), dan teman seperjuangan Alya.

7. Teman- teman terbaik penulis Eva, Reni, Aad, Eka, Dahlia dan juga Tari. Dan pihak- pihak yang tidak bias disebutkan satu persatu.

Mengingat keterbatasan penulis sendiri, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk memperbaikinya sehingga akhirnya skripsi ini dapat berguna dengan baik untuk penulis maupun pembelajar bahasa Jepang atau pihak-pihak yang memerlukan.

Medan, Januari 2011 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan... 6

1.4 Tinjaun Pustaka dan Kerangka Teori... 7

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitaian... 10

1.6 Metode Penelitian... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP VERBA BAHASA JEPANG, PENGERTIAN DAN PEMAKAIAN VERBA AGARU, NOBORU DAN NORU 2.1 Pengertian Verba... 12

2.2 Jenis-jenis Verba... 13

2.3 Fungsi Verba... 19

2.4 Pengertian Verba Agaru, Noboru dan Noru... 20

2.4.1 Pengertian Verba Agaru... 20

2.4.2 Pengertian Verba Noboru... 21

2.4.3 Pengertian Verba Noru……… 22

2.5 Defenisi Semantik... 23

(8)

2.7 Manfaat mempelajari Semantik... 29 2.8 Kesinoniman... 30

BAB III ANALISIS PEMAKAIAN VERBA AGARU, NOBORU DAN NORU

3.1 Verba Agaru... 36 3.2 Verba Noboru... 38

3.3 Verba noru………. 40

3.4 Analisis Pemakaian Verba Agaru, Noboru dan

Noru... 42

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan…... 46 4.2 Saran... 47 DAFTAR PUSTAKA

(9)

ABSTRAK

Bahasa adalah alat komunikasi antar anngota masyarakat berupa lambang bunyi, suara yang dihasilkan oleh alat ucap. Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain dan berperan dalam perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia. Sehingga perkembangan yang terjadi dalam aspek-aspek kehidupan manusia mempengaruhi perkembangan suatu bahasa.

Bahasa yang kita gunakan diungkapkan dalam bentuk kalimat. Secara garis besarnya kalimat terdiri dari dua macam yaitu: kalimat yang berdasarkan strukturnya dan kalimat yang berdasarkan maknanya. Selanjutnya, kalimat yang berdasarkan strukturnya terbagi atas dua macam yaitu : yang tidak memiliki unsur predikat dan yang memiliki unsur predikat.

Verba adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang. Kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu. Verba bahasa Jepang dapat mengalami perubahan(katsuyou). Dan dapat berdiri sendiri, dengan sendirinya dapat menjadi predikat.

(10)

Verba agaru, noboru, dan noru memiliki makna yang sama yaitu “naik”, tetapi cara pemakaiannya berbeda tergantung pada konteks kalimat itu sendiri. Verba agaru merupakan hal perpindaha dari tempat tinggi ke tempat rendah, dan titik fokous nya adalah pada hasil pergerakan. Verba noboru adalah pergerakan dari tempat rendah ketempat yang tinggi, yang poin pentingnya pada proses perpindahannya. Verba noru merupakan perpindahan naik kedalam dan keatas kendaraan.

Agaru, noboru dan noru pada konteks tertentu tidak dapat saling

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan bahasa sebagai alat komunikasi.

Begitu pula melalui bahasa. Menurut Poerwadarmita(1985:5), bahasa adalah alat yang digunakan seseorang untuk melahirkan pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan dalam perasaan. Ia berfungsi sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat sebagai pemakai bahasa , sehingga saling menginformasikan gagasan dan perasaannya dari informasi tersebut.

Gorys Keraf (1980:16) mengatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi antar anngota masyarakat berupa lambang bunyi, suara yang dihasilkan oleh alat ucap. Jadi dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan seseorang atau lebih berupa lambang bunyi suara, untuk menyampaikan informasi sehingga menginformasikan gagasan dan perasaanya.

(12)

Lambang-lambang bunyi bahasa yang bermakna itu didalam bahasa merupakan satuan-satuan bahasa yang terwujud morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat. Semua satuan tersebut mempunyai makna.

Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain dan berperan dalam perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia. Sehingga perkembangan yang terjadi dalam aspek-aspek kehidupan manusia mempengaruhi perkembangan suatu bahasa.

Dengan demikian fungsi bahasa adalah media untuk menyampaikan makna kepada seseorang baik lisan maupun tulisan. Salah satu bahasa itu yang ada didunia adalah bahasa Jepang. Bahasa Jepang adalah bahasa yang dipakai sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat diseluruh pelosok Negara Jepang. Bahasa Jepang dipakai sebagai bahasa resmi, bahasa penghubung antar anggota masyarakat Jepang, sejak sekolah taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Dengan demikian bahasa Jepang dapat dikatakan sebagai bahasa yang dipakai oleh sekelompok masyarakat penutur yang berada disuatu wilayah atau suatu negara.

(13)

Semantik (imiron) merupakan salah satu cabang linguistik ( gengogaku) yang mengkaji tentang makna. Meskipun agak terlambat dibanding cabang linguistik lainnya, semantik memegang peranan penting, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tiada lain hanya untuk menyampaikan suatu makna. Dua buah kata atu lebih yang menyampaikan makna yang sama, dikatakan sebagai kata yang bersinonim. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu ujaran dengan satuan ujaran lainnya ( Abdul Chaer, 2003:267). Akan tetapi, dalam semantik dua buah ujaran yang bersinonim tidak akan sama persis. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, diantaranya nuansa makna. Misalnya verba agaru, noboru, noru , karena ada kemiripan makna maka dikatakan bersinonim. Akan tetapi, meskipun bersinonim, hanya pada konteks tertentu saja, karena tidak ada sinonim yang semuanya sama persis, dalam konteks tertentu pasti akan ditemukan suatu perbedaanya meskipun kecil.

(14)

bahasa Jepang dapat mengalami perubahan(katsuyou). Dan dapat berdiri sendiri, dengan sendirinya dapat menjadi predikat (Nomura,1992:158). Verba (dooshi) dapat membentuk sebuah perubahan walaupun tanpa bantuan kelas kata lain, dan dapat menjadi predikat bahkan dengan sendirinya memiliki potensi menjadi sebuah kalimat. Verba ditempatkan sebagai predikat didalam sebuah kalimat sesuai dengan situasi pemakaiannya, jika tidak maka kalimat akan mengalami kerancuan, karena itu sangat penting mempelajari tata bahasa (gramatikal)yang baik dan benar, terutama ketika hendak berbicara dengan seseorang yang tidak sebahasa dengan kita. Hal ini menjadi penting bila kita ingin berkomunikasi dengan orang lain. Misalnya bahasa Jepang, ketika kita ingin berkomunikasi dengan orang Jepang, kita harus bisa menempatkan Verba di dalam sebuah kalimat sesuai dengan kontekstualnya.

