• Tidak ada hasil yang ditemukan

: TEDI FRANGGOES ANDRI SIBURIAN /HK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan ": TEDI FRANGGOES ANDRI SIBURIAN /HK"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM PASAL 5 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN

DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

TESIS

Oleh :

TEDI FRANGGOES ANDRI SIBURIAN 167005015/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM PASAL 5 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN

DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara

Oleh :

TEDI FRANGGOES ANDRI SIBURIAN 167005015/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)
(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 11 Agustus 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, M.S.

Anggota : 1. Dr. M. Hamdan, SH, M.H.

2. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.HUM.

3. Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H, M.HUM.

4. Dr. Marlina, S.H, M.HUM.

(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Tedi Franggoes Andri Siburian

Nim : 167005015

Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Judul Tesis : Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat ini adalah asli karya saya sendiri, bukan merupakan plagiat atau duplikasi dari penelitian yang telah ada sebelumnya.

Apabila ternyata dikemudian hari diketahui bahwa Tesis saya ini merupakan plagiat atau duplikasi karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberikan sanksi apapun oleh Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian Surat Pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, 11 Agustus 2018

Yang membuat pernyataan,

NIM. 167005015

Tedi Franggoes Andri Siburian

(6)

ABSTRAK Alvi Syahrin.*

Hamdan.**

Sunarmi.***

Tedi Franggoes Andri Siburian****

Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan semakin rapi dan sistematis tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, namun juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kasus pencucian uang adalah Perbuatan terdakwa Arista Kurniasari sengaja dengan sadar kemungkinan untuk melakukan perbuatan dengan mentransferkan dan mengalihkan serta menyamarkan uang setoran modal dari para investor yang sebelumnya telah ditempatkan oleh para korban investor ke rekening miliknya tersebut untuk selanjutnya ditransferkan dan dialihkan ke rekening lain milik terdakwa dan rekening saksi Yohanes Onang Supitoyo Budi yang merupakan suami terdakwa atau dengan cara melakukan tarikan tunai untuk dialihkan ke alokasi lain agar harta kekayaan itu sulit untuk dilacak. Terdakwa juga menghendaki atau mempunyai maksud untuk melakukan perbuatan yang didakwakan untuk menguntungkan dirinya sendiri.

Permasalahannya: Bagaimanakah Pertanggungjawaban pidana terhadap Pasal 5 UU No. 8 Tahun 2010, Apa Sajakah Unsur- unsur dalam Pasal 5 UU No.8 Tahun 2010, dan Bagaimanakah Hambatan- hambatan pembuktian dalam Putusan Nomor 2591 K/Pid.Sus/2015 ?

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian terhadap asas- asas hukum yang bertitik tolak dari bidang tata hukum tertentu. Analisis dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dengan menarik kesimpulan secara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari hal- hal yang bersifat umum kepada hal- hal yang bersifat khusus.

Dari hasil penelitian diketahui terdakwa Arista Kurniasari, tersangka kasus penipuan dan pencucian uang, dengan modus investasi batik fiktif, ATK dan alat olahraga atas pekerjaan pengadaan di Dinas Pendidikan Kota Semarang. Hakim PN Semarang, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “perbarengan beberapa tindak pidana penipuan yang masing-masing berdiri sendiri dan tindak pidana pencucian uang”, dengan pidana penjara selama 12 tahun untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana- Tindak Pidana- Money Laundering * Ketua Komisi Pembimbing

**Doesn Pembimbing Kedua ***Dosen Pembimbing Ketiga

****Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

(7)

ABSTRACT Alvi Syahrin.*

M. Hamdan.**

Sunarmi.***

Tedi Franggoes Andri Siburian****

The development of the money laundering problem keeps increasing from year to year, the quality of the criminal offence of money laundering is done the more organized and systematic not only threaten the stability and integrity of the financial system and economy system, but also can harm the joints of the life of society, nation, and State. Cases of money laundering is the Act of the accused deliberately with conscious Arista Kurniasari was a possibility to do the deed with transferred and redirect as well as disguising the money deposit capital from investors who have previously placed by the victims of investors to account for his next transferred to other accounts belonging to the defendant and witness accounts of Yohanes Onang Supitoyo Budi which is the husband of the defendant or by the pull of cash for redirected to another so that the allocation of wealth it is difficult to track. The defendant also wants or has the intention to do the Act indicted to benefit himself.

At issue: How does the Criminal Liability against article 5 of ACT Number. 8 of the year 2010, what are the elements in article 5 of law Number. 8 Year 2010, and How barriers in the evidentiary Ruling Number 2591 K/Pid. Sus/2015?

This type of research is the normative legal research, namely research on principles of law that defends dotted from specific legal nomenclature field. The analysis in this study is a qualitative analysis with interesting conclusions are deductive that is Drawing conclusions from things that are common to the things that are special.

From the results of the study known to defendant Arista Kurniasari was a suspect case of fraud and money laundering, with fictitious investment mode batik, ATK and sports top job procurement in the education service of the city of Semarang. Judge PN Semarang, declare the defendant is proven legally and convincingly guilty of committing criminal acts "concurrent some of the criminal acts of fraud, each of which stands on its own and the criminal offence of money laundering", with imprisonment for 12 year to account for his actions.

Keywords: Criminal Liability-Crime-Money Laundering *Chairman of Counselor Commission

**Second Counselor ***Third Counselor

****Graduate student of Law Science of Sumatera Utara University

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kelimpahan berkat dan karunia-Nya, sehingga studi untuk dapat memperoleh gelar Magister Hukum (MH) di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dapat diselesaikan dengan tepat waktu dengan judul penelitian tentang

“Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Pidana dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang”.

Dengan kerendahan hati yang tulus dan ikhlas saya mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H, M.S, selaku Ketua Komisi Pembimbing I yang telah banyak memberikan motivasi masukan dan arahan sejak awal penulisan sampai selesainya penulisan tesis ini.

5. Bapak Dr. M. Hamdan, S.H, M.H, selaku anggota Komisi Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan dan koreksi sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

6. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum, selaku anggota Komisi Pembimbing III yang telah banyak memberikan masukan dan koreksi sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

7. Bapak Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H, M.S dan Ibu Dr. Marlina, S.H, M.Hum, selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan dan saran dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.

8. Seluruh Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan pendidikan Ilmu

Hukum selama perkuliahan berlangsung dan Kepada seluruh Staf/ Pegawai

Administrasi yang telah membantu segala urusan administrasi dan informasi

selama di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

(9)

9. Bapak saya yang terkasih Alm. Binsar Parulian Siburian yang telah mencita- citakan saya untuk tetap mendukung saya untuk melanjutkan Pendidikan di Program Pascasarjana dan Kepada Ibu saya yang terkasih Ellis Nurlinda Sitorus, yang selalu dan tetap terus memberikan motivasi, bimbingan, doa dan nasehat selama Pendidikan di Program Pascasarjana USU.

