BAB I : PENDAHULUAN
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Sepanjang menyangkut analisis hukum, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang didukung oleh data sekunder. Dengan demikian objek penelitian adalah norma hukum yang terwujud dalam kaidah-kaidah hukum dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah dalam sejumlah peraturan perundang-undangan dalam perkara tindak pidana pencucian uang. Penelitian hukum ini juga dilakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta-fakta hukum untuk selanjutnya digunakan dalam menjawab permasalahan-permasalahan.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah tergolong ke dalam jenis penelitian yuridis normatif secara hukum. Penelitian hukum normatif (yuridis normatif) adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder.39
37 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm. 38.
38 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, hlm. 35.
39 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta: 1981, hlm.
33.
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi asas-asas atau prinsip-prinsip hukum yaitu sesuatu yang sangat mendasar dalam hukum yang harus dipedomani. Peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan
dengan asas dalam hukum. Sedangkan sifat penelitian ini adalah preskriptif. Sifat penelitian preskriptif adalah menganalisis permasalahan dengan memberikan argumentasi-argumentasi didalam penelitian dengan tujuan untuk memberikan penilaian mengenai benar atau salah atau bagaimana yang seharusnya menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian.40 Dan juga dalam keterkaitan penelitian hukum normatif dengan pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum, menurut Peter Mahmud Marzuki adalah:41
2. Sumber Data
pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan ( comparative approach), pendekatan konseptual (conceptual approach).
Penelitian terdapat 2 jenis data yaitu data primer dan sekunder. Data sekunder adalah data yang sudah dalam bentuk jadi yang disebut juga bahan hukum.
Berdasarkan kekuatan mengikatnya maka bahan hukum dibagi menjadi 3:42
a. Bahan Hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari: UUD 1945 dan Amandemen; Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981; Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; Peraturan Presiden Republik
40 Mukti Fajar N.D, dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012, hlm. 183-184.
41 Peter Mahmud Marzuki, Op.cit, hlm. 93.
42 Soerjono Soekanto, Pengantar Peneltian Hukum, Penerbit UI-PRESS, Jakarta: 2005, hlm. 52.
Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
b. Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer, yaitu yang dapat berupa buku-buku, rancangan Undang-undang, hasil-hasil penelitian (skripsi, tesis, dan disertasi), hasil karya ilmiah dari kalangan hukum, artikel, surat kabar dan lain-lainya.
c. Bahan Hukum Tertier, adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya: Kamus-kamus (besar bahasa indonesia, hukum, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya.43
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka (library research) di perpustakaan, dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum tertulis yang relevan dengan masalah di dalam penelitian ini,44
43 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta: 2009, hlm.113-114
44 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op.cit, hlm. 160.
khususnya tentang bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan doktrin-doktrin hukum pidana tentang Pertanggungjawaban Pidana dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Dengan cara memperoleh bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tertier, diperoleh melalui membaca referensi buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan ini dan mendownload referensi melalui internet, semua data yang telah terkumpul akan dipilih dan disesuaikan untuk memperoleh data yang sesuai dan relevan dengan permasalahan ini.
4. Analisis Data
Data yang telah terkumpul dari studi kepustakaan (library research), selanjutnya diolah dengan cara diseleksi, diklasifikasikan secara sistematis, logis, yuridis secara kualitatif. Penulis mengumpulkan data sekunder yang berkaitan dengan penelitian terhadap kasus-kasus dalam tindak pidana pencucian uang, disimpulkan dengan menggunakan metode deduktif yaitu dengan cara menarik kesimpulan dari dalil yang bersifat umum ke khusus, dan dipelajari sebagai suatu kesatuan yang utuh dan sistematis. Dengan menggunakan metode analisis tersebut diharapkan pada akhirnya akan dapat mengantarkan kepada suatu kesimpulan.