Kesalahpahaman dalam komunikasi sering terjadi, karena adanya penafsiran makna yang berbeda antar pembicara dan lawan bicara ini di karenakan banyaknya persamaan makna dan perbedaan bahasa yang di pakai oleh seseorang yang bukan penutur asli. Seperti hal nya penggunaan verba agaru, noboru, dan noru yang memiliki perbedaan cara penggunaanya dalam kalimat.

Contoh:

エレ-ベ-タで屋上に

Erebeta de okujoo ni agaru 上がる

“naik ke gedung tingkat atas dengan lift”

山に

(15)

“naik gunung”

バスに乗る

Basu ni noru “naik bus”

Dari contoh diatas dapat dikatakan bahwa kata-kata yang bergaris bawah di atas tersebut mengandung makna “naik”tetapi tidak bisa digunakan pada keadaan yang sama, ini dapat diketahui dari verba apa yang digunakan di dalam kalimat.

Dengan demikian terlihat dari kasus ketiga kalimat seperti di atas di perlukan pemilihan terhadap suatu kata. Maksudnya adalah dari ketiga kata agaru, noboru, dan noru dipilih kata yang tepat sesuai dengan konteksnya.

Menurut penulis kata agaru, noboru, dan noru tersebut sangat menarik untuk di bahas dalam skripsi ini. Maka akhirnya penulis membahas tentang verba yang bermakna “naik” dengan judul “Analisis Pemakaian Verba Agaru, Noboru, dan Noru dalam Kalimat Bahasa Jepang ( ditinjau dari segi semantik )”.

1.2 Perumusan Masalah

(16)

ataupun kontekstualnya. Alasannya karena begitu kata digunakan harus memikirkan kontekstualnya, sehingga ini menjadi masalah.

Dalam bentuk pertanyaan masalah dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa pengertian sinonim verba agaru, noboru, dan noru ?

2. Bagaimana pemakaian verba agaru, noboru, dan noru dalam kalimat bahasa Jepang yang sesuai dengan kontekstualnya?.

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penilisan skripsi ini, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan nya hanya pada kata kerja yang bersinonim seperti agaru, noboru dan noru yang bermakna naik . Pembahasannya di fokouskan pada analisa terhadap perbedaan nuansa makna dari kata agaru, noboru, dan noru dalam suatu kalimat.

Agar pembahasan terhadap permasalahan dalam skripsi ini lebih jelas, logis dan akurat, maka penulis sebelum bab pembahasan menjelaskan juga mengenai pengertian verba, jenis verba, fungsi verba, pengertian verba agaru, noboru, dan noru, pengertian semantik, dan kesinoniman.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.Tinjauan Pustaka

Fokus dari penelitian ini adalah menganalisis pemakaian verba agaru,noboru, dan noru serta perbedaannya. Untuk itu, penulis menggunakan

(17)

mengkaji tentang seluk beluk bahasa pada umum nya, bahasa yang menjadi alat interaksi sosial milik manusia. Sementara (Abdul Chaer, 1994:1), menyatakan : Linguistik adalah ilmu tentang bahasa yang mengkaji bahasa sebagai objek kajianya.

Biasanya bahasa yang kita gunakan diungkapkan dalam bentuk kaliamat-kalimat, dan predikat dalam sebuah kalimat merupakan bagian yang terpenting. Jenis kata yang mengisi unsur jabatan ini adalah verba. Verba adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang, kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu. Verba (doushi)dapat mengalami perubahan dengan sendirinya dapat menjadi predikat (Noumura, 1992:158). Verba juga adalah kata kerja yang berfungsi sebagai predikat dalam sebuah kalimat,mengalami perubahan bentuk (katsuyo)dan bisa berdiri sendiri (Sutedi, 2003:42).

Dalam penelitian ini penulis akan menjelaskan verba agaru,noboru,noru yang memiliki makna yang hampir sama tetapi berbeda cara penggunaan nya dalam kalimat.

(18)

2. Kerangka Teori

Dalam penulisan skripsi ini penulis mempergunakan kerangka teori berdasarkan pendapat-pendapat pakar yang diperoleh dari sumber pustaka yang di baca oleh penulis.

Menurut Ferdinand de Saussure bahwa kata semantik dalam bahasa Indonesia dturunkan dari kata bahasa Yunani kuno sema yang berarti “tanda” atau “ lambang”. Bentuk verbalnya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini adalah sebagai padanan kata “sema” itu adalah tanda linguistik. Tanda linguistik itu terdiri dari komponen penanda yang berwujud bunyi, dan komponen petanda yang berwujud konsep atau makna.

(19)

Banyak teori yang dikembangkan oleh paham filsafat dan linguistik sekitar teori makna dalam studi semantik. Menurut Parera (1990:16) secara umum teori makna dibedakan atas:

1. Teori Refrensial/ korespondensi 2. Teori kontekstual

3. Teori Mentalisme 4. Teori Formalitas

Dari beberapa makna yang termasuk dalam kajian semantik, teori makna yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas adalah teori makna kontekstual

Dari teori yang dikemukakan oleh para ahli seperti diatas, maka sudah pasti verba agaru, noboru, dan noru memiliki perbedaan makna dan tidak digunakan dalam konteks yang sama. Untuk itu dalam penelitian ini penulis akan membahas tentang makna yang ada dalam verba agaru, noboru dan noru.

. Makna kontekstual merupakan makna sebuah leksem/ kata yang berada di dalam satu konteks. (Chaer, 2003:290). Teori kontekstual mengisyaratkan pula bahwa sebuah kata/ symbol ujaran tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks ( Parera, 1991: 18).

(20)

: 105-106 ). Kata agaru, noboru dan noru memili makna atau pengertian yang sedikit berbeda.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian sinonim verba agaru, noboru,dan noru dalam konteks kalimat bahasa jepang.

2. Untuk mengetahui pemakaian verba agaru, noboru, dan noru dalam konteks kalimat bahasa Jepang yang memiliki perbedaan nuansa makna

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Menambah referensi yang berkaitan dengan linguistik.

2. Menambah wawasan bagi penulis dan pembaca akan pengetahuan tentang verba bahasa Jepang, khususnya pengertian, perbedaan ,dan persamaan penggunaan verba agaru,noboru.dan noru dalam konteks kalimat bahasa Jepang

1.6 Metode Penelitian

(21)

mengacu kepada sumber informasi dan fakta-fakta yang berkaitan dengan pembahasan yang diangkat dalam skripsi ini.

Selain itu, penulis menggunakan metode kepustakaan ( liberary research) yaitu dengan mengumpulkan data dan membaca referensi yang berkaitan dengan topik permasalahan yang dipilih penulis. Serta merangkainya menjadi sebuah informasi yang mendukung tulisan ini.

(22)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP VERBA BAHASA JEPANG, PENGERTIAN DAN PEMAKAIAN VERBA AGARU, NOBORU, DAN

NORU

2.1 Pengertian Verba

Terdapat beberapa defenisi verba antara lain menerangkan tentang pemakaiannya didalam konteks kalimat dan mengklasifikasikannya.

