• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada prinsipnya ada tiga jenis teh yang beredar di pasaran yaitu : teh hijau (green tea), teh hitam (black tea), dan teh oolong (oolong tea) (Winarno, 1997). Teh hijau adalah teh yang berasal dari pucuk daun teh yang sebelumnya mengalami pemanasan dengan uap air untuk menonaktifkan enzim oksidase atau fenolase, sehingga oksidasi enzimatis terhadap katekin dapat dicegah (Hartoyo, 2003). Teh hitam dibuat dari pucuk daun teh segar yang dibiarkan layu sebelum digulung, kemudian daun-daun tersebut dibiarkan selama beberapa jam sebelum dipanaskan dan dikeringkan. Selama itu enzim yang terdapat di dalam daun-daun teh tersebut mengkatalisis reaksi oksidasi senyawa-senyawa yang ada di dalam teh sehingga manghasilkan perubahan warna, rasa, dan aroma. Teh hitam disebut teh fermentasi, meskipun sesungguhnya sebagian besar disebabkan oleh proses oksidasi. Sebagian besar (98%) pasaran teh dunia terdiri atas teh hitam. Teh hitam sendiri berdasarkan pengolahannya dibedakan atas dua jenis yaitu Orthodoks dan CTC (Crush, Tear, dan Curl) (Winarno, 1997). Teh oolong merupakan teh yang hanya sebagian terfermentasi. Teh oolong dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses rolling/penggulungan daun, dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi (Hartoyo, 2003).

Meski ketiga jenis teh tersebut berasal dari tanaman yang sama yakni Camellia sinensis, namun ada perbedaan yang cukup berarti dalam kandungan polifenol, senyawa yang diyakini berkhasiat bagi kesehatan, tertinggi diperoleh pada teh hijau, kemudian teh oolong, lalu disusul teh hitam. Teh hijau mengandung lebih dari 36 persen polifenol, sekalipun jumlah ini masih dipengaruhi cuaca (iklim), varietas, jenis tanah dan tingkat kemasakan (Sibuea, 2003).

Menurut Arifin et al. (1990) bahan-bahan kimia dalam daun teh dapat digolongkan dalam 4 kelompok, yaitu (1) substansi fenol, (2) substansi bukan fenol, (3) substansi aromatis, (4) enzim. Senyawa fenol terdiri dari tanin atau katekin dan flavanol. Katekin adalah senyawa paling penting dalam daun teh. Perubahan aktifitas katekin selalu dihubungkan

dengan sifat seduhan teh, yaitu rasa, warna dan aroma. Kandungan katekin berkisar antara 20-30% dari seluruh berat kering daun.

Kunci utama khasiat teh berada pada komponen bioaktifnya, yaitu polifenol, yang secara optimal terkandung dalam daun teh yang muda dan utuh. Senyawa polifenol dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksil (OH*) sehingga tidak mengoksidasi lemak, protein dan DNA dalam sel. Kemampuan polifenol manangkap radikal bebas, 100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih efektif dari vitamin E. Sifat fungsional teh hijau lebih tinggi dibandingkan dengan teh hitam. Ini ditunjukkan polifenol teh hijau jauh lebih berperan untuk mencegah terjadinya kanker dibandingkan polifenol teh hitam (Sibuea, 2003).

Selain senyawa-senyawa kimia tersebut, terdapat senyawa bioaktif yang disebut L-teanin. L-teanin (γ-ehylamino-L-glutamic acid) adalah sebuah asam amino yang unik pada tanaman teh dan merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap exotic taste (umami). L- teanin ini terdapat dalam jumlah bebas (non protein) dan merupakan komponen asam amino utama dalam teh, dengan jumlah yang lebih dari 50% dari total asam amino bebas. L-teanin bermanfaat untuk mengurangi stress dan meningkatkan daya ingat seseorang karena mengandung efek relaksasi (Hartoyo, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian maupun bahan pustaka dari Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, dalam setiap 100 gram teh hijau terdapat 24 gram (gr) kandungan protein, sedangkan pada teh hitam dengan kuantitas yang sama mengandung 19,4 gr protein. Untuk kandungan serat, teh hijau 10,6 gr sedangkan teh hitam 10,9 gr. Sedangkan kandungan gulanya pada teh hijau 35,2 gr dan pada teh hitam 32,1 gr. Teh pun memiliki kandungan lemak, dimana untuk teh hijau mencapai 4,6 gr sedangkan teh hitam 2,5 gr (Anonim, 2005 dikutip Andamari, 2005).