10. Bou saya yang terkasih Netty Rosmaida Siburian, yang selalu dan terus memberikan bimbingan, nasehat, doa serta motivasi selama Pendidikan Di Program Pascasarjana USU.

11. Bapak tua Sahatman Siallagan dan Mama Tua Herli Masli br.Sitorus serta Tulang Toni Sitorus yang selalu juga memberikan bimbingan, nasehat, doa serta motivasi selama Pendidikan di Program Pascasarjana USU.

12. Teman-Teman Mahasiswa Angkatan 2016 di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dan memberikan masukan sampai selesainya penelitian ini.

Mudah-Mudahan Penelitian Tesis sangat bermanfaat dan bisa membantu bagi semua pihak, menambah, dan memperkaya wawasan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu hukum. Mudah- mudahan juga saya dapat mampu mewujudkan karya ini untuk menjawab tantangan atas perkembangan ilmu hukum dalam masyarakat.

Sebelumnya, Mohon maaf atas ketidaksempurnaan pembahasan dalam penelitian ini, kepada semua elemen diharapkan saran dan kritikan untuk dapat perbaikan kedepannya.

Medan, 11 Agustus 2018 Penulis

Tedi Franggoes Andri Siburian

(10)

Daftar Riwayat Hidup

1. Identitas Diri

Nama Lengkap : Tedi Franggoes Andri Siburian Tempat/ Tgl. Lahir : Medan/ 21 Juli 1993

Status : Belum Menikah Kewarganegaraan : Indonesia Agama : Kristen Prostetan Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Jalan Orde Baru/ Sekip Ujung No.34k , LK-V.

2. Pendidikan Formal

1. SD Cendramata Medan : Tahun 1999- 2005.

2. SMP Negeri 16 Medan : Tahun 2005- 2008.

3. SMA Negeri 12 Medan : Tahun 2008- 2011.

4. Fakultas Hukum Universitas Riau : Tahun 2011- 2015.

5. Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan: Tahun 2016-2018.

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.

Medan, 11 Agustus 2018

Tedi Franggoes Andri Siburian

Nim. 167005015

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……… i

ABSTRACT……….. ii

KATA PENGANTAR………... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP……….. v

DAFTAR ISI………. vi

BAB I : PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Rumusan Masalah……… 12

C. Tujuan Penelitian………. 13

D. Manfaat Penelitian……….. 13

E. Keaslian Penelitian………. 14

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep………. 16

1. Kerangka Teori……… 16

2. Kerangka Konsep……… 22

G. Metode Penelitian……… 23

1. Jenis Penelitian……… 24

2. Sifat Penelitian………. 24

3. Sumber Data……… 25

4. Teknik Pengumpulan Data……… 26

5. Analisis Data………. 27

BAB II : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PASAL 5 DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG………... 28

A. Tindak Pidana Pencucian Uang……….. 28

1. Sejarah dan Perkembangan Praktik Pencucian Uang…….. 28

2. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang... 34

(12)

3. Objek Tindak Pidana Pencucian Uang……….. 38

4. Tujuan Tindak Pidana Pencucian Uang……… 40

5. Tahap- Tahap Tindak Pidana Pencucian Uang…………... 41

6. Modus Tindak Pidana Pencucian Uang……….. 46

B. Pelaku Pencucian Uang……… 56

C. Pertanggungjawaban Pidana……… 58

D. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pasal 5 dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang……… 65

BAB III : UNSUR-UNSUR DALAM PASAL 5 UNDANG-UNDANG NOMOR 8TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG………... 70

A. Unsur- Unsur Tindak Pidana……… 70

B. Subjek Tindak Pidana………. 70

C. Perbuatan Pidana……… 73

D. Sifat Melanggar Hukum (Onrechtmatigheid)……… 75

E. Kesalahan Pelaku Tindak Pidana……….. 77

F. Unsur- Unsur Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang……… 86

BAB IV : HAMBATAN-HAMBATAN PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN NOMOR 2591 K/PID.SUS/2015 ………. 92

A. Hambatan-Hambatan Pembuktian Dalam Putusan Nomor 2591 K/Pid.Sus/2015 ……….. 92

B. Hukum Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana………. 101

C. Analisis Putusan Nomor: 2591 K/Pid.Sus/2015 terhadap penyelesian tindak pidana pencucianuang………. 111

a. Kronologis Kasus……….. 111

(13)

b. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum……….. 116

c. Pertimbangan Hakim………. 117

d. Putusan Hakim……….. 121

e. Analisis Putusan ……… 122

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN……… 123

A. Kesimpulan………... 123

B. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA……….. 126

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasawarsa memasuki milinium perputaran dunia, ditandai dengan globalisasi, perekonomian, budaya, sosial dan bahkan hukum. Telah melahirkan kejahatan dengan tipologi baru, yakni adanya kemajuan ekonomi, yang menimbulkan kejahatan bentuk baru, yang tidak kurang berbahayanya dan besarnya korban.

1

Kejahatan yang merupakan suatu perilaku yang menyimpang, selalu melekat pada tiap bentuk masyarakat, yang tidak pernah sepi dari kejahatan. Perilaku menyimpang itu, merupakan suatu ancaman yang nyata, serta ancaman dari norma- norma sosial, yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial, dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial, dan merupakan ancaman riil atau potensial bagi berlangsungnya ketertiban sosial.

2

1

Muladi dan Dwidja Priyanto. Pertanggungjawaban Pidana Korupsi, Jakarta; Prenada Media Group, 2009, hlm. 3

2

Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Yogyakarta; Genta Publishing, 2010, hlm. 11

Salah satu kejahatan, yang memiliki dimensi yang

menimbulkan berbagai kejahatan lanjutan, dengan kejahatan tipologi lainnya, adalah

tindak pidana pencucian uang (money laundering). Money laundering merupakan

suatu proses, yang dengan cara itu asset, terutama asset tunai yang diperoleh dari

tindak pidana dimanipulasi sedemikian rupa sehingga asset tersebut seolah-olah

berasal dari sumber yang sah.

(15)

Lahirnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002, selanjutnya dirubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003, serta perubahan terakhir dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan kebutuhan masyarakat yang diakibatkan oleh adanya pergaulan secara internasional yang berdampak kepada sistem nilai yang berubah secara cepat. Tetapi yang menjadi masalah adalah pada tataran penegakan hukum, yang dikaitkan dengan tindak pidana korupsi, sehingga KPK, dapat menggunakan perundang-undangan tentang tindak pidana pencucian uang, dalam menjalankan peran dan tugas utamanya dibidang penindakan tindak pidana korupsi.

Selama ini, secara empiris belum pernah, KPK mengunakan tindak pidana pencucian uang sebagai pintu masuk untuk menelusuri, kemungkinan atau dugaan yang kuat adanya tindak pidana korupsi, melalui Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan Mencurigakan, dari PPATK, untuk dimanfaatkan oleh KPK, dengan berbagai cara pembuktiannya, terutama berkenaan dengan jenis-jenis kejahatan pencucian uang yang berdimensi kejahatan lanjutannya.