BAB II
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PASAL 5 DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANGPENCEGAHAN
DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
A. Tindak Pidana Pencucian Uang
1. Sejarah Dan Perkembangan Praktik Pencucian Uang
Problematika pencucian uang yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama
“money laundering” sekarang mulai dibahas dalam buku-buku teks, apakah itu buku teks hukum pidana atau kriminologi. Ternyata, problematika uang haram ini sudah meminta perhatian dunia internasional karena dimensi dan implikasinya yang melanggar batas-batas Negara. Sebagai suatu fenomena kejahatan yang menyangkut, terutama dunia kejahatan yang dinamakan “organized crime”, ternyata ada pihak-pihak tertentu yang ikut menikmati keuntungan dari lalu lintas pencucian uang tanpa menyadari akan dampak kerugian yang ditimbulkan. Erat bertalian dengan dunia perbankan, yang pada satu pihak beroperasional atas dasar kepercayaan para konsumen, tetapi pada pihak lain, apakah akan membiarkan kejahatan pencucian uang ini terus merajalela.45
Al Capone, merupakan penjahat terbesar di Amerika masa lalu, mencuci uang hitam dari usaha kejahatannya dengan memakai si genius Meyer Lansky, orang Polandia. Lansky merupakan seorang akuntan, yang mencuci uang kejahatan Al Capone melalui usaha binatu (laundry). Demikianlah asal muasal muncul nama
“money laundering”. 46
45 Adrian Sutedi, Op.cit, hlm. 1.
46 J.E. Sahetapy, Business “Uang Haram”, www.khn.go.id , terakhir kali diakses 26 April 2018, jam 17.07.
Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau disebut Laundromats yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat. Usaha pencucian pakaian ini berkembang maju dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras illegal, hasil perjudian dan hasil usaha lainnya.
Tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin berkembang seiring dengan berkembangnya dari bisnis haram, seperti perdagangan narkotika dan obat bius yang mencapai miliaran rupiah. Karenanya, kemudian muncul istilah “narco dollar”, yang berasal dari uang haram hasil perdagangan narkotika.47
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi disektor perbankan, dewasa ini banyak bank telah menjadi sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang disebabkan sektor inilah yang banyak menawarkan jasa-jasa instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul suatu dana. Dengan adanya globalisasi perbankan dana hasil kejahatan mengalir atau bergerak melampaui batas yuridiksi Negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang umunya dijunjung tinggi oleh perbankan. Melalui mekanisme ini maka dana hasil kejahatan bergerak dari suatu Negara ke Negara lain yang belum
47 A.S. Mamoedin, Analisis Kejahatan Perbankan, Cetakan Pertama, Jakarta; Rafflesia, 1997, hlm.
291-292.
mempunyai sistem hukumyang cukup kuat untuk menanggulangi kegiatan pencucian uang atau bahkan bergerak ke Negara yang menerapkan ketentuan rahasia bank secara sangat ketat.48
Berdasarkan statistik IMF 49
Namun, menurut Michael Camdessus (Managing Director IMF), memperkirakan volume dari cross-border money laundering adalah 2% sampai dengan 5% dari gross domestic product (GDP) dunia. Bahkan, batas terbawah dari kisaran tersebut yaitu jumlah yang dihasilkan dari kegiatan narcotics trafficking, arm trafficking, bank fraud, dan kejahatan yang sejenis dengan kejahatan tesebut, dicuci diseluruh dunia setiap tahun mencapai jumlah hampir US$ 600 miliar. Selain itu, menurut Financial Action Task Force (FATF), perkiraan atas jumlah uang yang dicuci setiap tahun di seluruh dunia dari perdagangan gelap narkoba (illicit drug trade) berkisar antara US$
300 miliar dan US$ 500 miliar. Besarnya pasar perdagangan gelap di Kanada di , hasil kejahatan yang dicuci melalui bank diperkirakan hampir mencapai nilai sebesar US$ 1.500 miliar pertahun. Sementara itu, menurut Associated Press kegiatan pencucian uang hasil perdagangan obat bius, prostitusi, korupsi, dan kejahatan lainnya sebagian besar di proses melalui perbankan untuk kemudian dikonversikan menjadi dana legal dan diperkirakan kegiatan ini mampu menyerap nilai US$ 600 miliar pertahun ini berarti sama dengan 5% GDP seluruh dunia.