Penulis mencoba menggunakan defenisi verba bahasa jepang. Sebelum menelaah fungsi bahasa Jepang secara umum dan pemakaian verba agru, noboru, dan noru, penulis akan menerangkan pengertian verba yang diambil dari beberapa sumber.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa verba adalah kata yang menggambar proses, perbuatan atau keadaan, yang juga disebut kata kerja ( Poerwadarmita, 2005:1260).

Dalam bahasa Jepang verba disebut dengan doushi. Makna doushi dilihat dari kanjinya :

動く = ugoku, dou = bergerak

詞 = kotoba, shi = kata

動詞 = doushi = kata yang bermakna gerak

(23)

Nomura dan Koike brpendapat hampir sama dengan Sutedi. Mereka mengatakan bahwa verba ( doushi) adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang, sama dengan adjektiva-I dan adjektiva- namenjadi sala satu yougen. Kelas kata ini dipaka untuk menyatakan aktivitas, keberadaan atau keadaan sesuatu. Doushi dapat mengalami perubahan (katsuyo) dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat ( Nomura dalam Sudjianto, 2004:149).

2.2 Jenis- jenis Verba

Dalam buku dasar-dasar linguistik bahasa Jepang ( Dedi Sutedi, 2003:27), verba dalam bahasa Jepang digolongkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan pada bentuk konjugasinya.

a. Kelompok I

Kelompok I disebut dengan 五段動詞 ( godan- doushi), karena

kelompok ini mengalami perubahan dalam lima derertan bunyi bahasa jepang

yaitu : あ、い、う、え、お ( a-i-u-e-o), cirinya yaitu verba yang berakhiran

(gobi) hurufう, つ、る、ぶ、ぬ、む、く、す、ぐ (

u-tsu-ru-bu-nu-mu-ku-su-gu). Contoh:

- 買う ka-u ( membeli )

- 立つ ta-tsu ( berdiri )

(24)

- 書くka-ku ( menulis )

- 泳ぐ oyo- gu ( berenag )

- 読む yo- mu ( membaca )

- 死ぬ shi-nu ( mati )

- 遊ぶ aso-bu ( bermain )

- 話す hana-su ( berbicara )

b. Kelompok II

Kelompk II disebut dengan 一段動詞 ( ichidan- doushi), karena

perubahanya hanya pada satu deretan bunyi saja. Ciri utama dari verba ini adalah yang berakhiran suara e-ru disebut kami ichidan doushi atau yang berakhiran i-ru disebut shimo ichidan-doushi.

Contoh:

- 見る mi-ru ( melihat)

- 起きる oki-ru ( bangun )

- 寝る ne-ru ( tidur )

- 食べる tabe-ru ( makan )

(25)

Verba kelompok III ini merupakan verba yang perubahannya tidak

beraturan, sehingga disbut 変格動詞 ( henkaku- doushi) diantaranya terdiri dari

dua verba yaitu : Contoh:

- する suru ( melakukan)

- 来る kuru ( datang)

Dalam buku A Dictionary Of Basic Japanese Grammar ( Seiichimakino dan Tsutsui,1997: 582-584) mengklasifikasikan verba secara semantik menjadi lima jenis yaitu:

1. Verba Stative ( yang menyatakan diam / tetap)

Verba ini menunjukkan keberadaan. Biasanya verba ini tidak muncul bersamaan dengan verba bantu –iru.

Contoh :

- いる iru ( ada )

- できる dekiru ( dapat )

- 要る iru ( mrmbutuhkan )

2. Verba Contional ( yang menyatakan selalu, terus menerus )

Verba ini berkonjugasi dengan verba bantu –iru untuk menunjukkan aspek pergerakan.

Contoh:

(26)

- 飲む nomu ( minum )………..飲んでいる nonde iru ( sedang

minum )

3. Verba punctual ( yang menyatakan tepat pada waktunya )

Verba ini berkonjugasi dengan verba bantu –iru untuk menunjukkan tindakan atau perbuatan yang berulang-ulang atau suatu tingkatan/ posisi setelah melakukan suatu tindakan atau penempatan suatu benda.

Contoh:

- 知る shiru ( tahu)………... 知っている shite iru ( mengetahui )

- 打つ utsu ( memukul )………….. 打っている utteiru ( memukuli )

4. Verba Volitional ( yang menyatakan bukan kemauan )

Veba ini biasanya tidak memiliki bentuk ingin, bentuk perintah, dan bentuk kesanggupan. Diklasifikasikan menjadi verba yang berkenan dengan emosii atau perasaan dan verba yang tidak berkenan dengan emosi atau persaan.

Contoh:

- 愛する aisuru ( mencintai, berkenaan dengan perasaan)

- 聞こえるkikoeru ( kedengaran / terdengar, tidak berkenaan dengan

perasaan)

(27)

Verba ini menunjukkan pergerakan. Contoh:

- 走る hashiru ( berlari)

- 行くiku ( pergi )

Dalam buku Pengantar linguistik Bahasa Jepang ( Shimizu, 2000: 45), verba dalam bahasa Jepang dibagi menjadi tiga jenis yaitu :

1. Jidoushi 自動詞 ( verba intransitif )

Jidoushi merupakan verba yang tidak disertai dengan objek penderita. Pengertian dilihat dari huruf kanjinya yang bermakna kata yang bergeraj sendiri. Contoh:

- 変わる kawaru ( tukar)

- 起きる okiru ( bangun )

- 寝る neru ( tidur )

- 入る hairu ( masuk )

- 集まる atsumaru ( berkumpul )

- 流れる nagareru ( mengalir )

2. Tadoushi 他動詞 (verba transitif )

(28)

Contoh :

- 起こす okosu ( membangunkan )

- 寝かす nekasu ( menidurkan )

- 入れる ireru ( memasukkan )

- 集める atsumeru ( mengumpulkan )

- 流す nagasu ( mengalirkan )

3. Shodoushi 所動詞

Shodoushi merupakan kelompok verba ( doushi ) yang memasukkan pertimbangan pembicara, maka tidak dapat diubah kedalam bentuk pasif dan kausatif. Selain itu, shodoushi tidak memiliki bentuk perintah dan ungkapan kemauan ( ishi hyogen ). Diantara verba-verba yang termasuk kelompok ini, kelompok doushi yang memiliki makna potensial seperti ikeru dan kireru yang

disebut 可能動詞 kanou doushi ( verba potensial ).

Contoh:

- 見える mieru ( terlihat

- 聞こえる kikoeru ( terdengar )

- 行ける ikeru ( dapat pergi )

2.3 Fungsi Verba

Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab 2.1 ( pengertian verba , pada umumnya verba berfungsi sebagai predikat dalam sebuah kalimat, dan terletak diakhir kalimat . contoh:

(29)

Watashi wa hon o yomu

“saya membaca buku”

Verba berfungsi untuk membantu verba-veba yang ada pada bagian sebelumnya dan menjadi bagian dari predikat sebaimana halnya fuzukugo ( Sudjianto,2004:159 ).