3. Teh Hijau

Teh hijau dihasilkan melalui suatu proses yang hampir sama dengan pengolahan teh hitam. Bedanya pembuatan teh hijau ini tidak melalui proses fermentasi, sehingga warnanya masih hijau dan masih mengandung tanin relatif tinggi (Anonymous, 2000). Pada umumnya di Indonesia teh hijau dihasilkan oleh pengusaha kecil (rakyat) dengan peralatan sederhana. Pada teh hijau hampir seluruh tanin terdapat dalam bentuk yang asli dan hanya sedikit tanin yang berubah selama pengolahan sebagai akibat adanya sedikit proses.

Kandungan senyawa kimia yang menentukan spesifikasi kualitas teh hijau adalah polifenol, kafein, asam-asam amino dan komponen aroma (Yamanishi, 1995 dikutip Lelani, 1995). Menurut Hardjosuwito dan Husnan (1974) dikutip Kustamiyati (1989) bahwa pemanasan berpengaruh pada beberapa kandungan senyawa kimia teh hijau. Pemanasan akan menurunkan rasa mentah pada teh menjadi lunak dan rasa lunak ini disebabkan menurunnya kadar tanin, dan meningkatnya theaflavin dan thearubigin yang menentukan warna dan rasa teh. (Hardjosuwito, 1976 dikutip Kustamiyati, 1989) juga menduga bahwa pemanasan berpengaruh terhadap kemampuan adsorpsi teh hijau terhadap bau bunga. Komposisi kimia teh hijau disajikan pada Tabel 1.

Teh hijau bersifat antioksidan, memiliki sifat anti kanker yang kuat, menurunkan kanker kulit, menurunkan pembentukan tumor paru- paru, mencegah timbulnya kanker tenggorokan dan mengurangi gangguan kekejangan pada penderita epilepsi serta berperan dalam pertumbuhan gigi. Salah satu antioksidan dalam teh adalah katekin, Secangkir teh hijau mengandung 375 mg katekin dan secangkir teh hitam mengandung 210 mg. Jadi, minum teh seharusnya sama ampuhnya untuk melawan proses penuaan seperti halnya minum anggur merah dan lebih aman karena tidak terdapat alkohol (Carper, 1996).

Tabel.1. Komposisi Kimia Teh Hijau

(Anthor Junzhi, 1993 dikutip Anonymous, 1995).

Komposisi Kimia Teh Hijau Kandungan Air Protein Lemak Karbohidrat Kafein Tanin Vitamin C Vitamin P Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin B3 Vitamin B5 Vitamin B6 Biotin Vitamin E Vitamin K Vitamin B12 Inositol 3.1 g 29.1 g 4.1 g 33.8 g 3.5 % 10% 100-150 mg 340 mg 150-600 mg 1.3-1.7 mg 1.0-2.0 mg 5.0-7.5 mg 50-76 mg 50-80 mg 30-80 mg 40-80 mg 15-25 mg 1.0 mg

Takeda (1994) dikutip Lelani, (1995), menyatakan bahwa kafein berkhasiat untuk merangsang sistem syaraf pusat sehingga dapat mengurangi rasa lelah dan memperoleh ketenangan. Menurut Miura et al., (2000), mengonsumsi 8 cangkir teh perhari (masing-masing cangkir 100 ml) sudah cukup untuk melindungi LDL dan oksidasi. Seperti diketahui. LDL yang sudah teroksidasi akan dapat memicu terjadinya artherosklerosis, dan seperti telah disebutkan di atas bahwa mengonsumsi 10 cangkir teh per hari dapat mencegah terjadinya kanker (Hartoyo, 2003).

Katekin teh merupakan flavonoid yang termasuk dalam kelas flavanal. Jumlah atau kandungan katekin ini bervariasi untuk masing- masing jenis teh (Tabel 2). Adapun katekin teh yang utama adalah epicatechin (EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin (EGC), dan epigallocatechingallate (EGCG). Katekin teh larut air, serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh. Hampir semua sifat produk teh termasuk di dalamnya rasa, warna, dan aroma secara langsung maupun tidak, dihubungkan dengan modifikasi pada katekin. Misalnya degalloasi dari katekin ester menjadi katekin non-ester dan menurunkan rasa pahit dan sepat dari teh hijau.