48 Adrian Sutedi, Op.cit, hlm. 2.
49 Yunus Husein, Money Laundering: Sampai Dimana Langkah Negara Kita, Dalam Pengembangan Perbankan, Mei-Juni 2001, hlm. 31-40.
perkirakan antara $ 7 miliar sampai dengan $ 10 miliar. Menurut para ahli bahwa antara 50%-70% dari hasil penjualan narkoba tersedia untuk dicuci dan kemudian diinvestasikan. Apabila diasumsikan bahwa 50%-70% uang yang dicuci di Kanada berasal dari perdagangan gelap narkoba, jumlah uang haram (illicit funds) yang dicuci di Kanada setiap tahun adalah antara $ 5 miliar dan $ 14 miliar.50
Sejak Pemerintah Republik Indonesia baru mengundangkan pertama kali undang-undang pencucian uang pada tanggal 17 April 2002 yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Hal ini mengingat bahwa pada tahun 2001, Indonesia dimasukkan oleh Financial Action Task Force (FATF) ke dalam daftar hitam Non Cooperative Countries and Territories (NCCTs) bersama Cook Islands, Mesir, Guatemala, Myanmar, Nauru, Nigeria, Filipina, dan Ukraina. Indonesia berada dalam daftar hitam NCCTs selama dua tahun lebih juga termasuk sebagai Negara yang diawasi oleh IMF dan Bank Dunia.51
Pemerintah Republik Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai revisi dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 untuk mengatasi sanksi FATF tersebut, namun indonesia tetap saja berada dalam daftar hitam. Baru kemudian pada bulan februari 2005, Indonesia resmi keluar dari daftar hitam NCCTs. Perkembangan selanjutnya sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003, Pemerintah
50 Adrian Sutedi, Op.cit, hlm. 3.
51http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=2070&coid=2&caid=30&gid=4, terakhir diakses tanggal 26 April 2018 jam 19.07.
Republik Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan penegakan hukum, praktik, dan standar internasional sehinggga perlu diganti dengan undang-undang baru yang disahkan pada tanggal 22 Oktober 2010.
Pengertian pencucian uang (money laundering) adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.52
Kegiatan pencucian uang mempunyai dampak yang serius, baik terhadap stabilitas sistem keuangan maupun perekonomian secara keseluruhan. Tindak pidana
Atau suatu proses/perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah. Sesuai dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, tindak pidana yang menjadi pemicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, perbankan, pasar modal, perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, perpajakan, kehutanan, lingkungan hidup, kelautan dan perikanan atau tindak pidana lainnya.
52 Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
pencucian uang merupakan tindak pidana multidimensi dan bersifat transnasional yang sering kali melibatkan jumlah uang yang cukup besar. Bahwa dapat disimpulkan pencucian uang adalah kegiatan-kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seorang atau organisasi kejahatan terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak kejahatan dengan maksud menyembunyikan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak kejahatan dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga apabila uang tesebut kemudian dikeluarkan dari sistem keuangan itu, maka keuangan itu telah berubah menjadi uang yang sah.
Secara umum pencucian uang merupakan metode untuk menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi kejahatan, kejahatan ekonomi, korupsi, perdagangan narkotika dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas kejahatan. Pencucian uang (money laundering) pada intinya melibatkan aset (pendapatan/kekayaan) yang disamarkan sehingga dapat dipergunakan tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang legal.
Melalui money laundering pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kegiatan yang melawan hukum diubah menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah/legal.53
2. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang
53 Adrian Sutedi, Op.cit, hlm.13-16.
Pada mulanya, tindak pidana pencucian uang (money laundering) didominasi oleh uang atau aset yang berasal dari kegiatan narkotika dan kegiatan kejahatan lainnya. Oleh karenanya, Pemerintah Republik Indonesia memandang perlu untuk bersama-sama dengan anggota masyarakat dunia lainnya secara aktif mengambil bagian dalam upaya memberantas peredaran gelap narkotika dan psikotropika dan lainnya.