Contoh :

1. 先生に本をかしてもらう。

Sensei ni hon o kashite morau

“guru meminjamkan saya buku “

Verba berfungsi sebagai keterangan bagi kelas kata lainnya pada sebuah kalimat, dalam bentuk kamus selalu diakhiri dengan vocal u ( Sudjianto,2004:149).

Contoh :

これは田中さんが書く絵です。

Kore wa Tanaka san ga kaku e desu.

“ini adalah gambar yang digambar oleh tuan tanaka”

私はエアコンがある車がほしいです。

Watashi wa eakon ga aru kuruma ga hoshiidesu.

“Saya ingin mobil yang ada AC nya”

(30)

Verba Agaru adalah verba yang termasuk ke dalam kelompok I

(語段動詞). Berikut akan dijelaskan tentang pengertian dan pemakaian verba

agaru tersebut:

a. Dalam buku Effective Japanese Usage Dictionary, Shoji dan hirotase mengatakan bahwa verba Agaru is to move upward. The focus is on the result of the movement, such as a destination, location, or degree. (2001:3)

低い所から高い所へ移動することです。

移動所、位地、程度など移動のけっかにじゅうてんがある。

Pergerakan, perpindahan dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi. Ada titik fokus sebagai hasil pergerakan seperti tempat perpindahan, posisi, tingkat, dan lain-lain. Dan juga tingkat atau nilai, harga menjadi tinggi.

Contoh: 子供達が一階から二階に上がった。

kodomotachi ga ikkai kara nikkai ni agatta

Anak-anak naik dari lantai 1 ke lantai 2.

b. Dalam buku Ruigigo Tsukaiwake Jiten, Izuhara Shoji mengatakan bahwa Agaru merupakan hal berpindah terus menerus sampai selesai dan di fokuskan pada akhir perpindahan dan posisi (2001:14)

Contoh : エレベ-タ-で屋上に上がる。

erebeta de okujoo ni agaru

(31)

c. Dalam Kamus bahasa Jepang Edisi Bahasa Indonesia, Nomuto Kikuo bahwa agaru adalah hal naik ( tentang suatu barang),pindah dari tempat tinggi, juga pindah dari dalam air, permukaan air ke darat ( 1988 : 4 ).

Contoh : せんすいふが海から船に上がった。

Sensuifu ga umi kara fune ni agatta.

Penyelam naik dari laut ke kapal.

2.4.2 Pengertian Verba Noboru

Verba Noboru adalah verba yang termasuk ke dalam kelompok I(

語段動詞) .Berikut akan dijelaskan pengertian dan pemakaian verba noboru tersebut:

a. Dalam buku Effective Japanese Usage Dictionary, Shoji dan Hirotase bahwa Noboru is to move from a low position to hight position. The hight position is considered to be objective and therefore. The focus is on the process of moving to ward it ( 2001 : 5)

低い所から高い所へ移動することです

移動してかて移動していくかていに重点があります。

自分の力で移動する物について使います。

Pergerakan dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi. Poin pentingnya adalah pada proses perpindahannya menuju tempat tinggi itu, biasanya digunakan untuk perpindahan dengan kemauan sendiri.

(32)

kodomono koro yoku kono ki ni nobotta.

Ketika kecil selalu naik pohon ini.

b. Dalam Kamus Bahasa Jepang Edisi Bahasa Indonesia, Nomoto Kikuo bahwa Noboru adalah merupakan niak menuju ketempat yang tinggi, naik menyusuri permukaan tanah dan permukaan benda .( 1988: 843 ).

Contoh : 今度の休みに山登るのが楽しみだ。

kondo no yasumi ni yama ni noboru no ga tanoshimida.

Menyenangkan naik gunung pada liburan yang akan datang.

2.4.3 Pengertian Noru

Verba Noru adalah verba yang termasuk ke dalam verba kelompok I (godan doushi ). Berikut akan dijelaskan pengertian dan pemakaian verba noru tersebut:

a. Dalam Kamus Bahasa Jepang Edisi Bahasa Indonesia, Nomoto Kikuo bahwa Noru adalah merupakan naik ataupun menunggang, mengendarai kendaraan ataupun lainya ( 1988 : 851)

Contoh : 空を飛びたいとき、タケコプタ-に乗る。

Sora o tobitai toki, takekoputa ni noru

Ingin terbang ke langit naik baling-baling bambu

b. Dalam buku Informative Japanese Dictionary,Yukiko Sakata bahwa noru adalah merupakan perpindahan naik ke dalam dan keatas kendaraan. (1995:755).

Contoh : 毎朝9時ごろ電車に乗る。

(33)

Setiap pagi jam 9 naik kereta api 2.5 Definisi Semantik

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris : semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti tanda atau lambang. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini sebagai padanan kata dari sema itu adalah tanda linguistik. Seperti yang dikemukan oleh Ferdinand De Saussure dalam Chaer (1994:285) bahwa setiap tanda linguistik terdiri dari dua komponen yaitu : (1) komponnen yang mengartikan yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa. Misalnya, (Perancis : significant, Inggris : signifier) dan (2) komponen yang diartikan atau makna dari komponen pertama. Misalnya, (Perancis : signifie, Inggris : signified) sebenarnya tidak lain daripada konsep atau makna sesuatu tanda bunyi. Kedua komponen ini adalah merupakan tanda atau lambang, sedangkan yang ditandai atau yang dilambanginya adalah sesuatu yang berada diluar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk.

Kata semantik itu kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi linguistik yang mempelajari makna atau arti bahasa. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa : fonologi, gramatikal dan semantik.

(34)

lambang. Namun, istilah semantik lebih umum digunakan dalam studi linguistik karena istilah-istilah yang lainnya itu mempunyai cakupan objek yang lebih luas, yakni mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya. Termasuk tanda-tanda lalu lintas, kode morse, dan tanda-tanda-tanda-tanda ilmu matematika. Sedangkan cakupan semantik hanyalah makna atau arti yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal.

Semantik memegang peranan penting dalam berkomunikasi. Karena bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi adalah tidak lain untuk menyampaikan suatu makna (Sutedi :2003:103). Misalnya seseorang menyampaikan ide dan pikiran kepada lawan bicara, lalu lawan bicaranya bisa memahami apa yang disampaikan. Hal ini disebabkan karena ia bisa menyerap makna yang disampaikan dengan baik.

Semantik tidak hanya membahas kata-kata yang bermakna leksikal saja, tetapi juga membahas makna kata-kata yang tidak bermakna bila tidak dirangkaikan dengan kata lain seperti partikel atau kata bantu, yang hanya memiliki makna gramatikal.

2.6 Jenis-jenis Makna dalam Semantik

Menurut Chaer (1994:59) jenis atau tipe makna dapat dibedakan berdasarkan kriteria atau sudut pandang, yakni :

1. Berdasarkan jenis makna semantik, makna dapat dibedakan menjadi makna leksikal dan makna gramatikal.

(35)

nyata dalam kehidupan kita. Contohnya: kata Tikus, makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna nampak jelas dalam kalimat tikus mati diterkam kucing atau panen kali ini gagal akibat serangga hama tikus, kata tikus pada kedua kalimat itu jelas merujuk kepada binatang tikus, bukan kepada yang lain. Tetapi dalam kalimat yang menjadi tikus di gudang kami ternyata berkepala hitam bukanlah dalam makna leksikal karena tidak merujuk kepada binatang tikus melainkan kepada seorang manusia.