3

Perilaku kejahatan dengan motif-motif ekonomi, selalu melibatkan kecanggihan transaksi keuangan, dengan menggunakan sistem perbankan yang canggih, dijamin dengan kerahasiaan bank, untuk melakukan penempatan, pengiriman uang yang berasal dari hasil kejahatan, yang dilakukan secara terorganisasi. Kejahatan dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi, Negara-negara yang sedang berkembang

3

Pathorang Halim, Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Pencucian Uang di Era Globalisasi, Total

Media, Yogyakarta: 2013, hlm. 136 – 137.

(16)

terutama terhadap program-program pembangunan nasional, yang dirintangi oleh semakin meningkatnya kejahatan ekonomi (economic crime) seperti penggelapan, penipuan, penyelundupan, penghindaran pajak, penyalahgunaan bantuan (milik umum dan Negara), korupsi yang merajalela, penyuapan dan penyalahgunaan kekuatan-kekuatan ekonomi oleh korporat nasional dan transnasional.

4

Para pelaku pencucian uang melakukan aksinya, dengan maksud memindahkan atau menjauhkan para pelaku itu, dari kejahatan yang menghasilkan proceeds of crime, memisahkan proceeds of crime dari kejahatan yang dilakukan menikmati hasil kejahatan tanpa adanya kecurigaan kepada pelakunya, serta reinvestasi hasil kejahatan untuk aksi kejahatan selanjutnya atau ke dalam bisnis yang sah.

5

1. TPPU Aktif sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 3 dan Pasal 4 UU TPPU, lebih menekankan pada pengenaan sanksi pidana bagi : pelaku pencucian uang sekaligus pelaku tindak pidana asal, dan pelaku pencucian uang, yang mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaan berasal dari hasil tindak pidana.

Pengaturan sanksi pidana dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang meliputi tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh orang perseorangan, tindak pidana pencucian uang bagi korporasi, dan tindak pidana yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang. TPPU dapat dikelompokkan dalam 2 klasifikasi, yaitu TPPU aktif dan TPPU pasif. Secara garis besar, dasar pembedaan klasifikasi tersebut, penekanannya pada :

4

Pathorang Halim, Op.cit, hlm. 136 – 137.

5

Robert E. Powis, Dalam Jurnal Intermedia, Citra Perbankan dan Pencucian Uang, www. Intermedia,

wordpress,com.

(17)

2. TPPU Pasif sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 5 UU TPPU lebih menekankan pada pengenaan sanksi pidana bagi : pelaku yang menikmati manfaat dari hasil kejahatan, dan pelaku yang berpartisipasi menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.

6

Unsur – unsur money laundering, berdasarkan pengertian money laundering yang terdapat di dalam Black’s Law Dictionary, secara umum yang menjadi unsur-unsur tindak pidana pencucian uang sebagai berikut : adanya uang (dana) yang merupakan hasil yang illegal; uang haram (dirty money) tersebut diproses dengan cara-cara tertentu melalui kelembagaan yang legal (sah); dengan maksud menghilangkan jejak sehingga sumber asal uang tersebut tidak dapat atau sulit diketahui dan dilacak.

7

a. Placement : tahap ini merupakan tahap pertama, yaitu pemilik uang tersebut mendepositokan uang haram tersebut kedalam sistem keuangan (financial system).

Tahap-tahap dalam melakukan usaha pencucian uang, yaitu :

b. Layering : memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya, yaitu tindak pidananya melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul dana tersebut.

c. Integration : upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan materiil

6

PPATK E-Learning, Modul E-Learning 1; Pengenalan Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, Bagian 4 : Pengaturan Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang di Indonesia, website : http://elearning.ppatk.go.id

7

Juni Sjafrien Jahja, Melawan Money Laundering!, Jakarta; Visimedia, 2012, hlm. 7.

(18)

atau keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, maupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana.

8

Upaya yang dilakukan tersebut dirasakan belum optimal, antara lain karena peraturan perundang-undangan yang ada ternyata masih memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang tepatnya pemberian sanksi, belum dimanfaatkannya pergeseran beban pembuktian, keterbatasan akses informasi, sempitnya cakupan pelapor dan jenis laporannya, serta kurang jelasnya tugas dan kewenangan dari para pelaksana Undang-undang ini.

Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah cukup berat, yakni dimulai dari hukuman penjara paling lama maksimum 20 tahun, dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah. Hasil tindak pidana pencucian uang berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana : korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, atau tindak pidana lain yang di ancam pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang di lakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik

8

Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung; PT Citra Aditya Bakti, 2008, hlm. 18–21.

(19)

Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

9

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang adalah “ setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang di ketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

10

Perlu dicatat bahwa hasil-hasil kejahatan merupakan “life blood of the crime”

artinya hasil-hasil kejahatan ini merupakan “aliran darah” yang menghidupi tindak kejahatan itu sendiri, yang sekaligus merupakan titik terlemah dari mata rantai kejahatan sehingga mudah dideteksi. Upaya memotong rantai kejahatan ini, yaitu dengan cara menyita dan merampas hasil-hasil kejahatan tersebut, selain relatif mudah dilakukan juga akan dapat menghilangkan motivasi pelakunya untuk melakukan kembali kejahatan karena tujuan pelaku kejahatan untuk menikmati hasil- hasil kejahatannya akan terhalangi atau sulit mereka lakukan.

Dimana dalam Pasal 5 ayat (1) maksud dari “patut diduganya” adalah suatu kondisi yang memenuhi setidak-tidaknya pengetahuan, keinginan, atau tujuan pada saat terjadinya Transaksi yang diketahuinya yang mengisyarakatkan adanya pelanggaran hukum.

11

Pelaku tindak pidana pada umumnya berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak pidananya susah ditelusuri oleh

9

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

10

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

11

Yunus Husein, Bunga Rampai Anti Pencucian Uang , Bandung: Terrace & Library, 2007, hlm. 289.

(20)

aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Tindak pidana pencucian uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

12

Pelaku dan hasil tindak pidana dalam konsep anti pencucian uang, dapat diketahui melalui penelusuran untuk selanjutnya hasil tindak pidana tersebut dirampas untuk Negara atau dikembalikan kepada yang berhak. Apabila harta kekayaan hasil tindak pidana yang dikuasai oleh pelaku atau organisasi kejahatan dapat disita dan dirampas, dengan sendirinya dapat menurunkan tingkat kriminalitas.

Untuk itu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan, efektivitas penegakan hukum serta penelusuran dan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana.

13

Lembaga keuangan tidak hanya berperan dalam membantu penegakan hukum, tetapi juga menjaga dirinya dari berbagai resiko, yaitu resiko operasional, hukum, terkonsentrasinya transaksi, dan reputasi karena tidak lagi digunakan sebagai sarana dan sasaran oleh pelaku tindak pidana untuk mencuci uang hasil tindak pidana.

