• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.4 Standar Akuntansi Pendapatan Perpajakan 1 Pengertian Pajak

2.4.3 Jenis Penerimaan Pajak

Pajak dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Sesuai dengan batasan yang ditetapkan dalam skripsi ini, yang akan dibahas adalah PPh, PPN, dan PPnBM saja.

2.4.3.1 Pajak Penghasilan (PPh) a. Pengertian

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan. Adapun penghasilan menurut UU PPh pasal 4 ayat 1 yaitu “setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”.

b. Klasifikasi Pajak Penghasilan

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, definisi penghasilan sangatlah luas. Oleh karena itu, pembagian klasifikasi pajak penghasilan didasarkan pada jenis- jenis penghasilan,dan dinamakan sesuai nomor pasal yang mengaturnya dalam UU PPh. Secara ringkas jenis peneriman PPh yang terdapat di KPP Pratama Medan Kota dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3 Jenis Pajak Penghasilan

No Pasal Objek Pajak Sistem

Pemungutan 1 Pasal 21 Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang diterima oleh Orang Pribadi Withholding

2 Pasal 22

Pembayaran atas penyerahan barang kepada pemungut PPh 22 (mis : Bendahara pemerintah atas pembelian dari dana APBN/D) , Impor, Penyerahan kepada kegiatan usaha di bidang tertentu (industri kertas, semen, baja, dan otomotif)

Withholding

3 Pasal 23

Dividen, bunga, royalti, sewa, dan imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa

manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh 21.

Withholding

4 Pasal 25

Merupakan angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan‐bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan

Self Assesment

5 Pasal 26

Penghasilan yang berasal dari Indonesia yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri selain bentuk Usaha Tetap

Withholding

6 Pasal 29

Merupakan jumlah pajak yang harus dibayar untuk suatu tahun Pajak bila pajak yang

seharusnya terutang lebih besar daripada kredit pajak sesuai dengan aturan.

Self Assesment

7 Pasal 4 ayat 2

Dikenakan pada penghasilan yang bersifat final, seperti bunga deposito, bunga tabungan,

penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah/bangunan, dan penghasilan lainnya yang diatur berdasarkan peraturan pemerintah

Withholding

2.4.3.2 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) a. Pengertian

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pembelian Barang Kena Pajak dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak baik di dalam wilayah Indonesia maupun dari luar daerah Pabean. Pada dasarnya semua barang atau jasa merupakan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP), sehingga dikenakan PPN, kecuali jenis barang yang diatur dalam Undang Undang PPN. Misalnya barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya dan uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

b. Objek PPN

Berdasarkan Undang-undang No 8 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah atau UU PPN dan PPnBM, PPN dikenakan atas:

a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;

b. impor Barang Kena Pajak;

c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;

d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;

g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan

c. Yang Bukan Termasuk Objek PPN

Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali ditentukan sebaliknya oleh Undang-undang No 8 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai atau UU PPN. Dengan demikian, UU PPN ini menggunakan metode negative list untuk menentukan apakah suatu barang digolongkan sebagai BKP atau Non BKP. Jenis barang non BKP sesuai dengan UU PPN adalah:

a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;

b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,

warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan

d. uang, emas batangan, dan surat berharga.

Sedangkan Jasa Non JKP adalah:

a. jasa pelayanan kesehatan medis; b. jasa pelayanan sosial;

c. jasa pengiriman surat dengan perangko; d. jasa keuangan;

e. jasa asuransi; f. jasa keagamaan; g. jasa pendidikan;

h. jasa kesenian dan hiburan;

i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;

j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;

k jasa tenaga kerja; l. jasa perhotelan;

m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;

n. jasa penyediaan tempat parkir;

o. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam; p. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan

2.4.3.3 Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Terhadap barang-barang tertentu akan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Berdasarkan UU PPN pengenaan PPnBM dilakukan terhadap:

a. penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan

b. impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya sekali, yaitu pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. Barang mewah yang dimaksud dalam UU PPN ini adalah yang memenuhi kriteria:

1) Bukan merupakan barang kebutuhan pokok; 2) Dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;

3) Umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; dan/atau 4) Dikonsumsi untuk menunjukkan status.

Dokumen terkait