Sedangkan makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal atau proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Contoh proses afiksasi / ter- / pada kata / angkat /dalam kalimat batu seberat itu terangkat juga oleh adik, awalan ter- pada kata terangkat melahirkan makna “dapat”, dan dalam kalimat ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas, melahirkan makna gramatikal “tidak sengaja”. Contoh reduplikasi dapat dilihat pada kata pulpen yang bermakna “sebuah pulpen”, menjadi buku-buku yang bermakna “banyak buku”. Sedangkan contoh komposisi dapat dilihat pada kata sate ayam tidak sama dengan sate madura. Yang pertama menyatakan asal bahan, yang kedua menyatakan asal tempat. Begitu juga dengan komposisi orang tua asuh. Yang pertama menyatakan anak yang diasuh, sedangkan yang kedua menyatakan orang tua yang mengasuh.

(36)

Makna referensial adalah makna dari kata-kata yang mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata lain. Contoh : kata lemari dan kasur, disebut bermakna referensial karena kedua kata itu mempunyai referen yaitu sejenis perabot rumah tangga.

Sedangkan kalau kata-kata itu tidak memiliki referen, maka kata itu disebut kata bermakna non-referensial. Contoh : kata jika dan meskipun tidak memiliki referen, jadi kata tersebut bermakna non-referensial. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kata-kata yang termasuk kata penuh seperti lemari dan kasur termasuk kata-kata referensial, sedangkan yang termasuk kata tugas seperti preposisi, konjugasi dan kata tugas lain adalah kata-kata yang bermakna non-referensial.

3. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem, dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif.

(37)

4. Berdasarkan ketepatan maknanya, makna dapat dibedakan menjadi makna kata dan makna istilah.

Makna kata sering disebut sebagai makna bersifat umum, sedangkan makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Hal ini dapat dilihat dari contoh dalam bidang kedokteran kata tangan dan lengan, digunakan sebagai istilah untuk pengertian yang berbeda. Makna tangan adalah “pergelangan”, sedangkan dalam bahasa umum tangan adalah “pergelangan sampai ke pangkal bahu”. Sebaliknya dalam bahasa umum tangan dan lengan dianggap bersinonim (maknanya sama).

5. Berdasarkan kriteria atau sudut pandang lain, dibedakan menjadi makna asosiatif, idiomatik, kolokatif dan sebagainya.

Makna asosiatif sesungguhnya sama dengan perlambang-lambang yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain. Contohnya kata melati digunakan sebagai perlambang kesucian, kata merah digunakan sebagai perlambang keberanian, dan kata srikandi digunakan sebagai perlambang kepahlawanan wanita.

(38)

sebuah satuan bahasa (kuat, frase atau kalimat) yang menyimpang dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya.

Sedangkan makna kolokatif berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya dengan makna kata lain yang mempunyai tempat yang sama dalam sebuah frase. Contoh frase gadis itu cantik dan pemuda itu tampan. Kita tidak dapat menyatakan gadis itu tampan atau pemuda itu cantik, karena pada kedua kalimat itu maknanya tidak sama walaupun informasinya sama.

2.7 Manfaat Mempelajari Semantik

Manfaat yang kita petik dari studi semantik sangat tergantung dari bidang apa yang kita geluti dalam tugas kita sehari-hari (Chaer:1994 :11). Bagi seorang wartawan, seorang reporter, atau orang-orang yang berkecimpung dalam dunia persuratkabaran dan pemberitaan, mereka barangkali akan memperoleh manfaat praktis dari pengetahuan mengetahui semantik.

Pengetahuan semantik akan memudahkannya dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum, tanpa pengetahuuan akan konsep-konsep polisemi, homonimi, denotasi, konotasi dan nuansa-nuansa makna tentu akan sulit bagi mereka untuk dapat menyampaikan informasi secara tepat dan benar.

(39)

Manfaat teoritis karena dia sebagai guru bahasa harus pula mempelajari dengan sungguh-sungguh akan bahasa yang diajarkannya. Teori-teori semantik ini akan mencoba menolongnya memahami dengan lebih baik konsep-konsep bahasa yang akan diajarkannya. Sedangkan manfaat praktis akan diperolehnya berupa kemudahan bagi dirinya dalam mengajarkan bahasa itu kepada murid-muridnya.

Seorang guru bahasa, selain harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang mengenai segala aspek bahasa, juga harus memiliki pengetahuan teori semantik secara memadai. Tanpa pengetahuan ini dia tidak akan dapat dengan tepat menjelaskan perbedaan dan persamaan semantik antara dua buah bentuk kata, serta bagaimana menggunakan kedua bentuk kata yang mirip itu dengan benar.

Sedangkan bagi orang awam atau orang kebanyakan pada umumnya, pengetahuan yang luas akan teori semantik tidaklah diperlukan. Tetapi pemakaian dasar-dasar semantik tentunya masih diperlukan untuk dapat memahami dunia di sekelilingnya yang penuh dengan informasi dan lalu lintas kebahasaan. Semua informasi yang ada di sekelilingnya, dan yang juga harus mereka serap, berlangsung melalui bahasa, melalui dunia lingual. Sebagai manusia yang bermasyarakat tidak mungkin mereka bisa hidup tanpa memahami alam sekitar mereka yang berlangsung melalui bahasa.

2.8 Kesinoniman

(40)

Maka secara harfiah kata sinonimi berarti ‘nama lain untuk benda atau hal yang sama’ (Chaer, 1994 :82).

Sementara menurut H.G Tarigan (1993:78) kata sinonim terdiri dari sin (“sama” atau “serupa”) dan akar kata onim ”nama” yang bermakna “sebuah kata yang dikelompokkan dengan kata-kata lain di dalam klasifikasi yang sama berdasarkann makna umum. Dengan perkataan lain : sinonim adalah kata-kata yang mengandung arti pusat yang sama tetapi berbeda dalam nilai kata. Atau secara singkat : sinonim adalah kata-kata yang mempunyai denotasi yang sama tetapi berbeda dalam konotasi.

Bambang Yudi Cahyono (1995:208) mengatakan bahwa sinonim adalah dua kata atau lebih, yang memiliki makna yang sama atau hampir sama, tetapi tidak selalu dapat saling mengganti dalam kalimat. Contoh-contoh sinonim adalah sudah-telah, sebab-karena, meskipun-walaupun, jikalau-apabila, cinta-kasih,

mati-meninggal.

Dalam bahasa Jepang sinonim disebut dengan 類義語 (ruigigo).dalam

kamus sinonim atau 類義語辞典 (ruigigo jiten) karya Minazima Tatuo definisi

sinonim adalah :

類義語というのは、意味が同じか、またはよく似ている単語のことである

Ruigigo to iu no wa, imi ga onajika, matawa yoku niteiru tango no koto de aru.