Dengan pengelolaan resiko yang baik, lembaga keuangan akan mampu melaksanakan

12

Penjelasan Atas Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Butir Kesatu : Umum.

13

Ibid.

(21)

fungsinya secara optimal sehingga pada gilirannya sistem keuangan menjadi lebih stabil dan terpercaya.

Tindak pidana pencucian uang dalam perkembangannya semakin kompleks, melintasi batas-batas yuridiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor. Pemerintah dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang perlu dilakukan kerja sama regional dan internasional melalui forum bilateral atau multilateral agar intensitas tindak pidana yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasi.

14

Peneliti mengambil kasus dalam Putusan Nomor 2591K/Pid.Sus/2015 yaitu;

Terdakwa Arista Kurniasari yang dalam kesehariannya bekerja sebagai Guru SDN I Ngemplak Simongan, sekitar pada tahun 2010 telah mengaku kepada Saksi Dwi Handayani Jurito kalau terdakwa disebut sebagai Direktur Operasional CV. Cahaya Mulia memiliki usaha pengadaan batik, alat tulis kantor dan peralatan olahraga untuk memenuhi permintaan pengadaan atas barang-barang di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Semarang. Beberapa alasan kegiatan usaha terdakwa yang membutuhkan modal yang besar maka terdakwa meminta bantuan saksi Dwi Handayani Jurito (selaku koordinator) untuk mencarikan orang-orang (para investor) yang berminat menanamkan uangnya guna dijadikan tambahan modal bagi terdakwa dalam menjalankan usahanya tersebut dan sebagai imbalannya terdakwa akan memberikan

14

Ferry Aries Suranta, Peranan PPATK Dalam Mencegah Terjadinya Praktik Money Laundering,

Gramata Publishing, Jakarta, 2010, hlm. 65.

(22)

keuntungan kepada orang yang menanamkan modal itu perbulan dalam presentase tertentu dihitung dari jumlah uang yang ditanamkannya. Untuk lebih menyakinkan saksi Dwi Handayani Jurito, terdakwa menunjukkan sejumlah surat perjanjian kerja (kontrak kerja) pekerjaan pengadaan alat tulis kantor, pekerjaan pengadaan alat olahraga di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Semarang dan surat perjanjian kerja (kontrak kerja) pengadaan batik untuk Guru di Lingkungan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) yang ada di Kota Semarang, padahal CV. Cahaya Mulia saat itu sama sekali tidak pernah menerima pekerjaan pengadaan baik dari Dinas Pendidikan Kota Semarang dan dari para kelompok kerja kepala sekolah (KKKS) di Kota Semarang.

15

Perbuatan Terdakwa atas dasar dalih ketidakcukupan modal tersebut digunakan terdakwa sebagai modus operandi untuk menghimpun/ mencari dana dari masyarakat untuk investasi modal dengan menjanjikan bunga yang tinggi sekitar 7%-10%, kemudian terdakwa juga mengajak Sdr. Dwi Handayani Jurito untuk menanamkan/

investasi modal perusahaan terdakwa Arista Kurniasari. Selanjutnya terdakwa mengajak Sdr. Dwi untuk bekerja sama mencari nasabah agar melakukan investasi modal kerja. Bahwa untuk menyakinkan para nasabah terdakwa bersama Sdr. Dwi menggunakan fotokopi surat perintah kerja dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang kepada Sdri. Nurjanah selaku Direktur CV. Cahaya Mulia dengan cara membuat perjanjian untuk mengikat para nasabah dengan menggunakan akta notaris sebagai legalitas perjanjian dengan para nasabah. Padahal keseluruhan keadaan

15

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Nomor. 2591 K/Pid.Sus/2015.

(23)

tersebut hanya merupakan tipuan dan kebohongan yang dilakukan terdakwa bersama dengan Sdr. Dwi. Sehingga modus operandi tersebut digunakan untuk mencari para nasabah.

Terdakwa Arista Kurniasari sengaja telah melakukan perbarengan perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yaitu dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang.

Perbuatan terdakwa sengaja dengan sadar kemungkinan untuk melakukan perbuatan dengan mentransferkan dan mengalihkan serta menyamarkan uang setoran modal dari para investor yang sebelumnya telah ditempatkan oleh para korban investor ke rekening miliknya tersebut untuk selanjutnya ditransferkan dan dialihkan ke rekening lain milik terdakwa dan rekening saksi Yohanes Onang Supitoyo Budi yang merupakan suami terdakwa atau dengan cara melakukan tarikan tunai untuk dialihkan ke alokasi lain agar harta kekayaan itu sulit untuk dilacak. Terdakwa juga mengetahui atau patut menduga bahwa benda itu telah diperoleh dari kejahatan, dan juga menghendaki atau mempunyai maksud untuk melakukan perbuatan yang didakwakan untuk menguntungkan dirinya sendiri.

Terdakwa Arista Kurniasari sengaja melakukan perbuatan dengan telah

menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan,

(24)

menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta kekayaan.

Pertanggungjawaban pidana terdakwa Arista Kurniasari binti Budiharjo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Perbarengan beberapa tindak pidana penipuan yang masing-masing berdiri sendiri dan tindak pidana pencucian uang, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Arista Kurniasari dengan pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun dan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

16

Salah satu perbandingannya adalah Terdakwa Ahmad Fathanah dengan dugaan korupsi pengurusan penambahan kuota impor daging sapi

17

16

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Nomor. 2591 K/Pid.Sus/2015.

dimana Ahmad Fathanah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan dakwaan pasal 12 huruf a Undang- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Ahmad Fathanah terbukti juga melakukan tindak pidana pencucian uang dalam pasal 3 Undang-Undang Pencucian Uang, Dimana beberapa perempuan disebut-sebut pernah menerima uang hasil kejahatan dari Fathanah seperti Dewi Kirana yang menerima uang 156 juta rupiah

17

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/14/03/26/n31tx8-vonis-fathanah-naik-jadi-16-

tahun-di-tingkat-banding, terakhir kali diakses 16 Februari 2018 jam. 09.05.

(25)

sebanyak 30 kali, Tri Kurniasari Puspita sebanyak 35 juta, Kiki Amelia sebanyak 7 juta lima ratus, Septi Sanustika (istri ketiga Ahmad Fathanah) sebesar 35 juta rupiah.

Empat orang wanita tersebut merupakan sebagian dari 45 orang yang menerima uang dari hasil kejahatan Ahmad Fathanah hingga kini mereka tidak ditetapkan sebagai tersangka dalam keterkaitan aliran dana tersebut padahal Ahmad Fathanah sendiri sudah divonis 14 tahun penjara.

18

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ”.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka terdapat beberapa rumusan masalah yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap Pasal 5 dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ?