Istilah bahwa pencucian uang (money laundering) adalah penyetoran/penanaman uang atau bentuk lain dari pemindahan/pengalihan uang yang berasal dari pemerasan, transaksi narkotika, dan sumber-sumber lain yang illegal melalui saluran legal, sehingga sumber asal uang tersebut tidak dapat diketahui/dilacak. Dari terminologi yang terdapat dalam Black’s Law Dictionary , terlihat bahwa berbagai bentuk dana
‘uang kotor’ berasal dari kegiatan-kegiatan atau transaksi menyimpang, seperti hasil pemerasan, penghindaran pajak, bisnis perjudian, korupsi, komisi, pungli, sogokan, penyelundupan, serta perdagangan gelap narkotika dan obat terlarang.
Money laundering muncul pertama kali di Amerika Serikat pada awal abad ke-20, ketika perusahaan-perusahaan pencucian pakaian (laundry) digunakan oleh para mafia untuk pemutihan/ pencucian uang yang diperoleh dari perbuatan illegal dengan cara membeli perusahaa-perusahaan laundry tersebut, sehingga seolah-olah uang yang mereka kumpulkan itu berasal dari bisnis mencuci pakaian.
Pada umumnya, berbagai pendapat yang berkembang mengemukakan bahwa money laundering atau pencucian uang adalah suatu cara atau proses untuk mengubah uang yang berasal dari sumber illegal (haram) sehingga menjadi uang yang seolah-olah halal. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa pencucian atau pemutihan uang juga berasal dari hasil berbagai kejahatan.54
Money laundering, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2002 menyebutkan bahwa pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah sedangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menyebutkan bahwa Pasal 1 menyebutkan pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, dengan hasil tindak pidana berupa harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana asal sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Ayat 1 yaitu; Korupsi, Penyuapan, Narkotika, Psikotropika, Penyelundupan Tenaga Kerja, Penyelundupan Imigran, Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Kepabeanan, Cukai, Perdagangan Orang, Perdagangan Senjata Gelap,
54 Juni Sjafrien Jahja, Op.cit, hlm. 3-4.
Terorisme, Penculikan, Pencurian, Penggelapan, Penipuan, Pemalsuan Uang, Perjudian, Prostitusi, Perpajakan, Kehutanan, Lingkungan Hidup, Kelautan dan Perikanan, Atau Tindak Pidana Lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.55
55 Juni Sjafrien Jahja, Op.cit, hlm. 5-6.
Dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 dijelaskan bahwa harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) huruf n.
Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 bahwa:
“ Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)”.
Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 bahwa:
“ Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah)”.
Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 bahwa:
“ Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah)”.56
Melalui pencucian uang dapat juga dilakukan penyembunyian asal usul hasil kejahatan dari tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya. Melalui pencucian uang dapat dilakukan pula penyamaran-penyamaran atas aset dari hasil kejahatan dari perdagangan gelap narkotika dan obat-obat terlarang lainnya. Melalui pencucian uang dapat juga dilakukan pembiayaan terorisme.57
Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan suatu kejahatan yang lahir dari kejahatan asalnya, misalnya korupsi, namun dalam rezim anti pencucian uang dihampir seluruh Negara-negara menempatkan tindak pidana pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang tidak bergantung pada kejahatan asalnya. Tidak tergantung pada kejahatan asalnya yang beralku saat akan dilakukannya proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. 58
56 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
57 Abdul Wahid, Sunardi, & Muhammad Imam Sidik, Kejahatan Terorisme: Perspektif Agama, HAM, dan Hukum, Bandung; Refika Aditama, 2004, hlm. 2.
58 Adrian Sutedi, Op.cit, hlm. 228.
Oleh sebabnya, dalam penanganan Tindak pidana pencucian uang, kejahatan asal (predicate crime) tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu sebelum dilakukannya penyidikan Tindak pidana pencucian uang, karena money laundering merupakan kejahatan yang berdiri sendiri (independent crime).