(41)

Perlu diperhatikan bahwa pengertian kesamaan makna yang digunakan dalam membicarakan sinonim tidak mesti sama secara utuh. Kadang-kadang sebuah kata kata dapat cocok dalam kalimat tertentu, tetapi sinonim kata itu akan membuat kalimat itu tidak enak didengar. Misalnya, kata makan cocok digunakan dalam kalimat Para pekerja bangunan sedang makan nasi ransum kiriman majikannya. Akan tetapi bersantap yang merupakan sinonim kata itu terasa kurang pas.

Istilah sinonim dipakai karena pertindihan pada kata-kata yang bersinonim itu cukup sehingga menyebabkan kemiripan fungsi kata-kata yang bersinonim itu. Kata jejaka dan kata duda dalam bahasa Indonesia memiliki banyak kemiripan mengenai cirri-cirinya kecuali dalam status perkawinan. Pertindihan yang tidak luas itu tidak masuk dalam sinonim karena adanya perbedaan yang mendasar pada kata-kata itu. Memang kedua kata itu memiliki persamaan bahwa yang dimaksud ialah seorang manusia yang berjenis kelamin laki-laki, tetapi persamaan itu tidak pernah dihiraukan orang, justru perbedaanya yang menjadi pusat perhatian yakni perbedaan status perkawinannya.

Menurut Bambang Yudi Cahyono (1995:208) ada dua syarat suatu dikatakan sinonim, yaitu memiliki kemiripan hampir menyeluruh dan sesuatu yang ada diluar kemiripan itu tidak dianggap penting dan tidak banyak berpengaruh. Sedangkan menurut T.Fatimah Djajasudarma (1999:42) ada tiga batasan untuk sinonim, yaitu :

1. Kata-kata dengan referen ekstra linguistik yang sama 2. Kata-kata yang memiliki makna yang sama

(42)

Tiap-tiap ahli bahasa membagi sinonim berbeda-beda. Dibawah ini akan diuraikan penggolongan sinonim menurut beberapa ahli bahasa:

1. Pembagian sinonim dengan mengikuti Palmer dalam T.Fatimah Djajasudarma (1999:40) sebagai berikut :

a) Perangkat sinonim yang salah satu anggotanya berasal dari bahasa daerah atau bahasa asing dan yang lainnya, yang terdapat didalam bahasa umum. Mis, konde dan sanggul, domisili dan kediaman, khawatir dan gelisah.

b) Perangkat sinonim yang pemakaiannya bergantung kepada langgam dan laras bahasa. Mis, dara, gadis, dan cewek; mati, meninggal, dan wafat. Pemakaian kosakata langgam dan laras bahasa yang berbeda akan menghasilkan kalimat yang tidak apik (ill-formed). Mis, “Cewek yang tinggal di rumah besar itu kemarin wafat”.

c) Perangkat sinonim yang berbeda makna emotifnya, tetapi makna kognitifnya sama. Mis, negarawan dan politikus; ningrat dan feodal.

d) Perangkat sinonim yang pemakaiannya terbatas pada kata tertentu (keterbatasan kolokasi). Mis, telur busuk, nasi basi, mentega tengik, susu asam, baju apek, busuk, basi, tengik, asam dan apek memiliki makna yang sama, yakni buruk, tetapi tidak dapat saling menggantikan karena dibatasi persandingan yang dilazimkan.

(43)

2. Penggolongan sinonim menurut pembagian Colliman dalam T.Fatimah Djajasudarma (1999:39-41) membagi jenis sinonim menjadi Sembilan, dan bila kita lihat contohnya di dalam bahasa Indonesia, sebagai berikut :

a) Sinonim yang salah satu annggotanya memiliki makna yang lebih umum (generik), bandingkan mis, menghidangkan dan menyediakan atau menyiapkan; kelamin dengan seks.

b) Sinonim yang salah satu anggotanya memiliki unsur makna yang lebih intensif. Mis, jenuh dan bosan; kejam dan bengis; imbalan dan pahala.

c) Sinonim yang salah satu anggotanya lebih menonjolkan makna emotif. Mis, mungil dan kecil; bersih dan ceria; hati kecil dan hati nurani.

d) Sinonim yang salah satu anggotanya bersifat mencela atau tidak membenarkan. Mis, boros dan tidak hemat; hebat dan dahsyat; mengamat-amati dan memata-matai (di dalam bahasa Sunda dikenal ujaran bodo ‘bodoh’ dan hese ngarti gancang poho ‘sulit mengerti cepat lupa’).

(44)

f) Sinonim yang salah satu anggotanya lebih banyak dipakai didalam ragam bahasa tulisan. Mis, selalu dan senantiasa; enak dan lezat; lalu dan lampau; bisa dan racun.

g) Sinonim yang salah satu anggotanya lebih lazim dipakai di dalam bahasa percakapan. Mis, kayak dan seperti; ketek dan ketiak.

h) Sinonim yang salah satu anggotanya dipakai dalam bahasa kanak-kanak. Mis, pipis dan berkemih; mimik dan minum; bobo dan tidur, mam (mamam) dan makan.

i) Sinonim yang salah satu anggotanya biasa dipakai di daerah tertentu saja. Mis, cabai dan lombok; sukar dan susah; lepau dan warung; katak dan kodok; sawala dan diskusi.

BAB III

(45)

Maka pada Bab III ini penulis mencoba menganalisis pemakaian verba agaru, noboru, dan noru yang sesuai dengan beberapa pendapat dari beberapa ahli linguistic yang telah dipaparkan sebelumnya.

3.1 Verba Agaru Contoh :1

この夏はロック好き男の子聴いて盛り上がって!

Kono natsu wa rokku suki no otoko no ko kiite mori agate! ( majalah with edisi

299,2006:213).

Dimusim panas ini anak laki-laki yang suka mendengar musik rock meningkat. Analisis:

Pemakaian verba agaru pada kalimat di atas sudah tepat. Karena makna naik ( meningkat ) yang ditunjukkan kalimat di atas adalah hal peningkatan. Hal ini sesuai dengan teori (Shoji dan Hirotase 2001:4) yang menyatakan bahwa verba agaru di gunakan ketika hal perpindahan posisi, tingkat dan nilai. Situasi yang ditampilkan sebelumnya dalam kalimat diatas adalah peminat musik rock dikalangan anak laki-laki sebelum musim panas tidak banyak, tetapi ketika musim panas peminat musik rock menjadi meningkat. Hal menjadi banyak ini menunjukkan adanya peningkatan.

Contoh : 2

来月からバス代が上がります。

(46)

Mulai bulan depan ongkos bus naik Analisis:

Pada pemakaian verba agaru pada kalimat di atas sudah tepat. Karena makna naik yang ditunjukkan pada kalimat diatas adalah hal naik harga. Hal ini sesuai dengan teori (Shoji dan Hirotase 2001 : 3) yang menyatakan bahwa agaru digunakan ketika adanya perpindahan tingkat nilai, ataupun harga. Situasi yang ditampilkan sebelumnya dalam kalimat di atas adalah harga ongkos bus seperti biasa dan kemudian menjadi naik.