2. Apa sajakah unsur-unsur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang ?

3. Bagaimanakah hambatan – hambatan Pembuktian dalam Putusan Nomor 2591 K/Pid.Sus/2015 ?

C. Tujuan Penelitian

18

http://www.Tempo.com, terakhir kali diakses tanggal 16 Februari 2018 jam. 09.15.

(26)

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban pidana terhadap Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang .

2. Untuk mengetahui dan menganalisis unsur-unsur dalam Pasal 5 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan – hambatan Pembuktian dalam Putusan Nomor 2591 K/Pid.Sus/ 2015.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan beberapa manfaat, baik secara teoritis dan praktis, sebagai berikut :

1. Manfaat secara teoritis berkontribusi terhadap paradigma berfikir dan

menambah wawasan dalam mengetahui dan mendalami permasalahan hukum

khususnya permasalahan tentang pertanggungjawaban pidana dalam pasal 5

Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan

tindak pidana pencucian uang . Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai

suatu bahan referensi bagi peneliti selanjutnya serta dapat berkontribusi dalam

penyempurnaan perangkat peraturan perundang-undangan Tindak Pidana

Pencucian Uang.

(27)

2. Manfaat secara praktis

a. Bagi penulis, sebagai salah satu syarat dan tugas akhir untuk memperoleh Gelar Magister Hukum dalam mengikuti Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

b. Bagi Kalangan praktisi hukum atau aparat penegak hukum khususnya polisi, jaksa, hakim pengadilan, advokat dan aparatur PPATK serta praktisi lainnya yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Manfaat bagi praktisi tersebut dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami persoalan-persoalan dan solusi menyangkut pertanggungjawaban pidana dalam pasal 5 Undang- undang nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran studi kepustakaan, khususnya Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, maupun Perpustakaan Cabang USU di Fakultas Hukum USU, bahwa penelitian ini berjudul tentang : “Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

”, belum pernah dilakukan. Namun, ada beberapa penelitian yang membahas tentang

Penerapan Pasal Undang-Undang Pencucian Uang. Rumusan masalah pada penelitian

tersebut juga berbeda dari penelitian ini, antara lain :

(28)

1. Budi Bahreisy, dengan nomor induk 137005076, dengan judul Penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dalam Upaya Mengoptimalkan Pengembalian Kerugian Negara (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1605 K/Pid.Sus/2014), Tesis, dengan pembahasan mengenai :

a. Bagaimanakah keterkaitan tindak pidana korupsi dengan tindak pidana pencucian uang ?

b. Bagaimanakah penerapan Undang-undang tindak pidana pencucian uang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dalam upaya mengoptimalkan pengembalian kerugian Negara (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor:

1605 K/Pid.Sus/2014) ?

2. Yona Lamerossa Ketaren, dengan nomor induk 137005023, dengan judul Penerapan Sistem Pembuktian Oleh Hakim Dalam Proses Pemeriksaan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang, Tesis, dengan pembahasan mengenai :

a. Bagaimanakah proses terjadinya perbuatan-perbuatan pelaku TPPU ? b. Bagaimanakah prinsip-prinsip pembuktian dalam pemeriksaan perkara

TPPU ?

c. Bagaimanakah penerapan sistem pembuktian terbalik dalam pemeriksaan

perkara TPPU ?

(29)

Penulisan penelitian ini memiliki judul, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang berbeda. Begitu juga dengan kajiannya, yaitu mengenai Pertanggungjawaban Pidana dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, baik itu mengenai rumusan masalah maupun kajiannya tidak ada yang sama dengan penelitian terdahulu. Oleh karena itu, penelitian ini dapat di pertanggungjawabkan secara ilmiah, baik berupa isi maupun contoh-contoh kasus yang dipaparkan.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dapat menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis sehingga diperoleh suatu penjelasan rasional yang sesuai dengan objek penelitian yang dijelaskan untuk mendapatkan verifikasi dan data dalam mengungkapkan kebenaran.

19

Suatu pemikiran harus didukung oleh suatu teori-teori hukum.

20

1) Teori Pertanggungjawaban Pidana

Tujuan penggunaannya adalah untuk menganalisis suatu permasalahan hukum sehingga dapat di jawab dan diberikan solusi.

Penulis membuat beberapa teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis teliti. Adapun teori yang penulis buat dalam penelitian ini adalah:

19

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm. 27.

20

W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993, hlm. 2.

(30)

Pertanggungjawaban pidana disebut sebagai “toerekenbaarheid”, “criminal responsibility”, “criminal liability”. Telah diutarakan bahwa pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana (crime) yang terjadi atau tidak.

Dengan perkataan lain apakah terdakwa akan dipidana atau dibebankan. Jika ia dipidana, harus ternyata bahwa tindakan yang dilakukan itu bersifat melawan hukum dan terdakwa mampu bertanggung jawab. Kemampuan tersebut memperlihatkan kesalahan dari petindak yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan. Artinya tindakan tersebut tercela dan tertuduh menyadari tindakan yang dilakukan tersebut.

21

Pertanggungjawaban pidana merupakan pertanggungjawaban oleh orang terhadap perbuatan pidana yang telah dilakukannya. “Pada hakikatnya pertanggungjawaban pidana merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi atas kesepakatan menolak suatu perbuatan tertentu.”

Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang tidak mungkin dipertanggungjawabkan dan dijatuhi pidana kalau tidak mempunyai kesalahan.

22

21

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas- Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta:

Storia Grafika, 2012, hlm. 250.

22

Chairul Huda, Dari ‘Tiada Pidana Tanpa Kesalahan’ menuju kepada “ Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan”, Jakarta : Kencana, 2011, hlm. 71.

Kesepakatan menolak tersebut dapat berupa aturan tertulis maupun aturan tidak

tertulis yang lahir dan berkembang dalam masyarakat.

(31)

Ketentuan Pasal tersebut menjelaskan bahwa unsur kesalahan sangat menentukan akibat dari perbuatan seseorang, yaitu, berupa penjatuhan pidana.

Walaupun unsur kesalahan telah diterima sebagai unsur yang menentukan sebuah pertanggungjawaban dari pembuat tindak pidana, tetapi dalam hal mendefinisikan kesalahan oleh para ahli masih terdapat perbedaan pendapat, “ Pengertian tentang kesalahan dengan sendirinya menentukan ruang lingkup pertanggungjawaban pembuat tindak pidana”.

23

a. Mezger memberikan definisi kesalahan sebagai keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pembuat pidana.

Adanya pandangan yang berbeda mengenai definisi kesalahan maka mengakibatkan adanya perbedaan penerapan.