Tabel 2. Kadar katekin dari berbagai jenis teh

Substansi Katekin (% berat kering) Teh pucuk/segar

Catechin EC EGC ECG ECGC Total A. Indonesia

Teh hitam orthodox Teh hitam CMC Teh hijau ekspor Teh hijau lokal Teh wangi 1) Pucuk segar GMB 2) Pucuk segar GMB 0.24 0.23 0.10 0.08 0.10 0.70 0.80 0.79 0.27 0.54 0.41 0.35 2.62 1.41 3.54 4.24 6.35 6.39 5.96 2.17 0.61 1.46 1.03 1.08 0.65 0.64 1.22 1.92 2.21 1.25 3.53 3.28 2.23 7.89 9.43 8.24 7.02 11.60 10.81 9.28 14.60 14.15 B. Sencha (Jepang) 0.07 0.41 2.96 0.26 1.36 5.06 C. Oolong (China) 0.14 0.20 2.24 0.43 3.14 6.73 D. Teh wangi (China) 0.15 0.39 3.81 0.69 2.43 7.47

Teh hijau banyak sekali manfaatnya antara lain dapat menyegarkan tubuh, kaya akan vitamin C dan vitamin B terutama tiamin dan riboflavin. Polifenol pada teh mempunyai vitamin aktif yang dapat membantu mengurangi kerapuhan dinding kapiler dan aliran darah hiperfunction dan kelenjar gondok. Teh juga memiliki kemampuan mengantisipasi pengaruh yang merugikan karena aktivitas bakteri maupun basil disentri (Nurtho’ah, 2001). Selain ditambahkan pada produk-produk pangan, ekstrak teh juga

dimanfaatkan dalam pembuatan produk pasta gigi serta penyegar mulut dan nafas. Seperti diketahui, katekin teh mempunyal sifat antibakteri dan efek menyegarkan. Bahkan di China, selama sepuluh tahun terakhir, ekstrak teh telah dimanfaatkan dalam shampo dan pelindung kulit.

Di antara enam ribu wanita Jepang, mereka yang meminum sekurang kurangnya lima cangkir teh hijau setiap hari hanya mempunyai separuh risiko terkena stroke bila dibandingkan dengan mereka yang meminum kurang dari jumlah itu. Lebih lanjut menurut Nicolosi seorang profesor ilmu-ilmu klinis dan peneliti teh pada University of Massachusetts (Carper, 1996) teh dapat menolong melarutkan dan mencegah penggumpalan darah dan boleh jadi sama kuatnya dengan vitamin E dalam mencegah perubahan-perubahan oksidasi pada kolesterol LDL.

Menurut Affandi (1990) teh hijau mutu ekspor dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu :

1. Peko dengan ciri-ciri daun terpilin dengan air seduhan yang bagus 2. Gun Powder dengan ciri ciri partikel daun bersih, cukup tergulung

sampai tergulung bagus dan air seduhannya baik sampai memuaskan 3. Chun Mee dengan ciri-ciri daun terpilin, air seduhan dari medium

sampai memuaskan

4. Sow Mee dengan ciri-ciri partikel daun dari tak rata sampai rata dan bagus, air seduhan dari medium sampai bagus.

B. ANTIOKSIDAN

Antioksidan secara umum didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi lipid, Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Kochhar dan Rosseli, 1990). Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok. yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya secara luas

diseluruh dunia untuk digunakan dalam makanan adalah Butylated Hidroxyanisol (BHA), Butylated hidroxytoluene (BHT), Tert-Butylated Hidoxyquinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan antioksidan yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial (Buck. 1991).

Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan. senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan serta senyawa antioksidan yang diisolasi dari alam ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt, 1992). Ekstrak teh hijau mampu menghambat terjadinya oksidasi dalam minyak jagung, minyak kacang, dan minyak ikan, yang sangat rentan terhadap oksidasi karena mengandung asam lemak tidak jenuh yang tinggi. Selain itu, ekstrak teh hijau juga mampu mencegah terjadinya oksidasi pada daging ikan. Bahkan dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa katekin teh mempunyai aktivitas antioksidatif yang lebih tinggi dibandingkan BHT, BHA, dan TBHQ, yang merupakan antioksidan sintesis yang umum digunakan dalam industri pangan.

Katekin secara langsung mencegah oksidasi produk pangan (yang berarti memperpanjang masa simpan), secara tidak langsung turut melindungi kesehatan tubuh. Karena sudah diketahui, tingginya produk oksidasi dalam pangan yang dikonsumsi seseorang akan turut memicu terjadinya berbagai penyakit.

Menurut Karyadi (1997), klasifikasi lain antioksidan berdasarkan mekanisme kerja dalam tubuh dikelompokkan menjadi tiga yaitu : (1) antioksidan primer, berfungsi untuk pembentukkan senyawa radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi; (2) antioksidan sekunder, berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai; (3) antioksidan tersier, berfungsi memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas.

Sesuai mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki klasifikasi fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai

pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat nemberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, R00*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, antioksidan (A’) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibandingakan radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk Iebih stabil (Gordon. 1990).

Secara umum. Menurut Coppen (1983), antioksidan diharapkan memiliki ciri-ciri sebagai berikut (a) aman dalam penggunaan, (b) tidak memberi flavour, odor dan warna pada produk. (c) efektif pada konsentrasi rendah. (d) tahan terhadap proses pengolahan produk (berkemampuan antioksidan yang baik), (e) tersedia dengan harga yang murah.