Contoh: 3

きのうの 夜 熱が上がって薬を飲んだんですがまだ熱が下 がら な いで

Kinou no yoru netsu ga agate, kusuri o nondandesu ga, mada netsu ga

sagaranaindesu.

Kemarin malam panas badan naik, sudah minum obat tetapi panas belum turun ( nihongo roplay:52)

Analisis :

Pemakaian verba agaru pada kalimat diatas sudah tepat. Karena makna naik yang ditunjukkan adalah hal naik panas badan. Hal ini menunjukkan bahwa naik pada kalimat diatas adalah abstrak. Situasi yang ditampilkan sebelumnya dalam kalimat diatas adalah sebelum malam panas badan belum naik tetapi pada saat malam panasnya menjadi naik.

(47)

Contoh : 1

私たちは後ろの丘に登って、町を見おろしました。

Watashitachi wa ushiro no oka ni nobotte, machi o mioroshimashita

( atarashi nihongo 1988 : 79)

Kami naik/mendaki ke belakang bukit dan melihat kebawah kota. Analisis:

Pada pemakaian verba noboru pada kalimat di atas sudah tepat. Karena naik/ mendaki yang ditunjukkan kalimat di atas adalah hal proses perpindahan. Hal ini sesuai dengan teori (Shoji dan Hirotase, 2001: 5) yang menyatakan bahwa noboru merupakan proses perpindahan menuju tempat yang tinggi, dan dengan kemauan sendiri. Ini meunjukkan bahwa pada saat mendaki bukit adanya proses gerakan naik, dan proses gerakan ini di dorong oleh kemauan sendiri.

Contoh :2

A: ホテル案内書はどこですか。

B: その階段を上ってください。

左てにあります。

A: ありがとう。

A: hoteru annaisho wa doko desuka?

B: sono kaidan wo nobotte kudasai. Hidari ni arimasu

(48)

Analisis :

Pada pemakaian verba pada kalimat di atas sudah tepat. Karena makna naik yang ditunjukkan kalimat di atas adalah hal proses perpindahan ke atas. Hal ini sesuai dengan teori ( Nomoto Kikuo 1988 : 843 ) yang menyatkan bahwa noboru adalah merupakan naik menuju ketempat yang tinggi. Naik menyusuri permukaan tanah dan permukaan benda. Pada konteks ini bahwa pembicara naik dengan menggunakan tangga, tangga pada konteks ini tidak bergerak dan adanya proses gerak dari sipembicara yaitu gerakan yang konkrit.

Contoh : 3

煙突けむりがまっすぐ上に上っている。

Entotsu no kemuri ga massugu ue ni nobotteiru

Asap dari cerobong asap segera naik ke atas. Analisis :

Pemakaian verba noboru pada kalimat diatas sudah tepat. Karena makna naik yang ditunjukkan kalimat di atas adalah hal proses perpindahan. Hal ini sesuai dengan teori ( Shoji dan Hirotase, 2001:5) yang menyatakan bahwa noboru adalah merupakan hal proses perpindahan menuju ketempat yang tinggi. Gerakan asap pada kalimat ini adalah gerkan yang konkrit.

3.3 Verba Noru Contoh : 1

私は飛行機きらい。一度乗ったんだけど、りりくするとき、耳がキ-ン

(49)

Watashi hikouki kirai. Ichido nottan dakedo, ririku suru toki, mimi ga kin………

to shite, iya data kara mou noranatte kimetano. ( Intermediate Japanese 1987: 29)

Analisis :

Pemakaian verba noru pada kalimat diatas sudah tepat. Karena makna naik yang ditunjukkan kalimat diatas adalah hal mengendarai kendarran. Hal ini sesui dengan teori ( Nomoto Kikuo 1988:851) yang menyatakan bahwa noru merupakan hal naik ataupun mengendarai kendaraan.

Contoh : 2

いすの上に乗ってたなものをとりました。

Isu no ue ni note tana mono o torimashita.

Mengambil barang yang dinaikkan ke atas kursi ( majalah with edisi 299: 553) Analisis :

Pemakaian verba noru pada klaimat diatas kurang tepat secara gramatikal. Karena makna naik yang ditunjukkan adalah hal naik kendaraan. Kata yang cocok untuk kalimat diatas adalah kata agaru. Ini sesuai dengan teori ( Shoji 2001:3) yang menyatakan agaru adalah hal perpindahan dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi. Menurut penulis isu ( kursi ) pada kalimat diatas adalah benda yang tidak bergerak, maupun menggunakan mesin, jadi dalam hal ini verba noru kurang tepat pada kalimat di atas.

Contoh : 3

男の子がぶらんこに乗っいます

(50)

Anak laki-laki sedang menaiki ayunan. Analisis :

Pemakaian verba noru pada kalimat diatas sudah tepat, karena makna naik yang ditunjukkan pada kalimat diatas adalah hal naik alat. Dikatakan alat karena buranko (ayunan) adalah benda yang bergerak. Pada saat ini juga ayunan sudah ada yang menggunakan mesin ataupun remote control.

3.4 Analisis Pemakaian verba Agaru, Noboru, dan Noru Analisis 1:

来月からバス代が上がります。

その階段を上ってください。左てにあります。

男の子がぶらんこに乗っいます。

Berdasarkan contoh kalimat di atas, penulis akan menganalisa sebagai berikut:

Untuk kalimat 来月からバス代が上がります pada kalimat ini hanya

(51)

tidak menngunakan alat yang bergerak. Dengan demikian pada kalimat di atas kata noboru dan noru tidak bisa menngantikan agaru.

Untuk kalimat その階段を上ってください。左てにあります

pemakaian verba noboru pada kalimat di atas sudah tepat. Karena makna naik yang ditunjukkan adalah adanya proses gerakan yang konkrit. Pada kalimat ini noborutidak bisa di gantikan oleh noru, karena pada kalimat ini proses naiknya tidak menngunakan benda yang bergerak, melainkan si pembicara yang bergerak.

Untuk kalimat 男の子がぶらんこに乗っいます pemakaian verba noru

sudah tepat karena makna naik yang ditunjukkan adalah naik menggunakan alat. Pada kalimat ini baik agaru maupun noboru tidak dapat menggantikan noru. Karena kalimat ini tidak menunjukkan adanya proses perpindahan dari temaot rendah ketempat yang tinggi, melainkan hanya proses gerak yang ditimbulkan oleh alat.

Analisis 2:

1.この夏はロック好き男の子聴いて盛り上がって!

2.私たちは後ろの丘に登って、町を見おろしました。

3.私は飛行機きらい。一度乗ったんだけど、りりくするとき、耳がキ

-ン、耳がキ-ンとして、いやだったからもう乗らないきめたの。

(52)

Untuk kalimat この 夏は ロック 好き 男の子 聴いて盛り上がって!