Berikut beberapa pendapat dari para ahli mengenai definisi kesalahan:

b. Simons mengartikan kesalahan sebagai dasar untuk pertanggungjawaban dalam hukum pidana yang berupa keadaan psikis dari si pembuat dan hubungan terhadap perbuatannya, berdasarkan psikis itu perbuatannya dicelakakan kepada pembuat.

c. Van Hamel mengatakan bahwa kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psikologis, perhubungan antara keadaan jiwa si pembuat dengan terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungan jawab dalam hukum.

d. Pompe berpendapat pada pelanggaran norma yang dilakukan karena kesalahannya, biasanya sifat melawan hukum itu merupakan segi luarnya. Yang

23

Ibid, hlm. 74.

(32)

bersifat melawan hukum adalah perbuatannya. Segi dalamnya yang bertalian dengan kehendak si pembuat adalah kesalahan.

24

Kesalahan mengandung unsur pencelaan terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana. Pencelaan yang dimaksud adalah pencelaan berdasarkan hukum yang berlaku. Untuk menentukan adanya kesalahan seseorang harus memenuhi beberapa unsur, yaitu :

a) Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat; sebagai kondisi batin yang normal atau sehat dan mampunya akal seseorang dalam membeda-bedakan hal- hal yang baik dan yang buruk atau dengan kata lain mampu untuk menginsyafi sifat melawan hukumnya suatu perbuatan dan sesuai dengan keinsyafan itu mampu untuk menentukan adanya kemampuan bertanggung jawab, yaitu faktor akal dan faktor kehendak. Akal yaitu dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan, sedangkan kehendak yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas sesuatu yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan.

25

b) Hubungan batin antara pembuat dengan perbuatannya; keinginan dalam melakukan suatu perbuatan pidana muncul dari keadaan batin si pembuat yang kemudian pikirannya mengarahkan dirinya untuk melakukan perbuatan tersebut atau tidak. “Dalam hukum pidana penggunaan pikiran yang kemudian mengarahkan

24

Muladi dan Dwidja Priyanto, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta : Kencana, 2010, hlm. 70.

25

Mahrus Ali, Dasar – Dasar Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2011, hlm. 171.

(33)

pembuatnya melakukan tindak pidana, disebut sebagai bentuk kesalahan yang secara teknis disebut dengan kesengajaan”.

26

Mengenai pengertian kesengajaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tahun 1809 dicantumkan “ kesengajaan adalah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh Undang-undang”.

27

1. Kesengajaan sebagai maksud; dalam bentuk kesengajaan ini, pembuat menghendaki sesuatu ia bertindak dan menciptakan suatu akibat yang sesuai dengan apa yang dikehendakinya.

Jadi dapat dikatakan bahwa sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang dilakukan. Seseorang yang melakukan perbuatan dengan sengaja, menghendaki perbuatannya dan mengetahui serta menyadari perbuatannya. Dalam hukum pidana kesengajaan umumnya dibagi menjadi 3:

28

2. Kesengajaan sebagai kemungkinan; dalam kesengajaan ini pembuat mengetahui bahwa perbuatannya mempunyai jangkauan untuk dalam keadaan-keadaan tertentu akan terjadi suatu akibat.

Maka dapat dikatakan pembuat sebelumnya sudah mengetahui akibat dari perbuatannya dan memang menghendaki akibat tersebut terjadi.

29

3. Kesengajaan sebagai kepastian; dapat terjadi bila seseorang menghendaki sesuatu namun terhalang oleh keadaan, namun untuk memenuhi kehendaknya ia

26

Chairul Huda, Op.cit, hlm. 107.

27

Leden Marpaung, Asas – Teori – Praktik Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hlm. 13.

28

Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986, hlm. 42.

29

Chairul Huda, Op.cit, hlm. 110.

(34)

harus menyingkirkan penghalang tersebut, yang merupakan peristiwa pidana tersendiri.

30

c) Alasan penghapus kesalahan atau Alasan pemaaf; mengenai hal ini, ada kalanya dalam keadaan tertentu seseorang tidak dapat berbuat lain yang berujung pada terjadinya tindak pidana meskipun tidak diinginkannya. Dan ada kalanya terjadinya tindak pidana tidak dapat dihindari oleh seseorang, karena sesuatu hal yang berasal dari luar dirinya, faktor tersebut menyebabkan orang tersebut tidak dapat menghindari perbuatan pidana tersebut yang mengakibatkan kesalahannya menjadi terhapus.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan, untuk menentukan adanya kesalahan adalah adanya kemampuan bertanggung jawab dari si pelaku, kesengajaan dan tidak adanya alasan pemaaf, sedangkan suatu perbuatan dapat dipertanggung jawabkan apabila si pembuat kesalahan menyadari perbuatannya melawan hukum dan perbuatan tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran dari si pelaku.

2) Teori Pembuktian

Tujuan Hukum acara pidana adalah mencari kelemahan materiil dan untuk mencapai tujuan tersebut perlu dipahami adanya beberapa teori sistem pembuktian.

Kewenangan Hakim untuk menilai kekuatan alat-alat bukti didasari dengan ditelusuri melalui 4 klasifikasi yaitu pembuktian berdasar keyakinan hakim melulu, keyakinan

30

Ibid, hlm. 42.

(35)

hakim atas alasan-alasan yang logis, pembuktian menurut Undang-Undang secara Positif, dan Pembuktian berdasar Undang-Undang secara negatif.

31

2. Kerangka Konsep

Jenis-jenis alat bukti dan ketentuan pembuktian diatur dalam ketentuan Pasal 184 ayat 1 KUHAP telah menentukan secara limitative alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang, artinya diperlukan alat-alat bukti tersebut tidak dibenarkan pembuktian atas kesalahan terdakwa. Jenis-jenis alat bukti dalam Pasal 184 KUHAP adalah : keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat, alat bukti petunjuk dan keterangan terdakwa.

Penelitian berjudul : “Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang”, mempunyai beberapa variabel. Variabel tersebut merupakan konsep yang perlu diuraikan pengertian-pengertiannya guna membantu dalam memberikan pemahaman dalam penelitian ini. Adapun konsep-konsep tersebut, antara lain:

a. Analisis adalah Penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.

32

b. Yuridis adalah menurut hukum atau secara hukum.

33

31

H.P. Panggabean, Hukum Pembuktian; Teori-Praktik dan Yurisprudensi Indonesia, Bandung; PT.

Alumni, 2012, hlm.81.

32

Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Pusat Bahasa, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

33

Ibid.

(36)

c. Penerapan adalah pelaksanaan ketentuan hukum dalam undang-undang sehingga antara das sollen (yang diundangkan atau yang diatur dalam undang- undang) sejalan dengan das sein (yang senyatanya).

34

d. Tindak Pidana Pencucian Uang adalah tindakan yang dilarang oleh hukum dan dapat dikenakan sanksi bagi setiap orang, badan hukum, dan atau korporasi yang melakukan perbuatan dengan sengaja untuk menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diperolehnya dari tindak pidana asal (predicate crime) sehingga seolah-olah sumber harta tersebut menjadi legal.

35

e. Korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain.

