• Tidak ada hasil yang ditemukan

STANDARD OPERATION PROCEDURE (SOP) PEMBUATAN

300Brix memiliki rangking 2 yang berarti menghasilkan sampel dengan nilai b lebih tinggi dari perlakuan pemekatan hingga 40 dan 500Brix (rangking 1), sedangkan perlakuan suhu pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap derajat kekuningan teh hijau instan.

Dari parameter uji warna terhadap parameter nilai L teh hijau instan bubuk dan seduhan, nilai a teh hijau instan bubuk dan seduhan, nilai b teh hijau instan seduhan, serta uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan keseluruhan) ternyata perlakuan tingkat pemekatan dan suhu pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap atribut teh hijau instan tersebut. Berdasarkan tabel di atas dan pembahasan 1-5 dapat diambil kesimpulan bahwa kombinasi perlakuan pemekatan hingga 300Brix dan suhu inlet spray dryer 1800C merupakan kombinasi perlakuan terbaik untuk produksi teh hijau instan.

C. STANDARD OPERATION PROCEDURE (SOP) PEMBUATAN TEH HIJAU INSTAN

1. Pemilihan Bahan Baku

Pada pembuatan teh instan, pemilihan bahan baku juga sangat penting karena akan menentukan mutu produk akhir yang dihasilkan. Pada proses pengolahan teh instan, bahan baku yang digunakan biasanya pucuk daun teh segar, menurut Hartoyo (2003) jumlah katekin dari pucuk daun teh segar lebih tinggi dari teh hijau yang sudah jadi. Namun dikarenakan daun teh segar harus segera diproses atau diinaktifkan enzim fenolasenya untuk menghentikan oksidasi terhadap komponen polifenol, maka bahan baku ini kurang efisien jika letak pabrik pengolahan teh hijau instan berada jauh dari perkebunan. Oleh pertimbangan tersebut, maka teh hijau kering lebih baik untuk digunakan. Teh hijau yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis peko super, teh ini adalah teh hijau yang partikelnya tergulung padat terpilin, berwarna hijau sampai hijau kehitaman, sangat sedikit tercampur tulang (SNI 01-3945-1995). Dipilihnya teh jenis peko super karena teh jenis ini merupakan teh dengan mutu nomor satu di Indonesia (Arifin, 1994).

2. Pengecilan Ukuran

Teh hijau sebelum diekstrak sebaiknya dikecilkan dahulu ukuran partikelnya, karena dengan direduksi ukurannya maka luas permukaan bahan per satuan berat menjadi lebih luas dan kontak yang terjadi dengan pelarut akan semakin efisien (Wirakartakusumah et al, 1992). Alat yang digunakan untuk mengecilkan ukuran pada penelitian ini adalah disc mill. Alasan digunakan alat ini, karena bahan yang dikecilkan masih memiliki partikel yang cukup kasar sehingga dalam proses penyaringan ekstrak tidak memakan waktu yang lama. Pada proses ini teh hijau kering akan mengalami penyobekan yang diakibatkan oleh adanya pergerakan salah satu cakram. Setelah diperkecil ukurannya teh hijau tadi diayak dengan ukuran ayakan 32 mesh, agar ukuran partikel seragam dan tidak terlalu halus. Bahan yang akan diekstraksi sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah kontak antar bahan dengan pelarut sehingga ekstraksi berjalan dengan baik (Purseglove, 1981).

3. Ekstraksi Teh Hijau

Teh hijau yang telah mengalami proses pengecilan ukuran dan diayak kemudian diekstrak. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan alat ekstraktor, suhu pelarut 850C, perbandingan teh dan pelarut 10 : 100 (w/v) serta waktu ekstraksi 8 menit. Kombinasi suhu, perbandingan teh-air serta waktu mengacu pada hasil penelitian optimasi ekstraksi teh hijau. Menurut Pintauro (1997) penyeduhan teh dalam jumlah yang terlalu banyak tidak efisien, karena tidak mungkin kontak antara daun teh dengan air yang terjadi dalam waktu yang relatif singkat dapat menghasilkan proses pemisahan yang sempurna. Menyeduh teh dengan air mendidih harus dihindari, suhu yang baik untuk menyeduh teh berkisar antara 80-90 derajat Celsius, karena dapat mempertahankan antioksidan teh agar tidak rusak (Fulder, 2004). Pintauro (1997) menambahkan bahwa waktu ekstraksi yang terlalu lama akan melarutkan tanin dalam jumlah berlebih dan dapat menimbulkan rasa sepat pada minuman teh. Pelarut yang digunakan untuk mengekstrak pada penelitian ini adalah air biasa, karena pelarut air selain murah dan mudah didapat, air tidak mengandung efek samping dan tidak perlu ada penambahan perlakuan penguapan seperti ekstraksi dengan pelarut etanol dan pelarut polar lainnya. Selain itu, menurut Stahl (1969) senyawa polifenol teh hijau bersifat larut dalam air sehingga dengan menggunakan air ekstrak teh tersebut sudah mengandung polifenol teh hijau yang memiliki aktivitas antioksidan.