Pemakaian verba agaru sudah tepat. Karena makan naik yang ditunjukkan adalah hal peningkatan. Pada konteks ini hal naiknya adalah abstrak ( tidak nyata). Pada kalimat ini baik noboru maupun noru tidak bisa menggantikan verba agaru. Karena tidak adanya makna proses naik yang konkrit dan juga hal mengendarai kendaraan.

Untuk kalimat 私たちは後ろの丘に登って、町を見おろしました

pada kalimat ini pemakaian verba yang tepat adalah noboru. Karena makna naik yang ditunjukkan adalah makna mendaki tanah yang tinngi. Pada kalimat ini baik agaru maupun noru tidak bisa menggantikan noboru. Karena makna naik nya sudah jelas proses pendakian .

私は飛行機きらい.一度乗ったんだけど、りりくするとき、耳がキ

-ン、耳がキ-ンとして、いやだったからもう乗らないきめたの pada kalimat

ini pemakaian verba noru sudah tepat . karena makna naik yang di tunjukkan adalah hal mengendarai kendaraan. Pada kalimat ini agaru dan noboru tidak bisa menggantikan, karena dalam kalimat tidak adanya makna proses gerakan naik.

Analisis 3:

きのうの 夜 熱が上がって薬を飲んだんですがまだ熱が下 がらないんで

煙突けむりがまっすぐ上に上っている。

(53)

Berdasarkan contoh kalimat di atas, penulis akan menganalisa sebagai berikut:

Untuk kalimatきのうの 夜 熱が上がって薬を飲んだんですがまだ熱が下

がらないんで す Pada kalimat ini pemakaian kata agru sudah tepat. Karena

menunjukkan makna naik yang abstrak. Kata agaru tidak bisa di gantikan dengan noboru maupun noru. Karena kalau menggunakan noboru pada kalimat diatas proses naiknya tidak konkrit. Begitu juga kalau menggunakan noru, pada kalimat diatas proses naiknya tidak menngunakan alat yang bergerak. Dengan demikian pada kalimat di atas kata noboru dan noru tidak bisa menngantikan agaru.

Unutk kalimat 煙突けむりがまっすぐ上に上っている pada kalimat ini

pemakaian verba noboru sudah tepat. Karena makna naik yang ditunjukkan adalah proses gerak yang konkrit. Pada kalimat ini verba noru tidak dapat menggantikan, karena makna mengendarai kendaraan tidak ada dalam klaimat di atas.

Untuk kaliamat いすの上に乗ってたなものをとりました pemakaian

(54)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1Kesimpulan

Berdasarkan pada uraian bab-bab sebelumnya, maka dapat dimbil kesimpulan sebagai berikut:

1. Verba dalam bahasa Jepang adalah salah satu kelas kata yang menyatakan aktivitas, keberadaan atau keadaan, mengalami perubahan / dapat berdri sendiri, dan bias menjadi predikat dalam suatu kalimat.

2. Verba dalam bahasa Jepang digolongkan kedalam tiga kelompok berdasarkan pada bentuk konjugasinya, yaitu: kelompok I (godan doushi ), kelompok II ( ichidan- doushi), dan kelompok III ( henkaku-doushi ). 3. Verba agaru, noboru, dan noru memiliki makna yang sama yaitu “naik”,

tetepi cara pemakaiannya berbeda tergantung pada konteks kalimat itu sendiri.

4. Verba agaru bermakna naik yaitu pergerakan, perpindahan dari tempat yang rendah ketempat yang tinggi yang di titik fokuskan pada hasil dari pergerakan.

5. Verba noboru adalah pergerakan dari tempat rendah ketempat yang tinggi, yang poin pentingnya pada proses perpindahannya.

6. Verba noru merupakan perpindahan naik kedalam dan keatas kendaraan. 7. Dari ketiga kata tersebut, kalau dilihat dari segi pemakaiannya dapat

(55)

4.2Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan diatas maka penulis menyarankan antara lain:

1. Diharapkan para pembelajar bahasa Jepang dapat lebih memahami mengenai verba agaru, noboru, dan noru.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul,2004. Linguistik Umum. Jakarta : PT.Rineka Cipta

Cahyono, Bambang.1995. Kristal-kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press

Dahidi Ahmad, Sudjianto. 2004. Pengantar linguistic Bahasa Jepang. Jakarta: kesaint Blanc

Depdikbud. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Hitorase, Masayori, Sojikakuku. 2001. Effective Japanese Usage Dictionary. Tokyo:Kondasha Ltd

Kikuo Nomoto.1998. Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar Edisi Bahasa Indonesia.Tokyo Kokritsu Kokugo Kekyusho

Lyons, John. 1977. Semantics Volume 1. Cambrige: Cambrige University Press Mizutani, Nobuko.1987. Intermediate Japanese an Intregrated Course. Japan:

Bonjinsha

Nomura, Masaki,Seiji Koike.1992. Nihongo Jiten. Jepang : Tokyo

Nelson, Andrew N.2005. Kamus Kanji Modern Jepang Indonesia. Jakarta: Kesain Blanc

Network, Surie.2005.Nihongo Roplay.Japan: Tokyo Parera, JD. 1990. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga

Poerwardarmita,W.J.S.1985. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Sutedi,Dedi.2003.Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang Bandung :

HumanioraUtamaPress

(57)

Tarigan, Hendry Guntur. 1993. Pengajaran kosa kata. Bandung: Angkasa Tatuo, Minazama. 1972. Ruigigo Jiten. Tokyo: Tokyodo Shuppan

Referensi

Dokumen terkait

Meriam Emma Simanjuntak : Analisis Pemakaian Verba Hataraku, Tsutomeru, Dan Shigoto Suru Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Ditinjau Dari Segi Semantik) Imiron Kara Mita Nihongo No

Penelitian ini menggunakan teknik pilih unsur penentu (TPUP), yaitu memilih data dari sumber data dalam hal ini adalah kalimat-kalimat yang mengandung verba

Kata し ( soshite ) dalam kalimat (7) menunjukkan bahwa kata tersebut merupakan setsuzokushi karena berfungsi sebagai penyambung kalimat inti dengan kalimat lain yang

menghasilkan makna „kenyataannya tidak begitu‟. Padahal dia seharusnya tidak datang. Pada contoh kalimat 9) dalam bentuk merupakan.. bentuk

Penulis akan membahas makna dari verba wakaru, shiru, dan rikai suru serta bagaimana penggunaan rikai suru, wakaru, dan shiru dalam kalimat bahasa Jepang dan

konstruksi - いる ini menyatakan kegiatan yang sedang dilakukan.  Kata sifat juga dapat membentuk sebuah kalimat menjadi statif, kata. sifat yang dapat membentuk

Hal tersebut dikarenakan makna yang terkandung dalam verba tasukeru pada contoh kalimat nomor (15) suatu kegiatan yang menolong orang yang kesulitan atau tersiksa dan

Penggunaan kata nakama pada kalimat di atas juga tidak tepat, karena makna teman pada kalimat ini bukanlah teman dalam lingkungan kelompok yang sama seperti