36

G. Metode Penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisinya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-

34

Bambang Widiyantoro, dan Evi Rumata Parapat, “Das Sein dan Das Sollen Dalam Sistem Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA) di Indonesia”, Majalah Ilmiah Solusi Unsika, Vol. 10, No. 20, (ISSN 1412-86676), September-November 2011, hlm. 3.

35

Bismar Nasution, Rezim Anti Money Laundering di Indonesia, Bandung: Books Terrance dan Library, 2005, hlm. 18-19.

36

Rohim, Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Pena Multimedia, 2008, hlm. 2.

(37)

permasalahan yang timbul didalam gejala bersangkutan.

37

Menurut Peter Mahmud, Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip- prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

38

1. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian

Sepanjang menyangkut analisis hukum, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang didukung oleh data sekunder. Dengan demikian objek penelitian adalah norma hukum yang terwujud dalam kaidah-kaidah hukum dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah dalam sejumlah peraturan perundang- undangan dalam perkara tindak pidana pencucian uang. Penelitian hukum ini juga dilakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta-fakta hukum untuk selanjutnya digunakan dalam menjawab permasalahan-permasalahan.

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah tergolong ke dalam jenis penelitian yuridis normatif secara hukum. Penelitian hukum normatif (yuridis normatif) adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder.

39

37

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm. 38.

38

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, hlm. 35.

39

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta: 1981, hlm.

33.

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi asas-

asas atau prinsip-prinsip hukum yaitu sesuatu yang sangat mendasar dalam hukum

yang harus dipedomani. Peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan

(38)

dengan asas dalam hukum. Sedangkan sifat penelitian ini adalah preskriptif. Sifat penelitian preskriptif adalah menganalisis permasalahan dengan memberikan argumentasi-argumentasi didalam penelitian dengan tujuan untuk memberikan penilaian mengenai benar atau salah atau bagaimana yang seharusnya menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian.

40

Dan juga dalam keterkaitan penelitian hukum normatif dengan pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum, menurut Peter Mahmud Marzuki adalah:

41

2. Sumber Data

pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan ( comparative approach), pendekatan konseptual (conceptual approach).

Penelitian terdapat 2 jenis data yaitu data primer dan sekunder. Data sekunder adalah data yang sudah dalam bentuk jadi yang disebut juga bahan hukum.

Berdasarkan kekuatan mengikatnya maka bahan hukum dibagi menjadi 3:

42

a. Bahan Hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari: UUD 1945 dan Amandemen; Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981; Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; Peraturan Presiden Republik

40

Mukti Fajar N.D, dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012, hlm. 183-184.

41

Peter Mahmud Marzuki, Op.cit, hlm. 93.

42

Soerjono Soekanto, Pengantar Peneltian Hukum, Penerbit UI-PRESS, Jakarta: 2005, hlm. 52.

(39)

Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

b. Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer, yaitu yang dapat berupa buku-buku, rancangan Undang- undang, hasil-hasil penelitian (skripsi, tesis, dan disertasi), hasil karya ilmiah dari kalangan hukum, artikel, surat kabar dan lain-lainya.

c. Bahan Hukum Tertier, adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya: Kamus-kamus (besar bahasa indonesia, hukum, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya.

43

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka (library research) di perpustakaan, dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum tertulis yang relevan dengan masalah di dalam penelitian ini,

44

43

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta: 2009, hlm.113-114

44

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op.cit, hlm. 160.

khususnya tentang bahan-bahan hukum

yang berkaitan dengan doktrin-doktrin hukum pidana tentang Pertanggungjawaban

Pidana dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Dengan cara memperoleh bahan-bahan

hukum primer, sekunder, dan tertier, diperoleh melalui membaca referensi buku-buku

yang berkaitan dengan permasalahan ini dan mendownload referensi melalui internet,

semua data yang telah terkumpul akan dipilih dan disesuaikan untuk memperoleh

data yang sesuai dan relevan dengan permasalahan ini.

(40)

4. Analisis Data

Data yang telah terkumpul dari studi kepustakaan (library research), selanjutnya diolah dengan cara diseleksi, diklasifikasikan secara sistematis, logis, yuridis secara kualitatif. Penulis mengumpulkan data sekunder yang berkaitan dengan penelitian terhadap kasus-kasus dalam tindak pidana pencucian uang, disimpulkan dengan menggunakan metode deduktif yaitu dengan cara menarik kesimpulan dari dalil yang bersifat umum ke khusus, dan dipelajari sebagai suatu kesatuan yang utuh dan sistematis. Dengan menggunakan metode analisis tersebut diharapkan pada akhirnya akan dapat mengantarkan kepada suatu kesimpulan.

BAB II

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PASAL 5 DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANGPENCEGAHAN

DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

(41)

A. Tindak Pidana Pencucian Uang

1. Sejarah Dan Perkembangan Praktik Pencucian Uang

Problematika pencucian uang yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama

“money laundering” sekarang mulai dibahas dalam buku-buku teks, apakah itu buku teks hukum pidana atau kriminologi. Ternyata, problematika uang haram ini sudah meminta perhatian dunia internasional karena dimensi dan implikasinya yang melanggar batas-batas Negara. Sebagai suatu fenomena kejahatan yang menyangkut, terutama dunia kejahatan yang dinamakan “organized crime”, ternyata ada pihak- pihak tertentu yang ikut menikmati keuntungan dari lalu lintas pencucian uang tanpa menyadari akan dampak kerugian yang ditimbulkan. Erat bertalian dengan dunia perbankan, yang pada satu pihak beroperasional atas dasar kepercayaan para konsumen, tetapi pada pihak lain, apakah akan membiarkan kejahatan pencucian uang ini terus merajalela.

45

Al Capone, merupakan penjahat terbesar di Amerika masa lalu, mencuci uang hitam dari usaha kejahatannya dengan memakai si genius Meyer Lansky, orang Polandia. Lansky merupakan seorang akuntan, yang mencuci uang kejahatan Al Capone melalui usaha binatu (laundry). Demikianlah asal muasal muncul nama

“money laundering”.

46

45

Adrian Sutedi, Op.cit, hlm. 1.

46

J.E. Sahetapy, Business “Uang Haram”, www.khn.go.id , terakhir kali diakses 26 April 2018, jam

17.07.

(42)

Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau disebut Laundromats yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat. Usaha pencucian pakaian ini berkembang maju dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras illegal, hasil perjudian dan hasil usaha lainnya.

Tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin berkembang seiring dengan berkembangnya dari bisnis haram, seperti perdagangan narkotika dan obat bius yang mencapai miliaran rupiah. Karenanya, kemudian muncul istilah “narco dollar”, yang berasal dari uang haram hasil perdagangan narkotika.