C. PENGECILAN UKURAN

Pemecahan bahan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil merupakan suatu operasi yang sangat penting dalam industri pangan. Pengecilan ukuran dapat dilakukan secara basah dan kering. Tujuan proses pengecilan ukuran adalah (1) memperbesar luas permukaan bahan. Luas permukaan yang lebih besar dapat membantu kelancaran beberapa proses seperti : membantu ekstraksi suatu senyawa dengan meningkatkan luas kontak bahan dengan pelarut, mempercepat waktu pengeringan bahan, mempercepat proses pemasakan, blansir dan lain-lain. (2) Meningkatkan efisiensi proses pengadukan. (3) Pengecilan ukuran juga dilakukan untuk memenuhi standar ukuran produk tertentu, misalnya untuk gula icing (icing sugar) atau proses ”refining” pada pengolahan coklat (Wirakartakusumah et al., 1992).

Salah satu alat pengecilan ukuran adalah single disc mill. Jenis penggiling ini adalah penggiling tipe cakram tunggal, yang memanfaatkan gaya sobek (Shear force) untuk menghasilkan penggilingan halus. Pada penggilingan ini, bahan yang akan dihancurkan lewat diantara dua cakram.

Cakram yang pertama berputar dan yang lain tetap ditempatnya. Efek penyobekan didapat karena adanya pergerakan salah satu cakram.

D. EKSTRAKSI

Ekstraksi adalah metode pemisahan dimana komponen-komponen terlarut dari suatu campuran dipisahkan dari komponen yang tidak larut dengan pelarut yang sesuai (Brown, 1950 dikutip Leniger dan Beverloo, 1975). Metoda paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut.

Ekstraksi adalah proses pemisahan bahan berupa padatan atau cairan yang dapat dilakukan dengan menggunakan bahan cair (air) atau pelarut. Proses ekstraksi dirancang untuk mengurangi konsentrasi komponen di dalam suatu aliran dan meningkatkan konsentrasi komponen tersebut di dalam aliran lainnya (Earle, 1982).

Sebelum dilakukan ekstraksi maka tumbuhan dapat dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan tersebut harus dilakukan dalam keadaan terkontrol untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang terlalu banyak (Harborne, 1987). Rusdi (1988) menyatakan bahwa simplisia tumbuhan dikeringkan pada temperatur kamar dan terhindar dari sinar matahari langsung untuk selanjutnya dihaluskan sampai derajat kehalusan yang sesuai dan diekstraksi dengan pelarut organik. Persiapan bahan baku yang mencakup pengeringan bahan sampai kadar air tertentu dan penggilingan, dimaksudkan untuk mempermudah proses ekstraksi yang akan dilakukan. Bahan yang akan diekstraksi sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah kontak antar bahan dengan pelarut sehingga ekstraksi berjalan dengan baik (Purseglove, 1981). Simplisia tumbuhan mengandung zat aktif yang dapat larut dan yang tidak dapat larut dalam pelarut. Zat aktif tersebut misalnya alkaloid, glikosida, flavonoid, dan lain-lain (Depkes R.I., 1986). Dalam proses ekstraksi, bahan aktif dari suatu tumbuhan tergantung pada tekstur, kadar air, bahan dan jenis senyawa yang diisolasi (Harborne, 1987).

Menurut Pintauro (1977), penyeduhan teh dalam jumlah yang banyak tidak akan efisien karena tidak rnungkin kontak antara daun teh dan air yang terjadi dalam waktu relatif singkat dapat menghasilkan proses pemisahan yang sempurna. Nilai pH minuman teh erat kaitannya dengan kesadahan air yang digunakan untuk ekstraksi.

Meskipun pemanfaatan ekstrak teh sedang menjadi perhatian banyak orang, membuat secangkir teh dengan menyeduhnya secara langsung masih menjadi cara yang umum dilakukan dalam mengkonsumsi teh. Di Jepang metode standar dalam penyiapan minuman teh adalah dengan menyeduh 10 g teh hijau dalam 430 ml air panas (900 C) selama satu menit. Dengan cara ini, sebanyak ± 280 mg katekin dapat terekstrak dalam minuman.

E. EVAPORASI

Menurut Wirakartakusumah et al., (1992) di dalam evaporator, panas disuplai untuk memanasi cairan agar sebagian pelarut menguap. Panas tersebut diberikan selama kondensasi steam di dalam pipa-pipa pemanas dan penguapan terjadi pada sisi lain dari pipa. Klasifikasi evaporator utamanya didasarkan pada konfigurasi permukaan pemanas serta mekanisme sirkulasi cairan bahan pangan pada permukaan pemanas.

Dokumen terkait