• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis tanah merupakan faktor yang penting untuk menentukan daerah rawan banjir. Besar kecilnya tingkat bahaya erosi ditentukan oleh jenis tanah tersebut. Tingkat bahaya erosi menjadi lebih besar apabila jenis tanah tersebut mempunyai formasi kemiringan lereng besar. Demikian pula struktur vegetasi penutup tanah yang bertingkat-tingkat dapat menurunkan bahaya erosi daripada alahan dengan dominasi vegetasi pohon yang tidak atau kurang disertai serasah dan tumbuhan bawah (Arsyad, 1989).

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengelola data spasial atau data yang bereferensi geografis. Setiap data yang merujuk lokasi dipermukaan bumi dapat disebut sebagai data spasial

bereferensi geografis.Data GIS terdiri dari dua jenis yakni data grafis yang menggambarkan bentuk atau kenampakan objek di permukaan bumi dan data data tabular yang menyatakan nilai dari data grafis. Secara teknis SIG mengorganisasikan dan memanfaatka data dari peta digital yang tersimpan dalam basisi data. Dalam SIG dunia nyata dijabarkan dalam data peta digital yang menggambarkan posisi dari ruang ( space ) dan klasifikasi, atribut data dan hubungan antar item data. Kerincian data dalam SIG ditentukan oleh besarnya satuan pemetaan terkecil yang dihimpun dalam basis data (Budiyanto, 2002).

Data SIG dapat dibagi menjadi dua macam, yakni data grafis dan data atribut atau tabular. Data grafis adalah data yang menggambarkan bentuk atau kenampakan objek di permukaan bumi. Sedangkan data tabular adalah data deskriptif yang menyatakan nilai dari data grafis tersebut (Wayan, 2005).

Sistem informasi geografis mempunyai kemampuan analisis terhadap data spasial untuk keperluan manipulasi maupun permodelan. Fungsi analisis ini dijalankan memakai data spasial dan data atribut dalam sistem informasi geografis menjawab berbagai pertanyaan yang dikembangkan dari data yang ada menjadi suatu persoalan yang relevan. Data spasial dan SIG hanya merupakan model penyajian yang merefleksikan berbagai aspek realitas dunia nyata., sedangkan untuk meningkatkan peranan data dalam pengambilan keputusan mengenai kenyataan tersebut, suatu model harus ditampilkan yang menggambarkan obyek – obyek termasuk manyajikan hubungan antar obyek (Arifin dkk, 2006).

Sistem informasi geografis paling tidak terdiri dari subsistem pemrosesan , subsistem analisis data dan subsistem yang menggunakan informasi. Subsistem pemrosesan data mencakup pengambilan data, input dan penyimpanan . Subsistem

analisis data mencakup perbaikan, analisis dan keluaran informasi dalam berbagai bentuk. Subsistem yang memakai informasi memungkinkan informasi relevan diterapakan pada suatu masalah. Dalam rancangan sistem informasi geografis, komponen input dan output tertentu seringkali memiliki peranan dominan dalam membentuk arsitektur dari sisa suatu sistem. Hal ini penting untuk memahami mengenalai kedalaman prosedur yang dipakai dalam kaitannya dengan masalah input dan output data, juga organisasi data dan pemrosesan data (Lo, 1996).

Menurut Howard (1996), manfaat utama penggunaan sistem informasi spasial dengan komputer dibandingkan dengan metode pembuatan peta tradisional dan masukan data manual atau informasi manual adalah memperkecil kesalahan manusia, kemampuan memanggil kembali peta tumpangsusun dari simpanan data SIG seacra cepat, menggabungkan tumpangsusun tersebut, tetapi penggabungan batas agak sulit, dan untuk memperbaharui dengan memperhatiakan perubahan lingkungan data statistik dan batas-batas dan area yang nampak pada peta.

Teknologi Sistem Informasi Geografis

Menurut Howard (1996), teknologi yang digunakan dalam sistem informasi geografis memperluas penggunaan peta, model-model kartografi dan statistik spasial dengan memberikan kemampuan analisis, tidak hanya tersedia untuk pengembangan model medan komplek dan pengujian masalah bentang lahan serta masalah penggunaan lahan. Saat ini penggunaan SIG yang paling umum adalah untuk pembuatan peta tematik kota dan memberikan revisi peta-peta tersebut.

Pengelolaan sistem informasi geografis (SIG) meningkat tajam sejak tahun 1980-an. Peningkatan pemakaian sistem ini terjadi di kalangan pemerintah, akademis atau bisnis terutama di negara-negara maju. Perkembangan teknologi dijital sangat besar peranannya dalam perkembangan penggunaan SIG dalam berbagai bidang. Hal ini dikarenakan teknologi SIG banyak mendasarkan pada teknologi dijital sebagai alat analisis (Budiyanto, 2002).

Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai objek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna membuahkan data yang bermanfaat. Tujuan utama penginderaan jauh adalah mengumpulkan data sumberdaya alam lingkungan. Informasi tentang objek disampaikan ke pengamat melalui energi elektromagnetik. Yang merupakan pembawa informasi dan sebagai penghubung komunikasi. Oleh karena itu, penginderaan jauh pada dasarnya merupakan informasi sintesis panjang gelombang yang perlu diberikan kodenya sebelum informasi tersebut dapat dipahami secara penuh. Proses pengkodean ini setara dengan interpretasi citra penginderaan jauh yang sangat sesuai dengan pengetahuan kita mengenai sifat-sifat radiasi elektromagnetik (Lo, 1996).

Penginderaan jauh dari pesawat yang palin sesuai untuk kehutanan adalah foto udara. Secara operasional, data penginderaan jauh multispektral yang telah diguankan hanya terbatas pada penginderaan termal untuk mencegah bahaya kebakaran. Radar pandang sampling dari pesawat udara, sejauh ini hanya

digunakan sesekali untuk pemetaan yang belum mempunyai peta di negara- negara berkembang. Perkembangan penginderaan jauh sistem pesawat udara untuk terapan kehutanan tidak sama dengan perkembangan penginderaan jauh sistem satelit beberapa tahun belakang ini. Terapan penginderaan jauh sistem satelit untuk bidang kehutanan berkembang sangat cepat selaras dengan perkembangan pemrosesan citra digital satelit sumberdaya bumi (Howard, 1996).

AHP ( Analitycal Hierarchy Process )

AHP (Analitycal Hierarchy Process), disebut pula Proses Hierarki Analitik

(PHA), merupakan suatu metode pengambilan keputusan yang sederhana dan fleksibel yang menampung kreativitas dalam ancangannya terhadap suatu masalah. Metode ini dapat menjelaskan suatu keadaan yang kompleks dan tidak terstruktur dengan cara : 1) membagi-bagi ke dalam bagian-bagiannya, 2) mengatur kembali bagian-bagian (atau peubah) tersebut ke dalam bentuk hierarki, kemudian 3) menetapkan suatu nilai numerik untuk setiap peubah tersebut melalui justifikasi penentuan tingkat kepentingannya, dan terakhir 4) melakukan sintesa untuk menentukan peubah yang mana mempunyai prioritas paling tinggi yang harus dikerjakan untuk memperoleh keluaran (outcome) yang diharapkan

(Triyana dan Saleh, 2003).

Prinsip dasar dalam menggunakan metode AHP antara lain : 1. Prinsip penyusunan hierarki (decomposision)

Untuk menerapkan metode AHP, pengambil keputusan harus dapat mendefenisikan permasalahan secara jelas dan rinci. Selanjutnya, dilakukan

menjadi elemen-elemen pokok dan sub –sub elemen lainnya secara hierarkis. Dalam AHP, hierarki permasalahan yang disusun harus mencerminkan hubungan antara tujuan (goal), kriteria, sub-kriteria dan alternatif.

2. Prinsip penetapan prioritas (comparative judgement)

Setelah hierarki permasalahan terbentuk, selanjutnya pengambil keputusan harus menetapkan prioritas antar elemen. Dalam hal ini, harus dilakukan peniliaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini merupkan inti dari AHP, karena ini akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen tersebut.

Untuk itu, pemgambil keputusan harus membuat pembandingan berpasangan antar elemen dalam suatulevel tertentu dalam kaitannya dengan pencapaian elemen di tingkat atasnya. Hal ini dapat dengan mudah dilakukan dengan menyajikannya dalam bentuk matriks pembandingan berpasangan

(pairwise comparison). Proses pembandingan berpasangan anatar elemen dapat

dilakukan mulai dari puncak (tingkat pertama) hierarki untuk pembandingan antar kriteria. Kemudian, pada tingkat tepat dibawahnya (tingkat kedua) dilakukan pembandingan antar elemen.

3. Prinsip Konsistensi logika (logical consistency)

Dalam prinsip konsistensi logika, AHP melibatkan aspek kuantitaf dan kualitatif dari pikiran manusi. Aspek kualitatif digunakan untuk mendefesinikan masalah dan struktur hierarkinya. Sedangkan aspek kuantitaitf digunakan untuk mengekspresikan justifikasi dan preferensi secara ringkas (concisely). Proses AHP dirancang untuk menggabungkan kedua aspek tersebut. Dengan demikian aspek kuantitaif merupakan sebuah hal yang menasar untuk melakukan pengambilan

keputusan dalam situasi yang kompleks dimana sangat penting untuk dapat menentukan prioritas (Triyana dan Saleh, 2003).

Dokumen terkait