47

Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi disektor perbankan, dewasa ini banyak bank telah menjadi sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang disebabkan sektor inilah yang banyak menawarkan jasa-jasa instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul suatu dana. Dengan adanya globalisasi perbankan dana hasil kejahatan mengalir atau bergerak melampaui batas yuridiksi Negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang umunya dijunjung tinggi oleh perbankan. Melalui mekanisme ini maka dana hasil kejahatan bergerak dari suatu Negara ke Negara lain yang belum

47

A.S. Mamoedin, Analisis Kejahatan Perbankan, Cetakan Pertama, Jakarta; Rafflesia, 1997, hlm.

291-292.

(43)

mempunyai sistem hukumyang cukup kuat untuk menanggulangi kegiatan pencucian uang atau bahkan bergerak ke Negara yang menerapkan ketentuan rahasia bank secara sangat ketat.

48

Berdasarkan statistik IMF

49

Namun, menurut Michael Camdessus (Managing Director IMF), memperkirakan volume dari cross-border money laundering adalah 2% sampai dengan 5% dari gross domestic product (GDP) dunia. Bahkan, batas terbawah dari kisaran tersebut yaitu jumlah yang dihasilkan dari kegiatan narcotics trafficking, arm trafficking, bank fraud, dan kejahatan yang sejenis dengan kejahatan tesebut, dicuci diseluruh dunia setiap tahun mencapai jumlah hampir US$ 600 miliar. Selain itu, menurut Financial Action Task Force (FATF), perkiraan atas jumlah uang yang dicuci setiap tahun di seluruh dunia dari perdagangan gelap narkoba (illicit drug trade) berkisar antara US$

300 miliar dan US$ 500 miliar. Besarnya pasar perdagangan gelap di Kanada di , hasil kejahatan yang dicuci melalui bank diperkirakan hampir mencapai nilai sebesar US$ 1.500 miliar pertahun. Sementara itu, menurut Associated Press kegiatan pencucian uang hasil perdagangan obat bius, prostitusi, korupsi, dan kejahatan lainnya sebagian besar di proses melalui perbankan untuk kemudian dikonversikan menjadi dana legal dan diperkirakan kegiatan ini mampu menyerap nilai US$ 600 miliar pertahun ini berarti sama dengan 5% GDP seluruh dunia.

48

Adrian Sutedi, Op.cit, hlm. 2.

49

Yunus Husein, Money Laundering: Sampai Dimana Langkah Negara Kita, Dalam Pengembangan

Perbankan, Mei-Juni 2001, hlm. 31-40.

(44)

perkirakan antara $ 7 miliar sampai dengan $ 10 miliar. Menurut para ahli bahwa antara 50%-70% dari hasil penjualan narkoba tersedia untuk dicuci dan kemudian diinvestasikan. Apabila diasumsikan bahwa 50%-70% uang yang dicuci di Kanada berasal dari perdagangan gelap narkoba, jumlah uang haram (illicit funds) yang dicuci di Kanada setiap tahun adalah antara $ 5 miliar dan $ 14 miliar.

50

Sejak Pemerintah Republik Indonesia baru mengundangkan pertama kali undang-undang pencucian uang pada tanggal 17 April 2002 yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Hal ini mengingat bahwa pada tahun 2001, Indonesia dimasukkan oleh Financial Action Task Force (FATF) ke dalam daftar hitam Non Cooperative Countries and Territories (NCCTs) bersama Cook Islands, Mesir, Guatemala, Myanmar, Nauru, Nigeria, Filipina, dan Ukraina. Indonesia berada dalam daftar hitam NCCTs selama dua tahun lebih juga termasuk sebagai Negara yang diawasi oleh IMF dan Bank Dunia.

51

Pemerintah Republik Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai revisi dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 untuk mengatasi sanksi FATF tersebut, namun indonesia tetap saja berada dalam daftar hitam. Baru kemudian pada bulan februari 2005, Indonesia resmi keluar dari daftar hitam NCCTs. Perkembangan selanjutnya sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003, Pemerintah

50

Adrian Sutedi, Op.cit, hlm. 3.

51

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=2070&coid=2&caid=30&gid=4, terakhir diakses

tanggal 26 April 2018 jam 19.07.

(45)

Republik Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan penegakan hukum, praktik, dan standar internasional sehinggga perlu diganti dengan undang-undang baru yang disahkan pada tanggal 22 Oktober 2010.

Pengertian pencucian uang (money laundering) adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.

52

Kegiatan pencucian uang mempunyai dampak yang serius, baik terhadap stabilitas sistem keuangan maupun perekonomian secara keseluruhan. Tindak pidana

Atau suatu proses/perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah. Sesuai dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, tindak pidana yang menjadi pemicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, perbankan, pasar modal, perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, perpajakan, kehutanan, lingkungan hidup, kelautan dan perikanan atau tindak pidana lainnya.

52

Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang.

(46)

pencucian uang merupakan tindak pidana multidimensi dan bersifat transnasional yang sering kali melibatkan jumlah uang yang cukup besar. Bahwa dapat disimpulkan pencucian uang adalah kegiatan-kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seorang atau organisasi kejahatan terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak kejahatan dengan maksud menyembunyikan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak kejahatan dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga apabila uang tesebut kemudian dikeluarkan dari sistem keuangan itu, maka keuangan itu telah berubah menjadi uang yang sah.

Secara umum pencucian uang merupakan metode untuk menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi kejahatan, kejahatan ekonomi, korupsi, perdagangan narkotika dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas kejahatan. Pencucian uang (money laundering) pada intinya melibatkan aset (pendapatan/kekayaan) yang disamarkan sehingga dapat dipergunakan tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang legal.

Melalui money laundering pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kegiatan yang melawan hukum diubah menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah/legal.

53

2. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang

53

Adrian Sutedi, Op.cit, hlm.13-16.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkatdan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul “Analisis

Oracle merupakan perusahaan software terbesar kedua di dunia ini untuk software database. Ini membuat sertifikasi Oracle menjadi salah satu sertifikasi yang paling

Setiap Dokumen Penawaran Sayembara yang diterima oleh Panitia Pengadaan setelah batas akhir waktu pemasukan Dokumen Penawaran Sayembara akan ditolak dan

PT Kusumahadi Santosa adalah sebuah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang pertekstilan. Salah satu kegiatan yang paling pokok adalah pengadaan, baik

Mengingat banyaknya kebutuhan yang diperlukan oleh keluarga dan anggota-anggotanya, maka dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang merupakan kebutuhan

Dari hasil kegiatan Pengabdian Masyarakat melalui Program KKNN Daring yang telah dilakukan oleh peneliti tentang produk pembuatan masker kain bahwa masyarakat

Organisasi Lini dan Fungsional adalah organisasi yang masing-masing anggota mempunyai wewenang yang sama dan pimpinannya kolektif. Organisasi Komite lebih mengutamakan

Hasil dari penelitian ini adalah sistem dan prosedur persediaan yang ada pada rumah sakit islam unisma sudah cukup baik untuk mendukung dalam pengendalian intern hal ini