3. Objek Tindak Pidana Pencucian Uang
Objek pencucian uang menurut Sarah N.Welling, money laundering dimulai dengan adanya dirty money atau “uang kotor” atau “uang haram”. Menurut Welling, uang dapat menjadi kotor dengan dua cara. Cara yang pertama ialah melalui pengelakan pajak (tax evasion). Yang dimaksud dengan “pengelakan pajak”ialah memperoleh uang secara legal atau halal, tetapi jumlah yang dilaporkan kepada pemerintah untuk keperluan perhitungan pajak lebih sedikit daripada yang sebenarnya diperoleh. Cara yang kedua ialah memperoleh uang melalui cara-cara yang melanggar hukum.59 Teknik-teknik yabg biasa dilakukan untuk hal itu antara lain ialah penjualan obat-obatan terlarang atau perdagangan narkoba secara gelap (drug sales atau drug trafficking), perjudian gelap (illegal gambling), penyuapan (bribery), terorisme (terrorism), pelacuran (prostitution), perdagangan senjata (arms trafficking), penyelundupan minuman keras, tembakau, pornografi (smuggling of contraband alcohol, tobacco, pornography), korupsi, penyelundupan imigran gelap (illegal immigration rackets atau people smuggling), dan kejahatan kerah putih (white collar crime).60
Sumber utama objek pencucian uang adalah perdagangan narkoba (drug trafficking) dan kejahatan keuangan (financial crime), yaitu kecurangan berkaitan dengan bank (bank fraud), kecurangan berkaitan dengan kartu kredit (credit card
59 Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Jakarta; Pustaka Utama Grafiti, 2007, hlm. 9.
60Ibid, hlm. 7.
fraud), kecurangan berkaitan dengan investasi (investment fraud), kecurangan berkaitan dengan pembayaran dimuka atas uang jasa (advance fee fraud), penggelapan (embezzlement), dan lain-lain, tetap masih sering disebut-sebut sebagai sumber utama dari hasil kejahatan. Meskipun secara keseluruhan perdagangan narkoba (drug trafficking) masih dianggap sebagai sumber tunggal yang terbesar dari dana haram, namun skala pencucian uang yang dikaitkan kepada financial crime telah meningkat dengan tajam. Anggota FATF dari Negara-negara Skandinavia melaporkan bahwa tingkat perkembangan dari hasil kejahatan yang berasal dari kejahatan keuangan (financial crime) lebih besar daripada yang berasal dari narkotika.61
Praktik-praktik money laundering memang mula-mula dilakukan hanya terhadap uang yang diperoleh dari lalu lintas perdagangan narkotika dan obat-obatan sejenis itu atau yang dikenal sebagai illegal drug trafficking. Namun, kemudian money laundering diperlukan pula untuk dilakukan terhadap uang yang diperoleh dari sumber-sumber kejahatan yang lain. Sebenarnya di antara beberapa kegiatan yang bersangkutan dengan pengumpulan uang haram secara internasional yang berasal dari drug trafficking bukanlah sumber yang utama. Porsi utama dari uang haram itu berasal dari tax evasion, flight capital, dan dari irregular or hidden economies yang dibedakan dari the overly criminal economies. Flight capital termasuk flight capital atas uang yang disediakan oleh Negara maju (developed countries) bagi Negara
61 Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Ibid, hlm. 8.
berkembang (developing countries) dalam bentuk bantuan keuangan (financial aid), yang tidak dibelanjakan atau diinvestasikan di Negara yang bersangkutan, tetapi kemudian kembali pada Negara-negara berkembang tersebut sebagai illegal exported capital. Uang inilah yang sering ditempatkan di bank luar negeri yang justru telah
berkembang (developing countries) dalam bentuk bantuan keuangan (financial aid), yang tidak dibelanjakan atau diinvestasikan di Negara yang bersangkutan, tetapi kemudian kembali pada Negara-negara berkembang tersebut sebagai illegal exported capital. Uang inilah yang sering ditempatkan di bank luar negeri yang justru telah