4. Penyaringan (Filtrasi)

Pada tahap ini teh yang telah diekstrak disaring dengan menggunakan saringan ukuran 300 mesh. Tujuan dari penyaringan ini adalah untuk memisahkan ampas (komponen tidak larut air) dengan filtrat, karena pada tahap selanjutnya yang digunakan adalah filtrat ekstrak teh hijau. Digunakan saringan 300 mesh agar ampas yang memiliki partikel halus dapat tepisah dari filtrat. Namun pada prakteknya masih terdapat sebagian kecil partikel halus yang tidak tersaring sehingga harus di sentrifuse untuk memisahkan komponen yang tidak larut air dengan filtrat.

5. Pemekatan (Concentration)

Tahapan selanjutnya adalah pemekatan dengan menggunakan vacuum evaporator. Berdasarkan penelitian ini pemekatan cukup dilakukan hingga konsentrasi ekstrak teh hijau mencapai 300Brix. Tujuan dipekatkan adalah untuk keperluan proses pengeringan dengan spray dryer. Menurut Master (1979), bahan yang akan dikeringkan dengan menggunakan alat pengering semprot diusahakan mengandung total padatan yang tinggi sekitar 30-40 % dengan kandungan air sekitar 60-70 %. Pada kondisi yang demikian, proses pengeringan dapat berlangsung lebih cepat dan degradasi karena panas dapat dikurangi. Suhu evaporasi yang digunakan adalah 800C, untuk menghindari kerusakan katekin akibat suhu yang terlalu tinggi. Selain itu, karena pada proses evaporasi bahan kontak langsung dengan medium panas dalam waktu yang cukup lama maka dihawatirkan jika suhu terlalu tinggi katekin akan rusak.

6. Pengeringan

Tahapan proses pada pembuatan teh hijau instan setelah proses pemekatan adalah proses pengeringan. Menurut Winarno (1997), pengeringan adalah suatu metode untuk menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan air tersebut dengan bantuan energi panas. Keuntungan dari proses pengeringan adalah bahan menjadi awet dan volume bahan menjadi lebih kecil.

Pada penelitian ini konsentrat teh hijau dengan konsentrasi 300Brix dikeringkan menggunakan spray dryer dengan suhu inlet 1800C dan suhu outlet 800C. Alasan digunakan spray dryer karena ini lebih ekonomis jika diterapkan di industri dan kemungkinan kerusakan komponen penting teh hijau akibat terdegradasi karena panas sedikit sekali. Menurut Earle (1982) pada spray dryer, bahan cair disemprotkan dalam bentuk tebaran halus ke dalam aliran udara panas. Proses pengeringan terjadi sangat cepat sehingga cocok diterapkan pada bahan yang mudah rusak bila dipanaskan dalam waktu yang relatif lama. Suhu inlet spray dryer 1800C merupakan suhu

yang menghasilkan serbuk teh hijau instan terbaik pada penelitian utama, karena pada perlakuan dengan suhu 1200C dan 1500C menghasilkan produk yang lengket. Hal ini juga terjadi pada penelitian Daryanti (1995), dimana pengeringan menggunakan spray dryer dengan suhu inlet di bawah 1600C menghasilkan produk teh instan yang lengket. Pengeringan dengan suhu diatas 1800C tidak dilakukan dengan pertimbangan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak komponen katekin teh. Selain itu karena menurut Foruya (1967) dikutip Daryanti (1995), suhu tinggi dalam pengeringan dapat menyebabkan perubahan rasa dan aroma teh hijau instan yang dihasilkan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait